Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 15

Pesta yang dikatakan berlangsung secara pribadi, ternyata sangat meriah dan mengundang banyak tamu. Dean berusaha menahan diri untuk tidak marah saat digandeng Elena untuk menyapa para tamu, seakan mereka adalah pasangan tuan rumah. Moodnya yang memburuk karena pertengkarannya dengan Justin, semakin jelek karena Elena. Ia dipaksa untuk tetap tersenyum, menyambut uluran tangan orang-orang dan diperkenalkan pada setiap tamu serta keluarga besar. Rasanya seperti badut yang sedang dipamerkan.

Pesta diadakan di ballroom hotel dengan dekorasi megah bertabuh kemewahan. Para pelayan berseragam dengan nampan, tamu-tamu yang datang dengan pakaian terbaik mereka, serta makanan dan minuman yang melimpah ruah. Jauh dari kata sederhana seperti yang dikatakan Elena pada dirinya. Orang tua Elena memang sangat kaya dan berpengaruh, tidak heran kalau banyak tamu yang datang dan itu adalah hal yang menyesakkan bagi Dean. Ia tidak suka berada di tengah keramaian.

"Kenapa kamu nggak bilang kalau tamunya begini banyak?" gumamnya lelah.

Elena tersenyum ramah, matanya berkilat tajam. "Kenapa kamu merajuk, Sayang? Ini pesta perayaan ulang tahun pernikahan orang tuaku. Sudah semestinya dilakukan dengan meriah bukan?"

"Aku nggak merajuk, hanya heran saja karena nggak sesuai dengan apa yang kamu katakan. Bukankah awalnya kamu bilang hanya makan malam?"

Dean menggerutu, membuat Elena sedikit kesal. Ia tahu kalau kekasihnya tidak suka berada di keramaian apalagi pesta, tapi merajuk di saat seperti ini sebenarnya bukan hal yang pantas untuk dilakukan. Menghela napas panjang, Elena melingkarkan lengannya di leher Dean.

"Memang awalnya hanya makan malam, tapi aku kasihan dengan orang tuaku. Selama ini sudah bekerja keras demi anak-anaknya. Ingin menyenangkan mereka meskipun hanya lewat sesuatu yang sederhana seperti pesta."

Percakapan mereka terhenti saat pembawa acara mengumumnkan waktunya untuk memotong kue. Elena melepaskan pelukan dan meraih lengan Dean menuju ke tengah pesta.

"Kepada pasangan kita yang berbahagia, kita persilakan memotong kue dan memberikan untuk anak serta menantu!"

Para tamu bertepuk tangan saat kue dipotong. Satu per satu saudara Elena menerima potongan kue dan saat tiba gilirannya, setengah memaksa menggandeng Dean menuju tempat orang tuanya.

"Potongan kue paling besar dan tebal ini, aku berikan untuk anak perempuanku satu-satunya yaitu, Elena."

Elena menerima piring kecil yang diulurkan papanya. "Terima kasih, Pa."

"Aku berharap bisa menimang cucu dari Elena tahun depan. Karena itu, aku berharap banyak dari Elena dan Dean, semoga ada pernikahan tahun ini."

Tepuk tangan terdengar bergemuruh, Elena memeluk kedua orang tuanya sedangkan Dean berdiri kaku dengan senyum terpaksa. Bukankah ini sama saja seperti mendesak di tempat umum? Pernikahan adalah hal pribadi dan orang-orang ini, terutama Elena seolah sedang mendesak serta memaksanya. Dean menghela napas panjang, merasa terkukung di tempat ini. Setelah pemotongan kue selesai, ia bergegas ke loby samping dengan dalih ingin merokok. Menikmati kesendirian di tengah keramaian yang memuakkan. Kesendiriannya tidak berlangsung lama karena papa Elena menghampirnya.

"Dean, kenapa sendirian?"

Dean mengembuskan rokoknya. "Elena nggak suka saya merokok, Pak."

Guandharma terkekeh, menepuk bahu Dean dengan gembira. "Memang begitulah para perempuan. Mereka akan mengomeli kita tentang apa pun. Menjengkelkan tapi semua yang dilakukannya untuk kebaikan kita."

"Benar sekali, Pak."

"Ngomong-ngomong, Elena sudah memberitahumu tentang investor dari Jepang yang berminat kerja sama untuk pabrik mi instan? Saat ini mi instan kita mulai dikenal dunia dan aku dengar kamu berencana membuka pabrik baru?"

"Saya sudah diberitahu Elena soal itu."

"Dean, aku tidak pernah kesulitan saat mencari investor, dan hal yang sama akan berlaku untukmu. Syaratnya mudah saja, dengan menjadi bagian dari keluargaku. Karena itu menikahlah dengan Elena secepat mungkin, dengan begitu kita akan menjado korporasi yang kuat."

Lagi-lagi desakan, Dean menahan diri untuk berpamitan dan pergi. Kali ini karena yang mengajaknya bicara adalah orang tua, ia mengangguk ramah tanpa kata. Pernikahan pertamanya gagal dan saat ingin menikah lagi ia tidak mau mengalami kegagalan yang sama. Sayangnya sekarang ia bahkan tidak mengerti apakah ingin menikah lagi atau tidak. Semakin didesak, semakin memudar niatnya.

**

Jeana menerima panggilan dari mantan direkturnya. Ia menyebut mantan karena memang sudah tidak lagi bekerja di sana. Gajinya pun masih ditahan dengan dalih mereka menunggunya datang untuk mengambil secara langsung. Lalu apa gunanya teknologi bernama tranfer? Mereka mengatakan ingin berunding dengannya soal hal penting. Ia tidak dapat menduga apa yang ingin dirundingkan, seingatnya Dean mengatakan kalau sudah mencabut kerja sama dalam pembuatan iklan karena tidak sesuai dengan perjanjian awal. Lalu masalah apa lagi yang ingin mereka diskusikan?

Lebih dari setengah tahun berlalu dari semenjak dirinya resign, selama itu pula Amera tidak pernah berhenti untuk menghubunginya. Perempuan itu juga nekat mendatanginya di kontrakan, beruntung ia sudah pindah karena takut kalau Amera atau Prima akan menemuinya dan ternyata ketakutannya terjadi.

"Lo pindah? Kemana? Mana alamat baru?"

Pesan dari Amera ia abaikan. Hanya dibaca tanpa membalas.

"Lo sombong banget, asli. Emang lo sekarang punya apaan setelah nggak kerja? Jangan-jangan menggembel di jalanan? Prima bilang lo kurusan sekarang. Kenapa? Sakit hati? Ingat, jangan sampai lo mati tanpa gue tahu!"

Sering kali Jeana merasa heran dengan caci maki dan kata-kata kasar dari Amera. Seingatnya ia tidak pernah berbuat salah yang membuat Amera marah. Saat masih bersahabat, ia berusaha sebaik mungkin untuk membuat Amera bahagia hingga nyaris mengorbankan dirinya sendiri. Kenapa sekarang jadi begini?

Jeana tidak tahu apakah setan dan iblis sedang mempengaruhi Amera atau justru itu wujud aslinya? Mungkin pada dasarnya Amera memang jahat tapi sikap serta sifatnya itu disembunyikan dengan baik dan tertutup wajah cantik.

Terdengar ketukan di pintu, Jeana bergegas membukanya dan Dustin muncul dengan senyum semringah. Di sebelahnya ada seorang gadis cantik berkacamata.

"Dustin, ada apa?"

"Kaak, aku datang sama orang yang bisa membantumu. Kenalkan, ini Rachel!"

Rachel tersenyum dan Jeana membalas senyumanya. "Halo Rachel. Ayo, masuk. Kalian mau bantu aku apa?"

"Keluarkan bajumu untuk hari ini, Kak. Biar Rachel bantu untuk riasan yang tepat."

Dibantu oleh Dustin dan Rachel, Jeana memilih pakaian untuk ke kantor. Ia tidak mengerti kenapa membutuhkan bantuan, sampai akhirnya selesai mandi Rachel mendudukkanya di kursi dan membuka tas besar yang dibawanya.

"Aku akan merias wajahmu, Kak. Menggunakan teknik no make-up. Nggak medok sama sekali tapi bikin wajah Kakak yang cakep makin cakep."

Jeana tidak dapat menyembunyikan kekagumannya pada kemampuan Rachel dalam merias wajah. Perlahan-lahan, wajahnya tertutup bedak dan disapu dengan bermacam-macam kuas. Dari mulai hidung, mata, hingga pipi. Membutuhkan waktu kurang lebih satu jam lamanya untuk mengubah wajahnya yang polos menjadi bersinar dan cantik.

Rachel mengambil kaca besar dan menunjukkan pada Jeana. "Gimana, Kak?"

Jeana terbelalak, menatap bayangannya di cermin. "Waah, aku kenapa jadi cantik."

"Kak, emang kamu cantik. Cuma nggak pernah dandan aja."

"Rachel, aku harus berguru padamu biar bisa cantik."

Dustin bertepuk tangan saat Jeana muncul dari kamar dengan riasan lengkap. "Wah, cantiknya, Kaak."

Jeana tergelak, berputar di depan Justin. "Gimana riasanku?"

"Cakep." Dustin mengacungkan dua jempol.

"Rachel emang hebat."

"Yoi, Rachel keren."

Rachel yang sedang merapikan alat make-upnya tersenyum melihat Dustin dan Jeana. Ia tidak menyangka kalau kemampuannya akan dihargai sedemikian rupa. Saat Dustin menyudutkannya di lorong, tadinya mengira akan mengajaknya berdebat tapi ternyata salah.

"Rachel, gue janji akan tutup mulut dan jaga rahasia lo tapi bantuin gue."

Dustin memintanya mengambil peralatan make-up dan membawanya ke kontrakan Jeana. Ia tidak tahu apa hubungan keduanya tapi saat melihat Dustin tertawa bahagia karena dirinya berhasil mengubah penampilan Jeana. Ia yakin ada sesuatu yang istimewa di antara mereka.

Jeana memakai gaun terusan sebatas lutut dengan lengan pendek warna hijau daun. Menggerai rambutnya yang hitam tebal hingga menutupi pundak. Untuk sepatu memakai hak delapan sentimeter warna putih, dengan tas jinjing warna putih juga. Semua yang dipakainya hari ini atas saran Rachel dengan persetujuan Dustin. Tubuhnya yang kini sudah langsing membuatnya percaya diri untuk memakai pakaian apa pun.

Ia menaiki taxi menuju kantor. Sepanjang jalan jantungnya berdetak tidak karuan. Teringat akan beragam pengalaman buruk yang diterimanya dulu. Cacian, hinaan, serta pembulian yang tidak pernah henti diterimanya. Tidak peduli kalau dirinya mahir dalam bekerja dan orang memandang rendah karena fisiknya.

Melangkah di loby yang masih sama seperti ingatannya, Jeana sempat membuat bingung resepsionis karena layer perusahaannya berwajah bulat tembam sedangkan sekarang ia tirus. Sampai akhirnya satu panggilan dari Nail yang mengkonfirmasi kedatangannya membuatnya mendapat ijin naik lift.

Jeana tersenyum pada beberapa orang yang dikenalnya dan mereka semua hanya melongo tanpa merespon. Ia keluar dari lift, menuju langsung ke ruang rapat di mana manajer serta mantan anggota timnya menunggu. Ia yakin mereka semua tidak sabar ingin menghakiminya. Sama persis seperti dulu saat dirinya berbuat kesalahan.

Membuka pintu ruang rapat, ia tersenyum di ujung meja dan mengedarkan pandangan pada wajah-wajah yang dikenalnya. Menyapa dengan suara yang lembut dan ramah.

"Maaf semua, aku datang terlambat."

Orang yang pertama sadar adalah Amera. Ia melotot dan menunjuk Jeana dengan kaget. "Jeana? Ini lo?"

Jeana mengangguk. "Iya, ini aku, Jeana."

Hening sesaat lalu berikutnya ruang rapat menjadi riuh seperti lebah di dalam sangkar kaca. Jeana tetap berdiri di tempatnya dan bergumam pelan.

"Suprisee!"
.
.
.
Di Karyakarsa akan ending tuntas hari ini. Di playbook tersedia besok.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro