Pertanda Buruk
Alfi tahu, ini cerita laknat banget. Tapi rasanya gak adil kalo dia dihilangkan dari peradaban hanya karena cerita ini dibuat oleh anak SMP yang masih buta sama hal seperti ini.
Tanpa kita sadari, sebenarnya kita tidak pernah sendirian. Entah itu di kamar, di lorong, kamar mandi, bahkan ruangan paling sempit sekali pun, kita sebenarnya tidak benar-benar sendiri.
Kamu mungkin pernah merasakan kehadiran seseorang yang mungkin tidak terlihat oleh mata, atau merasa seperti di awasi, tapi tidak pernah bisa mengetahui siapa yang sedang mengawasimu.
Kejadian itu berawal ketika aku sedang belajar kelompok bersama teman-temanku. Kami memutuskan untuk kerja kelompok di rumah Sarah, karena hanya letak rumahnya lah yang paling strategis.
Saat pertama kali masuk ke rumahnya, aku merasa ada yang memerhatikan ku. Entah itu hanya firasatku saja, atau aku memang benar-benar sedang diperhatikan oleh orang lain. Tapi ketika aku melihat ke sekeliling ku, di rumah ini tidak ada orang lain selain kami berempat.
"Ada apa Vina?" tanya Silvi.
"Ah, tidak," jawabku sambil nyengir.
"Yasudah, yuk kita masuk," Sarah memimpin kami memasuki rumahnya, "lebih baik, kita kerja kelompoknya di atas saja, supaya tidak mengganggu," Sarah mulai menaiki anak tangga menuju lantai dua rumahnya.
Saat sedang berjalan menaiki tangga, aku mendengar suara-suara orang bicara di belakang ku, "Sarah, memangnya di rumah ini ada siapa saja?" tanya ku penasaran.
"Untuk saat ini, hanya ada kita berempat di rumah ini," jawab Sarah tanpa menengok ke arahku.
"Apa...?" desahku. Terus... suara siapa tadi yang aku dengar?
"Kamar ku ada di pintu nomor dua," kata Sarah ketika kami sampai di lantai dua.
Ketika berjalan ke arah kamar pertama, aku merasa bulu yang ada di tangan ku berdiri tanpa ada alasan yang jelas. Ketika kami melewati kamar tersebut, tak sengaja ujung mataku menangkap gambaran sesosok wanita tua yang sedang berdiri di tengah-tengah kamar. Jangan tanya kenapa aku bisa melihatnya? Karena kamar kosong itu, pintunya dibiarkan saja terbuka, seolah-olah kamar itu ada penghuninya. Tanpa pikir panjang, aku langsung lari mendahului Sarah, dan masuk ke dalam kamarnya sambil mengucapkan salam, "assalamualaikum!"
"Vin, kamu kenapa?" kata Silvi sambil menahan tawanya.
"Gak apa-apa," aku menggeleng-gelengkan kepala.
"Gak apa-apa bagaimana? Kamu tadi lari terbirit-birit ke kamar ku," komentar Sarah.
"Swear deh, gak ada apa-apa," aku mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahku membentuk huruf V.
"Aku rasa... sepertinya kamu lapar deh," goda Lily. "Aku mau beli makanan nih di bu Desi. Ada yang mau nitip?"
Sementara teman-temanku sibuk menyebutkan pesanannya, aku bertanya, "Silvi, kamu disini kan? Nemenin aku?"
"Ya iyalah... nanti tugasnya gak selesai-selesai dong," jawab Silvi.
Aku mengalihkan pandangan ku ke arah Lily, "Bagus deh, kalo begitu aku pesan gorengan empat ribu, sama es teh buble dua."
"Vin... kamu lapar... atau cacingan?" Sarah menatapku dengan pandangan penuh tanya.
"Hehehe, dua-duanya," aku nyengir sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.
"Ooo... bocah gembleng!" celetuk Silvi yang hanya ku balas dengan senyuman.
***
Ketika aku dan Silvi sedang sibuk mengerjakan tugas, tiba-tiba pintu kamar Sarah yang terbuka lebar, tertutup dengan sendirinya, dan suara pintu itu membuatku ketakutan. "Silvi... tadi siapa yang nutup pintunya?"
"Angin kali," jawabnya santai sambil membuka kembali pintu kamar Sarah.
"Angin...? yang benar saja kamu. Masa di ruangan seperti ini ada angin yang masuk?" tanya ku terheran-heran. "Pasti ada orang yang menutupnya."
"Pleas deh Vina... di rumah ini cuman ada kita berdua. Gak mungkinkan... kalo si Sarah sama Lily yang nutup pintunya? Orang dari tadi kita gak mendengar suara langkah kaki di anak tangga," jelas Silvi.
"Tak! Tak! Tak!" suara langkah kaki terdengar semakin kencang.
"Kebetulan sekali mereka datang," Silvi kembali duduk bersila di atas kasur Sarah.
Karena merasa yang punya rumahnya telah kembali, aku merasa sedikit tenang. Setelah hampir 30 menit mengerjakan tugas tersebut, dalam hati aku bertanya-tanya, 'kok mereka lama banget sih ke kamarnya?'
"Ada apa Vin?" Silvi melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku.
"Gak ada apa-apa, aku cuman bingung. Katamu, mereka sudah kembali, tapi nyatanya sudah 30 menit mereka tidak menunjukkan batang hidungnya," tanya ku pada Silvi.
"Iya, ya? Kok mereka belum juga masuk kamar sih?" Silvi pn turut merasa bingung.
"Assalamualaikum!" seru Sarah yang suaranya terdengar tak jauh dari tempat kami.
"Wa'alaikumsalam," jawab ku dan Silvi kompak.
"Maaf ya lama, soalnya tadi warungnya bu Desi rame banget," Lily mulai membagi-bagikan pesanan kami.
"Kalian tuh aneh ya? Bukannya masuk aja dari tadi," aku mengambil minuman yang telah aku pesan.
"Maksudmu apa? Kami baru datang," jawab Sarah.
Sungguh, kata-kata Sarah barusan membuatku tersdak minuman, "uhuk, uhuk, uhuk!"
"Pelan-pelan Vin minumnya," Lily mengingatkanku.
"Serius kalian benar-benar baru datang?" tanya Silvi dengan tatapan mata penuh tanya.
"Swear deh, kita berdua tuh baru dateng. Memangnya kenapa sih?" sekarang gantian Sarah yang bingung.
Aku dan Silvi tak mampu menjawab pertanyaan Sarah, kami hanya bisa saling pandang satu sama lain. Mungkin dalam hati kami menanyakan hal yang sama, 'terus, tadi itu suara langkah kaki siapa?'
Yasudah kalau begitu, kita mulai saja kerja kelompoknya," ujar Sarah.
Saat sedang asik kerja kelompok, tiba-tiba aku merasakan angin yang sangat dingin berhembus di sekitar kamar. Padahal kamar ini pintunya sedang di tutup, dan kalaupun angin itu masuk lewat ventilasi, harusnya tidak sekencang ini.
"Uhh... Sarah, kamar kamu kok dingin banget sih?" tanya Silvi.
"Iya ya Sar, hawanya kok berubah jadi dingin ya?" sahut Lily.
"Wah, jangan-jangan, jangan-jangan nih," aku coba iseng menggoda mereka.
"Jangan-jangan kenapa Vin?" tanya Sarah.
"Jangan-jangan.... disini.... ada hantu...." tepat sekali saat aku selesai mengucapkan kalimat tersebut, tiba-tiba ada suara benda pecah, "PYAR!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro