Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 7

Anne mengembuskan rokok, menatap pada orang-orang yang sedang bercakap-cakap sambil minum di area taman belakang. Hari ini salah seorang teman Ardan berulang tahun dan mengundang sekitar tiga sampai empat puluh orang orang untuk merayakan. Seorang DJ sedang memainkan musik di sudut taman, beberapa orang menari dan sisanya tersebar. Ada pula yang duduk di pinggir kolam, kursi malas, maupun di dalam dapur yang terhubung langsung dengan taman.

Awalnya Anne sangat senang saat diajak Ardan kemari, dengan begitu bisa mengenal orang-orang kaya dengan pergaulan elite. Apalagi si pembuat pesta terkenal di kampus sebagai foto model terkenal dengan kecantikan bak peri. Saat melihatnya datang, si Fania menyambut sambil lalu. Sangat berbeda dengan Ardan, yang langsung dipeluk dan dikecup. Tadinya Anne pikir yang bersikap seperti itu hanya Fania saja tapi ternyata tidak, hampir semua yang ada di sini bersikap sama dan mengucilkannya. Tidak ada yang ramah di sini, bahkan Ardan pun asyik sendiri dan tidak mengacuhkannya.

Semua orang bergembira, tertawa, mengobrol, dan mabuk. Beberapa pasangan malah berciuman tanpa tahu malu, Fania menari dengan beberapa teman di depan DJ. Suara tawa mereka menembus keriuhan pesta. Makanan bertumpuk di atas meja, pelayan hilir mudik dengan nampan, tapi tidak seorang pun mengajak Anne bicara. Ia melirik Ardan yang terlibat obrolan seru dengan kelompoknya. Anne dilanda kebosanan yang teramat sangat.

Satu batang rokok habis terisap, berlanjut dengan batang kedua, ketiga, dan satu bungkus nyaris habis. Beberapa gelas coctail tandas, Anne merasa setengah mabuk sekarang tapi tidak berani memejam karena takut akan terlelap. Saat seorang pelayan laki-laki bertubuh tinggi melewatinya dengan nampan berisi makanan, pikirannya tertuju pada Rexton. Ia mengingat kalau laki-laki itu selama bersamanya selalu bersikap baik dan penuh perhatian, tidak pernah membuatnya marah atau kecewa. Sangat berbeda dengan Ardan yang lebih menuntut dan egois. Sayangnya Rexton terlalu miskin dan tidak jelas masa depannya. Seandainya laki-laki itu punya pekerjaan yang baik, Anne pasti akan tetap setia. Terdengar pekik tawa dan Anne terbelalak, Fania sedang merangkul Ardan dan tanpa malu-malu mengecup pipinya. Diikuti oleh tepuk tangan semua orang.

"Ciee, cieee ...."

"Mana ada temen mesra-mesraa!"

"Cium-cium-cium!"

Ardan mengusap lengan Fania dan ikut tertawa bersama mereka, Anne mendidih dalam rasa marah. Terlebih saat mendengar ucapan Fania.

"Jangan gitu! Kalian bikin Ardan salah tingkah."

"Dih, siapa yang salah tingkah?" sela Ardan.

"Mukamu merah."

"Kamu kalii!"

Percakapan keduanya membuat suasana makin riuh, Anne tidak tahan lagi. Baru beberapa Minggu bersama dan sudah dibuat seperti ini. Padahal ia rela melepas pakaian dan celana demi Ardan. Rela menjadi teman tidur dan begini balasannya. Tanpa pikir panjang, Anne bangkit dan menghampiri keduanya. Rokoknya masih setengah menyala di asbak. Ia berdiri di depan keduanya, membentak keras.

"Ardan, apa-apaan kamu?"

Semua orang terdiam mendengar kemarahannya, Fania dengan perlahan melepas rangkulannya lalu menghela napas panjang.Mengibaskan rambut indah ke belakang sambil berkata dengan nada mencemooh.

"Aku lupa kalau ada pacarmu, Ardan. Sorry! Tapi bilang dia, kita cuma bercanda. Jadi cewek yang asyik dikitlah. Jangan posesif!"

"Apa lo bilang?" bentak Anne. "Ngatain gue posesif? Ngaca! Situ peluk-peluk cowok orang!"

"Anne, bisa diam nggak?"

Kali ini Anne yang terbelalak karena Ardan membentaknya. Rasa malu menyergapnya karena pandangan setiap orang tertuju padanya. Ia menelan ludah, meremas jemari dengan jantung berdetak keras. Wajahnya memerah dan terasa panas hingga ke telinga. Rasa malu yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Kenapa Arda marah padahal ia hanya mempertahankan miliknya.

"Ke-napa kamu marah?" tanyanya dengan gugup.

Fania berdecak, meninggalkan Anne dan Ardan dengan tatapan mencela, diikuti oleh beberapa orang. Ardan tida, tahan lagi, meraih pergelangan tangan Anne dan menyeretnya ke teras.

"Ardan, lepasin! Sakiit!"

Mendorong bahu Anne hingga ke tiang, Ardan berkata dengan tatapan mengancam. "Anne, aku nggak nyangka ternyata kamu senorak ini. Bener-bener cewek kampung lo."

"Apa?"

"Aku ngajak kamu ke pesta, ngenalin kamu ke teman aku, ke circle aku tapi malah bikin malu. Ckckck."

"Tapi, cewek itu mau cium kamuu!" sergah Anne.

"Bercandaa, emangnya lo nggak paham kata bercanda? Kalau nggak bisa bercanda mending tinggal di hutan aja! Udah, sana pulang! Aku makin kesal kalau kamu di sini."

"Tapi—"

"Pergi!"

Anne merasa harga dirinya hancur saat Ardan mendorong tubuhnya ke mobil dan meminta sopir mengantarnya pulang. Berusaha menahan tangis sepanjang jalan untuk perlakuan yang kurang ajar dari kekasihnya. Tidak habis pikir kalau laki-laki yang terlihat lembut dan romantis ternyata sangat kurang ajar padanya. Ardan menganggapnya tidak layak berada di dalam pertemannya. Bukankah itu sama dengan yang dilakukannya pada Rexton? Memutuskan laki-laki itu karena menganggap miskin. Anne tidak habis pikir kenapa pembalasan yang sama terjadi padanya.

"Memang apa salahnya kalau perempuan ingin yang terbaik?" Ia bergumam dengan sedikit marah, kesal, dan tidak habis pikir pada kehidupan.

**

Suasana di dalam kamar sedikit kikuk setelah pelukan yang tidak disengaja, Fiore berusaha untuk bersikap ceria dan tenang menghadapi Rexton. Mengerti kalau situasi ini sama-sama membuat mereka kurang nyaman. Laki-laki dan perempuan dalam kamar yang sama, meskipun mereka berteman tetap saja kikuk.

"Aku nggak punya baju perempuan. Kamu bisa pakai ini."

Rexton mengulurkan kaos dan celana pendeknya yang paling kecil ukurannya pada Fiore.

"Besok aku ke minimarket buat bantu kamu ambil pakaian yang di sana."

Fiore menerima dengan malu-malu. "Terima kasih."

"Air hangat udah aku siapkan. Kamu bisa langsung mandi."

"Oke."

Masuk ke dalam kamar mandi, Fiore dibuat terkejut karena bersih dan wangi. Selain kamar tidur yang luas, kamar mandinya pun sama. Ternyata kosan Rexton bukan ntipe murah tapi premium. Ada shower untuk air panas dan dingin. Fiore membuka shower dan mulai membasuh tubuh, sedikit mengernyit karena rasa perih dan kaku. Ia membasuh perlahan, hingga kotoran dan darah kering hilang setelah itu mengeringkan tubuh dengam handuk dan memakai baju milik Rexton.

Berdiri di depan cermin dalam balutan kaos dan celana yang terlalu besar untuknya, Fiore menatap wajahnya yang pucat. Ada banyak bekas luka di wajah, dahi dan dagunya. Perutnya berkriuk keras dan sekarang ia sadar kenapa bisa pingsan. Saat ke rumah susun, ia langsung bekerja tanpa sempat makan apa pun. Dalam keadaan lemas, tekanan darah rendah, dan kelelahan, Diorna menghajarnya. Tidak heran kalau membuat dirinya terkapar hingga pingsan. Untung ada Rexton, kalau tidak pasti dirinya terbangun di rumah susun dalam keadaan berdarah. Teringat akan perkataan Rexton tentang pemilik kedai yang meminta satpam menolongnya, ia mencatat dalam hati lain kali datang harus mengucapkan terima kasih.

Saat membuka pintu, aroma masakan yang lezat menguar di udara. Rexton membuka meja kecil dan meminta Fiore duduk di hadapannya. "Aku pesan bubur ayam, kamu pasti lapar. Makan dulu."

Fiore menerima sendok, mencoba bubur yang hangat dan makan perlahan. Bubur ayam dengan beragam topping yang gurih dan lezat. Rexton juga memesan macam-macam sate, teh manis hangat, serta kerupuk. Fiore yang kelaparan makan dalam diam dan saat selesai, merasa lebih segar. Berikutnya kantuk menyerangnya.

"Aku sudah siapkan tempat tidur untukmu." Rexton menunjuk ranjang.

"Kamu tidur di mana?" tanya Fiore. Ranjang itu tidak terlalu kecil, ukuran sedang yang bisa digunakan tidur dua orang tapi tidak enak kalau mengajak Rexton tidur bersama.

"Di lantai, aku punya karpet."

"Nggak! Kamu di ranjang, aku yang di karpet!"

"Mana bisa gitu. Kamu cewek dan lagi sakit, lebih baik menurut saja dan tidur di ranjang biar cepat sembuh."

"Tapi—"

"Nggak ada penolakan. Kalau kamu membantah, aku usir ke jalan!"

Keduanya berpandangan lalu tertawa bersamaan. Fiore merapikan bekas makan, membawa bungkusan ke dapur kecil di dekat pintu masuk. Ad wastafel, komper kecil, tanpa perlatan memasak satupun. Tidak mengherankan karena cowok memang tidak pernah memasak.

"Kosan di sini semua sama bentuknya?" tanya Fiore.

"Bentuknya gimana emamg?"

"Kamar luas, perabotnya lengkap, dan nyaman. Pasti mahal."

Mengamati Fiore yang berdiri gamang di dekat dapur, Rexton mengerti maksud gadis itu. Yang ada di pikirannya pasti uang dan itu tidak mengherannnya.

"Nggak usah kuatir soal itu. Kamar sebelah dulu dihuni teman sekampus, dia nyewa selama satu tahun tapi baru beberapa bulan ternyata udah pindah. Kamu bisa gantiin dia, gratis!"

Fiore terbelalak. "Bagaimana bisa?"

"Bisa saja, kami berteman lagi pula lebih baik kamu yang tempati dari pada kosong. Udah, jangan banyak mikir. Ayo, baringan cepat. Istirahatkan otak dan tubuhmu itu."

Fiore mengangguk, menuju ranjang dan berbaring. Rexton menggelar karpet, mengambil bantal dan selimut lalu berbaring di bawah ranjang. Kamar yang mereka tempati berpendingin udara, Fiore mencengkeram selimut yang menutupi tubuh hingga ke dagu. Menghirup aroma yang familiar di hidungnya. Wangi parfum Rexton. Ia sedang tidak bermimpi sekarang, benar-benar bersama Rexton dalam ruangan yang sama dan hanya berdua. Sedekat ini sedangkan sebelumnya tidak pernah terpikir akan seperti ini. Lampu dimatikan, hanya terdengar dengung lembut dari pendingin udara dan lemari es satu pintu di sudut. Memiringkan tubuh, Fiore berujar setengah mengantuk.

"Rexton ...."

"Iya."

"Terima kasih, kamu menyelamatkanku."

Lama tidak ada tanggapan, Fiore pun terlelap. Berbaring dengan tatapan tertuju pada langit-langit kamar yang gelap, senyum kecil muncul di bibir Rexton. Ucapan terima kasih dari Fiore, entah bagaimana membuat hatinya tersentuh.

"Tidur yang tenang, Fiore. Jangan pikirkan apa pun, ada aku yang menjagamu."
.
.
.
Bab baru tersedia di Karyakarsa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro