❄️[15]❄️ Menjadi Istri Buaya
Siap kondangan?
Yuk, langsung baca aja. 🥳🥳🥳
❄️❄️❄️
Waktu seakan berlari ke bulan Juli. Dua puluh hari persiapan untuk akad, kini Elsa Kaitalasfha resmi menyandang status sebagai Nyonya Dygta Elfasya Prameswara. Akad nikah dilakukan di kediaman mempelai wanita sekaligus pesta sehari, seperti yang biasa ada di desa tersebut.
Sepasang pengantin kini duduk berdampingan di kursi pelaminan. Hiburan organ tunggal diisi oleh suara para tamu yang buta nada. Sesekali kedua mempelai akan melakukan foto bersama tamu yang datang, baik rombongan teman sekolah Elsa maupun tetangga dari kampung ini. Tak ada tamu pihak Dygta. Lelaki itu hanya diantar oleh ibunya, minus ayahnya. Ibunya mengajak Mbok Dah dan Pak Puro, sopir pribadi Ayu Sulastika.
Pandangan Elsa melihat ke halaman rumahnya yang telah disulap begitu semarak. Dua tenda hajatan dipenuhi mawar putih. Tirai menjuntai berwarna keemasan. Meja-meja bundar dengan taplak putih keemasan, berisi aneka makanan, minuman, dan buah-buahan. Bunga-bunga imitasi diletakkan di sudut-sudut kursi dan meja tamu. Stand-stand makanan khas daerah berjejer seolah ini adalah pesta UMKM, alih-alih pernikahan.
Namun, pikirannya bukan tertuju kepada wajah-wajah bahagia yang tengah mencicipi hidangan. Gadis bergaun pengantin merah hati itu memutar ingatan, kenapa hari ini bisa terjadi.
Pagi itu di villa, Elsa merasakan dirinya ditelanjangi. Semua rahasia hidupnya terpampang nyata di hadapan Dygta. Sungguh ia merasa terancam sebab ia tak tahu sampai di mana Dygta mengetahui rahasianya. Terjawab sudah pertanyaan selama ini kenapa Dygta tidak ingin membahas atau menanyakan soal keluarganya di kampung. Lelaki jangkung itu mampu mencari informasi sendiri. Apakah jebakannya bersama Inara tak luput dari pengetahuan Dygta? Entahlah, Elsa takut mendengar yang sebenarnya.
Maka tercetuslah permintaannya. "Nikahi aku. Tapi lakukan semuanya di tempatku, tanpa membawa banyak orang. Rahasiakan dari lingkup pertemananmu, mamamu, dan papamu. Rahasiakan siapa kalian dari mamaku."
Permintaan khusus itu tak mendapatkan penolakan sedikit pun. Elsa telah pasrah, apa yang ia lakukan, Dygta takkan mau melepaskannya untuk saat ini. Sepasang buku nikah telah mereka tanda tangani tadi pagi.
Elsa menoleh ke sebelahnya. Dygta yang hari ini memakai tanjak, topi adat khas Palembang, terlihat sangat tampan. Pemuda itu memandang ke tempat tamu-tamu duduk, dan sesekali pandangannya beralih ke atas panggung. Ia terlihat menikmati pemandangan yang mungkin aneh baginya. Anak lelaki orang kaya itu tampaknya baru kali ini datang ke hajatan di desa, bahkan menjadi tokoh utamanya. Entah kenapa perasaan Elsa melunak.
"Dyg, lucu," bisik Elsa.
Dygta mendekatkan telinganya agar dapat mendengar gibahan Elsa dengan lebih jelas.
"Mereka sama kayak aku ketika pertama lihat mama kamu–"
"Mama. Mama aja," ralat Dygta.
Elsa mengangguk. "Kami kayak kenal, tapi lupa pernah kenal di mana," sambung Elsa. "Apalagi lihat Mama di pesta nikahan orang kampung, kan nggak mungkin, Dyg."
Dygta tergelak. "Kenapa nggak mungkin? Itu Mama, dan ini anaknya." Dygta menunjuk dadanya.
Elsa melambai di depan wajah Dygta.
"Kamu sering lihat Mama di televisi?"
Elsa mengangguk antusias. "Aku dulu tiap malam hiburannya hanya sinetron. Kurasa orang desa di sini juga sama. Tuh lihat yang di sana, mereka curi-curi pandang ke Mama. Untung nggak dikenali, ya. Kasihan Mama nanti capek melakukan ramah-tamah dengan mereka."
Dygta lalu mengusap punggung tangan Elsa. "Kiri dan kanan kita hanya ada mama masing-masing. Pak Regaf yang terhormat pasti sedang sibuk sama istri barunya. Oh iya, bentar lagi kita dapat adik bayi," ujar Dygta tertawa kecil. "Susulin, yuk, biar anak kita usianya gak jauh beda sama adik kita."
Wajah Elsa lantas bersemu. Untung dia menggunakan riasan yang sangat tebal. Namun, rasa hangat yang menjalar di pipinya tak dapat dibohongi. Mereka yang asyik bercanda tidak mendengar guyonan MC meledek kelakukan mereka. Elsa dan Dygta fokus kepada diri mereka sendiri dan melupakan tempat. Sampai acara selesai, kedua mempelai hanya berbicara hal-hal ringan saja. Seolah tak ada perseteruan di antara mereka jelang pesta pernikahan.
"Kalau aku gendong kamu ke kamar dari sini, bisa viral nggak, El?" tanya Dygta ketika para gadis menjemput Elsa untuk turun dari pelaminan. Salah satu dari gadis-gadis itu adalah Elga, adik bungsu Elsa.
"Nggak usah aneh-aneh!"
"Kakaknya lucu," ucap salah seorang gadis tetangga Elsa memuji perangai Dygta.
"Itu tidak lucu, Liv. Dia cuma berulah setelah bersikap normal seharian ini. Aslinya begini," kata Elsa.
"Menurut kalian aku berani gendong Kak Elsa turun?" tanya Dygta dengan alis naik turun kepada Elsa.
"Dygta!" Elsa pun melepaskan heels-nya, nyaris ia arahkan ke kepala Dygta.
Elsa memegang tangan Livia, tetangganya yang tamat SMA semester ini, siap untuk meninggalkan pelaminan. Tamu telah sepi, tetapi masih ada yang menikmati hidangan di depan meja prasmanan. Fotografer juga masih standby. Mama Miranti dan Mama Ayu telah turun sejak pukul dua siang. Mama Ayu mengirim pesan kepada Dygta bahwa dia bersama dua pegawainya langsung ke hotel di kota.
"Dygta!" geram Elsa tertahan ketika tubuhnya digendong. Dan ini bukan hanya ala bridal style, tetapi mereka memang sepasang pengantin!
Terdengar sorakan dari kelompok pemuda, yang menunggu kotak uang dan parkiran. Sementara itu, fotografer langsung mengabadikan banyak momen. Elsa terpaksa menyembunyikan wajahnya ke lengan Dygta. Para gadis pengiring mengikuti mereka sampai masuk rumah.
"Sebelah sini, Kak," ucap Elga, menunjuk sebuah kamar yang pintunya telah dihiasi bunga. Kamar pengantin Dygta dan Elsa.
Elsa yang sangat malu kepada adik dan teman-temannya itu, di depan pintu masih betah menyurukkan wajahnya.
"Kalian sampai di sini saja, ya, Adik-Adik." Dygta menginformasikan.
Elsa hanya bisa membalas Dygta dengan mencubit leher lelaki itu.
"Aduh! Eh, makasih untuk bantuannya. Kalian jangan berdiri di pintu, ya."
Mendukung ucapan Dygta, terdengar panggilan Mama Miranti, "Elga! Bantu Mama hapus make up!" Rombongan gadis berisik itu pun menjauh dari kamar Elsa.
Dygta menurunkan Elsa. Ia mengunci pintu kamar ketika Elsa berbalik badan. Hal pertama yang dilakukan Elsa adalah berdiri di depan meja rias untuk melihat mahkota di kepalanya.
"Menurut kamu ini bisa lepas sendiri? Orangnya yang harus melepaskan, Dygta!" Elsa merasa kesal dengan tingkah memalukan Dygta tadi. "Kalau udah begini gimana? Sekarang panggil Mbak Mei. Aku nggak mau tahu, aku capek pake ini."
Dygta lalu keluar. Tak lama setelah itu, seorang perempuan muda masuk ke kamar. Dia adalah Mbak Mei, penata rias pengantin.
"Tunggu, ya, Kak." Mbak Mei dengan suaranya yang lembut dengan ahlinya melepaskan pernak pernik mahkota dari kepala Elsa.
Ia juga menghapus make up serta membuka kebaya modern yang Elsa kenakan. Elsa kini hanya mengenakan kemben dan celana pendek. Selagi Mbak Mei menyimpan peralatan dan gaun pengantin, Elsa memakai kaus lengan pendek dan celana panjang yang diambil dari lemari plastik miliknya. Ia telah melepaskan kemben dan merasa pernapasannya lebih lega setelah itu.
"Terima kasih, Kak Elsa, sudah menggunakan jasa kami. Semoga pernikahan Kakak dan suami langgeng, bahagia seterusnya, ya."
Mbak Mei keluar membawa dua kotak di kanan kirinya. Baru saja Elsa menutup pintu, Dygta membukanya kembali dan meloloskan badannya ke balik pintu. Dygta juga telah melepaskan jas merah hati serta topinya. Ia tampil ke mode biasa, tubuh atletis itu dibalut kaus putih pas badan dan celana pendek.
"Hai," katanya menyapa, tak ketinggalan menarik lengan Elsa.
Dygta duduk di pinggir tempat tidur Elsa yang dilapisi bed cover berwarna merah hati. Lelaki itu menggenggam tangan Elsa yang masih berdiri di depannya. Elsa menghindari tatapan Dygta dengan melihat ke arah lain.
"Selamat ulang tahun, Elsa."
Ucapan itu membuat Elsa menatap Dygta. Ia kira mereka hanya akan bertatapan sesaat, tetapi tidak. Sepasang netra lelaki itu menghunusnya tiada henti. Sementara gerakan jari Dygta pada punggung tangan Elsa terasa intens. Elsa bagaikan kehilangan kesadaran ketika tangannya ditarik perlahan hingga kini ia duduk di pangkuan suaminya.
Dygta mengusap wajahnya. Mata lelaki itu menatap Elsa kemudian turun ke bibirnya. Elsa menggeliat, hendak melepaskan tangan Dygta dari pinggangnya.
"Selamat ulang tahun juga, Dyg," balas Elsa ketika bibir lelaki itu hendak menyentuh bibirnya.
Dygta lantas membenamkan Elsa dalam pelukannya yang hangat. Wajah lelaki itu berada di pundak Elsa. Tangannya melingkar begitu erat pada tubuh kecil Elsa.
"Kita akan merayakan hari ini hingga kita tua, sampai seterusnya."
Elsa akhirnya membalas pelukan suaminya. Ia tak tahu bagaimana hidupnya ke depan. Entah apa tujuan Dygta begitu gigih ingin menikahinya. Namun, Elsa hanya memikirkan bahwa Dygta hanya menginginkan tubuhnya. Meskipun ia sangat heran apa yang menarik darinya. Oleh sebab itu ketika Dygta menyatukan bibir mereka, Elsa menerima dan mengikuti instingnya. Manis yang dirasakan dari sentuhan itu membuat Elsa memejamkan mata, serta melingkarkan tangannya pada tubuh lelaki itu.
❄️❄️❄️
Napas Elsa masih naik turun akibat permainan sore itu. Ia membelakangi lelaki yang baru saja mengambil hak atas diri Elsa. Saat ini pikiran Elsa hanya dipenuhi oleh bayangan kemarahan lelaki itu kepadanya. Elsa tidak dapat menyembunyikan bahwa yang tadi adalah pengalaman pertamanya. Padahal seharusnya yang kedua. Ia masih ingat bagaimana mata Dygta ikut menghunusnya dengan intens ketika tubuh mereka bersatu.
Elsa merasakan jari-jari Dygta mengusap rambutnya. Dygta menyelipkan rambut Elsa ke telinga.
"Tubuh sekecil ini kenapa begitu nikmat?" bisik lelaki itu di telinga Elsa, bahkan bibirnya menyentuh daun telinga Elsa.
Dada Elsa berdesir. Ia menutupkan selimut sampai puncak kepalanya. Namun, Dygta juga ikut masuk ke balik selimut yang mereka gunakan berdua. Elsa dipaksa berbalik badan hingga kini mereka berhadapan. Kepala Elsa tenggelam dalam telapak tangan Dygta. Cahaya lampu menembus dari celah kain, hingga mata keduanya masih dapat saling bertatapan dalam cahaya yang redup.
"Apa kamu tidak ingin bertanya sesuatu?" tanya Elsa.
Seharusnya lelaki itu membahas soal kejadian di kos Elsa. Bukankah itu alasan awal Dygta ingin menikah?
Bibir lelaki itu melebar. "Maukah kamu melakukannya lagi? Kali ini kita tak perlu sopan santun lagi?"
"Udah mau Magrib. Kita gantian mandinya. Hm, aku duluan," ucap Elsa membuka selimut dan duduk dengan memegang kain ke dadanya. Elsa memakai bajunya dengan cepat.
Namun, ia tak menyangka jika tetangga sebelah rumah masih berada di sini, menyusun piring dan gelas. Mereka semua menoleh ke pintu yang baru saja Elsa buka.
"Selesai, El?" tanya ibu paruh baya meledeknya. "Sanggup jalan sendiri?"
Wajah Elsa langsung terasa panas. Elsa menutup kepalanya dengan handuk. Dan berjalan melewati ibu-ibu yang tengah membereskan perkakas dapur tersebut.
Elsa mandi cepat-cepat di kamar mandi yang terletak di dapur rumahnya itu. Ia tak langsung ke kamar sesudah mandi. Elsa menemui Mama Miranti yang sedang duduk di ruang makan di dekat kamar mandi.
"Puas kamu?" tanya mamanya. "Puas kamu membuat Mama akhirnya harus bekerja sendiri? Apa kamu masih ingat janjimu?"
Elsa menunduk di hadapan mamanya. Air matanya terasa hangat di pipi.
"Ma. Aku janji akan terus membantu Mama."
Mama Miranti mendengkus, meremehkan. "Kamu akan sibuk mengurus keluargamu sendiri! Omong kosong kau tetap bekerja!" Mama Miranti melirik ke perut Elsa. "Tak ada yang mau mempekerjakan wanita hamil."
Elsa menggeleng. "Aku nggak hamil." Elsa membalas pelan. Di depan masih banyak telinga yang akan mendengar pembicaraan mereka.
"Pergilah. Aku tak ingin melihatmu." Mama Miranti mengusirnya.
Gerimis di mata Elsa semakin deras. Ia menghapus air matanya di balik handuk yang menutupi wajahnya. Kakinya terus berjalan, tetapi bukan menuju kamar. Elsa pergi keluar rumah, menyelinap ke kebun karet di samping rumahnya. Matahari yang telah digantikan cahaya bulan itu tak membuat langkahnya diketahui oleh siapa pun. Elsa duduk di atas ranting dan menangis di sana.
Elsa memang tak memberikan pilihan kepada Miranti. Elsa mengatur acara hari ini dari Jakarta. Ia memakai jasa wedding organizer yang dikelola oleh teman SMA-nya. Elsa menunjuk sendiri penata riasnya. Ia membeli seragam keluarga dan meminta penjahit datang ke rumah. Dan seluruh persiapan acara pun selesai. Elbram mau tak mau menjadi wali nikahnya daripada malu jika acara hari ini gagal dengan undangan yang telah disebar oleh teman sekolahnya. Padahal jika mengikuti kata hati, Elsa juga tidak menginginkan semua ini.
"Aku janji akan bantu Mama. Aku janji, Ma. Aku hidup untuk itu. Aku akan terus melakukannya sampai kakiku nggak bisa berjalan lagi, sampai otakku tak bisa dipakai lagi."
Sementara di belakang Elsa seseorang juga ikut menangis mendengar rintihannya.
❄️❄️❄️
Bersambung ....
Muba, 9 Agustus 2024
Selamat yaa untuk pernikahan Dygta Elsa. 🥳🥳
Sampai di sini, kalian dukung hubungan kedua protagonis atau belum? 😁😁😁
Maaf jika cerita ini kesannya ngawur. Untuk pembaca yang suka, yuk tungguin besok malam. Dan terima kasih sudah membaca sampai part ini. 😇
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro