Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7

"Jadi maksudnya Chihiro-kun ingin membuatku bahagia?"

Kupaksa sebisa mungkin supaya suaraku tidak terdengar parau. Aku tak ingin Chihiro-kun semakin merasa bersalah dan merasa khawatir padaku. Aku memandang wajahnya, dan ekspresinya terus menunjukkan kesedihan.

Chihiro-kun menganggukkan kepalanya. Ia menatapku lekat-lekat, kemudian aku melihatnya memaksakan senyum di wajahnya. "Maafkan keegoisanku, (Name) ...."

"Aku sudah mengetahui, kalau perasaanmu itu berlabuh pada seorang Akashi Seijuuro, sejak pertama kali aku bertemu denganmu," kata Chihiro-kun. Aku menyimak baik-baik perkataannya.

"Dan kalau kau menyadarinya, sejak pertama kali aku melihatmu pun, hatiku tercuri olehmu. Rasa cintaku ... afeksiku ... yang selama ini kusimpan rapat-rapat untukku seorang saja, tiba-tiba semuanya teralihkan padamu, (Name)."

Kedua mataku membulat lebar mendengar pernyataan yang diucapkan oleh Chihiro-kun. Melihat ekspresiku, Chihiro-kun hanya tertawa sendu–aku sangat yakin tawanya tidak menunjukkan kesenangan.

"Jangan khawatir, (Name). Aku tidak memintamu membalas perasaanku, dan aku tahu kau menyukai Akashi," kata Chihiro-kun seolah-olah ia bisa membaca pikiranku. "Hanya saja, aku ingin kau tahu itu. Sebab ... ini ada hubungannya dengan cerita tentang Akashi."

"Tentang Akashi-kun?"

"Ya. Semua itu bermula ketika iblis itu mengetahui perasaanku padamu," kata Chihiro-kun. Tatapan mata Chihiro-kun berubah menjadi tajam, ekspresi sedihnya seperti tergantikan dengan kemarahan.

Aku bertanya-tanya dalam hati, 'Mengapa Chihiro-kun tampak ... begitu marah?'

Chihiro-kun menundukkan kepalanya ketika aku menatapnya tepat pada sepasang netranya, ia cepat-cepat memutus kontak mata antara kami dan kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain. "(Name) ... aku ragu ... kalau aku menceritakan ini–kau pasti akan sangat terluka."

"Tidak apa-apa, Chihiro-kun. Ceritalah," kataku sambil mengulas senyum paksa, supaya Chihiro-kun tidak mengkhawatirkan aku nantinya.

"Benar tidak apa-apa?"

"Ya. Tidak apa-apa ... Chihiro-kun. Aku akan berusaha menerimanya, apapun yang kau ceritakan."

"Meski itu berarti ... setelah ini kau pasti takkan menganggap Akashi Seijuuro sebagai 'Akashi-kun' yang kau tahu?"

Mendengar perkataan Chihiro-kun, seketika aku terdiam selama beberapa saat. Dalam memoriku terbayang jelas momen ketika aku bersama dengan Akashi-kun ... meski tidak begitu menyenangkan. Tetapi, hanya dengan itu saja, sudah cukup bagiku.

Ayo, Kuroko (Name). Bersemangatlah. Aku harus bisa menerimanya, melupakan Akashi-kun ... pasti akan menjadi pilihan terbaik untukku.

"Ya ... aku siap, Chihiro-kun," kataku sambil tersenyum paksa. Kulihat netra kelabunya memandangku dengan khawatir, maka sebisa mungkin aku mengulas senyumanku padanya. "Jika ini akan mengubah pandanganku pada Akashi-kun, itu justru lebih baik ... aku akan melupakannya."

Chihiro-kun terdiam sejenak setelah aku berkata seperti itu. Ia kemudian menarik napasnya dalam-dalam, dan kemudian ia mulai menceritakan kenyataan yang sebenarnya terjadi, antara aku, Akashi-kun, juga dengan Chihiro-kun.

.

.

.

.

Mayuzumi Chihiro's P.O.V, flashback

"Kau yang bernama Mayuzumi Chihiro, benar?"

Aku memandang bocah berambut merah di hadapanku ini, ia tampak sedikit arogan dan memiliki aura yang tak menyenangkan. Niatku untuk membaca light novel buyar seketika, dan aku pun menutup bukuku rapat-rapat.

"Langsung ke intinya saja. Aku ingin kau bergabung dengan tim basket Rakuzan," kata anak itu. Aku mengernyit keheranan, mengapa anak sepertinya mengajakku bergabung dengan timnya? Apa untungnya keberadaanku?

Ah, aku ingat, laki-laki ini adalah anggota OSIS Rakuzan, Akashi Seijuuro namanya.

Lalu ... dialah orang yang disukai (Name). Aku ingat tetanggaku ini pindah ke Rakuzan untuk mengejar laki-laki ini.

"Aku tidak tertarik, terima kasih," kataku setelah menghela napas berat. Aku sama sekali tak tertarik dengan ajakannya.

"Oh ya? Sayang sekali, padahal aku cukup mengakui bakatmu, Mayuzumi Chihiro." Akashi terkekeh datar dan meletakkan telapak tangannya di wajahnya itu. Dari sela-sela jarinya, aku melihat seringainya yang mengerikan. "Hei ... aku tahu, kau menyukai (Name), benar?"

Sedetik kemudian aku memasang posisi siagaku, kemudian memandang Akashi heran. Mengapa anak itu mengetahuinya? Apakah dia adalah seorang cenayang? Kemudian dia mulai melangkah untuk mendekatiku, dan aku mundur beberapa langkah.

Berbahaya, pikirku.

"Kenapa mundur begitu? Aku tidak ada niatan mencelakaimu, kok." Anak itu tertawa tanpa dosa, seringai arogan masih terlukis di wajahnya itu. Aku benar-benar tak mengetahui apa yang ada di pikirannya. "Bagaimana kalau kita buat sebuah kesepakatan?"

"Kesepakatan?"

"Aku tahu, anak bernama (Name) itu sangat menyukaiku." Bocah itu semakin mendekatiku, memojokkanku sampai bahuku menyentuh dinding. Akashi kemudian menyeringai, membuatku agak ngeri melihatnya.

"Hei." Akashi menarik dasiku dan aku jadi agak menunduk. Ia berbisik pelan di telingaku. "Apa kau mau aku menyakiti perasaannya? Melihat gadis kesukaanmu dicampakkan oleh laki-laki yang disukainya, menyenangkan, bukan?"

"Kau gila?!"

Aku pun spontan menepis tangan bocah itu, dan memelototinya dengan penuh emosi. Bisa-bisanya dia membawa-bawa (Name) dalam masalah ini?! Sungguh, ini tidak bisa dibiarkan .... Aku membencinya, aku sangat heran bagaimana bisa (Name) jatuh cinta pada iblis seperti ini?

Aku ingin protes dan memberontak.

Tapi–aku hanyalah debu jika dibandingkan dengan seorang Akashi Seijuuro. Sekuat apapun melawan, anak itu tetap saja akan mengintimidasiku.

Aku tak bisa terima jikalau sampai ia benar-benar membawa (Name) dalam permainannya.

"Jika kau tidak mau aku melakukan itu, pilihanmu hanya satu. Bergabunglah dalam tim basket Rakuzan." Seringai kemenangan kembali terulas di wajah Akashi. Dia terus mengintimidasiku. "Aku selalu menang, maka aku selalu benar. Dan orang sepertimu–harus patuh padaku."

Aku terdiam kembali ketika suaranya yang mengerikan itu menggelitik indera pendengaranku. Aku menarik napas dalam-dalam, memikirkan baik-baik soal penawaran–bukan, ancaman yang ia buat.

"Aku mengerti. Tapi, aku mau kau menuruti satu permintaanku supaya adil. Yang kau sebutkan tadi itu ancaman, bukan kesepakatan, Akashi Seijuuro." Pada akhirnya, aku memberanikan diri untuk sedikit menentangnya, aku tidak mau menjadi pengecut yang hanya 'iya-iya' saja meski sedang diancam olehnya.

Seringai Akashi kembali muncul. Ia tertawa kecil. "Heh, kau pintar juga, Chihiro. Sebut apa permintaanmu."

Aku menarik dalam-dalam napasku lagi. Tentu aku akan meminta itu darinya. Aku hanya menginginkan kebahagiaan (Name), tidak lebih dan tidak kurang.

Namun, sejujurnya aku merasa sedikit ragu.

Apakah (Name) ... akan bahagia dengan cara seperti ini?

Karena keegoisanku yang mengharapkan kebahagiaan (Name), pada akhirnya aku benar-benar mengatakannya.

"Tolong ... balaslah perasaan (Name), meski itu hanya pura-pura. Aku ingin dia bahagia, bersamamu."

.

.

.

.

(Name)'s P.O.V, present

"Itulah kebenarannya, (Name). Tidak ada yang kurekayasa, sedikitpun."

Setelah mendengar penjelasan dari Chihiro-kun, aku bergeming. Aku masih mencerna semua yang dikatakan olehnya. Begitu mengetahui sesungguhnya perasaan Akashi-kun padaku hanyalah sebuah kebohongan ...

... rasanya duniaku runtuh.

Bukan, aku tidak menyalahkan Chihiro-kun.

Harusnya aku tahu. Mana mungkin Akashi-kun menyukaiku?

Tapi aku terlena dan malah terbutakan oleh rasa cintaku padanya. Aku begitu naif, bodoh, dan kekanakan.

Aku tahu sejak awal. Namun, aku membohongi perasaanku sendiri dan membiarkan aku merasakan cintanya. Aku tidak bisa menerima kenyataan kalau Akashi-kun tidak menyukaiku.

Bulir-bulir air mata mengalir di pelupuk mataku, aku menangis dan tertawa getir. Chihiro-kun yang tampak khawatir segera beranjak dari tempatnya duduk. Ia menghampiriku dan duduk di sebelahku, tangannya menariku ke dalam pelukannya.

"Maaf, maafkan aku (Name). Menangislah sepuasnya, kau boleh benci dan marah padaku ...." Chihiro-kun berusaha menenangkanku. Aku tenggelam dalam pelukannya, dan membiarkan air mataku membasahi pakaiannya.

"Chihiro-kun ... mengapa Akashi-kun seperti itu ...? Aku ... tak mengerti."

Ah ... aku jadi ingat ketika Chihiro-kun menyebut Akashi-kun adalah seorang iblis. Ternyata, ini adalah alasannya.

Chihiro-kun berulang kali mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Tangannya mengusap-usap punggungku, dan entah kenapa aku merasa lebih tenang.

Selang beberapa menit dalam posisi dipeluk oleh Chihiro-kun, aku pada akhirnya melepaskan pelukannya. Dia kembali menatapku dengan khawatir.

"(Name) ...?"

"Tidak apa-apa, Chihiro-kun. Aku hanya sedih saja ... tetapi aku takkan pernah marah padamu," kataku sambil menghapus air mata di wajahku. Sedetik kemudian, aku memaksakan untuk memasang senyuman manis di wajahku, dan berusaha untuk tidak menangis lagi. "Keputusanku sudah bulat."

"Lalu, besok aku akan mengatakannya pada Akashi-kun."

TBC

Hewwo hewwo! Adakah yang masih ngikutin book ini? Kalau gak ada gak apa-apa sih, wajar. Rashi udah menelantarkan book ini selama bertahun-tahun hahah /cry/

Kalo ada yang nanya kenapa Rashi gak lanjut cerita ini ... gimana ya. Rashi malu bilangnya.

... sebenernya Rashi lupa sama alurnya HAHAHAAHA BODOH SEKALI

Jadi Rashi improvisasi alurnya, dan baru sekarang dapet ide dan motivasi buat ngelanjut lagi. Maaf membuat kalian nunggu lama yaa :(

Kimi no Uso, Rashi rencanakan akan tamat di chapter 10 plus epilog, kalo gak ada perubahan rencana. Dan Rashi akan update lagi cerita ini paling cepat satu minggu sekali, maksimal dua minggu sekali. Rashi lagi mood ngelanjut soalnya hehee, stay tune yaaa~

Terima kasih udah baca book ini. Jangan lupa tinggalkan jejak yaa~

See ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro