Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14| Damai

percaya
retak
dan patah
yang utuh
dan harmonis










Pada dasarnya, dan memang sudah seharusnya, kita sebagaimana manusia seutuhnya tidak bisa berdiri sendiri. perpecahan adalah harmoni dalam konflik. Kita tempuhi jalan sendiri-sendiri. Sebelum pada akhirnya kita di pertemukan bersama persimpangan sambil tersenyum dan lapang.

Setelah beberapa hari pecah kongsi, retakan yang sempat menganga kemarin kini perlahat membaik ditangisi waktu dan rindu.

Aries, Jodi, Kevin, dan Abdul terduduk di bangku yang sama. Bangku langganan setiap kali mereka berempat ingin menikmati kenikmatan bakso Kang Kung. Senda gurau kembali terdengar. Di bawah naungan lagit yang sama, mereka kembali dipersatukan.

Kang Kung menyimpan satu persatu mangkuk yang berisikan bakso itu di atas meja. Setelah selesai, lelaki yang kira-kira berumur empat puluh tahunan itu kembali melanjutkan perkerjaannya. Tak perlu menunggu lama, mangkuk itu sudah disambar cepat oleh Aries, Jodi, Kevin, dan Abdul.

Ketika akan menyuapkan suapan pertamanya, Aries tiba-tiba urung. Di kepalanya mendadak terbesit sebuah pertanyaan yang mungkin saja sahabat-sahabatnya ini mengetahui.

"Heh, kalian. Ari mau tanya, deh. Tapi harus dijawab, ya?" Sebelum meluncurkan pertanyaannya Aries membuat janji terlebih dahulu. Janji jika dia bertanya nanti, tidak akan dikacangi.

Jodi, Kevin, dan Abdul hanya mengangguk-anggukan kepala saja sambil memakan baksonya masing-masing.

"Kok, Ari perhatiin, ya, akhir-akhir ini Maha semakin sering datang ke kelas kita?"

Memang benar, akhir-akhir ini Maha selalu datang ke kelas Aries. Tanpa alasan yang jelas. Seperti tadi pagi saja, saat dirinya masuk kelas, kursi duduknya sudah ditempati oleh Maha. Sebenarnya ia tidak melarang untuk itu. Namun entah kenapa, ia menjadi sedikit risi setiap kali iris laki-laki itu menatapnya.

"Kalau gue, sih, kagak tahu, ya," jawab Kevin sama sekali tanpa menoleh.

"Si Jodi pasti tahu, deh. Dia kan dekat banget sama si Maha. Dia juga samaan ikut ekskul futsal," celetuk Abdul.

Jodi yang sedang menyeruput kuah baksonya melotot ke arah Abdul. Lalu setelahnya Aries melirik Jodi tajam. "Cepat, ih, kasih tahu Ari. Kalau enggak, bakso kalian bayar sendiri."

"Oke-oke. Tapi lo teraktir gue, ya?" Jodi menghela napas sebentar sementara Aries manggut-manggut. "Jadi gini, kenapa si Maha rajin datang ke kelas katanya dia lagi ngincar cewek yang gak sengaja dia tabrak pas mau pulang sekolah. Terus katanya juga dia sempat ngantar cewek itu pulang pas ujan. Udah, sih, dia cuma bilang gitu aja sama gue. Dan kebetulan cewek itu sekelas sama gue katanya, tapi gue gak tahu siapa. Makanya dia rajin masuk kelas kita."

Mata Aries membelalak. Rasanya tidak mungkin Maha menyukai dirinya mengingat mereka juga belum lama kenal. Mungkin saja itu orang lain yang kebetulan ditabrak Maha dan di antara pulang saat hujan.

Akan tetapi, jika Aries perhatikan lagi, Maha juga terlihat selalu mendekatinya. Setiap kali mereka bertemu, yang dibahas melulu tentang Libra.

Jantungnya berdetak tak keruan. Bukan karena senang, melainkan karena gelisah. Bukannya ia terlalu percaya diri, tapi penuturan Jodi tadi terlalu mudah ditebak olehnya. Semua itu memang pernah ia lakukan bersama Maha. Semua itu tidak sengaja.

"Kamu serius kan, Jod?" tanya Aries masih tak percaya. Karena memang, itu terlalu mengejutkan untuknya.

Jodi mengangguk pasti. "Seriuslah, masa anak sholeh kayak gue bohong, sih? Kata Pak Ustad, bohong itu adalah perbuatan setan. Dan setannya ini sekarang lagi duduk ngapit gue!."

"Maksud lo kita?" kata Kevin dan Abdul kompak.

"Iya," jawabnya tak sabaran. "Minggir, ah! Pengap nih, gue."

"Sialan lo, Nyet!"

Sekarang Aries hanya duduk diam di tempatnya. Baksonya pun belum ia habiskan. Jika biasanya Aries sangat gembira didekati para lelaki tampan, kali ini terasa berbeda.

"Ri! Ri! Ri!" Jodi melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Aries. Karena gadis itu setelah mendengar ceritanya, ia menjadi sedikit pendiam. "Lo gak apa-apa, kan?"

"Lo apain dia, Jod?" tanya Kevin sengaja panik.

"Apa jangan-jangan si Ari lo guna-guna lagi karena habis berantem," celetuk Abdul dari tempat duduknya.

"Ngaco lo pada." Tangan Jodi sekali lagi ia lambai-lambaikan di depan wajah Aries.

"ARI! WOY!" Jika tadi masih dengan cara yang lembut, sekarang Jodi melakukannya dengan cara berteriak.

"Terong, terong, terong. Eh, terong," ujar Aries latah karena terkejut dengan teriakan Jodi yang seperti knalpot rombeng. "Pelan-pelan kali, ah. Gak usah teriak-teriak gitu." Aries mencebik.

"Ya habisnya lo ngelamun mulu, sih. Ngelamunin apa, sih?" tanya Jodi penasaran.

"Eh, enggak kok, Ari gak lamunin apa-apa." Aries kemudian beranjak dari duduknya setelah menyimpan selembar uang pecahan lima puluh ribu di atas meja. "Nih, Ari teraktir kalian."

Setelah itu Aries pergi dari warung bakso Kang Kung meninggalkan Jodi, Kevin, dan Abdul yang masih saja duduk di sana.

Trio Kurang Belaian itu saling melempar tatapan bingung satu sama lain selepas Aries menghilang dari pandangan mata. Ada yang berbeda dengan Aries.

***

Waktu istirahat tinggal tersisa lima belas menit lagi. Sekepergiannya dari warung bakso Kang Kung, Aries memilih masuk ke kelas lagi, menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangan di atas meja. Pikirannya sedang terbang ke mana-mana. Mungkin dengan tidur, akan sedikit mengurangi rasa gelisahnya.

Tak peduli dengan Libra yang mengerang kesal karena sudah dipaksa bertukar tempat duduk dengannya.

"Kenapa, lo?" tanya Libra

"Gak apa-apa, kok," sahut Aries masih menelengkupkan kepalanya.

"Tumben lo gak gangguin gue. Kayak cacing kedinginan tahu, gak?" cibir Libra.

Sekarang Aries mendongakkan kepalanya sambil senyum-senyum sendiri.

"Kenapa? Kangen diganggu sama Ari, ya?" kata Aries sambil menggerakkan alisnya ke atas dan ke bawah.

Libra mendengkus. "Pede banget, lo. Gue malah suka lo diem. Tenang hidup gue. Gak perlu lagi bentak-bentak cewek bego kayak lo."

"Apa Libra bilang? Libra suka sama Ari? Cie," goda Aries.

"Berisik lo, ah."

"Emang, sih. Aura Ari itu awur-awuran. Lily Maymac aja yang badannya aduhai banget kalah sama Ari mah."

"Cermin di rumah lo pada pecah semua, ya?" tanya Libra yang diiringi anggukan kecil dari Aries.

"Iya, kenapa emang?"

"Pantas aja. Yang punya soalnya gak tahu diri. Lily Maymac kalau dibandingin sama lo, lo gak ada apa-apanya. Dasar bego," cecar Libra.

"Kok, Libra ngegas sih ngomongnya? Kata Mama Ari juga selow aja, Mas." Aries terkekeh. "Kalau sama Ari yang kayak gini aja bisa bikin Libra suka, kenapa harus jadi kayak Lily Maymac?"

Sialan!

Sekarang Libra hanya bisa diam tanpa suara. Seperti kehabisan kata. Pikirnya, siapa gadis itu sampai-sampai dengan penuh percaya dirinya ia bisa membuat Libra suka? Ah yang benar saja.

"Kenapa gue harus suka sama lo?"

"Karena sekarang Libra punya saingan buat dapetin Ari."

Libra menyeringai tak percaya. Memangnya ada laki-laki yang mau dekat dengan Aries? Anak modal bego doang.

"Pengin muntah gue dengarnya."

"Libra gak percaya?" Seraya Aries mendekatkan bibirnya ke telinga Libra.

"...."

Entah apa yang Aries bisikkan, karena sekarang Libra malah bergeming di tempat. Lalu setelahnya, Aries kembali menarik kepalanya dan duduk bersandar pada kursi dengan senyuman yang terus mengembang. Seolah sangat puas dengan apa yang sudah ia bisikkan tadi.

"Gimana, percaya? Jodi loh yang bilang sendiri ke Ari. Yah, walaupun belum seratus persen benar, tapi faktanya sangat kuat."

Libra benar-benar kalah telak dengan gadis itu kali ini. Tanpa Aries sadari, tangan Libra terkepal sempurna di dalam saku celananya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro