Chapter 2
Saat jam istirahat di sekolah, aku berjalan menuju kelas Akashi-kun. Iya, sama seperti biasanya. Aku selalu menghampiri ke kelasnya setiap kali istirahat. Tapi, dia sama sekali tak pernah menghampiriku ke kelas. Bahkan sekali pun.
"Akashi-kun." Aku melongok dari pintu kelasnya, dan mendapati dirinya sedang mengeluarkan bento dari dalam tas.
Tanpa bicara apapun, Akashi-kun mengisyaratkanku untuk masuk ke dalam. Dan sesuai dengan suruhannya, aku masuk ke dalam kelas dengan bento yang ada di tanganku.
"Hari ini kita makan di mana, Akashi-kun?" tanyaku ketika sampai di tempat duduknya.
"Emh...terserah kau saja, (Name)."
"Baiklah. Bagaimana kalau di bangku yang berada di bawah pohon saja? Di sana sejuk dan cocok untuk makan!"
Akashi-kun mengangguk pelan. "Baiklah. Kalau begitu, ayo."
Dia beranjak dari kursi dan membawa bento miliknya, dan tangan kirinya menggandeng tanganku.
"Jangan lama-lama. Sebenarnya aku sedang sibuk saat ini."
Dengan suara pelan, aku menjawab. "Ha'i."
.
.
.
.
"Wah, sayang sekali, Akashi-kun. Kursi ini sudah ditempati." Aku menghela napas kecewa, "Ayo kita cari saja tempat la-"
"Tidak perlu."
Akashi-kun kemudian melepas gandengannya dan menghampiri orang yang sedang duduk di kursi itu sambil berdehem pelan. Tangan kirinya merogoh saku dan menampakkan sebuah gunting merah.
Orang itu sepertinya mengerti apa maksud Akashi-kun itu. Tanpa basa-basi, dia langsung beranjak dan pergi dari situ.
Akashi-kun duduk di kursi tersebut dan menyimpan kembali guntingnya. "Cepat duduk."
Aku pun mengangguk pelan dan kemudian langsung duduk di sampingnya.
Kami berdua makan di dalam keheningan, tak seorang pun dari kami yang berinisiatif memulai pembicaraan.
"Tempat ini cocok untuk makan bersama ya, Akashi-kun," kataku, berusaha mencairkan suasana.
"Ya, kau benar."
"Ngomong-ngomong, bagaimana tugasmu sebagai ketua OSIS? Sibuk kah?"
"Menurutmu?"
Aku tertawa canggung, "Sibuk sekali pasti ya, hahaha."
"Hm, sangat."
Pip pip! Pip pip!
Telpon Akashi-kun berbunyi tiba-tiba, dan dia langsung mengangkatnya.
"Halo?"
"Apa? Rapat mendadak?"
"Sekarang? Kenapa mendadak sekali?"
"Terserah. Baik, aku akan segera kesana."
Pip!
Akashi-kun menengok ke arahku dan menatapku datar. "Maaf, (Name)."
"Tidak apa kok. Aku tahu kau sibuk, Akashi-kun." Aku tersenyum paksa.
"Terimakasih sudah mengerti." Akashi-kun membereskan bento-nya. "Aku pergi dulu. Sampai jumpa."
Dan kemudian kau meninggalkanku begitu saja. Padahal, aku ingin menikmati waktu berdua bersamamu hari ini.
Hahh, mau bagaimana lagi?
Kemudian, aku langsung menghabiskan bekalku dan segera kembali ke kelas.
.
.
.
.
Bel sekolah telah dibunyikan, pertanda jam terakhir telah usai. Dengan semangat aku merapikan buku pelajaran dan memasukannya ke dalam tas.
Aku senang jika bel pulang berbunyi. Kenapa? Karena sehabis pulang sekolah, aku selalu pulang bersama Akashi-kun. Dan, itulah waktuku untuk bersamanya.
Aku melangkah cepat ke gerbang sekolah dengan hati yang gembira. Aku tak sabar untuk pulang bersamanya. Aku tak peduli walau selama perjalanan pulang dia tak bicara sepatah kata pun. Asal bisa bersamanya, aku bahagia.
Awalnya..kupikir begitu. Tapi ternyata, sosoknya tak ada di sana. Tak ada sosoknya yang biasanya menatapku datar sambil menyilangkan tangan.
Sosok itu tergantikan dengan sosok pemuda bersurai kelabu. Ya, itu senpai-ku, Mayuzumi Chihiro, sekaligus sahabatku sejak aku pindah ke Kyoto.
Ngomong-ngomong, dia adalah tetanggaku. Dulu, aku sempat menemukan light novel miliknya yang hilang, dan sejak saat itu aku menjadi akrab dengannya.
"Chihiro-kun."
Iris kelabunya yang kosong itu menatapku. "Oh, (Name)."
"Mana Akashi-kun?"
Chihiro-kun menghela napas pelan. "Akashi bilang dia sedang sibuk. Dia menyuruhku mengantarmu pulang."
"Kenapa...dia tidak memberitahuku?" tanyaku dengan suara agak bergetar.
Chihiro-kun menggeleng. "Entahlah. Dia sangat sibuk."
"Begitukah?"
Sesibuk apa Akashi-kun sampai dia tak bisa sekedar memberitahuku?
"Begitulah. Ayo kita pulang saja." Kemudian, Chihiro-kun menggandeng tanganku dan mulai melangkah.
"Ha'i."
Kemudian kami berdua berjalan beriringan menuju rumah sambil diselimuti keheningan.
Ahh...rasanya berbeda ya dibandingkan saat berjalan dengan Akashi-kun. Rasanya seperti ada yang hilang. Ada sesuatu yang tak bisa kudapatkan bila tak bersama Akashi-kun.
"Hei, (Name)." Chihiro-kun tiba-tiba memanggilku.
"Eh, iya? Ada apa?" kataku gelagapan karena terkejut.
"Rasanya sudah lama sekali ya kita tak pulang bersama," katanya.
"Em...benar juga. Sejak kapan ya?" tanyaku sambil berusaha mengingat.
"Sejak kau menjalin hubungan dengan si iblis itu." Chihiro-kun menekankan kata iblis di kalimatnya.
"Akashi-kun? Dia bukan iblis," kataku sambil tertawa canggung.
"Tidak, dia iblis."
"Memangnya kenapa?"
Chihiro-kun tampak terdiam. "Maaf. Lupakan saja."
"Oh ya, aku ingin ke toko buku-" Chihiro-kun menjeda kalimatnya, "-apa kau ingin ikut?"
"Ke toko buku?" Aku mengernyit. "Untuk apa?"
"Membeli light novel." Dia menatapku datar. "Mau ikut tidak?"
"Baiklah. Aku ikut," kataku senang. "Tapi, belikan aku juga ya~ hehe."
Chihiro-kun menghela napas lagi. "Oke."
Dan kami pun mengganti tujuan dari pulang ke rumah masing-masing menjadi pergi ke toko buku.
.
.
.
.
"Tadaima."
"Okaeri, (Name)-chan." Tetsu-nii menyambutku ketika aku pulang.
"Araa, Tetsu-nii belum pulang ke Tokyo?" tanyaku.
Dia menggeleng pelan. "Belum. Aku masih ingin di sini."
"Tidak sekolah?"
"Seirin libur selama seminggu. Sebenarnya ada festival sekolah, tapi karena tidak penting, aku kabur ke sini."
Aku tertawa kecil. "Astaga...Tetsu-nii."
"Ngomong-ngomong, kenapa kau pulang malam?"
"Tadi aku ke toko buku dulu. Maaf karena tidak mengabarimu, kupikir Tetsu-nii sudah pulang."
"Dengan siapa kau pergi?" tanyanya penuh selidik.
Sifat sisconnya kambuh.
"Dengan teman, kok," jawabku santai.
"Apa itu Akashi-kun?" tanyanya dengan nada tak suka.
"Bukan, kok."
"Lalu siapa? Jangan berbelit-belit, (Name)-chan."
"Etto...dia Mayuzumi Chihiro-kun, tetangga sekaligus sahabatku," kataku. "Tenang saja, dia orang baik, kok."
"Ya sudah. Tapi lain kali, bilang padanya jangan pulang malam-malam. Aku takut kau kenapa-kenapa." Raut wajahnya menjadi cemas.
"Tenang saja, Tetsu-nii." Aku tersenyum tipis. "Percayalah padaku."
"Aku mau mandi dulu ya, Tetsu-nii." Aku melangkah menuju kamarku untuk menaruh tas.
"Iya."
.
.
.
.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro