Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11 ☂️

Pangeranbulan

"Kamu pembohong," seruku menepuk pundak Si Alan yang sedang duduk di perpustakaan.

"Ah, sakit!" Si Alan meringis memegangi bahunya. Padahal tadi aku hanya menepuk pelan bahunya itu. Kenapa dia meringis seolah sangat kesakitan?

"Kamu kenapa?" tanyaku yang merasa bersalah. Sorot mataku melirik di antara sela kerah bajunya. Aku perhatikan ada luka-luka memar di sekitaran bahunya.

"Cuma kaget saja." Si Alan kembali fokus pada buku yang sedang dibaca olehnya tadi. Dia sepertinya sangat gemar membaca buku. Pantas saja sih, dia adalah tipe murid rajin di sekolah. Jadi hal membosankan seperti membaca buku sudah menjadi makanan sehari-harinya.

"Kamu pembohong!" seruku lagi pada Si Alan karena kesal.

"Aku bohong?"

"Iya kamu bohong! Katanya buku yang kamu kasih tentang pangeran dan peri bunga. Tahunya malah tentang anak desa miskin yang sering disiksa ayah tirinya."

"Tapi beneran ada peri bunganya 'kan?" sela Si Alan tidak mau disalahkan sepenuhnya.

"Iya memang ada sih. Tapi kamu udah bohongin aku. Tahu gak sih, aku sampai nangis-nangis baca bukunya. Masa tokoh utamanya mati. Padahal dia udah tersiksa banget sepanjang cerita. Aku sedih banget. Kamu gak lihat nih, mata aku sampai sembab gini karena nangis semaleman," protesku menunjukan mataku yang masih terlihat sembab pada Si Alan. Dia malah tertawa melihatku.

"Kok malah ketawa sih!" sungutku memasang wajah cemberut.

"Nih, bukunya! Aku gak mau baca lagi!"

Aku menaruh buku yang Si Alan pinjamkan kemarin di atas meja. Tidak disangka. Aku mampu menyelesaikan buku novel itu dalam sehari. Padahal aku kira akan memakan waktu berbulan-bulan untuk aku selesai membacanya. Aku terlalu penasaran pada akhir kisah yang menyedihkan ini.

"Bukunya bagus 'kan," ujar Si Alan mengambil buku itu seraya mendengus geli menatapku.

"Bagus sih bagus. Tapi sedih banget. Kenapa sih harus tragis banget akhir ceritanya?" Aku bertanya penuh kekesalan pada Si Alan.

Si Alan hanya balas mengangkat bahunya. "Tanya saja pada penulisnya."

"Memangnya kamu kenal sama penulisnya?"

"Tahu sih. Tapi dia tinggal di Amerika. Jauh. Masih mau ketemu sama penulisnya?"

"Gak ah, selain jauh aku 'kan gak bisa bahasa Amerika," kekehku yang kini tidak merasa kesal lagi.

"Bahasa Amerika? Maksudnya bahasa Inggris?"

"Memangnya orang Amerika pakai bahasa Inggris ya?"

Si Alan balas mengangguk pelan.

"Kenapa orang Amerika gak pakai bahasa mereka sendiri?"

"Bahasa Inggris 'kan memang bahasa mereka."

"Oh gitu," seruku yang baru tahu. Si Alan memang punya otak yang cerdas. Dia bisa tahu hal-hal semacam itu. Aku kira selama ini setiap negera punya bahasa mereka sendiri-sendiri. Tapi ternyata ada juga negara yang memakai bahasa dari negara lain. Berarti negara Amerika tidak sehebat yang aku kira. Bahasa saja pakai punya negara orang lain.

Hening, aku membiarkan Si Alan kembali sibuk dengan bukunya. Aku perhatikan Si Alan ini memang cakep. Kalau sedang membaca buku. Dia tambah kelihatan makin cakep. Aku menahan diri untuk tidak tersenyum memerhatikannya.

Wajah tenangnya, pandangan fokusnya pada lembaran buku itu. Aku terkesima, bagaimana mungkin ada cowok secakep Si Alan dan aku cuek saja selama ini? Aku tahu wajah gantengnya menjadi fokusku. Tapi luka memar di sekitar leher Si Alan terus saja mengusik pikiranku. Sebenarnya kenapa ada luka memar di sana?

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro