EXTRA | NOT IN THIS LIFETIME
Saat terasa sakit, tatap saja aku. Biar kamu tau, ada seseorang yang selalu sayang sama kamu.
Sebelum beranjak keluar dari mobil, Faris menatap sekali lagi pada sederetan kalimat yang tertera pada gantungan kunci di tangannya. Well, sebenarnya benda itu bukan benar-benar gantungan kunci. Faris mendapatkan beberapa tahun lalu, hampir setahun setelah dia bertemu dengan Cleo. Bisa dibilang, masa itu adalah masa-masa tersuram dalam hidup Faris. Selain menghadapi fase-fase labil peralihan dari masa remaja ke masa dewasa, Faris juga sering tidak akur karena hobi berbeda pendapat dengan ayahnya. Pada suatu titik di mana Cleo merasa Faris mulai menjauhi dunia dan semua isinya, gadis itu memberikan gantungan kunci buatannya sendiri pada Faris.
Tapi yah, sekali lagi, benda itu bukan benar-benar gantungan kunci.
Suasana hotel sepi saat Faris melewati lobi dan langsung bergerak menuju rooftop. Setelah percobaan bunuh dirinya yang gagal di rooftop hotel tersebut ratusan purnama lampau—sebab berujung pada pertemuan tidak terduganya dengan Cleo—hampir seluruh pegawai hotel telah mengenalnya. Awalnya, mereka menatap Faris seolah tengah menatap pasien rumah sakit jiwa yang sedang berjuang keras memulihkan diri dari depresi. Tapi pelan-pelan, seiring dengan waktu yang berlalu, kini mereka sudah menghormatinya, bukan hanya karena status pertemanannya dengan Cleo, melainkan juga hubungan ala cucu-kakek yang terjalin antara Faris dan Opa Cleo.
Bulan terlihat muram di langit yang kelam saat Faris berdiri di rooftop hotel seperempat jam kemudian. Angin berembus nakal, mempermainkan helai rambutnya seperti jemari seorang ibu pada puncak kepala anak laki-lakinya. Mendesah pelan, Faris merogoh saku celana panjangnya, menarik keluar gantungan kunci yang tadi sempat ditatapnya sebelum turun dari mobil.
Sebetulnya, benda itu bukan benar-benar gantungan kunci.
"Ini buat lo." Itu yang dikatakan Cleo saat memberikan kertas persegi panjang yang dipotong dengan bentuk cangkir dan delaminating itu pada Faris. Entah bagaimana, meski Cleo mengucapkannya ribuan malam lalu, suaranya masih segar dalam ingatan Faris hingga detik ini.
"Gantungan kunci?"
"Yap."
"Buat apa?"
"Buat lo."
"Gue tau." Faris menyentakkan kepala sementara matanya membaca kata demi kata yang tertera di atas permukaan kertas menggunakan tinta glitter berwarna merah muda. "Saat terasa sakit, tatap saja aku. Biar kamu tau, ada seseorang yang selalu sayang sama kamu. Maksudnya?"
Cleo seolah sengaja menghindari tatapan mata Faris dengan membuang pandang ke langit yang malam itu ditaburi oleh banyak bintang. "It's a reminder."
"Reminder?"
"Pengingat kalau di dunia ini, lo nggak akan pernah sendirian." Cleo berkata sambil membelokkan arah sorot matanya pada Faris, lalu seulas senyum lebar terbentuk di wajahnya yang cantik. "Karena lo akan selalu punya gue."
Faris tidak ingat persis apa lagi yang Cleo ucapkan padanya malam itu, tapi ada sesuatu yang tak akan pernah terlupa; tentang bagaimana ada hangat meleleh dalam dadanya. Hangat yang begitu magis. Hangat yang seperti tercipta untuk menambal luka dan menawarkan semua rasa sakit. Sejak saat itu, setiap kali menatap gantungan kunci tersebut, Faris selalu merasa dia tidak punya alasan untuk merasa sendirian.
Saat terasa sakit, tatap saja aku. Biar kamu tau, ada seseorang yang selalu sayang sama kamu.
"Are you, Kle?"
Tentu tak ada yang menjawab gumamnya selain suara tamparan angin kencang di wajah.
Sekarang gue sakit, Kle. Apa gue masih boleh merasa kalau lo masih sayang sama gue?
Faris tertawa kecil dengan suara sumbang. Sesuatu yang terlihat sangat ironis, sebab meski ada gelak terlepas dari mulutnya, matanya jelas mengisahkan tangis dan luka. Ada rindu yang menggebu disana, tapi juga bercampur dengan rasa putus asa dan kemarahan yang seolah bingung hendak ditujukan pada siapa.
Selama beberapa menit berikutnya, Faris mematung seperti itu tanpa bergerak. Kalau saja dia tak bernapas atau matanya tak berkedip, mungkin orang bisa saja mengiranya sebagai patung lilin yang terlihat sangat realistik. Tapi pada akhirnya, kesunyian itu pecah ketika Faris mendengar suara pekik tertahan seorang gadis. Refleks, kepalanya langsung tertoleh terbelakang. Kelopak matanya melebar seketika, mengiringi jutaan kata-kata yang tiba-tiba saja kompak bertahan di tenggorokannya, membuatnya nyaris tersedak.
"Gue nggak menyangka gue akan ketemu lo disini."
Sekarang Faris dibikin bertanya-tanya, apakah hadir sosok di depannya ini nyata atau hanya imaji yang diciptakan oleh ruang rindu dalam kepalanya?
Lantas sosok itu melangkah mendekat. "Faris, you okay?"
Setahu Faris, tidak ada ilusi yang terasa senyata ini.
"Faris?" Cleo mengulang dan kini ada kekhawatiran membersit di sepasang lensa matanya.
Faris berdehem. "Lo." Katanya dengan suara kering, dan jelas itu bukan sebuah pertanyaan.
"Lo baik-baik aja?"
"Menurut lo?" Faris justru balik bertanya.
"Lo nggak terlihat baik-baik saja." Cleo melangkah ditingkahi oleh suara hak sepatunya yang beradu dengan lantai. Tidak butuh waktu lama baginya untuk berada tepat di sebelah Faris. Sejenak, Cleo mengernyit menatap Faris dan tersadar kalau Faris sudah bertambah lebih tinggi lagi sejak terakhir kali mereka bertemu dulu. Kini, meski sudah memakai sepatu dengan hak setinggi tujuh sentimeter, kepala Cleo tetap tidak mampu melewati kuping Faris.
"Hn."
"Melihat langit?" "Iya."
Senyap lagi.
"I heard Je is getting married." "Iya."
Hening menyelimuti untuk yang kesekian kali.
"Ris, bisa nggak ngomong sesuatu selain cuma 'iya'?"
"Lo mau gue ngomong apa?"
"Apa pun." Cleo menjawab cepat. "Apa pun yang mau lo omongin."
"Yakin mau dengar?"
Cleo mendengus pelan. "Ini tahun ketiga."
"Apanya?"
"Tahun ketiga sejak lo semarah itu sama gue. Dan lo masih aja marah."
Faris terkekeh sedih. "Hm, yakin mau dengar?"
"Apa pun yang mau lo omongin, gue percaya itu lebih baik daripada kita hanya sekedar bicara dengan kata 'iya' dan kata 'nggak' seolah-olah kita nggak pernah kenal dekat sama sekali."
"Emang kita pernah sedekat apa sih, Kle?"
"Faris Rafandra,"
"Sedekat-dekatnya kita juga lo nggak akan pernah menganggap gue lebih dari seorang sahabat, iya kan?"
Cleo terdiam dibuatnya. "Diam berarti iya."
"Diam berarti gue lagi mikir apa yang harus gue lakukan biar bego di otak lo itu bisa luntur meski pun cuma sedikit."
Cleo menyambar. "Ya udah. Nggak usah ngomong."
"Gue sakit sekarang."
Cleo tersentak. "Jangan bercanda."
"Gue nggak bercanda. Gue sakit sekarang." Faris mengulang. "Apa gue masih boleh berharap kalau suatu hari nanti bakal tiba saat di mana lo menyayangi gue lebih dari sebatas teman?"
"You're silly."
"Because of you."
"Human hearts are indeed a pack of worst bitches. Gue pernah benar-benar mencintai Je sampai sebuta itu, sampai gue nggak punya cukup akal sehat untuk sadar betapa buruknya dia sudah memperlakukan gue." Cleo menarik napas panjang. "Dan sekarang semuanya terulang sama lo. Lo dibutakan oleh sesuatu yang lo kira cinta hingga lo jadi terlalu sinting buat melihat segimana buruknya gue sudah memperlakukan lo."
"I love you, Kle. Semua rasa itu nggak pernah berubah."
"And I don't deserve it, Ris. Your heart is too precious to be kept by someone like me." Cleo membantah tanpa berpikir. "Lo salah membedakan mana cinta yang sesungguhnya dan mana yang hanya napsu belaka."
"I was telling you the truth. I love you."
"Love wouldn't last that long, especially when I gave nothing to you but pain."
"People said, the love that last the longest is the love that is never returned." Faris memutar tubuhnya ke arah Cleo. "Gue lapar. Berminat makan malam bareng?"
"Get over me for your own's sake." Cleo balik menghadap pada Faris. "Cuma makan malam biasa?"
"I'll get over you, but not in this lifetime." Faris mendesis sambil memasukkan kembali gantungan kunci dalam genggamannya ke dalam saku celana. "Kalau bukan makan malam biasa kenapa? Lo mau nolak?"
"You're indeed stupid." Cleo mendengus. "Nggak. Cuma nanya aja biar lebih pasti." "It's all your fault." Faris membalas tidak mau kalah. "Makan malam biasa."
"Oke."
"Tapi gue nggak janji semuanya bakal berakhir biasa."
"Faris Rafandra,"
"I have to have you. At least in this lifetime."
Cleo menarik napas panjang untuk yang kesekian kalinya. Faris tidak pernah berubah. Dan Cleo benci memikirkan fakta sebagian besar dari dirinya justru merasa senang dengan apa yang Faris lakukan. Lantas, semudah itu sepotong jawaban naif terlontar dari mulutnya.
"Okay."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro