Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

EXTRA | SOMEONE I LOVE WAS BORN TODAY

Orang selalu bilang bahwa ada dua hari paling penting dalam hidup seseorang. Pertama, adalah hari di mana dia dilahirkan. Dan kedua, adalah hari di mana dia memahami alasan mengapa dia dilahirkan. Buat Raya, itu benar. Setidaknya, untuk hari yang pertama. Setiap hari ulang tahunnya tiba, selalu ada banyak memori yang membanjiri benak Raya.

Hari ini, tidak ada pengecualian untuk itu. Ketika Raya berjalan menuju ruang tunggu departure gate sesaat sebelum waktu keberangkatan pesawatnya dari Bandara Internasional Hong Kong menuju Bandara Soekarno – Hatta sambil menarik carry-in-luggagenya, angannya melayang pada perayaan ulang tahun yang dirayakannya pada tahun-tahun sebelumnya. Anehnya, kali ini bintang utama ingatannya bukan Je, melainkan justru Kenzo.

Mungkin itu semacam firasat, karena Raya baru saja menghempaskan bokongnya di atas kursi ruang tunggu bandara ketika tiba-tiba saja ponselnya bergetar pelan. Ada pesan LINE yang baru masuk dan itu datang dari Kenzo. Mereka memang baru-baru ini kembali berkomunikasi setelah Raya menghubungi Kenzo untuk memberikan undangan pernikahan. Setelah putus, Raya sengaja menutup semua akses baginya dan Kenzo untuk saling berhubungan. Bukan karena Raya membenci Kenzo, tetapi lebih sebagai langkah supaya Raya bisa memaafkan dirinya sendiri karena sudah menyakiti orang baik yang mau menerima dirinya apa adanya seperti Kenzo.

From: Kenzo
Happy birthday, Black Pikachu.

Black Pikachu.

Raya ingin tertawa dan menangis pada sebutan itu di saat yang bersamaan. Mereka pertama kali bertemu di persimpangan Shibuya. Waktu itu hujan turun dan Raya tengah mengenakan setelan jas hujan warna kuning yang mengingatkan Kenzo pada karakter Pikachu. Keduanya berkenalan setelah Raya tidak sengaja menjatuhkan sesuatu di atas trotoar, membuatnya memekik dalam bahasa Indonesia. Merasa bertemu dengan orang yang berasal dari tempat yang sama, Kenzo memungut benda yang jatuh itu dan mengulurkannya pada Raya sambil menyapanya dengan bahasa Indonesia. Lalu begitu saja, cerita mereka bergulir dari sana.

To: Kenzo
Black Pikachu?

Sebagian orang mungkin akan beranggapan berbalas pesan dengan mantan kekasih beberapa hari menjelang pernikahan adalah sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. Tapi Raya bukan termasuk ke dalam sebagian orang itu. Di luar hubungan mereka sebagai mantan kekasih, Raya menganggap Kenzo sebagai salah satu temannya. Lagi pula, meski bisa jadi sangat posesif, Je tidak cukup konyol untuk bisa marah pada Raya hanya karena masalah sesepele itu.

From: Kenzo
Because you're an emo version of a Pikachu.

To: Kenzo
I think I'll take that as compliment.

From: Kenzo
Happy birthday.

To: Kenzo
Iya. Ditunggu kadonya.

From: Kenzo
Oh, apa sih hadiah yang bisa dikasih buat seseorang yang sudah memiliki segalanya?

To: Kenzo
Iya. Segalanya. I'm happy for you, by the way. Again, happy birthday. And happy wedding.

Raya tidak membalas. Selain karena dia tidak tau harus membalas pesan Kenzo dengan kalimat yang seperti apa, juga karena sudah ada pemberitahuan bagi penumpang pesawat untuk boarding. Raya beranjak dari duduk setelah mengaktifkan flight mode pada ponselnya dan bergerak bersama kerumunan manusia lain menuju gerbang keberangkatan. Dalam setiap langkah yang dia ambil, waktu menjelma menjadi debur ombak dan mengubahnya menjadi pasir yang ditarik paksa menuju samudra masa lalu.

***

Beberapa tahun sebelumnya.

Selamat ulang tahun.

Raya menerima banyak pesan dan telepon dengan isi kalimat semacam itu sepanjang hari ini. Yah, karena hari ini memang hari ulang tahunnya. Tapi anehnya, gadis itu justru tidak merasakan apa pun. Tidak senang. Tidak juga sedih

Terkadang, Raya bisa dibikin begitu takjub akan kemampuan masa mengubah sesuatu ke dalam bentuk yang sangat berbeda. Saat dia masih lebih kecil dulu, hari ulang tahun adalah salah satu hari favoritnya dari sedikit hari dalam satu periode yang terdiri dari tiga ratus enam puluh lima hari. Pada hari itu, dia menerima banyak perhatian, hadiah, kue dan pelukan. Namun kini, hari ulang tahun justru jadi pengingat tentang betapa kosongnya hidup sebagai orang dewasa.

Tidak ada Hana. Tidak ada kedua orang tuanya. Tidak ada adik laki-lakinya. Dan tidak ada Jeviar. Mereka semua terpisah oleh jarak dengannya. Beberapa bahkan tidak hanya sekedar jarak, melainkan juga bentangan kesalahpahaman yang berhasil mencipta celah sebesar jurang. Melangkahkan kakinya masuk ke apartemennya saat pulang kerja, Raya tersadar ada setitik harap bahwa begitu saklar lampu ditekan, teman-teman kuliahnya akan melompat keluar dari tempat persembunyian sambil menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun keras-keras.

Tentu itu adalah keinginan yang konyol. Suasana apartemennya masih serapi dan sheening saat Raya meninggalkannya tadi pagi. Adegan semacam itu hanya akan terjadi dalam film, bukan realita nyata.

Raya baru berniat untuk bergerak menuju kamar mandi dan membasuh sisa-sisa penat dari setiap jengkal tubuhnya ketika bel pintu apartemen tiba-tiba ditekan. Tanpa pikir panjang karena rasa lelah yang menggelayuti sekujur badan, Raya membuka pintu, hanya untuk disambut oleh seraut wajah penuh senyum milik Kenzo. Sebuket besar bunga anyelir merah muda berada di tangannya, yang langsung dia ulurkan pada Raya dengan mata penuh binar ketulusan.

"Happy birthday, Pikachu."

Respon pertama Raya adalah tercengang. Lalu respon berikutnya adalah melingkarkan kedua lengannya pada tubuh Kenzo. Gadis itu mendekap Kenzo dengan erat. Sangat erat, hingga Kenzo bergumam khawatir pelukan Raya akan merusak bunga dalam buket di tangannya. Namun Raya tampaknya tidak peduli karena dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan melonggarkan pelukannya, yang justru membuat tatapan Kenzo melembut sebelum laki- laki itu juga balik memeluknya.

"Thanks."

"Hei," Kenzo tiba-tiba menunduk menatap Raya, seperti baru menyadari sesuatu. "You're crying? Oh, please, don't cry."

"Nggak. Gue nggak nangis. Mata gue kemasukan debu."

"Silly little liar." Kenzo terkekeh. "Don't cry, birthday girl."

"Gue nggak nangis."

"Kenapa sih? Lo sebegitu terharunya karena surprise murahan dari gue ini?"

Raya tidak menjawab, tapi dekapannya pada tubuh Kenzo kian mengerat. Air matanya mengalir semakin deras, membuat wajahnya basah seketika. Kenzo sempat mengernyit heran, tapi akhirnya dia hanya mengembuskan napas dan mengangkat tangan kirinya yang tak memegang buket bunga untuk mengacak helai rambut hitam Raya dengan sepenuh rasa sayang. Raya masih terus menangis hingga beberapa menit berikutnya sampai bahunya bergetar di luar kendali.

Kenzo tidak mengatakan apa-apa, sebab dia berpikir Raya bersikap emosional setelah mendapatkan kunjungan tiba-tiba Kenzo dalam rangka memperingati hari kelahirannya. Raya membisu dalam isaknya, karena dia terlalu takut Kenzo menyadari sesuatu; bagaimana dia sangat berharap jika Kenzo adalah Jeviar Mahardika.

***

Setelah melalui penerbangan melelahkan selama hampir lima jam, Raya akhirnya tiba di Jakarta. Langit sudah gelap karena sekarang waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tetapi langkahnya harus terhenti di mulut gerbang kedatangan internasional saat matanya bertemu pandang dengan sepasang mata cokelat gelap milik seseorang yang begitu familiar. Sosok itu sempat terlihat terkantuk-kantuk sambil menatap layar ponsel, namun saat dia mengangkat wajah dan matanya beradu pandang dengan mata Raya, senyum sehangat matahari langsung merekah di wajahnya. Lelah yang semula bergelayut seolah terbasuh habis tanpa tersisa, mengalir pergi entah ke mana.

"Lo nggak bilang lo mau jemput gue."

"Ini kejutan."

"Nggak juga." Raya terkekeh sementara Je mengambil alih koper dari tangan Raya dan menggantinya dengan mengisi sela-sela kosong jari-jari tangan kanan Raya dengan jarinya sendiri. Masih sambil bergandengan tangan, keduanya melangkah melintasi ruang luas bandara. "Gue sudah menebak lo bakal menjemput gue, sebenarnya."

"Oh ya?"

"Iya. Karena lo sengotot itu meminta gue balik ke Jakarta tepat di hari ulang tahun gue."

"Gue nggak ngotot." Je mengoreksi. "Gue hanya menagih apa yang sudah lo janjikan."

"Iya. Lo nggak ngotot." Raya membenarkan dengan nada main-main yang membuat Je memutar bola matanya.

"Lo kelihatan capek."

"Iya. Tadi pagi abis mindahin barang-barang dari Bandung ke Jakarta."

"Sendirian?"

"Dibantu Adrian. Faris sibuk karena urusan kerjaannya. Dio sendiri nggak bisa diganggu karena jadwalnya di rumah sakit. Edgar, well, dia jelas lagi sibuk-sibuknya. Rama nggak usah diharapkan. Boro-boro bantuin gue mindahin barang, bisa bangun tepat waktu aja udah jadi keajaiban buat dia."

"Mm..." Raya bergumam. "Lo pasti capek banget."

"Itu pasti."

"Harusnya lo istirahat aja." Raya berujar. "Atau nunggu di apartemen. Gue kan bisa naik grab atau Go-Car. Apalagi ini udah malam."

"Justru karena ini udah malam, makanya gue wajib jemput lo." Je menyergah sambil meraih membuka kunci mobil dan meraih kenop pintu. Waktu berlalu seiring dengan kalimat yang saling mereka tukar dan kini mereka telah sampai di area parkir bandara. "Lagian tunangan lo itu gue. Bukan abang grab atau abang Go-Car."

"Posesif."

"Harus." 

Raya baru bertanya lagi tatkala keduanya sudah berada di dalam mobil dan Je tengah bersiap melajukannya keluar dari komplek bandara menuju jalan besar. "Kita langsung balik ke apartemen?"

"Maunya lo gimana?"

"Gue serius loh nanyanya."

"Honestly, gue dan anak-anak yang lain sempat berniat ngasih lo kejutan ulang tahun. Tapi setelah dipikir lagi, perayaannya nggak bakal efektif. Lo jelas capek setelah flight hampir lima jam. Terus udah malem juga. Menurut lo, sobat lo yang lagi bunting itu bakal diizinin suaminya cabut dari rumah jam segini hanya demi ngasih birthday surprise?"

"Loh, harusnya nggak masalah, dong. Kan suaminya juga ikut ngasih gue surprise." Mata Je menyipit. "Bukannya lo justru benci surprise? Atau sekarang udah nggak?"

"Masih." Raya menukas cepat.

"Jadi sekarang mau langsung pulang?"

Raya menyandarkan kepalanya pada jok mobil. "Iya. Lagian mata lo udah ngantuk banget gitu. Mendingan balik, mandi terus langsung tidur."

"Mandi bareng?"

"Stupid pervert." Raya meninju pelan lengan Je, membuat cowok itu mengaduh dengan dramatis.

"Ouch, it hurts."

"Gue cubit beneran ya lo!" Raya berseru gemas sambil menghadiahi sejumlah cubitan di lengan Je yang membuat cowok itu makin heboh mengaduh.

"Wifey, I'm the driver. You better don't kill the driver."

"I'm not your wifey."

"Yes, you are. You're going to be my wifey." Je membalas tanpa mau kalah. "Anyway, I'm so happy today."

"Kenapa?"

"Because today is your birthday." Senyum lebar Je lagi-lagi tertarik. "Because someone I love was born today."

Raya tercekat. Bukan karena kata-kata yang Je lontarkan, melainkan karena jenis nada yang cowok itu gunakan saat bicara dan bagaimana cara matanya menatap Raya dengan begitu lekat seolah Raya adalah pusat bagi semestanya.

"Raya Alviena," Je berbisik dan tangan kirinya pelan-pelan kembali meraih tangan kanan Raya, menelusupkan jari-jarinya pada ruang kosong diantara jemari gadis itu. "Itsumo taisetsu ni omotteruyo." (Kamu selalu menjadi yang terpenting dalam hidupku).

Kalimat itu adalah kalimat yang sama yang pernah Raya ketikkan pada kolom pesan LINE pada hari ulang tahun Je. Pesan yang dikirimkannya ketika dia berada pada ketinggian ribuan meter dari permukaan laut bersama Kenzo. Pesan yang tak pernah sampai pada orang yang dituju. Pesan yang sarat dengan apa yang ada dalam hati kecilnya. Pesan yang penuh oleh kejujuran tentang apa yang dia rasakan pada Je. Dan hari ini, pada hari ulang tahunnya, Je mengucapkan kalimat yang sama.

"Kenapa lo malah nangis?" Je justru melotot kaget ketika sesaat kemudian, air mata meleleh di kedua belah pipi Raya. "Bahasa Jepang gue sejelek itu ya?"

"Nggak. Gue nggak nangis. Mata gue kemasukan debu."

"My favorite silly little liar." Je terkekeh sambil menghapus air mata di pipi Raya dengan ibu jari. "Don't cry, birthday wifey."

"Gue nggak nangis."

"Iya. Lo nggak nangis. Lo cuma lagi keringetan lewat mata." Raya meninju bahu Je pelan. "Nggak usah sok asik."

"Loh, terus maunya apa? Dibilang nangis nggak mau. Dibilang keringetan lewat mata nggak terima. Gue harus gimana?"

"Thankyou." Raya berbisik dengan sepenuh hati, lalu menyandarkan kepalanya pada bahu kiri Je. "Thankyou for being here today."

Sekarang ganti Je yang kehabisan kata-kata. "I'll always be, Wifey. I'll always be."

Raya menarik napas dalam-dalam dan memejamkan matanya. "I wish I could freeze this moment so it will last a little longer."

"Well, it will last a little longer." Je tertawa kecil, lalu katanya sebelum melajukan mobilnya meninggalkan pelataran parkir bandara, "Cause we will be together a little longer than forever."

"A little longer than forever?"

"A little longer than forever."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro