Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Season 2 Part 8

Bunga-bunga sakura perlahan berguguran mengikuti arah gravitasi. Bulan purnama yang menampilkan sinar pucat dan lembut terkesan sendu entah mengapa, seolah bersedih atas gugurnya bunga-bunga sakura yang memang sudah seharusnya berguguran.

Pukul dua belas malam telah berlalu dan jalanan mulai sepi. Taman publik yang sebelumnya ramai dikunjungi pengunjung yang berkumpul bersama sambil memandang bunga sakura kini mulai sepi. Satu persatu pengunjung telah meninggalkan taman itu dan kembali ke kediamannya masing-masing.

Sasuke berjalan menuju salah satu meja kayu dengan dua kursi panjang yang terdapat dibawah pohon Sakura bersama dengan Naruto. Tangan mereka berdua tak bersentuhan meski Sasuke begitu ingin mengenggam tangan Naruto.

Besok pagi mereka berdua akan berangkat ke kerajaan Suna yang berjarak dua hari jika ditempuh dengan berkuda dari kota Saika yang merupakan kota terdekat dari perbatasan kerajaan Suna. Namun mereka berdua tak bisa tidur dan memilh untuk mengunjungi taman serta menikmati suasana hening. Mereka berdua ingin mengamati malam dimana bunga-bunga sakura berguguran dan menikmati angin malam yang bertiup sepoi-sepoi.

Bunga sakura jatuh tepat diatas kursi kayu yang baru saja akan diduduki Sasuke. Sasuke mengambil bunga itu dan meletakkannya diatas meja sebelum menark kursi dan mendudukkan dirinya.

"Ternyata melihat bunga sakura yang berguguran d jam seperti ini menyenangkan juga," Naruto membuka pembicaraan seraya menatap bunga-bunga sakura yang berjatuhan setiap beberapa detik sekali.

"Kau juga menyukainya, hn?"

Naruto mengangguk dan tersenyum tipis. Biasanya ia akan hanami bersama orang tua nya di taman pribadi yang berada di rumahnya hingga pukul sembilan malam sebelum orang tuanya menyuruhnya untuk tidur. Ini merupakan pertama kalinya melihat bunga sakura berguguran di tengah malam

"Ya. Ini pertama kalinya aku melihat bunga sakura berguguran di tengah malam Ternyata sepi dan nyaman."

"Aku selalu melihatnya setiap tahun," jawab Sasuke seraya menatap bunga sakura yang berguguran, mengenang saat-saat ketika ia melihat bunga sakura berguguran di malam yang sepi sendirian bertahun-tahun lalu.

Naruto tersenyum tipis. Ia tak pernah mengira jika Sasuke pun memiliki sisi melankolis seperti ini.

"Mulai sekarang kau tak perlu lagi melihat bunga sakura sendirian. Kau bisa melakukannya bersamaku, teme."

Sasuke mengangguk tanpa mengucapkan apapun. Perlahan ia mengulurkan tangannya dan meletakkan telapak tangannya diatas telapak tangan Naruto serta mengenggamnya.

Naruto terkejut ketika tiba-tiba saja ia merasakan telapak tangan yang besar dan hangat menyentuhnya. Ia segera balas mengenggam telapak tangan Sasuke dan menikmati kehangatan yang menghangatkan jiwa dan raganay di tengah angin malam nan dingin.

"Aku tak tahu apakah aku bisa menjagamu di perang ini. Aku bahkan tak yakin jika kita berada di pihak yang benar," ucap Sasuke dengan suara pelan. Ia menatap kearah bunga sakura dengan tatapan dan ekspresi wajah yang mencerminkan kebimbangan.

Naruto menatap mata sang kekasih dengan tatapan penuh kepercayaan. Ia mempercayai sang kekasih sepenuhnya dan yakin jika apapun yang dipilih kekasihnya adalah yang terbaik bagi dirinya. Meski Sasuke mengatakan tak bisa menjaganya, lelaki itu pasti akan berusaha menjaganya, entah secara sadar atau tidak.

"Tidak perlu menjagaku, teme. Selama ini kau selalu menjagaku, maka kali ini seharusnya kau menjag dirimu sendiri," ucap Naruto sambil tersenyum. Ia melanjutkan ucapannya dengan suara pelan, berharap agar Sasuke tak mendengarnya, "Aku akan sangat kehilangan seandainya kau meninggalkanku, teme."

Sasuke tersenyum tipis. Iris onyx nya tertuju pada wajah sang kekasih dan ia mengeratkan genngaman tangan nya, "Aku sangat berharap jika kita berdua akan selamat di perang ini. Setidaknya, aku akan memastikan keselamatanmu."

Naruto merasa ngerti hanya dengan membayangkan jika Sasuke gugur di medan perang. Tak peduli sehebat apapun kemampuan bertarung Sasuke, lelaki itu pasti memiliki batas. Seandainya Sasuke telah mencapai batasnya, lelaki itu dapat terluka dan mati.

Seandainya Sasuke 'pergi', maka Naruto tak lagi memiliki tujuan hidup. Sasuke adalah pilar penyangga baginya, dan bagaikan sebuah bangunan, Naruto akan runtuh jika ia tak memiliki pilar penyangga.

"Tentu saja. Kita pasti akan memenangkan perang ini."

Ucapan Naruto terdengar optimis, namun Sasuke menyadari keraguan yang terpancar dari tatapan lelaki itu meski Naruto berusaha keras menyembunyikannya. Sasuke merasa malu terhadap dirinya yang seharusnya mampu menguatkan Naruto, namun faktanya Naruto lah yang berusaha menghilangkan keraguan Sasuke dengan bersikap optimis.

"Dobe."

Naruto menyahut. Wajahnya sedikit tersipu ketika wajah Sasuke begitu dekat dengannya. Mereka berdua kini saling menatap, dan Sasuke perlahan mengeliminasi jarak dengan berusaha mendekati wajahnya.

"T-teme?"

Sasuke tak menyahut. Ia memejamkan mata dan segera mengecup bibir Naruto dengan lembut. Tangan nya yang sebelumnya mengenggam tangan Naruto kini terlepas dan ia segera memeluk Naruto dengan erat.

Seharusnya Sasuke melepaskan bibirnya dan membuka matanya, seperti yang biasa ia lakukan. Namun emosi mengendalikan dirinya hingga otaknya tak mampu lagi berfungsi dengan normal. Sasuke membuka mulutnya dan mulai memagut bibir Naruto.

Naruto terkejut ketika ia merasakan bibir Sasuke yang menciumnya. Hembusan nafas hangat lelaki itu bahkan menerpa kulit wajahnya, menandakan jika jarak mereka begitu dekat.

Tanpa ragu Naruto membuka mulutnya dan ia membalas ciuman Sasuke. Tangannya memeluk tubuh Sasuke dengan erat seolah tak ingin melepaskannya, sedangkan mereka berdua bertukar saliva dengan mata terpejam, merasakan eksistensi masing-msing.

Baik Naruto maupun Sasuke sadar jika kesempatan yang mereka miliki kali ini mungkin saja tak akan datang untuk kedua kalinya. Seandainya mereka melewatkan kesempatan kali ini dan kesempatan kedua tak akan datang, baik Sasuke maupun Naruto akan merasa sangat menyesal.

Sasuke melepaskan bibirnya setelah beberapa menit berlalu. Iris onyx nya kini bertemu pandang dengan iris sapphire Naruto, sedangan tubuhnya masih memeluk tubuh Naruto. Hatinya terus meneriakkan perasaan cinta yang dirasakannya terhadap sang kekasih.

"Dobe, apapun yang terjadi, aku akan selalu mencintaimu."

Sasuke agak terkejut dengan kalimat yang meluncur dari mulutnya. Ia tak pernah terbiasa menunjukkan rasa cinta, setidaknya tidak dengan mengungkapkannya secara eksplisit. Ia merasa tak nyaman mengucapkannya dan ia bahkan tak begitu yakin jika ia pernah mengungkapkan rasa cintanya secara eksplisit melalui kata. Namun ia tak ingin memiliki penyesalan jika ia tak lagi memiliki kesempatan untuk mengatakannya, karena itulah ia memilih untuk mengatakannya sekarang.

"Begitupun denganku, teme."

Naruto tersenyum lebar, menampilkan senyum termanis yang hanya akan ia tunjukkan pada sang kekasih. Hanya dengan sebuah ungkapan cinta dari Sasuke membuat Naruto merasa jika dirinya lah pria yang paling bahagia di dunia ini.


.

.


"Tuan, malam ini benar-benar menyenangkan. Aku merasa benar-benar beruntung mendapat kehormatan untuk melayani anda," ujar seorang wanita berusia awal dua puluhan dengan rambut hitam halus yang tergerai. Tubuh wanita itu tak tertutup sehelai benangpun dan memperlihatkan payudaranya yang putih mulus dan kenyal.

Wanita itu menatap Itachi yang kini berbaring disampingnya dengan tatapan menggoda. Lelaki itu juga tak mengenakan selembar pakaian dan sejak tadi hanya menatapnya dengan dingin. Namun mata lelaki itu begitu indah dengan iris onyx yang menawan dan bulu mata yang panjang dan lentik.

Tak ada jawaban dari Itachi. Namun sang oiran (pelacur) mengerti, lelaki ini mungkin merupakan tipe orang yang tidak banyak bicara. Klien nya bahkan hanya memintanya untuk tak mengecewakannya dan langsung mengecupnya serta menggerayanginya.

"Anda ingin melakukannya lagi, Tuan? Malam ini aku adalah milikmu sepenuhnya," ujar oiran itu dengan nada menggoda. Ia setengah berharap agar klien nya mengiyakan penawarannya. Lelaki muda yang menjadi kliennya malam ini bukanlah seorang pelanggan yang sering berkunjung, namun tubuhnya cukup bagus dan wajahnya tampan. Rasanya ia merasa tak puas bercinta dengan lelaki itu meski mereka telah melakukannya beberapa ronde.

Itachi menggelengkan kepala, "Aku ingin beristirahat."

"Baiklah, Tuan," ucap oiran itu sambil tersenyum, namun merasa kecewa di dalam hati.

Itachi segera mengambil enam koban dari kantung berisi uang miliknya. Ia menyerahkan pembayaran sekaligus tips untuk oiran itu dan menatap oiran itu dengan dingin, "Tinggalkan ruanganku."

Oiran itu mengernyitkan dahi. Biasanya klien akan meminta oiran untuk menemani hingga pagi, namun lelaki ini malah langsung memintanya pergi ketika mereka sudah selesai bercinta. Ia tak pernah bertemu dengan klien yang seperti ini.

"Anda serius, Tuan?"

"Hn."

"Arigatou gozaimasu," ucap wanita itu sambil membungkukkan badan. Sesudahnya ia segera mengambil pakaiannya dan memakai pakaiannya kembali serta meninggalkan ruangan.

Itachi kini sendirian di dalam ruangan penginapan yang berada di rumah bordir. Ia segera mengenakan pakaiannya sendiri dan berbaring diatas futon sesudahnya. Tubuhnya terasa lemas setelah beberapa ronde bersama oiran itu, namun entah kenapa ia merasa tak puas.

Oiran itu tidak buruk, bahkan sebetulnya oiran itu adalah oiran terbaik di daerah ini. Namun Itachi malah terus memikirkan perang yang akan ia hadapi dan otaknya sibuk memikirkan berbagai siasat yang seharusnya dilakukan. Selain itu ia juga menantikan pertemuan secara langsung dengan Sasuke.

Itachi berusaha memejamkan matanya. Ia masih memiliki waktu selama beberapa jam sebelum pagi tiba dan ia diharuskan meninggalkan penginapan. Namun ia masih tak berhenti memikirkan Sasuke, rasanya ia begitu ingin bertemu Sasuke secara langsung dan menjalankan rencananya untuk mati di tangan sang adik.

Sebetulnya Itachi tak peduli jika ia akan menang atau kalah di dalam perang, lagipula perang kali ini merupakan perang terakhir yang akan dihadapinya. Satu-satunya hal yang ia pedulikan ialah keberhasilan rencananya.


.

.


Naruto tak mengingat sudah berapa kilometer jalan yang ia lalui bersama Sasuke untuk menuju perbatasan. Entah kenapa tubuhnya terasa lelah karena kurang beristirahat, sepertinya Sasuke pun begitu. Namun Sasuke tetap memaksa melakukan perjalanan tanpa beristirahat sekalipun.

Saat ini pukul satu siang dan Sasuke terpaksa berhenti sejenak untuk makan siang. Ia segera turun dari kuda dan menghampiri salah satu pohon serta mengikatkan kudanya disana, begitupun dengan Naruto yang kini sudah terbiasa melakukan berbagai hal sendiri.

Sasuke duduk bersandar di salah satu pohon dan membuka ranselnya. Sebetulnya tubuhnya terasa lelah dan ia tidak terlalu lapar, namun ia memutuskan untuk makan siang karena khawatir dengan Naruto. Sasuke sendiri ingin tiba di bagian dalam hutan lebih cepat dan segera beristirahat untuk memulihkan energy nya.

"Kau terlihat lelah, teme. Kurasa sebaiknya kita menunda perjalanan selama satu hari. Lagipula kita hanya diminta untuk tiba minggu depan."

Sasuke menggelengkan kepala, "Semakin cepat tiba, maka akan semakin baik. Kau bisa mengamati situasi medan perang, mengenal orang-orang yang akan menjadi sekutumu dengan lebih baik, serta menyiapkan strategi untuk keselamatan dirimu, dobe."

"Bagaimana jika kita berdua malah sakit karena kelelahan?"

Sasuke menggelengkan kepala. Ia jarang sakit beberapa tahun terakhir, dan setelah ia rutin meminum ramuan herbal yang diketahuinya dari tabib kenalannya untuk menjaga stamina tubuhnya, kondisi kesehatannya juga ikut meningkat. Rasa lelah yang dirasakannya kali ini bukan apa-apa dibandingkan rasa lelah yang pernah ia rasakan ketika mendapati peatihan yang tidak manusiawi dari Itachi.

"Minum ini," ujar Sasuke seraya memberikan botol berisi ramuan herbal pada Naruto.

Naruto mengambil botol itu dan membukanya. Ia meringis ketika mencium aroma obat yang kuat, "Ini apa?"

"Ramuan untuk menjaga stamina. Minumlah sedikit."

Naruto memutuskan untuk meminum beberapa teguk dan cepat-cepat menelannya sebelum meringis. Ramuan itu benar-benar pahit, namun membuat sekujur tubuhnya menghangat dan setelahnya ia merasa lebih rileks. Rasa lelah yang ia rasakan perlahan menghilang dan ia tak lagi mengantuk seperti sebelumnya.

"Tak kusangka, ternyata ramuan ini bekerja dengan cepat. Namun rasanya benar-benar pahit. Aku tak mengerti bagaimana bisa kau meminum ramuan seperti ini?"

"Jangan pedulikan rasanya. Yang terpenting adalah efeknya."

Naruto mengeluarkan dua buah onigiri dari ranselnya sendiri, sementara Sasuke mengeluarkan dua buah telur yang direbus menggunakan teh dan rempah-rempah lainnya. Sasuke pertama kali mencoba telur rebus dengan teh dan rempah-rempah di kerajaan tetangga dan ia menyukai rasanya sehingga ia memutuskan untuk membuatnya sebagai bekal perjalanan.

"Itu apa?"

"Telur rebus teh. Cobalah."

Naruto mengernyitkan dahi. Namun ia segera memberikan salah satu onigiri dengan isian okaka yang merupakan favorit Sasuke.

"Gochisosama deshita," ucap Naruto dan Sasuke bersamaan sebelum menggigit onigiri mereka.

Sasuke tersenyum tipis. Rasa onigiri itu begitu enak menurutnya, entah karena onigiri itu memang enak atau karena onigiri itu merupakan onigiri spesial buatan Naruto. Ia merasa senang dengan Naruto yang bahkan mengetahui makanan favoritnya.

"Kau tahu makanan favoritku, dobe?"

Naruto menganggukan kepala, "Tentu saja. Setiap kali membuat onigiri, kau selalu mengisinya dengan tomat dan okaka. Seandainya kita tak perlu membuat bekal untuk waktu yang lama, aku akan mengisi onigirimu dengan tomat."

Sasuke menggelengkan kepala. Ia akan mengapresiasi makanan apapun yang dibuat Naruto. Setidaknya lelaki itu sudah bersusah payah membuatkan makananan favoritnya, meski hanya sebuah onigiri sekalipun.

"Beginipun onigirimu sudah terasa enak, dobe. Arigatou."

Naruto balas tersenyum. Ia sudah merasa senang hanya dengan kalimat apresiasi yang dilontarkan oleh sang kekasih. Dan ia merasa senang karena Sasuke menyukai makanan buatannnya.

"Syukurlah kalau kau menyukainya. Aku khawatir makananku tidak cukup enak untukmu, teme."

Sasuke meletakkan tangan diatas puncak kepala Naruto dan mengelusnya dengan lembut. Kini ia tak lagi menahan diri untuk tersenyum dan ia menampilkan senyumnya pada Naruto.

Naruto mengambil telur yang diberikan Sasule dam meremasnya untuk menghancurkan kulitnya. Ia segera memakan telur itu dan merasakan rasa teh yang bercampur dengan rempah-rempah. Rasa makanan itu agak khas dan lezat. Mungkin saja masakan yang dibuat Sasuke dengan penuh perasaan menambah cita rasa masakan itu.

"Enak. Aku suka telurnya."

"Ingin telur lagi, dobe? Aku masih memiliki beberapa."

Naruto menggelengkan kepala. Ia tahu jika Sasuke menghitung perbekalan dan mempersiapkannya dengan cermat. Sasuke mengatur agar setiap orang hanya memakan satu onigiri dan satu telur untuk satu kali makan.

"Itu jatah telurmu untuk makan siang, kan? Makanlah, teme. Nanti kau kelaparan."

"Aku tidak begitu lapar. Lagipula aku bisa berburu untuk makan malam."

Naruto merasa tidak enak hati. Hingga saat inipun ia masih menjadi beban bagi Sasuke meski ia berusaha keras untuk mandiri. Setiap kali mereka berpegian, Sasuke masih harusberburu sendirian untuk makan mereka berdua.

"Simpanlah tenagamu untuk perang nanti, teme. Kali ini biarkan aku yang berburu."

Sasuke kembali menepuk-nepuk puncak kepala Naruto, hal yang sudah menjadi kebiasannya. Ia berusaha keras mempersiapkan Naruto untuk mampu hidup mandiri, namun di sisi lain terkadang ia merasa tak tega membiarkan Naruto untuk melakukan hal-hal kejam. Ia masih ingat ketika Naruto meringis saat pertama kali diminta untuk berburu.

"Tidak masalah, dobe."

Naruto kembali memakan telur yang diberikan Sasuke dengan perlahan, berusaha mengingat rasanya dengan baik. Ia merasa senang dapat menikmati makanan buatan Sasuke.

Naruto menyadari jika hubungannya dengan Sasuke bagaikan seutas benang yang rapuh dan dapat terputus kapanpun. Hidup sebagai kriminal membuat mereka berdua hidup dibawah bayang-bayang perpisahan setiap hari walaupun Naruto memilih untuk tak terlalu memikirkannya.

Naruto tersenyum lebar dan menatap Sasuke lekat-lekat, "Arigatou, teme. Aku sangat menyukai telur buatanmu,"

Sasuke tersenyum tipis, merasa agak heran dengan reaksi Naruto. Apakah telur buatan nya begitu enak hingga Naruto begitu senang? Apapun alasannya, Sasuke merasa puas dan ikut merasa senang jika Naruto tersenyum.


-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro