Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4

"Akashi-kun!"

Akashi-kun kemudian menoleh ke arahku. "Kali ini ada apa lagi, (Name)?"

"Aku ma-"

"Aku baru saja datang, setidaknya biarkan aku menaruh tasku di kelas dulu, (Name)." Akashi-kun menyela perkataanku.

"Oh benar juga. Maaf," kataku, "silakan taruh dulu tasmu."

"Jangan tunggu aku dulu, (Name). Setelah menaruh tas ini, aku ada keperluan di OSIS. Lebih baik kembali saja ke kelasmu," kata Akashi-kun. "Aku akan langsung pergi sesudah ini."

"Dengar dulu, Akashi-kun. Aku cuma mau bi-"

"Ah terserah. Simpan perkataanmu untuk nanti." Akashi-kun melangkah menuju kelasnya. "Sepulang sekolah saja kita bicara. Mengerti?"

Dan dia meninggalkanku begitu saja. Padahal aku belum bicara apa-apa. Yah...mungkin dia benar-benar sibuk. Apalagi sebentar lagi di Rakuzan akan ada festival.

Aku berhenti memikirkan itu dan kemudian berjalan menuju kelas.

.

.

.

.

Sesuai perkataannya, pulang sekolah aku menunggu dia datang ke gerbang dan aku akan bicara hal tadi padanya.

Setengah jam lamanya aku menunggu, Akashi-kun belum juga terlihat. Mungkinkah sebentar lagi?

Dan tepat sekali, tak lama dia datang dan berdiri tepat di depanku. Bisa terlihat dia benar-benar melakukan kesibukan, lihat saja, pakaiannya begitu berantakkan. Dan dia juga sedikit berkeringat. Pasti dia sangat sibuk.

"Maaf, aku terlambat." Suara beratnya itu menyapa indera pendengaranku.

Aku menggeleng pelan. "Tidak apa, Akashi-kun."

"Jadi, langsung saja. Apa yang ingin kau bicarakan tadi?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi sedikitpun.

Aku maklum pada sifatnya ini. Bagaimanapun juga, Akashi-kun adalah orang yang tak suka basa-basi 'kan?

"Um...aku ingin mengajakmu jalan-jalan," kataku canggung. "Ke taman."

Alisnya bertaut, "Hah? Jalan-jalan lagi?"

Aku mengangguk cepat. "Hu'um. Kemarin, kita batal pergi ke taman. Jadi, kupikir hari ini aku mau pergi ke sana lagi bersamamu."

"Begitu ya..." Akashi-kun kembali memasang ekspresi datarnya. "Boleh saja, kalau kau memang mau."

"Benarkah? Terimaka-"

"Tapi, jika tiba-tiba aku ada urusan atau apapun itu namanya, jangan salahkan aku," kata Akashi-kun, menyela perkataanku. "Kau tahu kan, aku sibuk."

"Tidak apa, kok. Aku bisa menerimanya," jawabku cepat.

Akashi-kun menunduk dan tampak memikirkan sesuatu. Tak lama, dia mengangkat kembali wajahnya dan menatapku. "Baiklah. Ayo."

Dan sama seperti kemarin-kemarin, dia menggandeng kembali tanganku dan kami mulai berjalan berdampingan.

.

.

.

.

"Akashi-kun, kau ingin es krim rasa apa?" tanyaku.

Kami telah sampai di taman, dan saat ini aku dan Akashi-kun sedang duduk di di sebuah bangku yang ada di taman itu.

"Terserah saja," jawabnya cuek.

"Ayolah. Aku tak tahu rasa es krim favoritmu apa," desakku.

Akashi-kun tampak berpikir sebentar. "Aku rasa coklat saja."

Aku mengangguk. "Baiklah, akan kubelikan es krim coklat untukmu, Akashi-kun."

Akashi-kun diam tak merespon. Tangannya meraih ponsel di sakunya dan kemudian mulai menekan tombol-tombol.

Aku berbalik dan menghampiri sang penjual es krim. Antreannya tidak terlalu panjang. Dengan cepat aku memesan dua es krim dan kembali ke tempat Akashi-kun.

Saat aku kembali, Akashi-kun yang sepertinya baru saja menelpon itu langsung mematikan ponselnya dan menyimpannya kembali ke saku.

"Ini es krimmu, Akashi-kun." Aku menyodorkan es krim coklat yang dimintanya tadi.

Dia mengambil es krim itu dariku. "Terimakasih."

Aku mengangguk. "Sama-sama."

Kemudian, aku duduk di sampingnya dan kemudian menatap wajahnya. "Akashi-kun."

Dia menoleh ke arahku. "Apa?"

"Tadi...kau menelpon siapa?" tanyaku. "Apa itu ayahmu?"

"Bukan," jawabnya singkat. "Aku tak menelpon siapapun."

Aku tahu dia berbohong. Biasanya dia ahli berpura-pura, sampai-sampai aku tak menyadarinya. Tapi, kali ini terlihat jelas sekali.

Tapi, aku nemilih untuk menjadi bodoh dan pura-pura tak tahu. "Oh...begitu."

"Ya. Dan ka-"

Rrrrr!

Akashi-kun mengangkat telponnya. "Halo?"

"Apa? Lagi?"

"Baik. Aku segera datang."

Pip!

"Maaf, (Name)." Akashi-kun beranjak dari kursi itu. "Ayahku menelpon, dan ya...kau tahu 'kan?"

"Maaf, aku pergi dulu." Akashi-kun berlari dan meninggalkanku sendirian, tanpa berpamitan padaku.

Akashi-kun, dia pikir aku tak tahu kalau yang menelponnya bukan ayahnya? Yang tertampang di layar ponselnya tadi bukan sosok ayahnya yang bersurai merah.

Aku tak melihat dengan jelas, tapi yang pasti aku melihat satu warna.

Merah muda

.

.

.

.

Mungkin atas dasar kecurigaanku pada Akashi-kun, aku memutuskan untuk membuntutinya.

Mungkin aku terdengar seperti stalker atau penguntit. Tapi, menguntit kekasih sendiri bukan masalah bukan?

Tak lama, dia berhenti di sebuah tempat dan sepertinya ia menunggu seseorang. Aku masih setia mengintipnya dari balik sebuah tembok. Akashi-kun mulai mengeluarkan handphone dan menekan tombol-tombolnya.

Akashi-kun duduk di bangku yang ada di sana. Lalu, dia melirik ke arah tempat persembunyianku. Dengan refleks aku menunduk dan bersembunyi lebih dalam. Dan, dia kembali fokus ke ponselnya.

"Akashi-kun~"

Deg!

Suara....perempuan?

Tunggu, sepertinya aku mengenali nada suara ini.

"Kau membuatku menunggu lama."

"Araa....gomenne Akashi-kun~ Aku harus mengurus beberapa hal dulu."

"Ya...baiklah. Aku memaafkanmu."

"Hontou ni? Yatta! Arigatou, Akashi-kun~"

Suara ini, nada bicaranya, serta intonasinya yang dibuat-buat imut...oh jangan bilang kalau itu dia.

"Sudah kubilang 'kan, panggil aku Seijuuro."

"Tehee...maaf. Aku lupa, S-e-i-kun."

Tak salah lagi. Ini pasti dia. Ingatanku tak mungkin salah. Kekhawatiran dan ketakutanku selama ini benar.

"Bagus. Jangan sampai salah lagi-"

Ya ya ya. Sebut namanya, Akashi-kun. Walau sebenarnya aku sudah tahu siapa gadis itu.

"-Satsuki."

Ya. Dia adalah Momoi Satsuki.

.

.

.

.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro