
Kisah (Giyuu side)
April,
Bulan dimana pohon-pohon bersemu.
Warna merah mudanya menghasilkan rasa cinta dalam dada dalam sebuah pasangan.
April,
Hari pertama kakiku menginjak tanah sekolah menengah atas.
Menatap sekeliling yang tak lepas dari keramaian para penghuninya.
April,
Dalam keramaian lautan manusia yang menawarkan lembar brosur ekstrakulikuler padaku.
Lensa kita bertemu saat itu.
Warna rambut peach milikmu, senada dengan warna musim semi kala itu.
Menjadi kesan pertama saat aku memulai hidup baru.
Tentu...
Bersamamu...
============================
Ini kisahku,
Satu tahun setelah hari pertama di SMA kimetsu, tepatnya kelas 2 SMA.
Tempat duduk paling belakang-pojok kanan-dekat jendela, adalah tempatku bersinggah dalam kesibukan sekolah.
Jam istirahat,
Saat dimana semua manusia di ruang kelas berhamburan.
Menentukan tujuan akan kemana mereka menuju dengan orang lain.
Tentulah seorang teman atau bahkan pasangan.
Berjalan menuruni tangga, menuju mesin minuman otomatis yang berada di lantai pertama.
Tanpa memandang sekitar, tentu saja.
Tak ada yang menarik dari mereka.
Klang!
Satu kotak jus blueberry jatuh dari tempat, mendarat di tanganku.
Oh tentu, aku akan menusukkan sedotan dan langsung menghisapnya.
Sekolah yang tak pernah padam akan suara bising, kadang mengangguku.
Aku sering mengabaikannya, namun tidak jika aku menemukan 'dirinya'.
Ya, dirinya yang selalu berdiri di lapangan baseball.
Begitu keras suaranya, sampai terdengar ke lorong sekolah.
Senyumnya yang tak juga hanyut, sering meningkatkan denyut nadiku.
Surai peach yang basah dengan keringat disiram sebotol air dingin.
Kemudian dikibaskan, membuat bulir air itu berkilau diterpa sinar matahari di siang bolong.
Bruk!
"Ah,maaf!"
Seorang murid menabrakku, membuat jus bluberryku jatuh dan mengotori bajuku.
Katanya yang tak sengaja, sudah pasti di buat-buat.
Bukti berkata, dia tertawa dan bertepuk tangan dengan kawannya.
Tentu, dengan berbagai ejekan yang pasti dilontarkan padaku.
Lebih memilih pergi daripada berurusan.
Aku beranjak dari sana, berlalu dari mereka dan bergegas menuju kamar mandi.
==========================
Sesampainya, kuputar kran air, membuka aliran airnya.
Belum sempat kubasuh bajuku, sudah kau ajak saja untuk mengobrol denganmu.
"Hai! Apa yang kau lakukan disini?"
Kau yang berseragam baju olahraga dengan handuk menggantung di leher.
Entah kenapa membuat degub jantungku terdengar jelas.
'Begitu menawan...'
Tangan kanan kau ayunkan di depanku, memastikan apakah aku melamun atau tidak.
"Oh,aku hanya...ya..."
Tak pandai berkomunikasi, aku hanya menunjukkan dimana letak jus hari ini tumpah.
"Uwah! Kau menumpahkan jusmu?! Sebentar, kubantu bersihkan."
Aku menggeleng, tak ingin memberatkanmu dengan masalahku.
"Sudahlah, kau tak perlu memikirkan itu!"
"Pakai ini dulu."
Seragam putih milikmu kau lempar, mendarat tepat di dadaku.
Tanpa berpikir panjang, aku melepas baju bernoda milikku dan mengenakan milikmu.
Aroma tubuhmu terasa dari kainnya, begitu manis seperti buah persik.
Tanganmu yang begitu cekatan, menghilangkan noda blueberry begitu cepat.
Dalam sekejap, kau mengeringkan seragamku yang kini sudah kembali seperti sedia kala.
"Ini,sudah selesai!"
Kau menatapku yang masih nyaman dalam seragammu.
Alismu terangkat, bingung apa kau akan memaksaku untuk melpasnya atau tidak.
"Hey..."
Wajahku terangkat, lensa kita bertemu sekali lagi.
Milikmu yang jauh lebih tajam, setajam sebilah pedang, menatapku.
"Kau tak bisa ganti?"
Kugelengkan kepala, walau begitu kau tak mengindahkannya.
Langsung saja kau kenakan seragam itu padaku.
Jemarimu menutup kancing bajuku satu persatu, sampai ke ujung.
"Yosh,selesai! O-oi!!"
Wajahku bersemu, aku tak bisa menahan rasa maluku akan kelakuanmu barusan.
Punggung tangan kugunakan untuk menutupinya.
"Kau demam?"
Tanganmu menyentuh keningku, membuatku terkejut.
Kau memeriksa suhu tubuhku yang meningkat.
"T-tidak...aku hanya..."
Tanganmu kini kau sodorkan.
Membuatku bingung dengannya.
"Bercanda! Namaku Sabito. Kau Tomioka Giyuu dari kelas sebelah, kan?"
Angguk, aku membenarkan tebakanmu.
"Mulai sekarang dan seterusnya. Aku akan bersamamu. Kita berteman, ya!"
Orang pertamaku jatuh padamu.
Yang Pertama, berkenalan denganku.
Pertama, menatapku.
Pertama, membantuku.
Dan pertama yang jatuh di hatiku.
===========================
Beberapa hari setelah dan seterusnya, kau selalu berkunjung.
Entah dengan tangan kosong atau membawa sesuatu.
Kau mencerahkan hidup.
Mengubah warna-warni musim semi terlihat jelas di mata.
Dengan senyum dan tawa yang tak lepas dari wajah.
"Giyuu!"
Suara khasmu, selalu tak bisa kuabaikan.
Menjadi suara yang paling indah yang pernah terdengar.
Tanganmu melabrak mejaku.
Matamu berbinar-binar, bagai membawa sebuah kabar bahagia.
"Minggu depan, apa kau senggang?"
Anggukan lagi-lagi kujadikan balasan singkat untukmu.
Senyum lebar kembali muncul di wajahmu.
"Kalau begitu, sudah kuputuskan!"
Bingung, kau selalu memutuskan sesuatu tanpa kejelasan.
Dan itu hanya berlaku padaku, bukan yang lain.
"Apa yang kau rencanakan?"
Ucapku semilir, hampir saja tak terdengar telingamu.
Jari telunjuk kau dekatkan pada bibir, merahasiakan sesuatu dariku.
"Ra-ha-sia, kau akan mengetahuinya nanti."
Ucapmu dengan tawa bahagia setelah mendengar jawabku.
"Ngomong-ngomong, ayo ke kantin. Aku akan mentraktirmu!"
Lagi-lagi kau tak mengindahkan gelengan kepalaku.
Memutuskan sesuatu tanpa persetujuanku.
Sungguh tak adil, tapi entah kenapa aku menyukainya.
============================
"Onigiri atau roti isi?"
Sepertinya kau bertanya pada orang yang salah.
Aku bukanlah tipe pemilah sepertimu.
Apa yang ada, itu yang kuambil.
Telunjukku menunjuk asal, berharap pilihanku sesuai denganmu.
"Onigiri? hmm..."
Kau berpikir sejenak, kemudian langsung memesannya.
Setelah dapat, kau memilih untuk berjalan menuju atap, tempat dimana kumpulan para murid berada.
Sampai di depan pintu atap, aku berhenti, menggeleng padamu.
"Kenapa?"
Kau menanyakan perilaku-ku barusan.
Aku hanya menggeleng, hanya firasat buruk yang tak bisa kujelaskan padamu.
"Tak apa, Giyuu. Kan ada aku!"
Kau tak tau jelas maksudku.
Walau begitu kau sok mengerti tentang itu.
Pintu atap kau buka, menampakkan pemandangan dari atas atap.
Atmosfer biru muda milik sang langit menyegarkan mata.
Semilir angin dengan aroma musim semi merilekskan pikiran.
Serpihan kelopak sakura terbang bebas di udara, menimbulkan kesan romantis dalam kehidupan sekolah itu.
Kau berlari menuju titik nyaman yang kau pilah.
Melambaikan tanganmu, mengajakku untuk mempercepat langkah kaki.
Belum juga aku mencapaimu, tiga orang laki-laki menghadang.
Memandangku dengan rendah.
"Hey, siapa yang bilang kau boleh kemari?"
"Dasar tak tau diri!"
BUAGH!!
Satu pukulan jatuh di wajah, membuatku tersungkur ke belakang, menabrakanku pada dinding.
"Lemah sekali, hajar saja dia!"
Tap!
Seseorang menepuk pundak laki-laki itu.
Orang itu menatapnya dengan tajam, tangannya mencengkram keras pundaknya.
BUAGH!!
Kau langsung membanting pria itu ke samping, menabrakkannya ke lantai.
Tanganmu mengepal, menghajarnya tepat pada wajah.
"Apa yang kau lakukan?!"
Teman-temannya ikut membantu, namun tak seimbang dengan kekuatanmu.
Kau mengamuk dan terlibat pertengkaran tiga lawan satu.
"Hey, ada yang bertengkar! Panggilkan guru, cepat!!"
Seorang anak yang tak terlibat bergegas menuju ruang guru.
Memanggil seorang guru untuk melerai keributan itu.
============================
"Aduh! Pelan-pelan..."
Kau berakhir di UKS dengan wajah lebam.
Memang, kau berhasil melumpuhkan mereka.
Tapi tetap saja, kau terluka dibuatnya.
"Sejak kapan?"
Dagu kuangkat, menatap wajahmu yang kini terlihat sedih.
"Sejak kapan mereka menghajarmu?"
Kembali kuturunkan, aku tak menatapmu, mengingat betapa menyedihkannya diriku.
"Awal masuk sekolah. Aku sudah mengalaminya."
Kau memicingkan mata, menundukkan kepala dan menggigit bibirmu.
"Maaf...aku tak tau dari awal."
Geleng, aku menatap lensamu yang tertutup poni tebal.
Dagumu kuangkat, kini aku bisa melihat matamu berkaca-kaca.
Senyum tipis kutampakkan, berniat menghiburmu.
"Kau tidak salah, jangan menyalahkan diri. Kau yang bilang sendiri jika aku bersamamu maka semua akan baik-baik saja. Lihat? Aku baik-baik saja sekarang. Terimakasih sudah melindungiku."
Lensamu melebar, takjub dengan kalimat yang baru kuucap.
Tanganmu menyentuh punggung tanganku.
Senyum kembali muncul di wajahmu, menyinariku bagai cahaya jingga di petang hari.
==========================
Kini giliranku, aku yang harus berjalan menuju dirimu.
Kusiapkan mental untuk menemuimu di jam istirahat hari ini.
Tepat saat bel berbunyi, aku bergegas ke kelas sebelah-tempat dirimu berada.
Pintu kelas kugeser perlahan, dari sana aku bisa melihatmu duduk termenung menghadap jendela.
Aku berniat mendekatimu, namun seseorang lebih dahulu merebutmu.
"Sabito, hari ini makan bareng yuk~"
Seorang gadis manis berdiri di sebelahmu.
Lensa biru-surai hitam dengan wajahnya yang terlihat manis saat tersenyum.
"Boleh, di tempat biasa, kan?"
Kau berdiri dari tempat, melihat gadis itu mengangguk.
Tangannya merangkul lenganmu seperti sebuah pasangan.
"Hey, kau membuatku malu!"
"Tak apa, kan? bukannya itu sudah biasa?"
Kakiku membeku mendengar percakapan kalian.
Tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.
"Terserah, yang penting hari ini--Oh, giyuu?"
Kau mencapai pintu kelas, menangkap sosokku yang memerhatikan.
Gadis manis itu kebingungan, dia bertanya padamu.
"Siapa dia?"
Lensa birunya menatapku yang masih berdiri 'menghalangi' jalannya.
"Ini temanku, namanya Giyuu."
Senyum manis gadis itu tampak, begitu manis, memberi kesan 'imut' untuk gadis itu.
"Halo! Salam kenal~"
Aku kembali menatapmu, ingin mengetahui kejelasan akan siapa gadis ini.
"Maaf Giyuu, hari ini aku tak bisa--"
"Sabito, Ayo!~"
Berlalu begitu saja, dengan seorang gadis yang terlihat lebih muda darimu.
Mengabaikanku yang sudah berniat mendekatimu, begitu saja.
Kakiku berjalan kembali ke dalam ruang kelas.
Kuurungkan niatku untuk mengejarmu.
Hari ini aku menyadari bahwa dirimu sudah menemukan 'seseorang' yang pasti bukan aku.
Lagipula untuk apa aku begitu berharap?
=============================
Bel pulang berbunyi, di hari biasa aku selalu berjalan denganmu.
Berbincang tentang kebisingan juga kesibukan hidup anak sekolahan.
Namun hari ini berbeda.
Hanya untuk hari ini, aku tak ingin menemuimu.
Aku tak ingin memandangmu hanya untuk sehari ini.
Kakiku beranjak dari kelas menuju gerbang, dimana kau pasti menungguku di depan gerbang.
Atau aku yang akan menunggumu lebih dahulu.
Hari ini kaulah yang berdiri menunggu kehadiranku.
Lensamu menangkap sosok-ku, kau melambaikan tangan padaku.
"Giyuu!"
Aku ingin mendekatimu, berjalan denganmu dan berbincang denganmu.
Tapi....
Maaf...
Kakiku berlari menjauhimu, tanpa sekalipun membalas sapaan.
Kau memanggil namaku, namun aku berusaha untuk tak mendengarnya.
=============================
Terus berlari, jangan berhenti.
Terus berlari, jangan berbalik.
Aku tak ingin menatapmu.
Aku tak ingin menemuimu.
Tap!
Kau berhasil menangkap pergelangan tanganku.
Menghentikan langkah kakiku saat itu.
Nafasmu memburu, kau kelelahan setelah berlari mengejarku.
Suara keras kau lampiaskan, bertanya-tanya dengan perilaku tiba-tibaku.
"Kenapa? haah...Kenapa kau lari? Ada apa denganmu,Giyuu?!"
Diam, aku menatapmu tanpa setetes emosi.
Mulut mulai kubuka, menyatakan rasa sesak yang kutahan sejak tadi.
"Kau sendiri...kenapa mengejarku?"
Alismu terangkat, bingung dengan ucapku.
"Kau sudah punya pacar, bukan? kenapa tidak kau berjalan dengannya saja? kau tak perlu repot-repot mengejarku!"
"Kalau kau menyukainya, PERGI DENGANNYA SAJA SANA!"
Suaraku tak kalah kerasnya denganmu.
Sekeras itu pula jeritanku saat menatapmu bersama yang lain.
Seharusnya aku tak mengatakan ini padamu karena aku tau ini memalukan dan aku tak pantas menyukaimu, bukan?
Kau terdiam mendengarku, apa kau menyesal? apa kau akan pergi setelah ini? apa kau akan menganggapku aneh dan akan menghajarku sama seperti yang lain?
Bukan, bukan itu.
Kau melakukan sesuatu yang berbeda dari perkiraan.
Tanganmu mengangkat wajahku yang kini berderai airmata.
Kau usap airmata itu dariku, kemudian menunjukkan senyum keseharian.
"Aku senang kau menyukaiku, Giyuu."
"Tapi maaf, sepertinya kau salah paham."
Salah paham? Apa maksudmu salah paham?
"Gadis itu bukan pacarku. Dia adikku dan dia selalu ingin bersamaku. Namanya, Makomo. Dia memang berbeda dariku tapi percayalah dia hanyalah adikku."
Singkat penjelasannya, namun pikiranku sudah pergi begitu jauh.
Aku benar-benar tak tau jika gadis itu adalah adiknya.
Tampak berbeda, namun mereka bersaudara.
Ah, ini memalukan.
Aku sudah mengatakan sesuatu paling memalukan dalam hidupku.
Dimana harus kutaruh wajahku?
"Jadi kau mengira aku berpacaran dengannya?"
Dia tertawa melihat wajahku mulai memerah semerah kepiting rebus.
Satu usapan dia jatuhkan dikepalaku.
"Tenanglah, aku tak menyukai siapapun sekarang."
"Tapi...mungkin suatu hari nanti."
============================
Hari yang dijanjikan telah datang.
Ternyata dia mengajakku untuk berhanami, melihat bunga sakura gugur bersama-sama.
Aku sudah menunggunya di dekat pintu masuk acara hanami itu.
Dengan yukata berwarna biru tua yang senada dengan suraiku.
Suara jejak terompah terdengar dari kejauhan.
Itu dirimu menggunakan yukata berwarna hijau, berlari mendekatiku.
"Gomen! Aku terlambat. Makomo memaksaku untuk membawa mochi sakura buatannya."
Aku hanya menatapnya khawatir, apa dia baik-baik saja?
Lagipula aku tak menganggapnya terlambat.
"Yosh, ayo kita kesana!"
Dia menunjuk ke arah bukit, tempat sebuah kuil dibangun disana.
Tangannya menggenggamku, dia menggiringku ke tempat itu.
Berjalan bersama sambil bergandeng tangan.
Degub jantungku mulai terdengar seperti tapak kaki kita.
Bersama menyusuri jalan penuh pohon sakura berwarna merah muda.
Sampai juga kaki ini di bukit kuil.
Tak sebegitu ramai disana, karena orang-orang sudah usai berdoa.
Disanalah kita duduk berdua, melihat gugur kelopak sakura bersama.
Ditemani angin malam semilir mengusap wajah.
"Nee, Giyuu..."
Kau membuka pembicaraan kali ini.
Bukan pertama sudah jika kau yang membukanya.
"Apa kau punya seseorang yang disukai?"
Topik yang kau pilih terdengar begitu ekstrim di telingaku.
Belum apa-apa telingaku sudah memerah.
"Aku... punya seseorang yang kusukai saat ini."
Seketika mengetuk dadaku begitu keras.
Apakah ini benar-benar sosok wanita yang dia sukai?
Apa tak apa aku mendengar darinya?
Kau menundukkan kepalamu, bagai sedih setelah mengatakannya.
"Tapi aku tak tau bisa menyatakan perasaanku padanya."
Kepala kumiringkan, berkata 'kenapa?' secara tidak langsung.
"Karena aku tak tau apakah dia akan menyukaiku kembali atau tidak."
Kini dia menatapku dengan senyum miring, terlihat seperti kehancuran dimataku.
"Nee, kalau kau disukai seseorang. Apa yang akan kau lakukan? Menerima atau menolaknya?"
Itu pertanyaan besar untukku, aku tak pernah disukai siapapun.
Lebih tepatnya semua orang seperti membenciku. Berharap sosokku menghilang saja dari tanah tempat berpijak.
"A-aku..."
Aku tak mana yang terbaik, tapi aku menyatakan ini sesuai dengan naluri.
"Mungkin...menerima...dia."
Tap!
Tiba-tiba tanganmu menggenggam tanganku.
Kau dalamkan tatapanmu padaku, tak percaya dengan ucapan barusan.
"Sungguh?"
Angguk, walau tak yakin.
Ah, mungkin setelah ini dia akan menemui seorang wanita dan menembaknya saat itu juga.
"Daisuki!"
Ucapnya barusan begitu mengejutkan.
Tiba-tiba saja dia mengatakan 'suka' di depanku.
"Aku menyukaimu Giyuu! S-sejak awal kita bertemu!"
Suaramu mulai bergetar, seperti canggung mengatakannya.
Terlihat dari pipimu yang kini merona.
"Aku tak berani menyatakannya karena aku takut kau akan menolakku. Uhh...ini terasa aneh. Kau boleh menolakku kalau--"
"S-suki..."
Bibirku bergerak sendirinya, tanpa aba-aba apapun.
Giyuu : "A-aku juga...menyukaimu sejak awal. Tapi aku juga takut kau sudah menyukai yang lain. Rasanya begitu aneh di dekatmu, hatiku tak bisa berhenti berdegub."
Sabito : "Apa itu alasan kau selalu diam saat bersamaku?"
Giyuu : *terkejut*
Sabito : "Pfft...Hahaha!!"
Giyuu : "A-apa yang lucu?"
Sabito : "Tidak tidak, hanya saja..."
Sabito mendekatkan wajahnya padaku.
Begitu dekat, mungkin tidak sampai lima sentimeter jaraknya.
"Karena aku merasakan hal yang sama denganmu. Tak bisa menghentikan degub yang terdengar sampai telinga."
"Daisuki da yo, Giyuu."
Lensaku melebar, tak percaya dengan apa yang baru saja dia katakan.
Wajahnya semakin dekat, begitu dekat!
Bersama-sama menutup mata dan mempertemukan bibir.
Menikmati rasa manis dan kehangatan dalam warna semu guguran bunga sakura yang terhempas angin malam.
"Aku tak akan meninggalkanmu, aku berjanji padamu, Giyuu..."
Pohon sakura menjadi saksi akan janjimu, juga perasaan kita yang menyatu.
Kau dan aku menemukan jawaban, kini menghabiskan waktu bersama dengan sekotak mochi sakura yang terasa manis saat menyentuh lidah.
Begitu manis...
Begitu hangat...
Begitu indah...
Momen terindah dan termanis yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
Tak akan pernah terlupa sampai ajal menjemput.
===========================
Tiga hari setelahnya, kau berencana untuk mengajakku berkencan di taman pusat kota.
Aku, dengan kostum lengkap, tak lupa dengan senyum manis yang kini bisa kunampakkan sudah kusiapkan.
Menunggu dirimu yang masih dalam perjalanan.
"Aku sudah dekat dan aku akan membwa kejutan untukmu, tunggulah disana!"
Ucapmu melalui handphone yang kugenggam.
Sambil terus menatap jam yang tak berhenti berjalan, dengan sabar menunggu kehadiranmu.
============================
Tiga puluh menit terlewat, namun kau tak juga memunculkan diri.
Apa kau baik-baik saja?
Apakah kau terjebak kemacetan?
Hatiku gundah akan dirimu.
Aku berlari menuju lokasimu terakhir kali menelfon.
BEEP!! BEEP!!
WIUU! WIUUU!!
Suara klakson mobil terdengar begitu juga suara sirine setelah aku melalui beberapa toko.
Kemacetan terlihat jelas dari jalan raya, sesuatu pasti telah terjadi.
Hati ini semakin gundah, firasat buruk menerjangku.
Kakiku berlari menuju asal kemacetan itu.
Segerombol orang dengan polisi berdiri diujung jalan, tepatnya zebra cross.
"Kudengar ada yang tertabrak mobil, apa itu benar?"
"Benar, seorang pria berambut peach. Dia membawa sebuket bunga mawar. Sepertinya dia ingin bertemu dengan pacarnya."
"Kasihan sekali, pacarnya pasti akan sangat terpukul mendengar kabarnya."
Aku mendebgar desas-desus perbincangan orang-orang di jalan itu.
Dalam hati kusematkan doa yang tak mungkin pernah terkabul.
'Kumohon jangan dia!'
'Jangan sampai dia!'
'Tuhan, kumohon!!'
Langsung saja kuterobos gerombolan orang yang mengelilingi tempat kejadian itu.
Begitu juga polisi yang sempa menghadangku, kudorong begitu saja.
Langkahku berhenti dalam suatu scene tempat kejadian.
Lensaku melebar,
jantungku berhenti berdetak,
kakiku bergetar.
Seorang pria dengan surai peach berkacamata.
Terbaring dalam kubangan darah yang tak lain adalah miliknya.
"Nggak...NGGAAK!!"
Aku langsung merangkul tubuh tak berdayanya, menepuk-nepuk pipinya.
Berusaha membangunkannya dari mimpi buruk hidupku.
"Sabito! SABITO!!"
Kelopak mata kau buka perlahan.
Tatapan lemahmu mengarah padaku.
Bibirmu berusaha mengucap sesuatu dengan terbata-bata.
"G-giyuu...m-maafkan..aku.."
Aku menggeleng, tak mempercayai kejadian ini benar-benar terjadi.
Giyuu : "Kau tidak salah, Sabito! Kau tak perlu memintamaaf! "
Sabito : "A-aku...tidak...menepati... janjiku..."
Sabito : "Maaf.."
Kau mengusap airmata yang menetes dari mataku.
Menenangkanku yang tak akan pernah kembali tenang.
Sabito : "Maaf..maaf..aishiteru...giyuu..."
Giyuu : "Nggak...Sabito? Sabito? Sabito...?"
Wajahku kutenggelamkan di tubuhmu yang mulai mendingin.
Sementara orang yang memerhatikan, menampakkan rasa simpatinya padaku.
Hari itu,
hari pertama dimana kau akan meresmikan diriku menjadi milikmu.
Lenyap begitu saja.
Bukanlah,
merah mawar lagi yang mewarnai hari kebahagiaan kita.
Bukanlah,
senyum bahagia yang menyinari hari berharga yang tak kan terlupa.
Namun tangis duka juga merah darah segar yang mewarnai hari penting kita.
Juga perpisahan dan pertemuan singkat yang menjadi sejarah dimana kau dan aku bertemu dalam kehidupan ini.
"Aishiteru mou...Sabito."
Ucapan terakhirku semoga tersampaikan padamu.
Melambaikan tangan, tanda perpisahan kita.
Yang hidup di dunia yang berbeda dengan perasaan yang sama.
============================
"Woah! Terimakasih kakak! Aku akan selalu mendukung tulisanmu!"
Seorang anak laki-laki berterimakasih padaku setelah menandatangani bukunya.
"Aku fans beratmu! Terimakasih sudah menulisnya. Aku sangat menyukai tulisanmu! Ceritanya mengingatkanku dengan pacar lamaku."
Seorang wanita antara senang dan sedih menyodorkan buku yang dibelinya padaku.
"Semoga kau senang dengan pacarmu yang sekarang. Aku akan mendoakan kebahagiaan kalian."
Wanita itu mengangguk, kemudian pergi dengan senyum bahagia.
Dia adalah orang terakhir yang mengantri di barisan meet n greet di stanku.
Sekarang saatnya aku menutup stan-ku hari ini.
"Maaf?"
Seorang pria berdiri di depan stanku.
Dia mengenakan hoodie hitam yang menutupi wajahnya.
Suaranya terdengar aneh, seperti pernah kuketahui sebelumnya.
Pria : "Saya ingin meminta tanda tangan. Apa masih sempat?"
Giyuu : "Oh, tentu."
Kembali lagi kugoreskan spidolku ke sampul buku bersampul biru tua itu.
Menulis panggilanku sebagai tandatangan sebuah buku yang tak lain adalah karyaku.
"Terimakasih banyak, aku harap kau bisa kembali menemukan Kebahagiaanmu."
Pria itu berjabat tangan denganku, tangannya begitu lembut.
Dia juga tersenyum padaku, dengan senyum yang jelas kukenal sebelumnya.
Tap!
Tangannya kutangkap sebelum dia sempat berjalan menjauh dari stanku.
Giyuu : "Kau..."
Pria itu tertawa, dia melepas tudung hoodienya.
Senyum lebarnya ditampakkan padaku.
Sabito : "Ketahuan, ya?"
Giyuu : "Aku mengenalmu jelas, Sabito."
Sabito : "Hahaha, ya ya kau benar-benar pintar mengingatku."
Sabito : "Hmm...jadi kau menulisnya menjadi buku?"
Giyuu : "Uhh...ya. Aku benar-benar tak bisa melupakannya."
Sabito : *senyum,usap kepala giyuu*
Sabito : "Itu sudah lama sekali Giyuu. Kenyataannya aku bisa melewati itu semua kan sekarang."
Giyuu : "Ya, aku benar-benar bersyukur saat kau siuman dari koma."
Sabito : "Tapi aku tak menyangka kau akan membukukan kejadian lima tahun lalu."
Sabito : "Aku senang bisa kembali denganmu lagi, Giyuu."
Giyuu : "Aku juga senang bisa melihatmu lagi, Sabito."
Kejadian lima tahun lalu...
Seorang pria, Sabito, mengalami tabrak lari saat menyebrang zebra cross.
Pria tersebut dinyatakan koma selama tiga bulan.
Dia berhasil melewati masa kritis dan kembali pada kehidupan.
Dimana pasangannya tengah menunggu dan berdoa untuk kesadarannya.
Tomioka Giyuu, seorang penulis novel yang populer saat itu.
Dengan penulisan yang indah juga dari pengalaman sendiri, dia menulis buku berkesan romansa anak SMA.
"Kisah"
Judul novel miliknya, menceritakan pasangan yang dipisahkan oleh takdir.
Dimana seorang pria pergi meninggalkan sang wanita yang tak mengenal cinta.
Cerita yang sederhana dan klise.
Dengan cara penulisannya yang unik dan berbeda, Giyuu berhasil mendapat penghargaan penulis terbaik di bulan itu.
Kisah dua orang yang sebenarnya tak bisa bersama, telah berubah.
Kini mereka bergandeng tangan dan membagi momen kehidupan.
Bersama dan selamanya.
===========================
-Kisah (end)-
Halo halo,para readers ≧∇≦)/
Gimana nih cerita thor kali ini?
Bagus jeleknya, tulis dikolom komentar ya!
Terimakasih sudah membaca karya kali ini.
Jumpa lagi di karya thor selanjutnya :3
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro