Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13. Kepuasan

“Suruh OG bernama Katherine untuk membersihkan ruanganku.”

Edlise sontak tertawa keras. Niat sekali tuannya itu memenangkan taruhan di antara mereka, sedangkan hasil yang keluar adalah, Edlise yang menang dan tuannya kalah.

“Sialan kau Ed!” umpat Max sambil melempari Edlise dengan pulpen yang dipegangnya. “jangan puas dulu. Kau belum sepenuhnya menang. Aku masih punya waktu seharian penuh untuk membuat wanita itu menyerah dan kamu akhirnya kalah!” lanjutnya, membuat Edlise mengakhiri tawanya.

“Menyerah saja Tuan. Kali ini, prediksi Anda salah. Wanita itu berbeda. Sebanyak apa pun Tuan ingin mengalahkannya,  maka sebanyak itu pula dia akan bertahan di balik kokohnya benteng pertahanannya.”

Max terdiam. Perkataan Edlise ada benarnya. Tapi, Edlise juga harus tau, dia bukanlah orang yang akan mudah menyerah dan menerima kekalahan.

“Kamu salah Edlise. Semua wanita sama. Mereka mudah tergiur dengan uang Cuma-Cuma.”

Edlise mengernyit. “Maksud Tuan?”

“Murahan. Wanita murahan akan bersedia menjual harga dirinya demi uang. Dan wanita yang kamu katakan berbeda itu, pasti juga wanita tergolong didalamnya. Dia hanya sok suci.”

“Apa Tuan, merencanakan sesuatu?”

Edlise dilanda perasaan cemas. Jangan-jangan karena obsesi untuk menang, tuannya akan melakukan hal nekat yang pada akhirnya akan membuat nya semakin merasa di hina. Ya. Dikalahkan sama saja sebuah penghinaan bagi tuannya. Dan jika benar, Edlise tak menjamin nasib buruk apa yang akan terjadi pada wanita baik itu

“Sudahlah, kau pergi saja. Biarkan aku melakukan tugasku dan memenangkan taruhan kita.”

***
Kathe menghembuskan napasnya kasar. Baru beberapa detik yang lalu, dia baru dari ruangan atasan gilanya itu untuk mengantarkan kopi baru, kini dia sudah di panggil lagi untuk membersihkan ruangan. Dia masih belum lupa ingatan, jika beberapa jam sebelumnya ruangan itu sudah dibersihkan oleh salah seorang karyawan lainnya, dan sekarang pria itu benar-benar menyiksanya dengan bermacam perintah aneh tak masuk akalnya.

Yang lebih menyebalkan, lift menjadi haram untuk Katherine. Apa-apa, Katherine harus menggunakan tangga darurat untuk sampai di atas.

Kathe membawa alat pel dan mulai menaiki tangga. Satu persatu, anak tangga itu dia lewati sambil bersenandung untuk meredakan emosi. Jangan sampai, dia menyerah. Ini baru permulaan. Dia pastikan. dia akan menang dan membuat atasannya itu berteriak histeris karena kalah.

Tinggal beberapa anak tangga lagi. Katherine memilih berpikir positif. Dia anggap, turun naik tangga sebagai olahraga menyehatkan. Tapi, semoga saja, melakukan olahraga itu  beberapa kali dalam sehari, tidak akan sampai membuat kakinya patah. Jangan lupa, siapa yang menjadi rival dan berniat membuatnya angkat kaki dari kantor itu.

Pintu ruangan di depannya sudah terbuka. Niat sekali, atasan gilanya itu menyambutnya yang saat ini sedang ngos-ngosan dengan wajah berkeringat. Sialan memang. Kenapa juga, dia harus masuk ke kandang singa?

“Astaga, ya Tuhan ... “

Bukannya kaget melihat penampilan atasannya yang tampangnya kadang membuat Kathe gelagapan. Nah, kali ini Kathe hampir berteriak bar-bar begitu melihat ruangan tuannya yang beberapa menit yang lalu masih rapi nan enak dipandang, kini hancur berantakan bagai kapal pecah menabrak karang.

Berkas-berkas berceceran di lantai. Mulai dari warna putih, biru, kuning sampai merah dan entah warna apa lagi. Kursi yang tidak pada tempatnya semula, pulpen berserakan, dan apa itu? Katherine tidak salah lihat ‘kan? Jika tembok yang semula bersih, kini penuh coretan-coretan aneh.

“Apa yang terjadi?” lirihan pilu Katherine yang  Max dengar, saat dirinya sok sibuk mengotak-atik keyword laptop di depannya, membuat senyuman licik nya terbit.

Ya. Dia yang melakukan semua kegilaan ini, karena ulah Katherine yang tak kunjung mau mengalah. Katakan dia tidak waras. Karena Katherine, benar-benar membuatnya kehabisan akal.

Katherine mengusap dadanya pelan. Kesabaran sangat berperan penting di sini. Untung, dia punya stok kesabaran lebih. Jika tidak, detik ini juga dia akan angkat kaki setelah melempari wajah atasannya itu dengan sepatu usangnya.
Anda salah makan? Atau baru saja kesurupan?

Ingin sekali Katherine meneriaki atasannya itu dengan kata-kata tadi. Tapi, apalah daya. Dia tidak mungkin melakukannya, karena yang ada dia bisa di pecat dan karyawan lain juga akan terkena imbasnya.

Tanpa komentar, Kathe langsung memungut berkas itu satu persatu. Memilah dan menyesuaikan warna yang satu dengan yang lainnya. Dia sudah berkomitmen. Apa pun yang terjadi, dia akan membuat atasannya itu menyerah oleh kekalahan yang akan dia berikan bertubi-tubi.

Maxime mengangkat pandangannya. Teriakan kesal atau pun protes tak dia dengar. Alhasil, melihat Katherine yang mulai melakukan tugasnya, membuat Max mendengus kasar. Rencana untuk mengusir Kathe gagal lagi, dan dia dikalahkan lagi.

Max bangkit dengan wajah memerah kesal. “Dalam, setengah jam, aku mau ruanganku sudah rapi!” kesalnya kemudian pergi dari sana.

Katherine mengerut—bingung.  Kok jadi dia yang sensi ya? Bukannya seharusnya aku? Aku yang dirugikan di sini? Batinnya sambil melihat kepergian tuannya yang sepertinya kadar kegilaannya meningkat drastis.

Setengah jam kemudian.

Kathe menyelonjorkan kakinya yang terasa pegal. Bayangkan saja, beberapa jam dalam sehari dia naik turun tangga yang lumayan menguras tenaga juga emosinya. Pekerjaan barunya yang tak masuk akal, baru selesai dia kerjakan. Dan semoga saja, tidak ada kegilaan lainnya yang merugikan dirinya.

“Katherine?”

“Ya?” jawab Kathe spontan, dan begitu dia melihat raut wajah berbeda dari perempuan itu, dia pun  menyadari sesuatu. “Tuan, memanggilku la—gi?” tanya Kathe dan perempuan itu mengangguk—segan.

“Maaf. Aku hanya menjalankan perintah,” ujar perempuan itu.
Kathe tersenyum miris. Hidupnya benar-benar Tuhan uji. Entah,  saat menghadapi ayahnya yang pemabuk atau atasannya yang gila. Sungguh, dia sampai tak habis pikir bagaimana bisa bertahan hidup dalam perangkap singa dan buaya.

“Tidak masalah. Aku akan menghadap Tuan.”

Katherine bangkit. Setelah menepuk-nepuk celana dan bajunya untuk membersihkan debu yang mungkin menempel.

Dia melangkah cepat menuju ruangan tempat si singa tinggal. Dia harus cepat sampai, sebelum ada sejarah baru menuliskan, ada singa jantan menakutkan bertanduk di kepala.

Katherine sampai di ruangan yang sudah dia rapikan tadi, lengkap dengan atasannya yang sudah menunggu dengan mata menyipit siap membidik. Rasa-rasanya, singa akan mengeluarkan tanduknya sekarang.

“Kerja apa kau selama setengah jam? Kenapa ruanganku masih seperti ini?” suara dingin Max, membuat Edlise yang juga berada di sana mengalihkan tatapannya pada Katherine. Edlise berharap, semoga saja Katherine masih tetap pada pendiriannya. Menghadapi manusia model limited edition seperti tuannya, memang butuh kesabaran ekstra tingkat dewa.

“Merapikan ruangan Anda Tuan, tentu saja. Anda bisa lihat sendiri, ruangan Anda yang tadinya seperti baru di bom, kini sudah rapi kembali,” jawab Kathe tanpa sedikit pun rasa takut, membuat Edlise tersenyum samar.

Max berdecih lirih. “Lalu, bagaimana dengan noda di tembok? Kau tidak membersihkannya. Aku sangat terganggu melihatnya!”

“Anda tidak memerintahkan untuk membersihkan tembok, Tuan. Cukup merapikan ruangan Anda saja, dan saya pun sudah melaksanakannya. Lagi pula, salah siapa, Anda menggunakan tembok sebagai media melukis. Anda punya banyak kertas, dan bisa duduk tenang saat melakukannya.”

Perkataan Katherine kali ini, membuat Edlise menutup wajahnya menggunakan kertas. Demi apa, dia menemui wanita yang se berani itu melawan tuannya? Oh astaga—semoga saja, tuannya masih memiliki sisa sisi kemanusiaannya. Jika tidak? Maka tamat lah juga riwayatnya, karena salah satu permintaannya, adalah tuannya tidak akan memecat wanita itu walau apa pun masalahnya. Dan sepertinya, dia turut serta menjadi biang masalah, sang singa akan memiliki  tanduk, sepanjang sejarah peradaban makhluk hidup.

Max memutar tubuhnya. Melihat Edlise yang saat itu seperti orang kebingungan di sudut meja sana.

“Edlise, katakan pada wanita itu. Jika besok pagi, ruanganku belum dia perbarui, maka jangan salahkan aku, jika kamu dan semua karyawan di perusahaan ini, akan menjadi gelandangan seumur hidup!”

Oke. Kali ini Kathe harus mempercayai, jika pria di depannya benar-benar iblis tak berhati nurani.

****

Yang penasaran, silakan japri mumpung masih OPEN PO. 
🙏🙏🙏









Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro