15
Aku butuh secangkir kopi
Saat aku mengetik imaji
Karena Kopi membuat ku mengerti
Bahwa manis dan pahit hidup ini
Masih bisa di nikmati.
= Selamat membaca =
________________________
Mentari tak bisa berjanji selalu menerangi hari, hujan tak bisa selalu datang menyejukkan, dan malam tak selalu indah dengan bintang dan bulan nya.
Begitu pun kehidupan yang kadang tak sesuai dengan apa yang di rencanakan dan di harapkan.
Suasana sarapan pagi di keluarga Harlan terlihat tidak sehangat biasa nya. Tatapan datar serta sikap dingin ditunjukkan dengan jelas oleh Gracia, sementara Harlan sama saja.
"Gege, hari ini ci Shanju pulang" ucap Sang mama membuka percakapan, membuat perhatian Gracia teralih dari piring berisi sarapan, pada sang mama "kamu mau ikut jemput ke bandara sayang?" Tanya sang mama membuat Gracia mengangguk.
Kedua mata nya sedikit berbinar saat mendengar kakak kandung nya itu akan segera pulang. Bagaimana tidak, kepulangan kakak nya itu di undur beberapa kali, membuat Gracia sedikit kecewa. Dan semoga kali ini, sang kakak benar-benar pulang.
"Biar Gege sama Ci Shani aja yang jemput"
Prang..
Suara bantingan sendok serta garpu di atas piring begitu nyaring, membuat Gracia diam sejenak guna meredam dengungan di telinga nya.
"Gak perlu, biar papa yang jemput!" ucap Harlan dengan tegas nya, tak lupa tatapan tajam ia layangkan pada anak bungsu nya ini.
Gracia menutup mata nya sejenak, telinga nya mencoba menyesuaikan dengan suara nada tinggi bahkan bentakan yang akhir-akhir ini sering di keluarkan sang papa.
Kepala Gracia mengangguk seraya berkata "Silahkan" ucap nya pelan. Hilang sudah nafsu makan nya sekarang. "Gege selesai, permisi" lanjut nya lalu berdiri sekali gerakan. Menimbulkan bunyi gesekan kaki kursi dan lantai yang cukup keras.
"Mau kemana kamu!?" Tanya Harlan dengan nada tinggi "Habiskan dulu sarapan kamu!" lanjutnya dengan nada perintah yang membuat Gracia jengah.
"Aku kenyang" jawab Gracia acuh "maa Gege berangkat, permisi" pamit nya lalu keluar meninggalkan Harlan yang kini menggeram kesal.
Sementara sang mama hanya menatap nanar, melihat Gracia yang kini berlari keluar rumah. Tak ada senyuman hangat, kecupan di pipi bahkan sapaan selamat pagi, yang biasa di lakukan anak bungsu nya itu setiap hari.
"Papa kenapa sih? Bisa gak bersikap lebih lembut sama Gege" Ucap Vina penuh tuntutan "dia itu anak kita pah"
"Mama gak usah ikut campur!"
"Gracia anak mama juga, wajar jika mama ikut campur apapun tentang dia" Ucap Vina mengundang emosi Harlan semakin memuncak "papa gak liat kemarin kondisi dia gimana hah? Kalo sampai terjadi hal yang lebih buruk lagi sama Gracia, mama gak akan maafin papa"
Vina berdiri sekali gerakan, meninggalkan Harlan yang masih duduk di meja makan. Harlan Menggebrak meja satu kali, guna meluapkan emosi.
"Semua ini gara-gara anak itu"
_
Gracia melangkah dengan semangat, ketika ia mendapat pesan bahwa Shani sudah berada di depan rumah nya.
"Pagi Ci" sapa Gracia dengan senyum khas nya, berbanding terbalik dengan sikap nya tadi "Udah sarapan?" Tanya Gracia.
"Pagi sayang, Udah tadi sama papa mama" jawab Shani sambil mengusap lembut rambut Gracia.
Lihatlah, gadis ini semakin hari semakin cantik saja, membuat Shani tak pernah bosan memandang nya.
"Ayo berangkat" ajak Gracia membuat Shani mengangguk.
Namun belum sampai langkah mereka ke mobil Shani, sebuah mobil mewah yang mereka kenali kini berhenti sejajar dengan mobil Shani.
Sebelah alis Shani terangkat, bertanya dalam benak. Apa tujuan kakak kandung nya datang pagi ini ke rumah kekasih nya.
"Pagi Gracia" sapa Bobby dengan senyum Khas nya, namun yang di sapa hanya menatap datar sambil mengangguk pelan.
"Hai dek" sapa nya pada Shani, membuat Shani menjawab dengan gumaman "mmm"
"Abang kesini-
"Udah jam segini nanti kita kesiangan" sela Gracia memotong kalimat Bobby, tanpa melihat Bobby sama sekali.
"Gre tunggu, abang mau bicara" ucap Bobby sambil menahan pergelangan tangan Gracia. Gracia menghentikan langkah nya, menatap datar pada tangan Bobby yang mencengkram nya.
Belum sempat Gracia bicara, Shani beranjak lalu menarik perlahan tangan Bobby hingga terlepas dari tangan Gracia.
"Maaf bang kami duluan" ucap Shani datar.
"Abang cuma mau ngomong sama Gracia" Ucap Bobby dengan kesal. Membuat Shani langsung berdiri di hadapan Gracia, menatap Bobby dengan tajam nya.
"Ngomong apa?" Tanya Shani
"Bukan urusan kamu" Jawab Bobby "tolong biarin abang ngomong sama Gracia" Lanjutnya membuat Shani menatap tak suka.
Kedua Natio itu kini saling melempar tatapan tajam, kedua nya tak ada yang mau saling mengalah.
Gracia yang merasa atmosfir di sekitar nya begitu mencekam, segera ia memeluk Shani dari belakang.
"Ayo sayang, nanti kesiangan" Bisik Gracia membuat Shani menutup mata sejenak. Kembali terbuka dan berkata "lain kali saja, kami mau berangkat"
Shani membalik badan lalu merangkul mesra pinggang Gracia, membuka pintu mobil untuk Gracia, lalu menutup nya.
Mobil Shani melesat meninggalkan Bobby yang masih mematung di tempat nya. Berfikir sejenak tentang sikap Gracia yang berubah drastis. Tak ada senyuman, canda tawa, bahkan gadis itu tak se antusias dulu saat menyambut Bobby.
Sehebat itu kah efek kejadian kemarin?
Sementara itu di mobil Shani, Shani meraih tangan Gracia, sementara sebelah tangan nya sibuk memegang stir. Mata nya meneliti setiap inci pergelangan tangan Gracia, takut-takut jika ada luka di tangan kekasih nya itu "mana yang Sakit?" Tanya Shani membuat Gracia menggeleng.
"Enggak sayang" ucap Gracia "aku gak papa, gak perlu cemas kaya gitu" lanjutnya dengan senyum yang kini menular pada Shani
Shani menarik tangan Gracia, lalu mengecup punggung tangan nya cukup lama "I love you"
Gracia mengulum senyum nya, sikap gadis di samping nya ini semakin manis setiap hari nya. Bagaimana Gracia tidak semakin jatuh pada gadis bernama Shani Indira ini. Jika setiap hari ia selalu menunjukkan sikap manis nya pada Gracia.
"Love you too" balas Gracia membuat Shani mengusap sekilas kepala Gracia lalu berkata "manis banget pacar aku" membuat hati Gracia membuncah luar biasa.
Sementara itu, Harlan baru saja keluar dari rumah nya, lalu berjalan ke arah Bobby.
"Bob!"
Bobby menoleh saat suara Harlan menyapu indra pendengaran nya.
"Pagi Om" sapa Bobby.
"Nunggu siapa?" Tanya Harlan.
"Tadi nya mau antar Gracia ke sekolah, tapi udah berangkat barusan sama Shani" ucap Bobby membuat Harlan mengangguk.
"Besok lebih pagi saja, biar saya suruh Gracia berangkat sama kamu" ucap Harlan membuat senyum di wajah Bobby mengembang.
"Baik Om, kalo gitu Bobby berangkat dulu. Permisi"
"Iya, Hati-hati"
___
Gracia beberapa kali mengetuk dagu dengan jari telunjuknya, memikirkan sesuatu hal yang tadi akan ia bicarakan pada Shani. Tapi apa? Gracia lupa.
Lama termenung, membuat Shani menoleh bingung. Tak biasa nya kekasih nya ini diam, biasanya dia akan membicarakan apapun, atau jika tidak, dia akan bernyanyi mengikuti lagu yang di stel nya sejak tadi.
"Kok diem yank?" Tanya Shani heran
"Mikir aku tuh" Jawab nya singkat.
"Mikir apa hmm? Sampe kerut gitu kening" Ucap Shani "jangan kebiasaan ah, nanti malah kerutan" lanjutnya membuat Gracia menatap Shani dengan lekat, mencoba mencari petunjuk tentang sesuatu yang akan ia bicarakan tadi.
"Mikirin apa yang mau aku omongin sama kamu, aku lupa deh beneran"
Shani terkekeh pelan, usia Gracia itu masih belasan, namun kemampuan daya ingat nya wajib di pertanyakan.
"Rajin-rajin minum vitamin ya sayang" Ucap Shani membuat Gracia mendengus.
"Ish kamu tuh. Diem dulu deh, aku mikir beneran ini"
"Iyaa deh iyaa" Jawab Shani
Gracia berusaha mengais ingatan nya dari sejak ia bangun pagi, hingga mandi, ganti baju, lalu sarapan pagi.
Ia menjentikkan jari nya sekali lalu berkata "Aha!!! Aku ingat" sontak membuat Shani menoleh penasaran.
"Apa sayang?"
"Hari ini Cici Shanju pulang loh" ucap Gracia membuat Shani tersenyum sekilas "itu yang mau aku omongin dari tadi"
"Oyah? Jam berapa hmm?" Tanya Shani.
"Gak tau pasti nya sih, cuma tadi mama nyuruh aku jemput ke bandara. Aku bilang aku mau jemput sama kamu, tapi... gak di bolehin sama papa" lirih nya di akhir kalimat.
Shani menoleh lalu menggenggam sebelah tangan Gracia "Gak papa, nanti kan ketemu di rumah" ucap Shani menenangkan.
Gracia diam sejenak, tiba-tiba dada nya sesak. Ia juga tidak ingin terjadi perang dingin antara dirinya dan sang papa, namun sikap sang papa akhir-akhir ini membuat Gracia menjadi tidak nyaman. Selama sang papa masih kukuh mau menjauhkan dirinya dan Shani, itu berarti membuat Gracia harus antisipasi.
"Papa berubah ya ci"
Shani diam sejenak, mematikan mesin mobil di parkiran sekolah, lalu menoleh ke arah Gracia.
Dengan perlahan Shani menangkup kedua pipi Gracia "Papa hanya belum bisa menerima, aku yakin suatu saat papa akan mengerti" ucap Shani menenangkan.
"Kamu akan berjuang kan ci?" Tanya Gracia penuh harap.
Shani mengangguk "tentu sayang, kita akan berjuang bersama" ucap Shani "kamu mau berjuang sama aku kan?" Lanjutnya membuat Gracia tersenyum kembali lalu mengangguk.
"Tentu" jawab Gracia
"Yaudah, jangan sedih. Hari pertama masuk sekolah lagi kan. Semangat dong"
"Iyaa cici" ucap Gracia lalu menghambur ke pelukan Shani, setelah melepas sabuk pengaman nya.
Kedua nya saling berpelukan untuk beberapa saat, saling menguatkan, saling memberi ketenangan, dan tentunya saling mengungkap kan perasaan lewat sebuah pelukan.
Lama menikmati suasana, mereka berdua akhirnya keluar dari mobil.
Kedua nya berjalan bergandengan tangan seperti biasa. Menjawab sapaan beberapa siswa dan siswi yang kebetulan berpapasan dengan mereka.
"Shani!"
Shani dan Gracia kompak berhenti, memutar tubuh mereka saat mendengar nama Shani di sebut.
Gracia menaikkan sebelah alis nya saat melihat Anin yang sedang berjalan bahkan setengah berlari sambil tersenyum bahagia menatap Shani.
Tatapan mata yang berbinar, seolah bertemu dengan Shani adalah hal paling membahagiakan baginya.
Tatapan yang tak Gracia suka, selain tatapan memuja yang sering Gracia lihat ketika Anin menatap Shani.
Sementara Shani hanya menatap datar seperti biasa.
Mata Gracia tiba-tiba saja memanas, Genggaman pada tangan Shani ia hempas dengan paksa, berbalik sekali gerakan, lalu berlari meninggalkan Shani yang kini malah diam saat Anin memeluk nya sambil berkata.....
"Shani Gue kangen!"
= Tbc =
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro