12 ☂️
Kita Bisa Pergi Nanti
Si Alan mentraktirku saat jam istirahat. Dia mengajakku pergi ke kantin untuk membeli nasi goreng. Si Alan bilang dia tidak mau lagi manjat pagar buat traktir aku cilok. Lagipula aku sedang tidak ingin makan cilok. Jadi aku setuju saja diajak makan nasi goreng di kantin oleh dia.
"Kamu tahu gak asal nasi goreng dari mana?" tanyaku pada Si Alan saat kami berdua sedang menunggu pesanan nasi goreng kami yang sedang dimasak.
"Indonesia. Namanya aja nasi goreng 'kan."
Aku buru-buru menggeleng cepat. "Bukan tahu!"
"Terus?"
"Dari Cina yang benar."
"Cina?" Si Alan menaikan sebelah alisnya yang tebal itu. Ngomong-ngomong aku iri pada alisnya itu. Aku cewek tapi alisku setipis udara.
"Iya Cina, jadi awalnya orang Cina sayang gitu sama sisa nasi mereka. Mau dibuang sayang. Jadinya digoreng biar bisa dimakan lagi sama mereka. Terus saat orang-orang Cina dateng ke sini. Mereka kenalin nasi goreng sama masyarakat lokal."
"Kamu tahu hal semacam itu ya," komentar Si Alan tersenyum tipis. Aku jadi tersanjung. Senang sekali rasanya dipuji oleh sosok Si Alan yang menurutku lebih pintar dariku.
Nasi goreng yang kami berdua tunggu daritadi akhirnya datang juga. Rasanya enak. Apalagi makannya sambil liatin Si Alan. Jadi tambah nikmat. Semua rasa tercampur jadi satu. Asin, senang, manis, hangat dan bahagia.
"Karena kamu cerita asal-usul nasi goreng. Aku jadi belajar sesuatu," ucap Si Alan seraya sibuk mengunyah nasi goreng di dalam mulutnya.
"Belajar apa memangnya?"
Si Alan menelan pelan nasi goreng di dalam mulutnya. Menatapku dengan senyuman hangatnya. "Nasi sisa saja bisa jadi tambah enak kalau diolah dengan benar. Apalagi manusia buangan yang katanya tidak berguna. Pasti akan jauh bisa lebih berharga lagi."
"Memangnya siapa yang manusia buangan?" heranku yang mendengar ucapan Si Alan.
"Aku yang manusia buangan," jawab Si Alan yang kini murung menatap pada butiran-butiran nasi goreng di atas piring.
"Maksudnya?" Aku sama sekali tidak mengerti apa maksud yang Si Alan katakan barusan. Buangan dari mananya sih? Dia bukanya manusia yang rakus ya? Sudahlah anak orang kaya, pintar dan cakep lagi. Apanya yang buangan?
"Aku anak angkat. Orang tua asli aku sudah buang aku di jalanan."
Aku terdiam. Sekarang aku sudah tidak mau lagi makan nasi goreng. Begitu juga Si Alan. Dia tidak menyentuh lagi nasi goreng di depannya. Lama kami berdua sama-sama diam. Sampai akhirnya aku beranikan diri untuk meraih tangannya yang terkulai lemas di atas meja.
Aku usap pelan telapak tangan Si Alan. Menatap wajahnya seraya memaksa untuk tersenyum walau sebenarnya aku ingin menangis. "Kamu bukan manusia buangan. Kamu adalah Si Alan yang aku kenal. Si Alan yang membuatku kagum."
Si Alan balas menatapku dalam diam. Matanya berkaca-kaca menahan air matanya yang mendesak untuk keluar. Hanya dengan melihatnya seperti itu. Aku sudah tahu, pasti ada banyak hal yang dia sudah perjuangkan selama ini.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro