Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 4b

Hari libur, biasa digunakan Amora untuk membersihkan kontrakan. Karena Mona bekerja, seorang diri ia menyapu, mengepel, dan mengelap jendela. Tidak lupa membersihkan kulkas dan rak-rak di dapur. Pukul dua siang, semua pekerjaan rumah selesai. Ia bergegas mandi dan keramas untuk menunggu jemputan dari Oscar.

Pukul empat, Oscar mengirim pesan kalau sedang dalam perjalanan dan akan tiba kurang lebih satu jam. Amora memakai celana jin dan blus bunga-bunga, menenteng tas selempang kecil. Ia menunggu Oscar di bawah pohon dan laki-laki itu benar datang tepat waktu.

"Kamu sudah lama nunggu?" tanya Oscar saat melihatnya masuk ke mobil.

"Nggak, Pak. Paling sepuluh menit."

"Pasang sabuk pengaman. Kita ke butik dulu."

Amora menoleh heran. "Mau ngapain ke butik, Pak?"

Oscar tersenyum misterius. "Mencari gaun yang pas untukmu."

Amora tidak tahu akan dibawa ke mana. Saat kendaraan melaju cepat menuju sebuah pusat perbelanjaan yang mewah. Mereka turun dari mobil dan ia mengikuti langkah Oscar dalam diam. Saat dibawa masuk ke sebuah butik yang menjual pakaian mewah dengan merek ternama, ia hanya menunduk.

"Aku ingin mencari gaun yang cocok untuk dia. Gaun santai, tapi anggun." Pramuniaga toko, yang merupakan wanita dengan seragam hitam, mengangguk sopan saat mendengar perintah Oscar.

"Mari, Kak. Ikut saya."

Wanita itu menyapa ramah pada Amora yang berdiri gugup. Ia mengikuti pramuniaga sementara Oscar duduk di sofa panjang. Amora kebingungan, saat pramuniaga sibuk memilih gaun untuknya. Semua gaun yang digantung sangat indah. Berbahan sutra dengan model yang sedang trendy. Amora yang tidak mengerti apa pun tentang mode, hanya mengangguk di setiap gaun yang dipilihkan untuknya.

"Kita coba dulu beberapa gaun ini dan lihat, yang mana yang disukai kekasihmu, Kak."

Amora terdiam, tidak mengoreksi perkataan pramuniaga tentang Oscar. Ia merasa tidak ada gunannya menjelaskan kalau Oscar adalah atasannya bukan kekasih. Gaun yang pertama ia coba, dengan leher berbentuk V, berwarna hitam sedengkul dan tali bahu bagian kanan lebih besar dari kiri. Bagian depan gaun ada kancing-kancing besar. Amora melangkah keluar dari kamar ganti dengan gugup.

Oscar melihatnya, menatap sebentar lalu melambaikan tangan. "Coba yang lain."

Gaun kedua, berbahan chiffon sutra yang sangat ringan dan halus. Panjang hingga mencapai tungkai dengan lengan berupa tali kecil. Warna gaun orange cerah dengan motif bunga, sangat cocok dipakai Amora yang bertubuh tinggi dan langsing. Saat ia keluar untuk memperlihatkan pada Oscar, laki-laki itu hanya menatap tajam dan memintanya mencoba yang lain.

Gaun ketiga berwarna merah dengan bentuk asimentris. Bagian belakang lebih panjang dari bagian depan. Gaun keempat, berwana ungu dengan bagian atas dari brokat dan bawahnya kain tule yang indah.

Oscar tidak mengatakan apa pun sampai gaun terakhir dipakai. Amora yang merasa kalau laki-laki itu kurang puas dengan dirinya, merasa tidak enak hati.

"Pak, sepertinya gaun nggak ada yang cocok."

"Siapa bilang?" jawab Oscar cepat.

"Tapi, Anda meminta saya ganti terus."

"Itu karena semua gaun cocok untukmu. Sekarang kamu ganti ke gaun yang kedua dan aku minta sisanya dikirim ke rumahmu."

Amora melongo. "Hah, untuk apa, Pak?"

"Buat kamu tentu saja. Lain kali kalau aku ajak keluar, kamu nggak perlu bingung beli baju lagi."

Amora tidak berkutik saat celana jin dan blusnya dilipat rapi lalu dimasukkan kotak. Begitu juga tas dan sepatunya. Ia kini memakai gaun panjang, sepatu warna silver, dan tas hitam mewah yang harganya bikin kepalanya pusing. Saat melihat penampilannya di depan kaca, ia merasa tidak seperti melihat dirinya sendiri melainkan seorang gadis kikuk dalam balutan gaun indah.

"Pak, sebenarnya siapa yang mau kita temui?" tanya Amora saat mereka melangkah beriringan keluar dari mall.

"Teman lama," jawab Oscar pendek. Tidak menjelaskan lebih lanjut apa ,maksud dari teman lama itu.

Mereka keluar dari mall menuju sebuah hotel bintang lima. Sepanjang perjalanan Amora tidak banyak bertanya. Ia sudah pasrah dengan apa pun yang akan dilakukan Oscar.

Amora menahan diri untuk tidak melongo saat dibawa masuk ke hotel. Lobi yang mewah dengan marmer mengkilat adalah bukti kalau hotel yang mereka masuki pasti mahal. Aoscar mengajaknya naik lift dan mereka keluar di lantai tiga.

"Selamat datang. Mari, silakan masuk."

Seorang penjaga pintu berseragam menyambut mereka di depan pintu kaca. Oscar membawa Amora yang kebingungan memasuk ruangan yang ternyata berdinding kaca dan sangat luas. Ada banyak meja dari kayu dengan kursi beludru yang tersebar di ruangan. Musik lembut mengalun dari stereo.

Seorang pramusaji berompi merah mengantarkan mereka ke meja dekat kaca. Amora duduk bersebelahan dengan Oscar. Berkali kali ia berusaha menenangkan diri karena baru pertama kali datang ke tempat seperti ini.

Ia mengedarkan pandangan dan berusaha mengingat nama dari tempat yang ia datangi sekarang. Merujuk dari buku-buku yang ia baca dan juga imformasi yang sering ia temukan di internet, mungkin tempat ini yang disebut lounge. Ia ingin bertanya pada Oscar tapi malu.

"Kamu minum alkohol atau nggak?" tanya Oscar.

Amora menggeleng. "Nggak, Pak."

"Aku pesankan moctail buah kalau begitu. Mau cemilan?"

"Mau."

Amora mengangguk untuk setiap menu yang disebutkan Oscar. Saat ini ia dalam keadaan kelaparan. Tadinya ia berpikir akan dibawa ke restoran, karena itu sengaja tidak makan dulu sebelum pergi. Lagi pula, seharian berkutat dengan pekerjaan rumah, ia hanya sempat sarapan nasi uduk bersama Juki. Sekarang, perutnya lapar dan ia berharap kalau cacing-cacing di dalamnya tidak berdemo dan membuat malu.

Moctail buah yang segar berikut cemilan dari jamur panggang berbalut keju dihidangkan di atas meja. Tanpa disuruh dua kali, Amora makan cemilan dengan lahap.

"Pak, kita nunggu siapa?" tanya Amora dengan mulut penuh.

"Seorang teman. Nanti kamu juga tahu siapa. Ah itu dia."

Amora menatap pintu yang membuka. Seorang wanita amat cantik dengan gaun biru melangkah gemulai ke arah mereka. Wanita itu berambut pendek hitam yang dipotong shaggy. Terlihat begitu berkelas, anggun, dan sangat trendy.

"Oscar, sudah lama nunggu?" Wanita itu menyapa dengan suaranya yang lembut.

Oscar bangkit dari kursi, menyambut wanita yang baru datang deng sebuah pelukan ringan. "Viola, apa kabar?"

Wanita yang disapa Viole, balas memeluk Oscar. Bukan pelukan ringan melainkan pelukan mesra yang terlihat penuh kerinduan di mata Amora.

"Siapa dia?" tanya Viola saat melihat gadis yang ternganga menatapnya.

Amora terkesiap, meraih tisu untuk mengelap bibir dan tangannya yang berminyak. Menyesali diri karena bersikap ceroboh hanya karena kelaparan. Ia mengangguk kecil ke arah Viola yang mengenyakkan diri di depan Oscar.

"Kenalkan, namanya Amora," jawab Oscar.

Amora mengulurkan tangan tapi Viola tidak menyambutnya. Hanya mengangguk kecil. Sikap wanita itu membuat nyali Amora menciut. Ia buru-buru menyimpan kembali tangannya.

"Kamu kelihatan sehat, Oscar. Apa sudah beradaptasi dengan pekerjaan?"

Oscar mengangguk. "Bisa dikatakan begitu."

"Pilihan Gravin dan papa memang selalu benar. Mereka dari dulu merasa kalau kamu cocok memimpin perusahaan itu. Lihat bukan? Kamu makin hebat sekarang."

"Ah, perlu aku koreksi, Viola. Bukan mereka yang menyarankan aku mengambil alih perusahaan ini tapi aku sendiri. Kakakku malah memintaku mengurus bisnis di Singapura dan aku menolaknya."

Viola mengulum senyum. "Oh, begitu rupanya. Berarti aku salah informasi." Wanita itu mengulurkan tangan. Seakan tidak melihat keberadaan Amora, dia meremas jemari Oscar yang berada di atas meja. "Aku senang kembali ke sini dan bertemu kamu lagi."

Oscar mengedip, membiarkan wanita itu meremas jemarinya. Ia memalingkan wajah ke arah Amora yang sedari tadi terdiam. Berdehem kecil lalu berucap lembut.

"Viola, kamu harus tahu sesuatu. Amora ini pacarku."

Bukan hanya Viola yang kaget mendengar perkataan Oscar, bahkan Amora pun dibuat melongo. Mulai kapan ia berpacaran dengan Oscar? Bukankah hubungan mereka hanya atasan dan bawahan? Ia datang ke sini karena diajak, bukan untuk mengaku sebagai pacar. Amora mengeluh dalam hati, saat memandang Viola yang menatapnya tajam.

Tersedia di google play book : link ada di papan pengumuman

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro