Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 6b

Oscar tersenyum simpul. "Kita bukan lagi anak remaja. Emang apa perlunya bersikap begitu. Lagi pula, hubunganku dengan Viola sudah berakhir dua tahun. Kenapa baru sekarang aku bawa seorang gadis ke depan dia? Kalau memang hanya ingin pamer?"

"Pak, apa baru saya? Maksudnya, sudah dua tahun putus?"

Oscar mengangguk. "Dua tahun lebih mahal. Selama ini Viola tinggal di luar negeri bersama kakakku. Mereka berencana menikah tahun depan."

"Anda nggak patah hati?"

"Senpat dulu, tapi aku selalu berpikir kalau sesuatu yang bukan milik kita, untuk apa dikejar. Viola memilih kakakku, kenapa aku harus pertahankan?"

Amora terdiam, sedikit banyak hatinya tergerak karena penjelasan laki-laki itu. Ia tidak tahu seberapa dalam atau seberapa jauh hubungan antara Viola dan Oscar dulu, tapi yang pasti kini mereka telah berpisah. Dua tahun bukan waktu yang sebentar, dan dalam dua tahun ini sudah pasti banyak yang sudah terjadi. Orang bisa berubah karena waktu, termasuk Oscar. Viola akan menikah tahun depan. Mencerna informasi ini, hati Amora menjadi lebih ringan.\

"Sepertinya Viola belum rela kalian putus," ucapnya pelan.

Oscar tidak menanggapi. Kendaraan sudah memasuki are parkir mall dan Amora menyadari kalau mall ini tempat Mona dan Juki berada. Perasaan gembira melingkupinya.

"Ah, ternyata ke mall ini!" teriaknya saat turun dari kendaraan.

"Kenapa memangnya sama mall ini?"

"Ini tempat Mona dan Juki, Pak. Sahabat saya."

"Mereka pasti senang lihat kamu."

Dugaan Oscar tidak salah. Saat melihat Amora, Mona terlonjak kaget. Gadis itu berucap dengan berseri-seri ke arah Oscar.

"Pak, se-selamat datang. Senang bisa ditengokin."

Oscar mengangguk. "Bagaimana kerja di sini?"

"Cukup baik, Pak." Mona mengeluh dalam hati, tidak ada persiapan sama sekali untuk menyambut Oscar. Ia mengutuk Amora yang tidak memberitahunya akan datang bersama Oscar. Kalau tahu lebih awal, ia bisa retouch make up.

"Produk apa paling laku?"

"Itu, Pak. Perawatan rambut." Mona menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

Sikap sahabatnya yang malu-malu, membuat Amora memutar bola mata. Mereka datang untuk meninjau pasar, tapi sikap Mona seolah olah mengatakan kalau Oscar datang khusus untuk melihatnya. Amora jadi gemas dibuatnya.

"Aku akan berkeliling sebentar." Oscar beranjak pergi.

"Biar saya temani, Pak. Takutnya nyasar."

Sementara Oscar berjalan di depan, Amora menyodok rusuk Mona dan mendesis. "Genit amat, lo. Dari tadi ngibas-ngibas rok sama megang rambut terus."

Mona meleletkan lidah. "Biarin. Kapan lagi Pak Oscar datang ke sini buat lihat gue."

"Eh, jangan GR lo, dia datang lihat pasar."

"Sama aja, toh, yang dilihat di sini gue. Lo nggak usah ngeles, Amora. Masih mending lo nggak gue jewer!"

"Kenapa gue dijewer?"

"Lo kagak ngomong kalau mau datang bareng Pak Oscar. Lihat, gue nggak sempet dandan."

"Hah, genit."

"Biarin!"

"Ganjen!"

"Biarin! Biarin!"

Selesai melihat dan berkeliling toko dengan Amora yang terus berdebat bersama Mona, Oscar kali ini mendatangi area lobi untuk melihat Juki yang membuka salon di sana. Kerumunan para wanita yang sedang mendengarkan penjelasn Juki tentang produk perawatn rambut dan wajah, membuat Oscar dan Amora menahan langkah untuk tidak mendekat.

"Yang rambutnya merah muda itu temanmu?" tanya Oscar.

Amora mengangguk. "Iya, Pak. Namanya Juki."

"Pintar juga dia menjelaskan produk."

"Memang, laki-laki tapi mulutnya lemes."

Oscar mengernyit, Amora yang kelepasan bicara menutup mulut. Tidak seharusnya ia menghina teman sendiri. Dalam hati ia berharap Juki tidak mendengar cemoohnya, takut kalau pemuda itu ngambek dan tidak ada lagi martabak.

Sepuluh menit kemudian kerumunan berkurang. Juki yang melihat Amora datang bersama Oscar, terlonjak gembira. Reaksinya sama persis dengan Mona. Seperti fans melihat idolanya.

"Ya ampun, mimpi apa semalam. Pak Oscar datang kemari, ih. Eyke jadi seneng."

"Kamu pintar menjelaskan tentang produk. Bikin orang tertarik," puji Oscar.

Wajah Juki memerah seketika. Menangkup pipi dengan dua tangan. "Sebenarnya, itu dedikasi untuk perusahaan, Pak."

"Good Job!"

"Aih, aku ke kayangan dulu. Mau terbang!"

Amora tidak tahan lagi, ia mencubit pinggang Juki keras sambil melotot. "Eh, tahan diri napa?"

"Aww, sakit Amora. Lo kenapa, sih?"

"Gue yang tanya, lo kenapa? Malu-maluin."

"Idih, biar aja. Kapan lagi dipuji. Jangan bilang lo cemburu."

Oscar tertawa melihat perdebatan keduanya. Ia memutuskan untuk melihat bagaimana Juki mendemonstrasikan keahliannya dalam menata rambut. Kebetulan, Amora yang dijadikan model. Setengah jam menyisir, menggunakan produk pewarna temporary, Amora terlihat berbeda dengan tampilan baru. Rambut gadis itu dibuat mengembang indah dengan highlight warna ungu bercampur merah.

"Gimana, cakep'kan rambut lo?" ucap Juki.

Amora mengagumi penampilan barunya. "Bagus, ih. Kerena."

"Iya, dong. Siapa dulu." Juki menepuk dadanya dengan bangga.

Oscar dan Amora bertahan di mall hingga pukul tujuh malam. Saat hendak pulang, Oscar meminta Mona dan Juki pulang bersama mereka dan mengakhiri jam kerja lebih cepat.

"Aku akan mentraktir kalian makan sea food."

Mona dan Juki melonjak gembira. Mereka berangkulan seakan baru mendapatkan lotre. Menggunakan mobil Oscar mereka menuju warung sea food yang letaknnya tidak jauh dari kontrakan Amora. Mereka memilih warung itu karena terkenal enak dengan harga yang tidak terlalu mahal.

Saat Oscar mengatakan mereka bebas memilih makanan apa saja, Juki dan Mona berebut untuk memesan. Amora memijat kening dan mengeluh dalam hati tentang kelakuan dua temannya.

Satu porsi kepiting lada hitam, satu porsi udang bakar sambel matah, satu porsi cumi cumi saos tiram, dua macam sayur, dan ikan bakar dalam ukuran yang sangat besar, mereka pesan. Belum lagi kerang dalam aneka olahan. Amora terbelalak saat melihat banyaknya piring berisi makan tersaji di meja.

"Eh, kalian nggak salah pesan?" tanyanya.

Juki menggeleng. "Nggak, emang ini punya kita."

"Gilaa! Ini mah banyak banget. Kalian ngrampok, ya?"

"Amora, lo napa protes? Pak Oscar diam aja."

Oscar mengangguk. "Sudah dipesan. Harus dihabiskan."

"Beres, Paaak! Jangan pedulikan Amora, Pak. Biasa dia makan kerang tiga piring sendirian. Entah kenapa pura-pura malu." Mona berkata sambil menyendok kepiting.

"Jaim," sela Juki.

"Hah, emang jaim bisa bikin kenyang!"

"Udah, makan aja lo. Berisik!" bentak Amora.

Ia mengambil piring, menyendok nasi dan memberikannya pada Oscar. Ia juga menanyakan laki-laki itu itu ingian makan apa. Saat Oscar mengatakan ingin makan udang tapi tidak bisa mengupas, dengan senang hati Amora membantunya. Ia mengupas udang bakar sebanyak lima ekor dan memberikan pada Oscar yang memakannya dengan tenang. Dari udang dilanjutkan dengan kepiting. Sepanjang Amora melayani Oscar, tidak memperhatikan tatapan dua temannya.

Juki dan Mona bertukar pandang dalam diam. Beribu pertanyaan berputar di benak mereka, saat melihat bagaimana akrabnya Oscar dan Amora. Bukan hanya akrab tapi cenderung intim, terutama saat Oscar menghapus saos di ujung bibir Amora dengan telunjuk.

Sikap Oscar yang penuh perhatian. Amora yang menatap laki-laki itu dengan pandangan malu-malu. Juki dan Mona sepakat dalam diam untuk mengintrograsi temannya saat pulang nanti.

**

Tersedia di google playbook.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro