❄️[11]❄️ Kejutan Ulang Tahun
Selamat malam. Elsa balik lagii. Gimana-gimana tadi malam udah ketemu sama Tante Ayu, yaaa. Eeh, kalau sekarang Elsa bakalan ketemu bapaknya Dygta. Doakan Elsa diterima, yaa. 🌻🌻🌻
Selamat membacaa. 🐊🐊 🐣🐣
❄️❄️❄️
Mama Dygta bernama Ayu Sulastika berusia 48 tahun. Usia hanyalah angka bagi ibu satu anak itu. Wajah Tante Ayu terlihat lebih muda daripada usianya, begitu pun dengan kulit yang masih kenyal. Tubuh Tante Ayu masuk dalam kategori tinggi untuk wanita, atau Elsa yang terlalu pendek?
Ketika melihat sosok Tante Ayu, apalagi saat ia berbicara, Elsa bagai menyaksikan pemeran ibu-ibu jahat dalam sinetron. Namun, semakin diperhatikan Elsa merasa jika ia memang sedang berinteraksi dengan tokoh tersebut. Tante Ayu begitu mirip dengan ibu antagonis yang Elsa tak tahu namanya, tetapi sering tampil di layar kaca ketika Elsa SD hingga SMA.
"Kenapa seleramu jatuh sekali? Apa bagusnya perempuan ini?" tanya Tante Ayu. Walau tadi sudah memindai Elsa dari ujung kepala hingga kaki, kini Elsa kembali mendapatkan tatapan laser.
"Mama pasti marah kalau aku jawab yang sesungguhnya," kata Dygta sambil mengunyah paha ayam di sebelah Elsa.
Suasana tak berubah sejak Elsa menginjakkan kaki di rumah besar itu. Ketegangan yang mencekam mencengkeram Elsa dan membuatnya susah bergerak.
"Coba berdiri kamu!" perintah Tante Ayu pada Elsa.
Di sini mereka berdua telah selesai makan. Hanya Dygta yang masih menyantap makanan, sepertinya ingin memusnahkan seluruh isi meja makan.
Takut-takut Elsa berdiri. Walau tangan kiri Dygta menahan, Elsa tetap tegak.
"Tinggi dan berat badanmu sesuai, sangat minimalis."
Elsa memandang tubuhnya.
"Ma, tidak boleh body shaming," ujar Dygta.
"Ini kenyataan. Kamu yang buta!" serang wanita paruh baya itu. "Selera berpakaian sangat buruk."
Kali ini Tante Ayu menatap Dygta. "Pasti karena Dygta tidak pernah mengeluarkan uang untuk transformasimu."
Tante Ayu mendekati Elsa. Elsa lantas menunduk takut dipukul atau ditampar. Dadanya berdetak sangat cepat ketika telapak tangan Tante Ayu menyentuh kepalanya. Lalu turun ke ikatan rambut Elsa.
"Ini rambut atau sapunya Mbok Dah?" Tante Ayu menggeleng-geleng.
Elsa mengembuskan napas setelah Tante Ayu menjauhkan tangannya. Ketika berdiri bersebelahan seperti itu, tinggi Elsa sangat kalah jauh. Jika Tante Ayu niat main kasar, Elsa pasti tidak mampu berkutik.
Sementara Dygta, masih asyik dengan makanannya.
"Ma, itu anak kecil jangan ditakut-takuti, dong. Nanti dia nggak mau menikah sama aku!" Dygta menarik tangan Elsa agar duduk kembali.
Elsa menganga dibilang anak kecil. Dygta kurang ajar. Usia mereka kan sama!
"Siapa namanya tadi?" tanya Tante Ayu kepada Elsa.
"Elsa, Tante," jawab Elsa bagai tikus terjepit.
"Hari ini kamu tidak boleh mengganggu Elsa. Elsa di tangan Mama."
Elsa mendengar suara guntur dan kilat bersahutan dalam kepalanya. Ia sungguh gemetaran mendengar nada diktator itu.
"Nggak bisa. Elsa milik aku. Dih, Mama main ambil aja." Dygta membersihkan mulutnya menggunakan tisu yang ada di meja makan.
"Oke. Kalau begitu besok. Tidak ada penolakan."
Elsa meremas kain celananya di bawah meja. Kenapa Dygta memiliki ibu yang sangat galak? Elsa mati kutu.
❄️❄️❄️
Dygta melarang Elsa ke rumah mamanya. Elsa juga maunya begitu. Namun, dibanding menuruti ajakan Dygta untuk staycation, Elsa lebih memilih bertemu Tante Ayu. Elsa pergi diam-diam ke rumah Tante Ayu. Dia tak membalas pesan Dygta sejak lelaki itu memamerkan foto nuansa vila yang akan dikunjungi.
Elsa benar-benar takut melihat Dygta. Penyakit playboy-nya sedang parah akut. Kemarin Dygta memangku Elsa di depan mamanya sendiri. Lelaki itu mungkin sudah lama tidak one night stand hingga penyakit jablaynya kambuh.
Elsa tiba di rumah Tante Ayu menaiki taksi online. Biasanya jam segini Elsa sedang membulat-bulatkan pempek Yuk Eka. Akibat urusan ramah-tamah kepada calon ibu mertua, Elsa terpaksa mangkir bekerja. Totalnya telah dua hari Elsa absen, mungkin saja Yuk Eka sudah memecatnya.
Tante Ayu tengah duduk di sofa beludru yang terlihat begitu empuk. Hari ini ibunya Dygta memakai blouse lengannya sesiku dan berbahan katun. Rok span sebetis dan sandal rumahan berwarna gading membungkus tubuhnya. Wanita cantik itu memakai bandana dan membiarkan rambutnya terurai melewati pundak. Kacamata bergagang hitam melengkapi penampilan santainya.
Tante Ayu berdiri dengan lengan terlipat di dada ketika melihat kemunculan Elsa. "Ck. Lihatlah pakaianmu."
Tante Ayu menarik tangan Elsa dan membalik-balikkan tubuh perempuan muda itu.
"Bersyukurlah kamu dengan keadaan seperti ini, Dygta masih mau. Heran sekali aku dengan seleranya terhadap perempuan. Tapi itu bisa saja hanya sementara. Penyakit bapaknya mungkin juga menurun padanya. Kamu harus jaga-jaga."
Elsa mengerutkan keningnya tak mengerti.
Kepala Ayu Sulastika menggeleng-geleng ketika tangannya memangku dagu.
"Kalian kenal di mana?" tanya Tante Ayu.
Elsa gagap menjawab, "Kafe kampusnya, Tante."
"Kapan? Sudah lama?" sambung Tante Ayu tanpa jeda dari jawaban Elsa.
"Waktu Dygta kuliah tahun kedua, saya bekerja di kafe dekat kampusnya."
"Lumayan. Bagaimana ceritanya?"
Elsa merasa tenggorokannya kering. Apakah harus diceritakan kalau Dygta menggodanya yang sedang bekerja dengan panggilan sayang? Elsa berpikir keras untuk mengubah bagian itu.
"Dygta dan temannya sering," ucap Elsa diakhiri dehaman, sekaligus sambil mengingat-ingat dan memfilter cerita. "Mereka sering kumpul di kafe tempat saya kerja karena dekat kampus."
Lalu Elsa memutuskan untuk bercerita apa yang terjadi tanpa dikurangi kecuali oleh ingatannya yang sedikit lupa.
Siang itu kafe sedang ramai karena tanggal satu. Biasanya mahasiswa dikirimi uang jajan oleh orang tuanya di tanggal muda. Jadi, Elsa pun kebagian banyak pekerjaan di Shalo Kafe yang kedatangan banyak pengunjung.
Pukul satu ketika kafe tak memiliki meja kosong, Elsa mendengar lagu happy birthday versi zaman dahulu yang dinyanyikan oleh anak-anak mengalun di seantero kafe. Elsa tengah membawa nampan berisi gelas kosong. Pundaknya ditepuk.
"Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun Elsa. Selamat ulang tahun."
Elsa terkejut melihat Inara serta empat teman wanitanya memberikan kejutan di hari ulang tahunnya. Inara memegang cake cokelat dengan lilin-lilin kecil yang menyala dan keempat teman Inara memakai topi kerucut serta meniup burung. Salah satu teman Inara dengan sigap mengambil benda yang dipegang Elsa.
"Aku sedang kerja, In."
Inara menatap Elsa tak suka. "Tahu. Tapi kapan kamu tuh nggak kerja, El. Hari ini kamu harus merayakan ulang tahunmu. Sekarang lagu tiup lilin dulu."
Inara merangkul bahu Elsa dengan sebelah tangan, menyanyikan tiup lilin.
"... Sekarang juga." Inara dan temannya selesai menyanyi. "Sebelum tiup lilin, ucapkan doa dulu. Dalam hati aja. Mulai."
Inara menarik tangan Elsa membentuk gaya berdoa umat Muslim. Elsa lantas menutup mata dan melantunkan doa.
"Semoga kehidupan ini semakin membaik. Terima kasih telah memberikan teman yang sangat baik kepadaku."
Elsa membuka matanya. Ia menunduk ingin meniup lebih dekat, tetapi wajah seseorang juga menunduk dan meniup lilin bersamanya.
"Sekarang lagu potong kue!" ucap orang itu dengan senyum lebar.
Inara dan keempat temannya terdiam dan lupa bergerak menyaksikan orang kurang dihajar itu ikut nimbrung di ulang tahun Elsa.
"Ngapain lo tiup lilin orang, Ubur-Ubur Kisut? Gatal amat tuh congor. Pengen gue sentil deh pake lilin. Mau lo?" bentak Inara dengan wajah merah.
"Hai! Gue juga ulang tahun. Barengan, dong, potong kuenya. Boleh 'kan, Sister?" Tangan lancang lelaki berambut diikat kecil itu telah merangkul pundak Elsa.
"Tabok, Ra, buruan tabok itu tangan gatel amat," perintah Inara ke salah satu temannya.
"Cepat lagu potong kue. Setelahnya kita foto bersama, ya, Sister. Eh, kembaran gue ini namanya siapa? Kenalin gue Dygta. Karena kita twin dan gue ganteng, lo juga cantik banget. Cocok sekali jadi kembaran gue. Tuh, pipinya kalau merah bikin gemes. Boleh cubit nggak, sih, pipinya?"
"Minta dihajar!" Inara menyerahkan cake tadi ke temannya kemudian memukul-mukul badan lelaki jangkung itu. "Nggak sopan! Main rangkul dan cubit pipi temen gue seenaknya."
"Santai! Stop! Stop!" Dygta terus menghindar. "Oke maaf, maaf, temen lo mukanya manis. Tangan gue refleks. Udah dong, gue mau ikut potong gue dengan Mbak Manis. Ck." Dygta sembunyi di belakang punggung Elsa.
Sambil mengintip dia berkata, "Ulang tahun gue sepi. Nggak ada yang ngerayain. Please, gue boleh ikut. Mbak, gue barengan, ya, sama lo? Please? Ulang tahun kita sama, sumpah. Hari ini satu Juli kita berusia dua puluh tahun."
Elsa mengembuskan napasnya. Karena lelaki ini, kejutan Inara tertunda. Pekerjaan Elsa terpaksa tak bisa lanjut. Jadi dia memutuskan.
"In, udah. Bolehin aja. Ulang tahun kan emang rame-rame. Sekalian aja udah."
Inara menatap tajam ke belakang Elsa.
"Please. Please." Dygta memohon.
Inara akhirnya melepaskan izinnya. Mulailah mereka menyanyikan lagu potong kue. Tak hanya mereka saja, seluruh yang ada di kafe pun serta bernyanyi.
"Gue duluan." Dygta merebut pisau plastik dari teman Inara. Ia memotong kue sebelum Elsa.
Inara bahkan belum sempat memprotes ketika Dygta memberikan kue potongan pertama kepada Elsa.
"Kue pertama gue untuk Mbak Manis." Dygta memandang ke arah temannya Inara. "Jawab, dong, nama kembaran gue ini siapa?" Nadanya memohon.
"Elsa." Teman Inara yang tadi memegang pisaulah yang menjawab.
"Buka mulutnya, Elsa. Bentar. Jidan! Fotoin kami, woi!" teriak Dygta ke arah mejanya tadi. Temannya yang bernama Jidan mendatangi mereka sambil membawa ponsel.
Elsa pun segera memakan kue pemberian Dygta.
"Gue ganteng nggak difoto?" tanyanya kepada fotografer dadakan itu.
Temannya membalas dengan jempol.
"Twin. Kue pertama lo untuk gue?"
"Gue! Minggir minggir lo, Lidi Bakso Bakar. Keinginan lo udah gue bolehin. Sekarang pergi. Ganggu banget dah idup lo, Dygtandon Aer."
"Nggak usah galak-galak, dong." Dygta mencibir. "Elsa. Tahun depan rayain bareng lagi, ya. Tahun-tahun depannya juga, sampai kita menua."
Inara semakin geram. "Woi, Buaya Ekor Kejepit, gue gunting juga rambut lo. Waspada, ya, lo di kelas, jangan biasain tidur. Gue bakalan bawa gunting tiap hari."
Dygta bergidik lalu menjauh dari rombongan Elsa.
"Selamat ulang tahun, Sister ... Elsa-yang," teriaknya di pintu kafe sebelum menyusul temannya yang telah keluar. "Temen lo galak, tapi lo jinak."
Elsa tersenyum mengingat kejadian itu setelah selesai bercerita.
Tante Ayu lantas berseru, "Dasar anak tidak tahu malu. Kelayapan terus, jarang pulang, ternyata di luar suka mengganggu orang lain."
Elsa mengangguk.
"Pacaran mulai kapan?"
Bibir Elsa terkatup. Masalah ini belum mereka rencanakan. Dijawab A nanti ada anak pertanyaannya. Dijawab B nanti diminta bikin narasi panjang kisah jadiannya. Elsa blank.
"Ada tamu, Yu? Siapa?" interupsi suara seorang pria.
Elsa berbalik badan. Di hadapannya telah hadir seorang pria berbadan besar dan tinggi dengan wajah sangar. Ia memakai setelan kerja jas hitam, kemeja putih bergaris di balik jas itu, dan celana hitam.
"Calon menantu. Perempuannya Dygta. Bagaimana menurutmu?" tanya Tante Ayu.
Pria berperut agak menonjol itu memindai tubuh Elsa layaknya scanner. "Bisa dipermak. Mukanya tipe ... Dygta "
Tante Ayu tampak melotot ke arah pria itu. "Itu papanya Dygta. Namanya Regaf Prameswara."
Elsa mendekat dengan langkah ragu. Ia menunduk tanpa mengulurkan tangan, "Om, saya Elsa. Elsa Kaitalasfha."
"Sendirian ke sini? Dygta mana?" tanya Om Regaf.
"Sendirian, Om. Dygta ... Dygta sedang bekerja."
Om Regaf menatap Elsa dengan wajah menilai. Kepalanya menggeleng ke kanan dan kiri. "Masih polos."
Tante Ayu mendorong Om Regaf menjauhi Elsa. "Ada apa kamu datang? Kami akan keluar. Aku hendak mengubah Elsa."
"Aku mendengar Dygta menghamili perempuan. Kukira benar, ternyata hanya isu." Om Regaf kembali memindai Elsa dengan mata empatnya.
Elsa menelan saliva. Kabar itu membuat Elsa cemas. Apakah Sisy mulai bikin masalah?
Begitu Om Regaf pergi ke kamarnya, Elsa jadi kepikiran. Kenapa wajah Om Regaf Prameswara rasanya tidak asing! Elsa memandang Tante Ayu. Otaknya menyatakan hal yang sama. Siapa mereka?
❄️❄️❄️
Bersambung ....
Muba, 5 Agustus 2024
See u. Oh, dikasih pertanyaan lagi sama Elsa, orang tuanya Dygta pernah ketemu Elsa di manaa, ya? 🙈🙈🙈
Jumpa lagi besok malaam, yach.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro