Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4 - Seorang Pengawal dan Mantan Kliennya

Pagi baru saja tiba. Keramaian di sekitar gedung serikat pedagang Mercer masih saja menggeliat. Pengawal itu menyusuri lorong menuju ruangan pribadi Alka. Kegaduhan dari lantai dasar tidak kunjung mengecil hingga di ujung lorong lantai dua. Para pekerja mempercepat pergerakan mereka seiring dengan suara lantang dari lantai dasar.

Pengawal itu mengetuk pintu ruangan. Tak ada balasan, tapi terbuka dari dalam. Alka kembali bergulat dengan setumpuk gulungan kertas dan codex di meja. Senyuman teduh wanita itu menyambut kedatangan si pengawal. Tak lupa dirinya menyodorkan sekantung uang yang berada di sudut meja.

"Ini bayarannya. Aku juga sudah menambahkan uang muka untuk keperluan perbekalanmu nanti."

"Terima kasih banyak," ucap si pengawal selagi undur diri.

Pengawal itu berjalan meninggalkan ruangan. Sesekali ia menoleh ke lantai dasar yang masih ramai. Runa masih memandu para anak buahnya yang hilir-mudik membawa peti dari gudang. Tidak jarang Runa membentak bawahannya yang mulai bermalas-malasan.

Berdasarkan jadwal, rombongan serikat akan berangkat dalam kurun waktu dua hari. Selagi ada waktu, si pengawal berkeliling di sekitar pelabuhan sekaligus mengisi perbekalan. Kakinya berhenti sesaat di depan etalase toko.

Pantulan kaca toko membuatnya tertegun. Ia tak ubahnya pengemis dengan mantel hitam lusuh dan zirah kulit rusak. Sobekan zirah kulit yang menganga seakan mengingatkan agar lekas diperbaiki. Ia menyusuri jalanan hingga sampailah pada tempat perbaikan zirah yang terletak di dekat salah satu dermaga sebelah timur.

Ia bertanya pada pak tua pemilik toko. Perbaikan zirah berlangsung kurang dari dua hari. Syukurlah. Ia bisa mengawal rombongan dengan zirah berkondisi baik.

Pengawal itu kembali ke gedung serikat. Sebuah kereta kuda berhenti di depan gedung serikat. Seorang gadis bergaun biru safir sambil mengangkat sedikit gaun mewah yang menyapu tanah. Dia mondar-mandir di sekitar lorong gedung serikat.

Si pengawal mengekori gadis itu. Bisa saja dia penyusup atau orang aneh Berulang kali gadis itu mengintip ke lantai dasar gedung serikat yang ramai dengan para pedagang. Matanya dengan aktivitas para pedagang di dalam sana.

"Nona Camille? Apa yang sedang Nona lakukan?"

Gadis itu nyaris saja terjengkang dan menabrak seorang pedagang yang hendak memasuki area lelang. Dia membuang mukanya yang merona dari hadapan si pengawal.

"Tu-Tuan So-ran?"

Pengawal itu menoleh sekeliling lalu berbisik, "Bisakah Nona tidak menyebut nama itu?"

Sejauh ini tidak banyak yang mengetahui nama si pengawal. Namun, Camille adalah salah satu pengecualian.

Namanya Camille Mendel. Seorang pembuat ramuan asal Misty. Orang-orang di sekitar Camille selalu memanggilnya "gadis cacat", tapi dia sangatlah normal. Biasanya dia mengikat rambut cokelat tanah sepinggangnya dengan kucir kuda. Camille memang kerap kelepasan memanggil namanya. "Soran". Semua karena permintaan Camille karena telah mengawalnya dengan selamat.

Hingga kini, Soran enggan memberi tahu identitasnya pada orang asing termasuk klien. Namun, itu bukan menjadi masalah selama pekerjaannya tuntas.

Camille menunduk. "Maaf. Apa Tuan marah?"

"Bukan begitu. Keberadaanku bisa saja membahayakan orang-orang serikat."

Kegaduhan masih meramaikan area lelang. Camille terus saja mengikuti Soran yang menaiki tangga menuju lantai dua gedung. Dia berdiri sejenak di tepi pagar pembatas sambil menunduk ke arah area lelang. Tak peduli para pedagang yang menawarkan barang dengan harga tertinggi, perangai para penanam modal, atau barang-barang yang berjajar di lantai dasar.

"Kapan mereka akan berangkat?"

"Lusa."

Camille seperti matahari yang selalu menghangatkan orang-orang di sekitar. Ini bukanlah sosok Camille yang pernah meminta bantuan Soran sewaktu singgah di Fira. Senyuman tidak melengkung di wajah yang selalu berseri-seri.

Sebuah kereta kuda mewah berhenti di dekat gerbang menuju kantor pusat serikat. Sekelompok anggota serikat berkumpul di dekat kereta kuda yang turut membawa Alka. Mereka berbincang banyak hal, sepertinya urusan penting serikat. Mereka pun menyingkir dari hadapan Alka yang mendongak ke arah teras lantai dua. Dia langsung menghampiri Camille yang berdiri di dekat pagar.

Camille terus menunduk di hadapan Alka. Gadis pembuat ramuan itu masihlah keponakan ketua serikat. Dia bersikeras membujuk sang bibi untuk turut serta bergabung dalam serikat, tapi Alka menolak.

"Apa kau punya penghasilan untuk membayar iuran serikat? Memangnya kau punya pengalaman berdagang ke tempat jauh? Apa kau juga ingin membawa Darwin juga?"

"Tapi, Bibi—"

"Camille sayang, jawabannya tetap tidak. Kenapa kau ingin bergabung ke sini sementara kau bisa bergabung dengan serikat di Misty? Bibi tahu situasi Misty sedang tidak aman. Kau juga ingin sekali kembali bekerja. Bisakah kau kesampingkan egomu itu demi kebaikanmu juga Darwin? Darwin masih terlalu kecil untuk perjalanan jauh."

Camille tetap membisu sampai Alka kembali ke ruang kerjanya. Camille tetap menunduk ke arah area lelang bahkan setelah Alka mengecil dari kejauhan.

Sudah cukup Camille kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil. Kini dia juga kehilangan kampung halaman dan mata pencaharian setelah Fira hancur. Jika saja Soran tidak ada di sisi Camille, dia dan adiknya takkan bisa mengungsi ke Noto. Soran mengawal mereka meninggalkan Fira sebelum akhirnya berpisah di batas kota.

Keluarga Alka adalah keluarga terdekatnya. Namun, ikatan keluarga tidak selalu berbanding lurus dengan urusan bisnis.

******

Runa dan Fulgoso terus berbincang di sepanjang anak tangga menuju lantai dua. Pemandangan sepasang muda-mudi membuatnya menghampiri mereka.

"Tuan Pengawal. Sedang apa kau ... tunggu. Bukankah dia keponakannya Alka?" tanya Runa.

"Tuan Sekretaris jangan salah paham. Hamba pernah bekerja dengan Nona Camille sebelum bekerja dengan serikat. Bicara soal bekerja, maaf bila hamba lancang. Apakah Tuan Sekretaris bisa membantu Nona Camille bergabung dengan serikat?"

Runa memainkan kipas lipat di tangannya. "Ini aneh. Biasanya serikat tidak mempermasalahkan hubungan keluarga di antara para anggotanya."

Soran kembali membujuk Runa. "Selama ini Nona Camille bekerja dengan menjual ramuan buatannya. Semenjak Fira hancur, dia tidak punya tempat tinggal apalagi pekerjaan. Kumohon. Maaf bila hamba lancang. Tolong bantu Nona Camille untuk bergabung dengan serikat!"

"Pembuat ramuan katamu?"

Runa meminta Fulgoso untuk segera mendekat. Mereka saling berbisik di hadapan Soran dan Camille.

"Begini saja. Ah. Bawakan aku contoh ramuan terbaik yang bisa kaubuat besok!"

"A-Apa? Besok?"

"Iya. Besok. Jadwalku sangat padat. Masih banyak urusan penting yang harus kuselesaikan sebelum keberangkatan lusa nanti."

Camille gemetar. Sesekali dia menoleh ke arah Soran.

"Tuan So—" Soran menyikut Camille di sisinya. "Bagaimana ini?"

"Ambil saja bahan-bahan yang kau perlukan sebatas untuk resep satu botol kecil ramuan di gudang."

Fulgoso membalas, "Sekretaris Firm! Apa Tuan yakin ingin mengambil barang-barang dari sana?"

Runa mengetuk-ngetukkan ujung kipasnya ke pagar pembatas. "Apa aku harus mengabari Marimar kalau kau bermalas-malasan lalu pergi dari gedung serikat tanpa izin?"

Sorot mata tajam Runa membuat Fulgoso gemetar. Pria jangkung itu mengantar Camille menuju gudang serikat tanpa membantah.

Runa mengajak Soran menuju sebuah dermaga yang berada di bibir pelabuhan. Sekelompok pekerja serikat membongkar muat barang-barang yang baru saja sampai. Runa meminta Soran membantu para pekerja yang menurunkan peti dan tong dari atas kapal. Sementara itu, Runa berdiri bersama seorang pria, sepertinya seorang kapten kapal, sambil memeriksa gulungan kertas di tangan.

"Tolong serahkan gulungan izin ini langsung pada petugas pengawas pelabuhan!" ucap Runa sambil menyerahkan kembali gulungan kertas di tangannya.

Umumnya pekerjaan seorang pengawal sebatas melindungi klien dan barang-barang yang dibawanya agar selamat sampai tujuan. Kini Soran layaknya seorang mandor yang mengawasi pekerjaan di kapal. Runa menghampirinya sambil sesekali menegur pekerja yang tidak becus bekerja.

"Ah, Tuan Pengawal. Bisakah kita bicara sebentar?"

Angin dari arah pantai tidak langsung menyapu panas yang melingkupi bibir dermaga. Runa mengajak Soran mengobrol di tepi pantai, tidak jauh dari dermaga tempat bongkar muat barang-barang milik serikat.

Runa mengusap dagunya. "Kudengar namanya Camille. Nama yang bagus. Aku melihat potensi yang bisa menguntungkan serikat dari dirinya. Omong-omong soal itu, aku juga ingin mendengar pendapatmu."

"Nona Camille itu gadis yang periang dan pekerja keras. Tuan Sekretaris akan sangat senang bekerja sama dengannya."

Seorang pria melaporkan pekerjaannya yang sudah selesai di dermaga. Dia lalu undur diri dari hadapan Runa.

Runa kembali berbicara pada Soran. "Pulanglah. Aku akan menemui Alka."

Soran kembali menuju bangunan utama serikat. Tiba-tiba saja sekelompok orang bertingkah aneh di antara para pengunjung pelabuhan yang lalu-lalang. Sekilas mereka seperti para pekerja pelabuhan yang tengah beristirahat. Mereka lalu menghilang di antara kerumunan pengunjung yang melewati persimpangan menuju gedung utama Serikat Pedagang Mercer.

******

Camille seorang pedagang ramuan yang membuat ramuannya sendiri. Selama ini Camille hidup bersama adik laki-lakinya dan seekor wilion betina yang jinak.

Ya. Wilion. Monster penghuni alam liar Misty dengan badan serigala dengan kepala bak seekor singa.

Berulang kali Soran terkena masalah dengan berada di sisi Camille. Gadis itu selalu menggunakan wilion sebagai pengangkut ramuan pesanan dari Fira menuju Eltia. Masalahnya hingga kini belum ada satu orang pun di Misty yang bisa menjinakkan wilion seperti keluarga Camille.

Apa mungkin potensi yang Runa maksud adalah Pai, wilion peliharaan keluarganya? Entahlah. Lebih baik Soran beristirahat untuk kembali bekerja besok.

Hari pun berganti. Soran pergi ke toko perbaikan zirah untuk mengambil zirah kulitnya. Ia tersenyum ketika mendapati perbaikan zirahnya sudah selesai.

"Bagaimana pendapatmu?" tanya pria di hadapan Soran.

"Bagus seperti baru."

Soran langsung mengenakan zirah kulitnya. Ia mengeluarkan beberapa keping logam dari dalam kantung uang. Tidak lupa ia memberi tip pada pemilik bengkel sebelum pergi.

Soran berjalan kembali menuju ke markas Serikat Pedagang Mercer. Ia berpapasan dengan Runa yang mondar-mandir di dekat gerbang.

"Dari mana saja kau ini? Apa kau tahu aku sejak tadi mencarimu di sini?" gerutu Runa.

"Maafkan aku, Tuan. Aku baru saja mengambil zirah kulit yang kuperbaiki di bengkel dekat sini."

Runa meminta Soran ke ruangannya. Ruang kerja Runa berada di lantai dua gedung serikat, seperti halnya ruang kerja pribadi Alka. Tak lama berselang, Fulgoso mengantar Camille menuju ruang kerja Runa.

Gadis itu menggendong sebuah tas besar yang biasa digunakan untuk menaruh botol-botol ramuan. Runa meminta agar Camille menaruh botol ramuan itu di atas meja tamu, dekat pintu masuk menuju ruang kerjanya.

Soran, Runa, dan Fulgoso kehabisan kata-kata dibuatnya. Meja tunggu di ruangan Runa tidak cukup untuk menaruh semua botol ramuan yang Camille bawa. Satu, dua, ... dan ada 20 jenis ramuan di atas meja. Itu belum termasuk beberapa botol yang masih ada di dalam tas.

Gadis macam apa yang bisa membuat ramuan sebanyak itu dalam semalam? Soran sudah tidak aneh lagi dengan gadis itu. Justru kampung halaman Camille jauh lebih aneh lagi.

Penduduk Fira memang memiliki kemampuan sihir yang di luar batas kemampuan penyihir biasa. Mereka bisa menggunakan sihir tanpa rapalan mantra dalam jangka panjang. Membuat ramuan sebanyak ini dalam waktu sehari saja menjadi pekerjaan ringan bagi penduduk Fira.

Namun, Camille hanya bisa menggunakan sihir selama dua jam berturut-turut karena "kecacatannya". Kemampuannya lebih dari cukup untuk membuat 20 jenis ramuan yang belum selesai dijelaskannya.

Runa merapal mantra untuk memeriksa semua kondisi botol ramuan sekaligus. Tak disangka. Sekretaris yang terlihat seperti seorang pria aristokrat itu ternyata juga seorang penyihir. Dia meminta bantuan Fulgoso untuk membawa contoh ramuan pada Alka.

Sementara itu, Soran menemani Camille berkeliling di sekitar kantor pusat serikat Mercer.

"Tuan. Kudengar para pedagang akan pergi ke Astarte. Seperti apa tempat itu?"

Soran termenung sejenak.

"Astarte itu negeri yang besar. Aku belum pernah ke sana. Para pengembara yang singgah ke Agartha sering bercerita kalau ada pelabuhan besar di sana."

Camille menelengkan sedikit kepalanya. "Kenapa Tuan begitu sedih?"

"Um. Tidak apa-apa. Aku akan mengantar Nona sampai gerbang."

Soran mengantar Camille ke gerbang. Gadis itu kembali menaiki kereta kuda yang sudah menunggu di luar sana. Camille melambaikan tangan dari arah jendela seiring dengan kereta kuda yang semakin mengecil di depan sana.

Soran kembali ke dalam sepetak kamar tempat tinggalnya sampai hari keberangkatan. Ia merebahkan diri sesaat sambil menoleh ke arah jendela. Lautan luas tampak jelas dari sana. Begitu dengan jalanan yang sibuk dan kapal-kapal yang bersandar dari arah dermaga pelabuhan terdekat.

Astarte. Tempat itu adalah tujuan dari para pedagang. Setiap kali para pedagang membicarakan tempat itu, hatinya begitu berat. Seakan-akan ada sesuatu yang mengganjal.

"Apa perdamaian benar-benar terjadi? Lalu kenapa?" gumamnya sesaat sebelum beristirahat.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro