❄️[26]❄️ Berpisah
Selamat malam. Wah, sudah tiba di part 26! Kasev ngggak nyangka, kalian masih baca cerita ini. Semoga selalu sabar yaaa melihat kisah Elsa.
Happy reading ....
❄️❄️❄️
Elsa selalu sehat selama tinggal di perantauan. Ia dapat terus bekerja dua shift dalam satu hari. Dengan badannya yang mungil, 152 cm, dunia dan seisinya mampu ia pikul. Lalu lihatlah siapa manusia di balik cermin dengan wajah tanpa cahaya itu! Berjalan dari kasur ke kamar mandi saja ia perlu menyiapkan banyak tenaga.
"Tinggal di rumah Mama saja." Mama Ayu berdiri dengan tangan terlipat di pintu kamar mandi yang terbuka.
Elsa tak tahu kapan mertuanya datang. Siapa yang memberitahu Mama Ayu bahwa keadaan Elsa begitu lemah? Ini sungguh bukan Elsa Kaitalasfha.
"Enggak! Emang Mama siapa? Aku suaminya, Elsa tanggung jawabku, bukan Mama." Dygta menyela ucapan mamanya sendiri, juga menggeser Mama Ayu dari pintu untuk mendekati Elsa. "Ayo," ucap Dygta pada Elsa dengan begitu lembut.
Lengan Elsa menghalau lelaki itu. Selagi mampu berjalan sendiri, ia akan lakukan. Dygta hanya suka mencari kesempatan. Mungkin dia pikir, selama Elsa tak berdaya, dia akan dianggap pahlawan dan Elsa melupakan kemarahannya. Dygta salah.
"Sepertinya aku mau ikut dengan Mama," ujar Elsa. Lebih baik dia menjauh dari Dygta, si sumber masalah, yang membuat ia mual-mual.
Elsa coba berdamai dengan rasa takutnya. Bahwa selama ini Dygta normal, bukan abnormal yang suka melacak Elsa dari jauh. Bahwa kata-kata Dygta memang benar, untuk memastikan Elsa tak ada yang mengganggu. Bahwa sikap Dygta selama ini tak menunjukkan tanda-tanda kalau dia seorang penguntit dalam serial misteri.
"Minggir kamu!" Kali ini Mama Ayu menang atas Dygta.
Elsa menyambut uluran tangan mertuanya. "Tolong minta Dygta keluar, Ma," pintanya.
"Elsa?" Suara Dygta memprotes lemah.
Elsa sempat melihat wajah sedih lelaki itu, mungkin merasa tak dibutuhkan.
"Dengar sendiri." Mama Ayu memukul kepala Dygta bagian belakang.
Begitu Elsa duduk di tempat tidur, Mama Ayu menendang pantat Dygta keluar, dan mengunci pintu kamar.
"Ma." Elsa merasakan matanya panas.
Mama Ayu dengan wajah galaknya hanya menatap Elsa. Elsa tidak merasa takut. Sama seperti ketika berhadapan dengan Wawa, Mama Ayu malah membuat Elsa ingin membicarakan isi hatinya.
"Ma." Hanya kata itu yang diulang-ulang.
Ribuan kosakata di otak, berdesakan minta dikeluarkan melalui mulut. Lama-lama bibir itu gemetar oleh tangis yang ditahan.
"Memangnya ketika Mama hamil, keadaannya seperti aku? Aku tidak mau seperti ini."
Mama Ayu justru menoyor kening Elsa dengan pelan. "Maunya bagaimana? Dibatalkan saja hamilnya? Begitu maksud kamu?"
Elsa-lah yang kini ingin menguncir bibir mertuanya. Mana mungkin hamil dapat dibatalkan. Namun, dengan kalimat-kalimat demikian, tangisan calon mama muda itu akhirnya berhenti. Air matanya tak lagi mengancam akan jatuh.
"Aku tidak tahan dengan Dygta," adunya kepada sang mertua.
Mama Ayu mengubah duduknya menjadi lebih santai, dengan menelekan kedua telapak tangan pada kasur di sisi-sisi tubuhnya. Pandangan aktris senior itu menerawang.
"Dygta menyakiti perasaanmu?" tanya Mama Ayu, menolehkan lehernya ke samping, ke hadapan Elsa. Ia melirik Elsa dari balik kacamata cembung.
Elsa menggeleng. Namun, kenapa dia menangis jika perasaannya tidak disakiti?
"Dygta bikin mualnya makin parah. Aku tidak tahan Dygta ada di dekatku. Dan dia selalu ingin dekat-dekat."
"Parfumnya bau?" tanya Mama Ayu.
Elsa mengangguk. Ia akan melarang Dygta pakai parfum yang biasa.
Mama Ayu malah tertawa, persis seperti ketika main di sinetron. Tawa lucu, tetapi menyebalkan.
"Kalau dia tidak memakai parfum, nanti aroma badannya yang bikin kamu muntah-muntah."
Kening Elsa mengernyit. Sebegitu bencinya Elsa, hingga membuat mertuanya sampai paham. Elsa hormat kepada orang yang melahirkan bibit buaya ini.
"Sekarang perasaanmu bagaimana? Apakah mualnya hilang?"
Elsa berpikir sesaat. Betul sekali, bahkan ia merasa tak begitu lemas seperti tadi. Elsa ke pinggir tempat tidur, kemudian merosot ke lantai. Ia berdiri tanpa alas kaki, kemudian berjalan memutari tempat tidur.
"Aku sudah bisa bekerja!" Elsa menutup mulutnya dengan telapak tangan akibat rasa takjub.
"Kemas-kemas barang yang diperlukan. Kamu bisa kerja apabila berjauhan dari Dygta, seperti sekarang."
Elsa merasa terharu karena mama mertua justru mendukungnya.
"Heh! Tidak perlu baju." Mama Ayu meralat perintahnya. "Azura akan mencarikan pakaian yang cocok untukmu. Bawa badan saja. Mari."
Mama Ayu menarik lengan Elsa bagai menarik balita untuk mandi sore, sehabis bermain lumpur. Mama Ayu bukan menganggap wanita ini seperti menantunya, melainkan seorang bocah. Apalagi jika melihat betapa mungilnya sang menantu dibandingkan dirinya.
Aksi mereka langsung disambut seorang pria gondrong yang sikapnya menunjukkan kesiapsiagaan. "Elsa mau dibawa ke mana?"
Mama Ayu tersenyum miring, senyum yang biasa muncul di sinetron yang dia perankan.
"Tempat aman untuk menyelamatkannya," bisik Mama Ayu dramatis di samping telinga Dygta.
Dygta cepat-cepat menarik tangan Elsa ke sisinya. "Ma, tolong jangan campuri urusan rumah tangga kami."
Malangnya, Mama Ayu dengan kejamnya menarik kunciran rambut Dygta.
"Aw–ampun ampun, Ma! Sakit! Jangan rambut, dong, Ma. Rambutku rontok Mama jambaki!"
Elsa hendak melangkah mengikuti ibu dan anak itu. Ia kasihan melihat wajah Dygta memerah sampai ke telinga. Sekuat-kuatnya tenaga buaya, ternyata dia takluk saat diseret oleh induknya. Padahal, Dygta bisa saja melawan, karena ia tentunya lebih kuat. Namun, suaminya yang suka bicara ceplas-ceplos terhadap sang mama, di mata Elsa tetap hormat pada ibunya. Ia hanya anak kecil di depan Ayu Sulastika yang dulu melahirkannya. Refleks tangan Nyonya Dygta menyentuh perutnya sendiri.
"Kamu di sana aja! Aku perlu bicara dengan anak ini!" perintah Mama Ayu ketika menyeret Dygta ke balkon apartemen.
Lelaki itu berteriak kesakitan sampai mereka hilang di balik pintu. "Udah, udah, ah, Ma!"
"Malu sama Elsa, Ma! Nih, hasilnya. Banyak rambut yang tercabut karena Mama."
Kedua sudut bibir Elsa tertarik mendengar keluhan Dygta.
"Rambutmu memang sudah seharusnya dicabut semua."
"Oh, tidak bisa, Mama!" Dygta masih bersungut-sungut setelahnya, mengeluhkan kulit kepalanya yang berdenyut-denyut.
"Mama mau bawa Elsa gitu?" Dygta mengurangi volume suaranya. "Ooh tidak bisa, Mamaku Sayang!"
Elsa yang penasaran mendengar suara yang samar-samar pergi ke balik dinding, tempat dua orang itu berbincang. Anehnya, mereka menjauh dari Elsa dengan maksud supaya Elsa tak mendengar, tetapi bicaranya bukan dengan berbisik.
"Kenapa tidak bisa? Yang bikin Elsa stres itu kamu, bukan Mama. Jadi, Elsa pasti nyaman di dekat Mama daripada kamu! Kadal!"
"Ma." Dygta terdengar memelas.
"Elsa sudah tahu semuanya, 'kan?" tanya Mama Ayu.
Elsa merasakan degupan di dadanya mengencang. Ia bertanya-tanya, apakah ibu dan anak itu memiliki rahasia?
"Dari awal Elsa emang udah tahu."
Apa?
"Goblok! Kamu main-main seperti papamu? Bapak anak titisan kadal semua!"
"Ma!" protes Dygta. "Semua itu kecelakaan! Aku memang main-main dengan mereka, tapi aku serius sama Elsa. Dan aku bukan kadal! Kata Elsa, buaya–aw, aduh, Mama, perih!"
Elsa mengintip, ternyata Mama Ayu mencubit rambut di sudut telinga Dygta. Memang benar ternyata Mama Ayu suka mencubit. Karena itu, obrolan mereka menjadi lebih seru. Mama Ayu seratus persen tipe mama-mama antagonis, bahkan kepada anak semata wayangnya sendiri.
Apa yang membuat mereka bertengkar? Elsa masih penasaran.
"Kasih aku waktu untuk meyakinkan Elsa. Kalau Mama bawa Elsa, bisa-bisa dia makin jauh dariku."
Elsa merasa tersiram air dingin mendengar kalimat suaminya barusan. Cara Dygta menyebut namanya pun terdengar manis di telinga Elsa.
Mama Ayu tertawa.
Elsa mengintip mereka lagi.
"Jadi, Elsa minta berpisah? Goblok! Kadal bodoh! Makanya jangan suka main-main dengan perempuan! Rasakan akibatnya! Untung hanya satu yang bikin drama! Jika semuanya datang mengaku hamil, Mama bakalan amputasi burungmu, diawetkan sekalian! Mama adakan pameran gratis di museum!"
Ah, jadi itu. Elsa mulai paham apa yang tengah mereka perdebatkan.
"Mama bantu aku, bukan malah ngatain–aduh, aduh, Ma, ampun! Mama nggak capek nyakitin aku? Makanya aku males ketemu Mama, suka main kasar."
Elsa menyukai Mama Ayu yang mengata-ngatai dan memarah-marahi Dygta. Bibirnya tersenyum lebar melihat interaksi ibu dan anak itu. Melihat nasib suaminya, Elsa jadi cekikikan sendiri. Ia mulai merasakan takutnya menghilang. Elsa menyimpulkan jika Dygta tidak memiliki niat jahat ketika mengirim orang untuk mengikutinya. Apakah mungkin orang jahat rela dicubit dan dijambak oleh mamanya? Mengingat itu, wajah Elsa kembali dihiasi senyuman.
"Elsa harus dipisahkan darimu."
Perkataan Mama Ayu membuat degupan di dada Elsa melonjak lebih tinggi dari yang tadi. Kagetnya bukan main mendengar keputusan sang mama mertua.
Dygta berlutut di depan Mama Ayu. Wajah Dygta juga terlihat bingung, seperti yang Elsa rasakan saat ini.
"Istrimu ngidam."
Dygta menengadah ke mamanya, sementara Elsa menyentuh perutnya dengan terheran-heran.
"Ngidamnya cukup unik. Dia akan mual kalau mencium aroma dari tubuhmu. Demi istrimu, kamu harus menjauh atau istrimu yang menjauh."
"Bukan, pasti karena Elsa lagi marah sama aku. Dia nggak mungkin mual karena aku enggak punya bau badan! Tuduhan Mama menyakitkan tau."
Mama Ayu menoyor kening Dygta yang masih senang duduk berlutut.
"Mau kita tes?"
"Jangan!" teriak Elsa. "Dyg! Mama benar. Aku nggak mau lihat kamu sampai mualku sembuh sendiri."
❄️❄️❄️
"Mama tahu kalau Dygta suka main-main dengan perempuan?" tanya Elsa dalam perjalanan menuju kediaman sang mertua.
Mama Ayu menatap Elsa dengan wajah datar. Tak lama pandangannya kembali lurus ke depan.
"Kepalamu kecil, masa isinya juga kecil? Aku sudah bilang kalau Dygta tidak ada bedanya dengan Regaf, kan? Kenapa aku katakan seperti itu? Karena aku punya alasan."
Bibir Elsa membentuk huruf o. "Mama juga tahu kalau Dygta em ...." Elsa menggulung-gulung ujung blusnya. Lalu ia menggeleng. "Nggak ada apa-apa, Ma."
"Apa kamu ingat alasan Regaf datang waktu itu?" Mama Ayu menoleh kepada Elsa, menatap Elsa di balik kacamatanya. "Mama langsung konfirmasi kepada Dygta dan papanya."
Elsa mengingat-ingat pertemuannya dengan papa Dygta.
"Aku mendengar Dygta menghamili perempuan. Kukira benar, ternyata hanya isu."
"Seorang wanita datang ke kantor untuk mencari Dygta. Aku rasa karena Dygta meninggalkannya atau bagaimana. Dia mengamuk, memaki-maki semua orang yang terlihat, dan meminta Dygta untuk bertanggung jawab menikahinya, karena Dygta bikin dia hamil. Dygta tidak berada di kantor, justru Regaf yang melihat semua kegilaan wanita itu."
Elsa dapat membayangkan seperti apa kacaunya kantor papa mertuanya akibat ulah Sisy.
"Tujuan Regaf pulang di saat kamu datang, sepertinya dia ingin tahu, wanita yang Dygta bawa pulang ke rumah adalah si wanita gila atau bukan."
Elsa menelan ludah. Ia menebak bahwa kejadiannya pasti ketika Dygta bilang tak ingin menikah dengan Sisy.
Mama Ayu mengamati sekelilingnya. "Ada CCTV khusus di luar sana, tempat Regaf bisa memantau aktivitas keluar masuk rumah ini."
Elsa membentuk huruf dengan bibirnya. Calon ibu muda itu paham kenapa papa Dygta bisa datang tepat ketika Elsa tengah di rumah mama mertua.
"Lalu apa kata Dygta?" tanya Elsa pelan.
"Dia hanya main-main. Dia takkan ceroboh membuat partner-nya hamil."
Elsa masih memilin ujung blusnya. Penjelasan Mama Ayu cukup sinkron dengan pengakuan Dygta.
"Kalau itu anak Dygta?"
"Kamu tahu Dygta menghamili wanita itu, kenapa kamu tetap menikah dengannya? Bukankah artinya kamu siap dengan semua yang akan terjadi di depan?" tanya Mama Ayu dengan lirikan tajam.
"I-iya," jawab Elsa gagap. Memang Elsa-lah yang merebut Dygta dari calon anaknya.
"Namun, bukan berarti suamimu bebas berhubungan dengannya atau wanita mana pun setelah menikah. Bukan begitu, El?"
Elsa mengangguk.
Mama Ayu memukul punggung tangan Elsa. "Jika benar itu anaknya, uang kami dapat menjamin anak itu tumbuh dengan baik, bahkan sampai dia tua."
"Hah, banyak sekali orang berbuat licik demi hidup enak," keluh sang aktris senior. "Jangan mudah tertipu drama-drama mereka."
Mertua dan menantu itu memilih diam cukup lama. Elsa memejamkan matanya, menikmati suasana yang damai. Entah kenapa ada sedikit lega yang mengisi perasaan gadis itu. Pikirannya juga mulai tenang.
"Pastikan saja Dygta tidak lepas ke tangan wanita mana pun. Mama akan menjadikan dia gembel jika Dygta menduakanmu."
❄️❄️❄️
1802 kata
Bersambung ....
Muba, 20 Agustus 2024
Berapa lama mereka akan berpisah?
Sebentar?
Selamanya?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro