Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13| Satu Hari Bersama

kita lewati hari
bersama waktu
tersenyumlah
ini adalah kebahagiaanmu
tertawalah
kamu berhak maju











Aries sudah setia menunggu di depan pagar rumahnya dengan senyuman yang terus saja mengembang sejak tadi malam. Mungkin saat tertidur Aries juga ternyum.

Dari arah kanan, sebuah mobil hitam datang mendekat menyembulkan kepala seorang anak gadis dari dalamnya sambil melambai-lambaikan tangannya ke arahnya. Persis seperti yang Aries lakukan saat di angkot tempo hari.

Saat mobil itu berhenti tepat di depannya, gadis itu langsung menloncat turun dari mobilnya memeluk erat Aries. Seperti lama tidak ketemu. Padahal baru kemarin.

"Kak Ari, Mily udah kangen berat, nih. Gak mau tahu harus tanggung jawab!" Emily melepaskan pelukannya lalu menyengir lebar kepada Aries.

"Baru kemarin kita ketemu, padahal. Tapi emang, sih, Ari mah orangnya ngangenin."

Dari dalam mobil, Libra menghela napas panjang. Hari ini akan menjadi hari yang paling merepotkan baginya. Masih dalam tahap yang wajar jika Emily bersikap kekanak-kanakkan. Sedangkan Aries?

"Kak Ari duduk sama Mily ya di belakang. Jangan pinggir si Abang. Dia belum mandi. Bau." Keduanya terkekeh. Lalu besama-sama memasuki mobil di belakang.

Setelah keduanya masuk, Libra melajukan lagi mobilnya pelan. Dua orang di belakangnya memang sangat cocok sekali. Sama-sama berisik. Dalam hati, Libra berdoa semoga hari ini bisa cepat berlalu. Emily dan Aries memang memiliki banyak kesamaan.

Di sepanjang perjalanan, Libra merasakan panas di telinganya. Bagaimana tidak, sedari dari tadi obrolan yang dibahas Emily dan Aries selalu saja tentangnya. Dasar gadis. Jika sudah berbincang, suka lupa daratan. Libra mendengus.

"Nih ya, Kak, si Bang Libra itu kalau di rumah baik banget malah." Emily memang selalu antusias jika sudah bercerita mengenai Libra. Akan tetapi Aries juga tak kalah antusiasnya.

"Kok ke Ari mah ketus mulu, sih, Mily?" Tiba-tiba saja Aries merasa kesal. Jika mengingat semua perlakuan Libra kepadanya.

"Karena emang lo bego, pantes gue ketusin." Libra yang sedang fokus ikut menyahut.

"Tuh kan!" Aries mencebik.

Emily terkekeh. "Abang, ih! Gak boleh gitu sama pacar sendiri juga."

Aries dan Libra kompak saling membelalak. "Ih mana mau Ari pacaran sama orang ketus kayak dia!"

"Terus yang bilang bakal buktiin kalau gue bakalan jatuh cinta sama lo siapa, hah? Siapa?" Ucapan Libra yang sarkastis sukses membuat Aries terpojok.

"Wah, Kak Ari pernah ngomong gitu sama si Abang?" Emily tertawa kecil. "Ternyata Kak Ari gerak cepat juga."

Aries tidak bisa memungkiri bahwa sekarang pipinya tiba-tiba terasa panas. Seperti melihat mantan yang sedang berjalan bersama gebetan barunya. Panas.

"Ih Bang, lihat deh, si Kak Ari lagi malu-malu masa," goda Emily yang langsung direspon cepat oleh Libra.

"Mampus!" tukasnya puas.

Sekarang ia bingung harus berbuat apa. Sepasang adik kakak ini sudah benar-benar membuatnya kalah telak.

"Tapi awas aja kalau Libra beneran jatuh cinta sama Ari. Es krim di kedai satu bulan!" cibir Aries mengundang semburan tawa ceria dari Emily.

"Wah mulai memanas nih, skor baru satu sama, pemirsa. Mily kudu buru-buru update Insta Story, nih. Kapan lagi coba si Abang debat sama cewek kayak gini. Ternyata asik juga." Emily buru-buru merogoh saku celananya hendak merekam momen langka itu. Namun sayangnya ponsel miliknya tidak menyala karena baterainya habis. Semalam ia lupa tidak mengisi dayanya.

"Yah ini habis baterai gak liat situasi kondisi banget, sih!" gerutu Emliy kesal.

***

Libra memarkirkan mobilnya di salah satu mall terbesar di Bandung. Setelah turun dari mobil, Emily dan Aries langsung berlari memasuki kawasan mall itu. Hal pertama kali terbesit di kepala kedua gadis itu adalah time zone. Dasar.

Sementara Libra hanya jalan santai, memantau dua bocah itu dari belakang dengan kedua tangan yang tenggelam di dalam saku. Biar saja mereka bermain sebahagianya. Yang perlu ia lakukan adalah menyiapkan uang sebanyak-banyaknya.

Memainkan satu per satu permainan yang ada di sana penuh semangat. Bosan ini, main itu. Bosan itu, main ini. Sampai keduanya belum merasa lelah, untuk sementara kata 'berhenti' ditiadakan terlebih dahulu. Tawa dan canda terdengar nyaring dari teriakan paling terasing. Senyuman yang tak pernah luntur, momen ini harus segera diabadikan.

Sudah lama sekali Libra tak melihat Emily sebahagia ini. Ah, wajah lucu itu, membuatnya rindu masa lalu. Menggunakan kamera ponsel, Libra mengambil beberapa foto tanpa sepengetahuan Emily dan Aries. Tak nampak sekali ada senyum palsu, senyum yang mengembang itu benar-benar tulus dari hati.

Libra mengulum senyum tipis. Jika adiknya bahagia, dia juga akan merakan hal yang sama.

"Aduh Kak, Mily lapar nih." Tangan Emily memegangi perutnya yang sudah mulai keroncongan.

"Aduh Ari juga, cacing-cacing di perut sudah curi semua nutrisi." Aries juga merasakan hal yang serupa.

Permainan yang sedang mereka mainkan terbengkalai begitu saja. Matanya saling memberikan tatapan kode satu sama lain.

Baiklah. Sekarang perasaan Libra mendadak tidak enak ketika kedua gadis itu mulai mendekat dengan tatapan mengintimidasi. Seolah ia adalah perjahat yang akan dibekuk polisi. Libra mendengus kesal ketika dua tangan terulur ke arahnya. Sudah pasti. Minta duit.

"Bang! Minta duit dong. Mily lapar, nih," kata Emily yang mendapat anggukkan setuju dari Aries. "Sama, Ari juga."

"Ya makanlah. Jangan curhat ke gue," responsnya tak acuh.

"Mil. Kok Abang kamu gak peka banget, sih?" bisik Aries kepada Emily.

"Iya, nih. Padahal duit si Abang numpuk, loh. Nggak tahu dapat dari mana," balas Emily sama-sama berbisik.

Libra memutar bola mata malas. "Iya-iya. Gue teraktir."

Sementara Libra memalingkan wajah kesal, Emily dan Aries loncat-loncat kegirangan.

"Ih Abang baik banget, deh. Mily kan jadi tambah sayang kalau gini."

"Tapi, kok, Ari mah malah pengen nabok, ya?" tanyanya pada diri sendiri.

"Lo tabok gue? Makan bayar sendiri."

Buru-buru Aries menarik kata-katanya.

"Eh nggak, kok. Libra kalau teraktir Ari bakalan tambah ganteng, pinter, baik, gak ketus lagi, soleh, dilimpahkan rezekinya, selalu diberikan kesehatan. Amalannya diterima, ah pokoknya segala yang baik-baik deh. Hehe."

"Tuhkan, Bang. Udah didoain yang baik-baik gitu, mah, sikat aja Bang sikat. Eh"

Libra mengehela napas perlahan. "Anak kecil gak usah ikut campur."

Emily memanyunkan bibir kesal. Memalingkan wajah dengan keengganan untuk menoleh kembali. Dia baru mengetahui. Ternyata, jika sedang berada di luar rumah bersama orang lain, sikap Libra sangat menyebalkan.

"Kalian mau makan, apa begong terus di situ?"

Karena memang saat Libra sudah mulai beranjak pergi, Aries dan Emily masih sama-sama diam, tetapi dengan ekspresi yang berbeda. Jika Emily memalingkan wajah karena kesal, Aries justru terlihat sedang menahan malu dengan jari-jari tangan yang saling bertautan.

"Cih." Laki-laki itu berdecak.

Sudahlah. Sekarang ia tidak akan peduli lagi. Bodo amat dengan perut mereka yang meraung-raung minta diberikan makan.

***

Merasa diuntungkan dengan Emily yang tertidur dalam gendongannya, karena Libra tidak perlu repot-repot membujuk adiknya itu untuk pulang. Sedari tadi, sebenarnya dia sangat khawatir, wajah pucat Emily kembali terlihat. Sampai-sampai sesudah makan tadi, ia ketiduran.

Dokter pernah berkata bahwa Emily sangat tidak boleh kelelahan. Itu akan berpengaruh besar terhdap kesehatannya. Ditambah dengan Aries yang saat ini sedang diam membisu, membuat Libra merasa lebih tenang. Sepertinya Aries juga sudah lelah.

Semakin sore, mall semakin ramai. Orang-orang hilir mudik memasuki mall. Kebanyakan pengunjung yang datang adalah anak muda dengan pasangannya masih-masing.

Libra dan Aries sedang berjalan menuju parkiran. Satu per satu, langakahnya menjejaki keramik yang berdebu itu. Setelah sampai di parkiran, laki-laki itu agak kesulitan membuka pintu mobil karena kedua tangannya masih menggendong Emily.

"Ri. Bukain, dong, pintunya."

Aries mengangguk pelan lalu membuka pintu mobil bagian depan.

"Makasih." Libra langsung menidurkan adiknya dengan posisi duduk menyender. "Lo gak apa-apa kan duduk di belakang?"

"Gak apa-apa, kok," jawabnya lesu.

Situasi yang hening ini menyeret Aries dan Libra memasuki mobil tanpa suara. Menginjak pedal gasnya pelan, sedikit demi sedikit mobil yang Libra kendarai mulai menjauh menciptakan jarak.

Mendadak Aries dilanda dengan rasa canggung. Tak biasanya Aries seperti ini. Entah kenapa, rasanya, sekarang ada rasa gengsi yang menghalaunya untuk membuka obrolan terlebih dahulu. Apakah ini pertanda, pertanda bahwa ada yang aneh di hatinya?

"Gue bahagia lihat adek gue bisa senyum setulus itu tadi." Hingga suara itu terucap dari mulut Libra, keheningan mulai sirna. "Makasih, ya. Berkat lo, dia bisa seceria ini lagi."

"Mily pasti beruntung banget deh punya kakak kayak Libra gini." Melihat Emily yang sedang tertidur pulas, seulas senyum terbit di kedua sudut bibir Aries.

"Udah lama gue gak lihat Emily sebahagia ini sejak saat itu. Apalagi sampai ketiduran gini." Nada bicara Libra sedikit melembut. Lalu tangannya mengusap kepala adiknya itu penuh kasih sayang.

"Emangnya kenapa? Ari lihat, Mily itu orangnya ceria banget, kok." Memang seperti itulah Aries memandang Emily. Gadis cantik ceria, dengan senyum manis di wajahnya.

"Sejak dokter bilang dia didiagnosa kena penyakit ganas di tubuhnya, Mily jadi sedikit pemurung." Libra menghela napas perlahan. "Gu-gue cuma takut aja dia pergi ninggalin gue."

Aries agak sedikit terganggu dengan kata 'pergi ninggalin gue' yang Libra katakan. Sebagai kakak, bukan seperti ini sikap yang harus ditunjukkanya. Memang, merupakan hal yang wajar bagi seseorang merasa ketakutan. Namun yang lebih penting saat ini adalah keyakinan. Yakin kalau Emily bisa sembuh.

"Mily gak akan ke mana-mana, kok ... jujur aja, Ari gak suka Libra ngomong gitu. Kesannya itu kayak menyerah sebelum berperang tahu, gak? Terus, emangnya Mily mau pergi ke mana, sih? Sampai-sampai Libra ketakutan gitu?"

Libra agak sedikit terhentak dengan nada bicara Aries yang sedikit meninggi. Ia tidak menyalahi gadis itu, karena pada dasarnya memang Aries tidak tahu apa-apa. Lalu setelahnya Libra tersenyum simpul, yang dikatakan gadis bego itu memang ada benarnya juga.

"Gue cuma takut aja."

Bagi Aries, detik ini adalah kali pertama matanya melihat Libra tersenyum selama hampir satu setengah tahun berada di kelas yang sama. Walaupun bukan merupakam senyum kebahagiaan. Ternyata sangat manis. Senyuman yang hampir sama dengan Emily.

Lalu ini adalah kali keduanya Libra sedikit bersikap lembut kepadanya setelah beberapa hari yang lalu. Seperti memiliki kepribadian ganda.

Sesampainya di depan rumah Aries, gadis itu langsung turun dari mobil Libra dengan senyum tipis yang ia berikan. "Makasih, ya, udah ajak Ari jalan, hehe."

"Gak usah. Gue yang seharusnya bilang makasih. Berkat lo, Mily bahagia hari ini." Perlahan, kaca mobil itu mulai tertutup kembali. "Gue pulang."

Aries hanya mengangguk paham. Setelah mobil itu mulai melaju, ia melambai-lambaikan tangannya sambil menggumamkan sesuatu.

"Hati-hati."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro