Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16| Rasa yang Salah Tempat Tercurah

jangan salahkan siapa-siapa
rasa datang tanpa diduga
percaya saja
rasamu sudah benar
namun terlalu jatuh
bukan pada tempatnya
hatinya sudah terlalu penuh












Ia bingung, apakah ini sungguhan, atau hanya ilusi pendengaran. Ah, mana ada. Paling-paling ini hanya sekadar rencana semesta untuk bercanda. Akan tetapi, ia senang. Tidak tahu kenapa. Karena perasaan itu datang dengan sendirinya tanpa disuruh.

Perkataan Libra terngiang-ngiang di kepala Aries. Laiknya rotasi bumi, bergerak secara konstan menarik gravitasi agar tetap bisa berdiri sendiri. Aries yakin, antara sadar dan tidak sadar, Libra pasti sudah salah bicara. Memangnya apa yang menarik darinya sampai-sampai laki-laki itu melarangnya berdekatan dengan laki-laki lain?

Tiba-tiba saja, seluruh tubuhnya seperti sedang dipeluk rindu. Relungnya bercumbu, kepadanya, laki-laki dengan segala gelagat tak terduga seperti dewa kejutan. Malam ini, Aries merenungkannya. Sebelum ponselnya bergetar, lamunannya buyar.

0812-xxx

Besok, ke rooftop sekolah. ada yang mau gue omongin.

Aries

Siapa?

Setelah itu tidak ada balasan lagi. Kening Aries mengernyit kebingungan. Sepertinya nomor yang saat ini sedang ia pakai sudah tidak aman lagi. Ia harus segera menggantinya dengan yang baru.

Malam semakin larut bersama gerimis manis. Dipandu sendu, matanya menutup tak tahan lagi mengangkat rindu. Ia memejam.

0812-xxx

Gue Maha.

***

Aries tidak tahu apa-apa tentang Maha yang menyuruhnya untuk segera pergi ke rooftop sekolah. Hanya saja, ia menghimbau kepada semesta untuk jangan dulu usil.

Butuh usaha keras untuknya mencapai tempat itu tanpa membangunkan Libra yang sedang tertidur di sampingnya. Akses untuknya keluar tentu terblokir. Nekat, akhirnya Aries menaiki bangku lalu meloncat dengan suara sehening mungkin.

Namun, sebuah kecelakaan kecil datang menimpanya ketika Aries sedang berusaha berdiri, punggungnya menghantam bagian sudut meja yang Libra tiduri sehingga sedikit bergeser ke samping. Hanya saja, sepertinya laki-laki itu tidak merasakan apa-apa.

Sesampainya di sana, Aries melihat Maha sedang berdiri membelakanginya bersama kedua tangan yang saling bertautan. Gadis itu menghampiri, lalu menepuk bahu Maha dari belakang.

"Hoi."

"Eh, hai Ri," sapa Maha.

"Hai. Ada apa? Kok ngajak Ari ke sini?"

"Enggak ada, kok. Gue cuma mau ngobrol aja sama lo."

"Mau ngobrol apa emang? Kenapa gak di kelas aja?" tanya Aries bingung.

"Enggak, ah. Gue maunya di sini. Berduaan sama lo."

"Eh?"

Maha tersenyum. Lalu duduk sembarang di atas dak beton diikuti Aries. Hening, bersama tiupan angin menderu nyaring.

"Lo tahu, gak? Sejak pertama kali gue nabrak lo gak sengaja waktu itu, gue merasa ada yang beda sama lo," ujar Maha tiba-tiba yang mendapat tolehan dari Aries yang duduk di sampingnya.

"Maksudnya? Beda gimana? Ari sama aja kok dari dulu gini-gini aja."

"Gue rasa ada sesuatu dari dalam diri lo yang udah gagal membuat gue berpaling dari lo sejak waktu itu. Sampai gue cari-cari alasan supaya bisa ngabisin lebih banyak waktu sama lo. Salah nggak, sih, kalau gue punya perasaan lebih sama lo?"

Aries tidak menjawab.

"Gue tahu, mungkin ini terlalu berlebihan. Tapi kayaknya, ini adalah masa di mana gue ngerasain jatuh cinta untuk pandangan pertama. Sama lo, Ri. Gue suka sama, lo."

Apalagi ini semesta? Sepertinya kamu ingin membuat Aries menjadi manusia paling jahat. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri. Aries senang jika Maha memiliki perasaan lebih untuknya. Aries tidak bisa menampik itu. Namun, senang ini Aries tafsirkan sebagai perasaan yang berbeda dari bahagia yang diberikan Libra. Seolah ada sekat yang membatasinya, dan Maha tidak berhasil menembus itu.

"Tapi, apa yang Maha suka dari Ari?"

"Nggak ada. Nggak ada yang gue suka dari lo. Tapi anehnya, gue suka sama lo."

"Maha aneh."

"Gue emang aneh, haha," ucapnya sambil tertawa.

Yang rasanya, tawa itu hanyalah pengalih lara untuk sementara.

"Tapi, gue sadar diri sama posisi gue yang cuma orang asing. Jujur aja, gue iri sama Libra yang kelihatan dekat banget sama lo, Ri. Gue mau hubungan kita juga kayak gitu. Tapi gue bukan Libra. Tapi, sekali aja, izinin gue buat bilang ini sama lo."

"Maha mau bilang apa?"

"Gue cin—"

Sebelum katanya selesai tersuarakan, sebuah pukulan datang membungkam bahasa dengan segenap emosi yang tersirat bersama serat-serat keresahan yang begitu dicintai nalar, yang melayang di antara udara dalam kepalan tangan.

Tubuh Maha terhuyung ke belakang. Sudut bibirnya sedikir memerah dengan darah. Laki-laki itu datang dengan segenggam kemarahan yang siap meledak kapan saja.

Sebetulnya, setelah tak sengaja Aries menyenggol bangku yang Libra tiduri, ia terbangun dan tidak tidur lagi. Diam-diam, Libra mengikuti ke mana Aries pergi. Lalu sampailah ia di tempat seperti ini.

"Gue bilang nggak boleh ada cowok yang dekat-dekat sama lo tanpa sepengetahuan gue, Ari. Apa itu kurang jelas?" ujar laki-laki itu sedikit menyentak.

Aries membelalak. "K-kok Libra ada di sini, sih?"

"Nggak penting gue bisa ada di sini karena apa. Tapi bukannya kemarin gue udah bilang sama lo?"

"Ari nggak dekat-dekat sama cowok lain, Libra. Ari cuma mau ketemu Maha yang mau ngobrol sama Ari."

"Tapi kenapa lo nggak bilang sama gue dulu?"

"Tapi kenapa Ari harus bilang dulu sama Libra?"

Libra mendengkus. Sial, kenapa juga ia harus menjadi sekesal ini? Libra memandang Maha yang tidak berbicara apa-apa setelah kedatangannya. Sepertinya laki-laki itu mengerti dan memilih untuk diam saja.

"Karena gue takut, Ari. Kenapa lo nggak bisa ngertiin itu, sih?"

"Kok Libra marah, sih?"

"Gue nggak marah!"

"Tapi Libra marah!"

"Ri, lo ikut gue!"

Libra menarik tangan Aries. Akn tetapi gadis itu menolak. Lalu menundukkan kepala.

"Nggak mau. Ari masih belum selesai sama Maha di sini."

"Gue mohon."

"Nggak mau, Libra!"

"Ri."

"Apa?"

Cengkramannya sedikit luruh ketika kepala Aries terangkat menunjukan mata yang sedikit berkaca-kaca.

"Lepasin, Libra. Tangan Ari sakit."

"Cih."

Setelah itu Libra pergi meninggalkan Aries dengan perasaan kesal yang masih belum sepenuhnya terselesaikan.

"Ri?" panggil Maha.

"Apa?"

"Maafin gue."

"Nggak apa-apa."

Maha berjalan mendekati Aries yang masih berdiri mematung di tempatnya. Lalu menarik tubuh kecil itu untuk jatuh ke dalam pelukannya.

"M-Maha?"

"Sekali aja, Ri. Aku mau meluk kamu."

Aries tidak berkata apa-apa lagi. Hal ini membuat matanya ingin menangis. Hingga tanpa sadar, air matanya jatuh di tempat yang bukan seharusnya.

"Ri, boleh, kan, kalau aku mencintaimu?"

***

Libra membasuh wajahnya. Sial. Kenapa ia malah membuat gadis itu menangis? Perasaan ini, baru ia sadari ketika ia bertemu dengan rembulan di pertengahan malam saat matanya enggan memejam.

Malam itu, bersama hening sebuah ingatan terputar kembali. Bagaimana dulu hari-harinya ia lalui sendiri, sebelum gadis itu datang mematahkan hukum alam bahwa sejatinya ia lahir bukan untuk dibenci.

Katanya, saat pertama kali mereka bertemu, ia akan menjadi temannya. Ia mau menjadi temannya. Walaupun yang ia bisa hanya mengganggu, tetapi ia ingin berteman dengannya. Selama satu tahun lebih, dan Libra baru menyadari rasa yang sudah lama ada, tetapi tertimbun.

Bahwa Libra sudah mencintai gadis itu untuk waktu yang lama. Jadi, tidak ada salahnya bukan jika Libra merasa kesal sekarang? Lagipula, memang tidak pernah ada yang menyalahkannya. Libra hanya terlalu sering mengutuk dirinya sendiri.

Gadis itu harus selalu ada untuknya.

Gadis itu adalah tujuan mengapa ia ada.

***

semesta,

beri tahu renjana

ia amat berterima kasih

karena sudah menjaga

seorang gadis dari kehilangan

semesta,

bilang kepadanya

siang tidak ingin

kehilangan malamnya

siang tidak ingin

kehilangan gemintang

yang menemani malamnya

semesta,

tolong

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro