Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

09| Menemukan Tanpa Disadari


ia terlalu gelap

langkah hilang

arah terkenang

usang terbilang

bulan, bilang

bahwa ia sudah menemukan

tempat

untuk pulang






Sebuah keajaiban bagi Aries karena malam ini ia sedang bergelut dengan soal-soal matematika yang kata orang sepuluh soal itu sedikit, tapi menurutnya itu sangat banyak. Saking seriusnya, matanya sampai menyipit membaca sederet soal dengan angka dan variabel yang sama sekali tidak ia mengerti. Tangan kanan yang sedang memegang pensil diketukan ke jidatnya sendiri.

Kepala Aries manggut-manggut dengan bibir yang mengerucut seolah memang sudah mengerti dengan soal-soal rumit itu. Satu dari kesepuluh soal itu belum ada yang berhasil diselesaikan. Sekarang ekspresi Aries berubah dengan mata terpejam seperti seseorang yang sedang menahan buang air besar. Akan tetapi tidak perlu menarik kesalahpahaman secepat itu. Itu tandanya Aries sedang berpikir keras.

Selanjutnya, tangannya mulai bergerak menulis di atas kertas kotretan sambil bergumam sesuatu.

"Hm ... kalau satu tambah satu aku sayang ibu, berarti dua tambah dua juga sayang ayah, dong?" Kepala Aries manggut-manggut lagi.

"Kalau yang ini tiga tambah tiga, hasilnya sayang adik kakak. Hm ...." Ia menarik napas panjang.

"Eh, kok, itu mah kayak lirik lagu, ya?" Aries geleng-geleng kepala.

Perlahan, Aries mulai menyimpan pensil yang sedang ia pegang di atas meja. Menatap intens soal dan kertas kotretan itu. Sorot matanya memancar penuh harap. Berharap bahwa pensil itu bergerak sendiri, terus dengan sendirinya menulis di atas kertas kotretan tadi, menjawab semua soal PR-nya. Dengan begitu semuanya jadi beres.

Tipe-tipe manusia seperti Aries ini biasanya adalah tipe manusia korban PHP. Berharap kepada hal-hal yang tidak pasti, yang ujung-ujungnya bikin sakit hati, terus nangis di kamar sambil membuat Insta Story yang isinya kurang lebih seperti ini, 'guys, gue lagi galau nih. Abis di PHP-in'. Dasar anak zaman.

Tangannya kembali meraih pensil dan kertas kotretan itu. Entah apa yang sedang gadis itu lakukan, tapi sekarang ia dua kali terlihat lebih serius. Sepertinya bukan menulis, sebab gerakan tangannya lebih condong membuat sketsa gambar. Setelah selesai, Aries mengangkat kertas itu ke atas, menutupi sinar lampu.

"Ternyata gambar Aries bagus juga. Jadi minat ikut ekskul jurnalistik deh kalau gini." Aries terkekeh puas melihat hasil karyanya sendiri yang tidak jelas bentuknya.

Di sana terlihat gambar Patrick yang sedang mengamuk karena terkena tembakan dari beberapa pesawat di sekitarnya. Patrick-nya Aries gambar seperti raksasa dengan wajah sangar dan gigi yang tajam. Dia jadi berniat untuk membeli figura besok. Gambar yang tadi akan ia abadikan sebagai gambar terbaiknya sepanjang masa.

Lepas dari itu semua, ada sebuah hal yang seperti terangkat dari dalam dirinya. Seperti kenangan yang memaksa hilang, tetapi nalar menolak dengan memaksa tetap mengenang. Yang pada akhirnya mencipta sebuah konstelasi baru yang berakhir di kekosongan.

Aries harus mencari tahunya besok.

***

Hampir saja Aries terlambat datang ke sekolah jika jurus seribu langkahnya tidak ia kerahkan. Bel masuk berbunyi lima menit yang lalu. Ia mengembuskan napas lega ketika sampai di kelas, guru matematikanya yang terkenal sangat menyeramkan belum datang. Anak-anak memanggilnya Pak Jayen karena tubuhnya agak sedikit gempal.

Mampus Ari! Saat berjalan memasuki kelas, tak sengaja matanya melihat teman sekelasnya sedang sibuk mengerjakan matematika. Kendati suara sepatu pantofel terdengar nyaring di telinga Aries, tak lama kemudian pintu kelas terbuka dan Pak Jayen masuk ke dalam kelas bersamaan dengan aura menegangkan yang ia bawa.

Sambil melanjutkan langkahnya menuju bangkunya, dalam hati Aries berdoa supaya ada mukjizat turun dari langit yang langsung menimpa kepala pelontosnya hingga Pak Jayen lupa dengan PR-nya yang ia berikan minggu lalu.

Aries duduk di bangkunya dengan perasaan super-super gelisah. Semoga lupa, semoga lupa, semoga lupa, semoga lupa, semoga lupa, semoga lupa. Amiiiin.

"Kenapa lo?" Libra sudah bisa menebak dari ekspresi wajah Aries, pasti gadis itu belum mengerjakan PR.

"Ari belum PR matematika, gimana dong?"

Libra menyeringai puas. "Mampus!"

"Kumpulkan tugas Bapak minggu lalu sekarang juga." Suara Pak Jayen begitu menggema di dalam ruangan. "Bapak berharap tidak ada dari kalian yang tidak mengumpulkan. Tahu sendiri akibatnya, kan? Selagi Bapak memeriksa nanti, kalian baca buku paket bab lima. Paham?"

"Paham, Pak." Satu persatu teman sekelas Aries mulai mengumpulkan bukunya. Termasuk Libra, laki-laki itu jadi yang pertama yang mengumpulkan. Aries masih duduk di kursinya saat Libra sudah kembali dari depan. Terjebak di dalam situasi genting seperti ini, membuat Aries tidak bisa berpikir dengan jernih.

Tidak ada pilihan lain lagi. Aries juga ikut mengumpulkan bukunya yang masih kosong belum ada jawaban sama sekali. Keadaan menghening, semuanya sedang fokus membaca buku paket matematika bab lima. Aries melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Setengah jam lagi, maka ia akan selamat dari hukuman.

Selalu saja begini, setiap kali ada pelajaran matematika, entah perasaannya saja atau yang lain juga sama, pergerakan waktu tiba-tiba saja melambat. Keringat dingin sedari tadi sudah bercucuran dari pelipis Aries.

Aries mengembungkan pipinya lalu membuang napas lega saat bel istirahat berbunyi. Tapi sedetik kemudian, suara bariton Pak Jayen berhasil menyentaknya kembali duduk di bangkunya. Niatnya adalah secepat kilat pergi ke kantin. Tapi semesta sedang tidak berpihak padanya. Karena suara Pak Jayen datang lebih cepat.

"Aries! Sekarang kamu bersihkan semua toilet yang ada di gedung ini. Sangat keterlaluan dalam waktu satu minggu kamu tidak mengerjakan PR saya!"

"B-baik, Pak." Dengan suara bergetar, Aries menjawab.

***

Seluruh waktu belajarnya ia habiskan hanya untuk melaksanakan hukuman dari Pak Jayen yang tidak berperikemanusian. Meskipun di gedung ini hanya ada dua fasilitas toilet di lantai satu dan duanya, tetap saja membersikannya membutuhkan waktu yang cukup lama.

Aries membanting kesal alat pelnya saat cairan pengharum lantainya sudah habis. Terpaksa ia harus mengambilnya terlebih dahulu di gudang belakang. Dalam setiap langkahnya, gadis itu terus menggerutu kesal.

Di tengah perjalanannya, Aries melihat sebuah kaleng bekas minuman tergeletak begitu saja. Tidak ada niatan sama sekali untuk membuangnya ke tempat sampah, justru Aries malah menendang kaleng itu sebagai pelampiasan. Untung saja koridor masih sepi, jadi tidak mungkin sampai menimpuk orang.

Setidaknya, itu berhasil sedikit mengurangi kekesalannya. Letak gudang berada tepat di samping taman belakang. Langkahnya sangat santai, tidak tahu jika di depan sana sedang ada orang yang duduk di sebuah bangku sambil mengusap tengkuknya karena sakit, dan satu tangannya lagi sedang memegang kaleng bekas minuman.

Saat hendak berbelok ke gudang belakang, gadis itu mengurungkan niatnya. Ternyata dugaannya salah, ada orang yang kena timpuk. Apakah tendangannya terlalu keras hingga sampai ke taman belakang? Tapi sepertinya itu tidak mungkin. Karena bangku itu teletak sedikit lebih ke kanan dari koridor, juga terhalang tembok.

"Haduh, gimana nih. Kok si Libra malah kena timpuk sih?"

Aries menggigiti kuku jarinya cemas. Jika nanti dia ketahuan, amukan Libra pasti sudah tak terelakkan lagi. Memilih berjalan mengendap-endap seperti maling yang takut kepergok warga, Aries melangkah sangat hati-hati di belakang bangku yang sedang Libra duduki.

Aries membuka pintu gudang itu, mengambil satu botol pengharum lantai dan bergegas kembali ke toilet sebelum kepergok Libra. Sesudah pintu itu ia tutup kembali, Aries memutar lagi tubuhnya hati-hati. Namun, hal yang ia lihat pertama kali saat berbalik adalah Libra yang sedang menatap tajam.

"Buset!" Aries terlonjat kaget.

"Lo yang nimpuk gue?"

"Apa? Bukan Ari kok."

"Cuma lo yang ada di sini." Libra berdecak sebal. Masih saja mengelak.

"Minggir, ih! Ari lagi dihukum ini."

Aries berusaha mendorong tubuh kokoh Libra menjauh. Tapi usahanya sia-sia karena Libra tetap bergeming di tempatnya.

"Biar tambah berasa, lo juga harus dapat hukuman dari gue."

Aries membelalak. "Apa? Kagak mau, Ari!"

"Besok lo harus bawain bekal sarapan buat gue. Gue males masak."

"Hei, emangnya Libra udah berani keracunan dengan makan masakan buatan Ari?"

Libra tersenyum miring. "Iya juga, ya. Kenapa gue bisa lupa kalau lo nggak becus masak?

"Libra!"

"Apa?"

"Jangan terlalu jujur gitu, dong. Malu."

"Gue cuma nggak mau terlalu nerbangin lo aja dengan bilang kalau masakan lo enak."

"Tapi ini hati Ari rasanya sakit banget, loh."

"Daripada ada orang lain yang keracunan?"

"Iya juga, sih." Aries menggaruk tengkuk.

"Tapi nggak mau tahu caranya gimana, gue nggak akan narik lagi kata-kata gue. Besok, ya." Libra tersenyum mengejek.

Setelah itu Libra pergi meninggalkan Aries dengan mulut yang menganga sempurna. Dasar cowok. Suka seenaknya saja.

Yang tanpa Aries sadari, kekosongan kemarin malam itu sudah terisi kembali hanya karena sebuah perdebatan kecil seperti ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro