Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Season 2 Part 4

Seorang lelaki berambut merah berjalan memasuki sebuah bangunan dengan langkah yang tergesa-gesa dan kepala yang tertunduk. Di dalam jubahnya terdapat potongan tangan seorang lelaki, sementara kedua tangannya memeluk kepala berambut pirang dari rekannya.

Ia berhenti di depan sebuah pintu dan mengetuk pintu. Setelahnya ia masuk ke dalam menutup pintu, masih dengan kepala yang tertunduk dalam. Ia tak menghiraukan lelaki dihadapannya yang menatapnya dengan bingung, berusaha mencari sosok rekan nya.

"Pekerjaan kami berhasil. Kami berhasil meledakkan rumah samurai itu dan menghabisi seluruh penghuni nya. Namun Deidara terkena ledakan besar dan mati," ucap lelaki berambut merah itu dengan tenang meskipun ia sebetulnya sama sekali tak merasa tenang. Sudah lama ia tak merasakan emosi yang sangat kuat dan kini hatinya bergejolak bagaikan ombak yang bergolak.

"Apa kau membawa jasad Deidara yang tersisa, Sasori?"

"Aku meletakkannya di ruang depan, Itachi."

Itachi terdiam sejenak. Ekspresi wajahnya tetap datar, namun sebetulnya hatinya benar-benar berkecamuk. Deidara tak menyukai dirinya, namun ia merasa agak kehilangan. Dalam satu hari, ia telah kehilangan dua anggota organisasinya.

"Kisame juga telah mati pagi ini," ucap Itachi dengan nada yang entah kenapa terdengar lebih murung dari biasanya.

Ucapan Itachi lumayan membuat Sasori terkejut hingga ia mengangkat kepalanya. Namun yang lebih mengejutkan, Itachi yang biasanya juga tak pernah menunjukkan emosi apapun seperti dirinya kini terlihat agak murung.

"Oh, ya."

Itachi merasa agak kecewa dengan reaksi Sasori yang terkesan tak peduli. Namun ia menangkap sorot kesedihan yang terpancar dari mata Sasori. Lelaki itu pasti tengah berduka setelah kehilangan rekan yang selalu bersama dengannya.

"Aku ingin beristirahat, tolong jangan berikan aku pekerjaan apapun selama satu minggu," ujar Sasori seraya bangkit berdiri.

Itachi mengangguk. Rasa kehilangan yang dirasakan Sasori pasti lebih dalam dibanding yang terlihat. Bagaimanapun juga mereka berdua selalu menjadi rekan setim dalam pekerjaan yang memerlukan dua orang.

"Hn. Tolong urus jasad Deidara yang tersisa dengan cara apapun yang kau mau."

"Ya."

Sasori keluar dari ruangan dan menutup pintu, meninggalkan Itachi yang sendirian di dalam ruangan.

Setelah merasa tak ada seorangpun, ia segera menopang wajahnya dengan kedua tangan dan mengusap matanya. Emosinya masih tak stabil setelah menyaksikan secara langsung mengenai apa yang terjadi pada Kisame.

Sebetulnya ia tak pernah mengira jika ia akan kehilangan hingga seperti ini. Dibandingkan orang lain, ia merasa lebih nyaman bersama Kisame meskipun ia terus menjaga jarak dengan siapapun.

Itachi merasa benar-benar menyesal. Seharusnya ia sendiri yang pergi menemui Sasuke dan pergi tanpa membunuh Sasuke meski harus menarik ucapannya sendiri. Ia sadar jika Kisame adalah orang yang haus darah dan selama ini ialah yang selalu menahan tindakan gegabah yang dilakukan Kisame. Ia tak mengira jika Kisame akan melawan perintahnya.

Atau seharusnya ia tidak diam saja melihat Kisame dibantai oleh Sasuke.  Namun nasi telah menjadi bubur dan rasa penyesalan malah terasa memberatkan dirinya.

Jam telah menunjukkan pukul dua belas siang dan matahari sedang benar-benar terik. Namun Itachi tak peduli. Ia ingin segera mengunjungi 'kuburan' Kisame yang dibuat oleh Sasuke dan meletakkan bunga meski sebetulnya ia ingin menguburkannya di halaman markas tempatnya berada saat ini.

Itachi berjalan keluar dari markas dan segera mengubah dirinya menjadi burung gagak hitam. Matanya yang ia kira telah mengering selamanya kini mulai berkaca-kaca. Kini alasannya untuk hidup semakin melemah dan ia semakin tenggelam dalam perasaan bersalah, kehilangan dan kesedihan.

.

.

"Bagaimana dengan pekerjaan kalian?" tanya Tsunade dengan ramah ketika Sasuke dan Naruto dan Sasuke memasuki ruangan. Sebetulnya ia sendiri merasa curiga jika ada hal yang tidak beres, namun ia memutuskan untuk memancing Naruto dan Sasuke berbicara.

"Tuan Takamasa meninggal," jawab Naruto dengan suara yang terdengar seperti tercekat. "Pekerjaan ini gagal karena kesalahanku. Maafkan aku."

Naruto menundukkan kepala dalam-dalam dan berniat berlutut. Namun Sasuke segera menyentuh bahu Naruto dan menahannya untuk tidak berlutut.

Tsunade membelalakan mata lebar-lebar, "Apa?! Bagaimana bisa 'orang' terbaikku gagal dalam pekerjaan sederhana seperti ini? Jelaskan padaku!"

"Itu kesalahanku, Nyonya," ujar Sasuke. "Aku meninggalkan Ruki dan klien berdua saja sementara aku berburu untuk makan malam. Aku tak menyangka jika ada seseorang yang begitu kuat menyerang klien kita. Sepertinya orang itu pengguna ninjutsu."

Tsunade mengernyitkan dahi dan mengepalkan tangan. Ia merasa marah dengan kegagalan Sasuke dan Naruto yang bisa membawa reputasi buruk bagi tempat usaha nya. Namun ia sendiri tahu bagaimana kehebatan seorang pengguna ninjutsu jika dibandingkan dengan orang biasa. Kakeknya adalah seorang pengguna ninjutsu terakhir di dalam keluarganya.

"Ninjutsu? Bukankah pengguna teknik seperti itu sudah sangat langka di jaman sekarang? Seperti apa teknik ninjutsu orang itu?"

"Hn. Orang itu bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Selain itu ia membawa pedang aneh dan ia mampu menghilang ke dalam tanah dan hanya ujung pedangnya saja yang terlhat," jelas Sasuke.

"Lalu bagaimana dengan orang itu? Apakah kau sudah menghabisinya, Taiko?"

Sasuke menganggukan kepala, membuat Tsunade tersenyum.

Sasuke menundukkan kepala lebih dalam dibandingkan biasanya dan berkata, "Maafkan aku."

"Tidak. Ini tak sepenuhnya kesalahan kau dan Ruki," sahut Tsunade. "Lagipula jika ucapan kalian memang benar, siapapun yang menjadi lawan kalian memang berbahaya. Sebetulnya aku penasaran, bagaimana bisa seorang petani yang biasa-biasa saja bisa diincar oleh orang sekuat itu."

Sasuke menggelengkan kepala, "Target yang sebenarnya adalah aku."

"Kau?!" Tsunade terkejut. "Berani sekali seseorang berniat mencoba membunuhmu? Lagipula bagaimana mungkin seseorang bisa tahu jika kau mengambil misi itu? Apakah kau atau Ruki tanpa sengaja memberitahukan pada seseorang."

Naruto cepat-cepat menggelengkan kepala, "Aku tidak memberitahu siapapun."

"Begitupun denganku," sahut Sasuke sambil menatap Tsunade dengan tajam. "Mungkinkah kau yang menyebarkan informasi mengenaiku pada Itachi?"

Tsunade menggelengkan kepala dan menatap Sasuke lekat-lekat, "Aku bahkan tak pernah bertemu dengan Itachi secara langsung. Lagipula Akatsuki merupakan organisasi independen yang menerima klien secara langsung dan tak memiliki hubungan kerja sama denganku. Aku hanya pernah sekali berhubungan dengan organisasi itu untuk merekomendasikan pekerjaan berat yang diberikan oleh klienku dan tak mampu diambil oleh 'orang-orang' ku. Kurasa bahkan saat itu Itachi belum bergabung."

"Hn? Kalau begitu apakah ada mata-mata diantara bawahanmu?" tanya Sasuke tanpa berniat memperhalus istilah 'bawahan' seperti yang dilakukan Tsunade.

"Mendekatlah, Taiko."

Sasuke segera mendekat tanpa mengucapkan apapun. Tsunade segera mengambil kuas tanpa mencelupkan ke dalam tinta.

"Perhatikan baik-baik."

Tsunade membuat gerakan seolah sedang menggores kuas diatas kertas meski sebetulnya tak ada yang terlihat dan Sasuke segera memperhatikan gerakan goresan yang dibuat Tsunade yang membentuk karakter berupa nama.

Manabu.

Kunio.

Tetsu.

"Itulah orang yang kucurigai."

Sasuke merasa terkejut meski ekspresi wajahnya dibalik topeng tetap tidak berubah. Ketiga orang itu adalah orang-orang yang pernah bekerja bersama Naruto. Salah satunya bahkan juga dikenal Sasuke dan dapat dikatakan orang itu adalah teman bagi Sasuke, atau setidaknya kenalan baik.

Sasuke menatap Tsunade lekat-lekat. Entah kenapa belakangan ini kepercayaannya pada Tsunade tak sebanyak dulu. Ia khawatir jika Tsunade memberikan informasi mengenai dirinya pada seseorang yang kemudian memberikannya pada Itachi.

"Jadi, apakah kalian berdua ingin mengambil pekerjaan lagi? Ada beberapa pekerjaan yang sebetulnya ditujukan khusus untukmu, Taiko."

Sasuke menatap Naruto, "Bagaimana? Kau ingin mengambil pekerjaan bersamaku?"

Naruto menggelengkan kepala. Ia tak ingin mengambil pekerjaan bersama Sasuke dan kembali menjadi beban seperti kemarin.

"Tidak, Taiko. Kurasa aku akan mengambil pekerjaan sendirian kali ini."

Sasuke mengernyitkan dahi. Tak biasanya Naruto menolaknya seperti ini. Biasanya Naruto malah mengajaknya untuk mengambil pekerjaan bersama jika memungkinkan.

"Benarkah?" Tsunade menatap heran. "Padahal Taiko sangat populer dan banyak diantara 'orang-orang'ku yang sangat memimpikan bisa bekerja bersamanya."

Naruto mengangguk, "Ya. Tolong berikan aku pekerjaan apapun yang tidak berhubungan dengan mengawal seseorang, Nyonya."

Tsunade melirik Naruto dengan ekor matanya. Ia tak bisa melhat ekspresi wajah anak itu, namun ia yakin jika anak itu masih terpukul dengan kegagalan pekerjaannya. Lagipula anak itu tak pernah mengalami kegagalan pekerjaan sebelumnya.

"Kau ingin mengambil pekerjaan membunuh, Ruki?"

Sasuke tersentak dan segera menjawab dengan refleks, "Jang-"

Naruto menyadari jika Sasuke hendak melarangnya dan cepat-cepat menjawab sambil tertawa pelan.

"Astaga, apakah nyonya bisa membaca pikiranku? Aku memang sedang ingin mengambil pekerjaan seperti itu."

"Begitukah? Kau benar-benar yakin akan mengambilnya sendirian?"

"Tentu saja, Nyonya. Lagipula aku juga ingin membuktikan kemampuanku."

Tsunade segera mengeluarkan beberapa gulungan berupa detil pekerjaan. Ia tak meragukan kemampuan Naruto yang lebih baik dibanding orang pada umumnya walaupun tidak sebaik Sasuke. Teknik berpedangnya cukup baik meski bukan yang terbaik, dan rumornya ia juga menguasai ninjutsu.

Naruto segera membuka satu persatu gulungan dan membaca isinya. Ia tak menyadari jika Sasuke yang berjarak dua meter darinya juga ikut membaca isi gulungan-gulungan itu dengan ekor matanya.

Terdapat sebuah pekerjaan dengan bayar dua puluh lima koban untuk menculik putri dari seorang keluarga kaya dan membunuhnya serta membuang jasadnya di pinggir kota. Disebutkan deskripsi putri yang dimaksud, yakni gadis berusia tujuh tahun dari keluarga Takamichi yang bernama Kiyoko, lengkap dengan ciri-ciri fisik.

"Aku mengambil pekerjaan ini," ucap Naruto sambil menyerahkan gulungan yang sedang ia baca.

Sasuke tak tahan lagi untuk diam. Ia segera menarik tangan Naruto hingga menghadapnya dan menatapnya lekat-lekat dengan tajam, "Jangan ambil pekerjaan itu, dobe."

"Memangnya kenapa? Bukankah pekerjaan itu berupah besar dan tidak begitu sulit? Kurasa itu tawaran yang sangat bagus."

Sasuke benar-benar geram. Naruto sudah pernah menghabisi nyawa seseorang meskipun jarang dan ia tak pernah suka setiap kali Naruto mengambil pekerjaan yang mengharuskannya membunuh. Ia tak ingin Naruto menjadi orang seperti dirinya.

"Kau tahu apa yang kau lakukan, dobe?" Tanya Sasuke dengan mata yang menunjukkan kekecewaan atas opini Naruto. "Apakah kau sanggup menculik dan membunuh seorang anak kecil yang tak bersalah?"

Pertanyaan Sasuke membuat Naruto terdiam. Sejujurnya Naruto tak tahu jika ia sanggup melakukannya atau tidak. Sebelumnya ia tak pernah setuju dengan ide membunuh orang, namun kini opini nya berubah. Banyak orang baik yang berakhir dengan mati secara tragis dan ia merasa jika ia tak perlu memilih-milih target. Lagipula sepertinya orang yang baik memang ditrakdirkan untuk mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan. Jadi, untuk apa menjadi orang baik yang malah menjaid korban ketidakadilan? Bukankah hidup memang tidak adil?

"Aku tak tahu. Karena itulah aku ingin mencobanya."

Sasuke menatap Naruto dengan sorot mata yang menunjukkan kekecewaan mendalalam. Ia tak menyangkan jika Naruto berubah menjadi seperti ini. Ia tahu jika anak seusia Naruto masih sedang dalam masa labil, namun ia tak bisa membiarkan Naruto melakukan sesuatu yang bisa saja membuatnya menyesal.

"Pikirkan sekali lagi. Sanggupkah kau melakukannya? Akankah kau menyesal setelah melakukannya? Apakah kau akan terbebani? Keputusanmu berhubungan dengan hidupmu dan hidup anak itu."

Naruto terlihat ragu. Ucapan Sasuke membuatnya khawatir. Selama ini ia mengambil pekerjaan membunuh jika ia mengetahui korban nya bukanlah orang yang baik sehingga ia tak akan merasa bersalah. Namun targetnya kali ini berbeda.

Sasuke menatap Naruto yang tampak ragu dan berharap Naruto membatalkan niatnya.

"Aku.. tak tahu. Bagaimana jika kita mengambil pekerjaan itu bersama?"

Sasuke segera menggelengkan kepalanya. Pekerjaan itu juga melanggar salah satu kode etiknya, yakni nilai moral yang masih tersisa dalam dirinya. Dan sekalipun ia tak memiliki pilihan, ia lebih memilih kelaparan tanpa uang sepeserpun ketimbang mengambil pekerjaan seperti itu.

"Tidak."

"Mengapa? Bukankah barusan kau menawariku untuk mengambil pekerjaan bersama?"

"Itu melanggar kode etikku."

Tsunade terkejut mendengar ucapan Sasuke. Rasanya kini ia mengerti mengapa Sasuke tak pernah mau mengambil pekerjaan dengan korban anak kecil dan wanita atau yang berkaitan dengan fasilitas umum. Sasuke tak pernah menjelaskan apa alasan yang sebenarnya, dan alasan lelaki itu benar-benar tak terduga.

"A-aku.." Naruto terdiam, "Mungkin aku akan mengambil pekerjaan lain. Maafkan aku."

Tsunade melirik Naruto dan Sasuke bergantian. Ia membiarkan Naruto membaca gulungan dan menyadari jika Sasuke ikut mengintip gulungan berisi pekerjaan yang akan dipilih Naruto.

Pada akhirnya Naruto memilih pekerjaan membunuh yang akan dilakukannya sendirian. Target nya adalah seorang ronin yang kini menjadi pembunuh bayaran.

Pilihan pekerjaan itu membuat Sasuke merasa puas.

.

.

Sasuke berjalan memasuki kedai yang menjual alkohol dan daging panggang sendirian. Ia mendapati sosok Tetsu yang sedang duduk sendirian dengan tiga kursi kosong di dekatnya.

Tanpa menunggu lebih lama, ia segera menghampiri Tetsu dan menepuk bahunya, membuat Tetsu yang sedang menikmati makanannya terkejut.

"Lama tak bertemu, Tetsu."

"Oh? Taiko?! Halo," seru Tetsu dengan terkejut, membuat beberapa orang yang berada di dekatnya melirik kearah Sasuke.

Sasuke menatap sekeliling dan seketika orang-orang yang menatapnya segera mengalihkan pandangan dan kembali melanjutkan apa yang mereka lakukan.

"Kau sendiri?"

"Ya," sahut Tetsu sambil melirik Sasuke. "Kau juga? Duduk saja bersamaku."

Sasuke segera duduk di kursi yang bersebelahan dengan kursi Tetsu. Ia segera memanggil pelayan dan memesan daging panggang serta dua botol sake, kemudian menatap Tetsu.

"Omong-omong Ruki tidak ikut bersamamu?"

Sasuke menggelengkan kepala, "Tidak. Kurasa dia sudah pulang."

Tetsu menganggukan kepala. Belakangan ini ia agak jarang melihat Sasuke sendirian dan merasa agak heran.

Seorang pelayan segera menghampiri Sasuke dan membawakan dua botol sake dengan sebuah gelas. Pelayan itu membuka botol sake dan segera menuangkan ke dalam gelas Sasuke.

"Tolong isi gelas itu juga," ujar Sasuke sambil menunjuk gelas Tetsu.

Pelayan itu menganggukan kepala dan segera mengisi gelas sebelum menundukkan kepala dan beranjak pergi.

"Mari bersulang," ucap Sasuke seraya mengangkat gelasnya.

Tetsu segera mengangkat gelasnya dan membenturkan gelas miliknya dengan gelas Sasuke, "Mari bersulang."

Tetsu dan Sasuke segera menenggak alkohol di dalam gelas mereka dan menghabiskan beberapa gelas kecil dalam waktu singkat. Cairan alkohol itu membuat tubuh mereka berdua menghangat di tengah malam yang semakin dingin.

"Bagaimana pekerjaanmu belakangan ini, Tetsu?"

"Lumayan baik. Bagaimana denganmu, Taiko?"

Alkohol membuat Sasuke lebih rileks meski kewaspadaannya tetap tinggi seperti biasanya. Ia merasa ingin lebih banyak bicara dibandingkan biasanya.

"Tidak terlalu. Di salah satu pekerjaan yang kuambil, aku bertemu seseorang yang memiliki teknik bertarung yang sangat aneh."

Tetsu menatap Sasuke lekat-lekat. Ia tertarik dengan ucapan lelaki itu. Tak biasanya lelaki itu membicarakan hal seperti ini dan tampaknya Sasuke juga menurunkan tingkat kewaspadaannya.

"Aneh? Seperti apa? Mungkin kau bisa membagikan informasi padaku?"

"Orang itu memiliki kemampuan regenerasi yang hebat. Ketika aku melukai tubuhnya dengan pisau, luka itu langsung sembuh dengan sendirinya. Lalu orang itu juga bisa mengeluarkan air dari tangannya dan membawa pedang besar yang seukuran tubuhnya. Tubuh orang itu lebih tinggi dibanding orang-orang pada umumnya."

Tetsu menatap sekeliling dan berbisik, "Kurasa orang yang kau maksud adalah anggota Akatsuki. Kau tahu, semua orang di organisasi itu memiliki kemampuan bertarung yang sangat aneh dan kemampuan mereka jauh melebihi orang-orang pada umumnya. Makanya organisasi mereka sangat terkenal. Namun tarif mereka juga sangat mahal, bahkan mereka menentukan tarif sesuai keinginan mereka sendiri."

Sasuke mengangguk. Informasi mengenai Akatsuki yang memiliki teknik tak lazim dan tarif yang mahal memang sudah menyebar di kalangan dunia bawah. Ia sendiri mengetahui mengenai informasi itu ketika mendengar rumor mengenai bajingan itu.

"Kurasa kau benar. Orang itu memakai jubah dengan motif awan merah dan cincin dengan kanji tertentu."

"Berarti memang benar. Dia adalah anggota Akatsuki," ucap Tetsu dengan suara pelan. "Lalu bagaimana dengan orang itu?"

Sasuke menatap Tetsu lekat-lekat. Haruskah ia memberitahu jika ia telah membunuh orang itu? Apakah akan berbahaya baginya jika ia memberitahukan pada Tetsu?

"Menurutmu?"

"Pasti kau sudah 'mengirimnya ke akhirat', bukan? Jika tidak mana mungkin kau berada disini dalam kondisi yang baik-baik saja?"

Sasuke melirik Tetsu. Sejak awal ia tahu jika lelaki itu pintar dan ia merasa harus berhati-hati dengan Tetsu.

"Begitulah. Kurasa kau harus berhati-hati dalam mengambil pekerjaan, Tetsu."

Tetsu mengangguk, "Tentu saja. Kurasa aku harus lebih banyak berdoa agar tak bertemu dengan anggota organisasi itu, khususnya Uchiha Itachi."

Sasuke sengaja menatap kearah lain. Ia benci mendengar nama itu disebut-sebut. Rasanya ia merasa jijik harus berbagi marga yang sama dengan bajingan itu.

"Hn. Omong-omong, apakah kau akan mengambil pekerjaan dalam beberapa hari kedepan?"

Tetsu menggeleng, "Tidak. Aku baru saja selesai bekerja dua hari yang lalu."

"Ingin mengambil pekerjaan bersama?"

Tetsu membelalakan matanya. Sake yang baru saja ia minum tersedak begitu saja dan membuat ia terbatuk-batuk.

Tetsu hampir tak percaya dengan apa yang didengarnya. Setahunya Taiko tak pernah mengambil pekerjaan bersama siapapun, kecuali Ruki. Dan diantara sekian banyak orang di dunia bawah, mengapa harus memilihnya? Padahal masih ada orang-orang yang jauh lebih hebat dan berpengalaman darinya.

"Aku? Kau yakin?" ujar Tetsu seraya berusaha menyembunyikan keterjutannya. "Kau yakin? Kemampuanku jauh dibawahmu, Taiko. Aku khawatir malah akan menghambatmu."

"Aku ingin mencoba mengambil pekerjaan besar. Akan merepotkan jika aku melakukannya sendirian."

Tetsu merasa penasaran. Pekerjaan macam apa yang merepotkan bagi Taiko? Lelaki itu bahkan mampu membantai seluruh anggota keluarga Namikaze sendirian.

"Pekerjaan besar? Seperti apa?"

"Rekanku memberi pekerjaan untuk membunuh pengusaha dari kerajaan tetangga yang menganggu usahanya. Pengusaha itu memiliki usaha yang sejenis di kerajaan ini dan memiliki afiliasi dengan organisasi kriminal setempat."

Tetsu meneguk ludah. Hanya dengan mendengar penjelasan garis besar dari Taiko saja sudah membuatnya merasa tak yakin dengan pekerjaan itu.

"Organisasi kriminal? Jangan bilang itu adalah Akatsuki."

Berbeda dengan Tetsu yang ketakutan, Sasuke malah berharap jika organisasi itu adalah Akatsuki. Kini ia memiliki tujuan baru, yakni untuk mengacaukan organisasi itu dengan mendapatkan informasi sebanyak mungkin mengenai organisasi itu dan menghabisi satu persatu anggotanya hingga menyisakan bajingan itu. Jika bajingan itu masih memiliki perasaan, ia pasti akan merasa kehilangan tanpa adanya keluarga, teman atau bahkan teman seorganisasi.

Jika itu terjadi, rasanya Sasuke merasa semakin puas. Bajingan itu telah merengut segalanya yang ia miliki, dan ia akan membalasnya pada bajingan itu.

"Belum tentu. Karena itu kita harus menerima dan menyelidikinya lebh dulu. Jika memang Akatsuki, kau bisa meninggalkan pekerjaan itu jika kau mau."

Tetsu meringis. Peraturan tak tertulis di dunia bawah tak mengijinkan siapapun untuk meninggalkan pekerjaan hingga pekerjaan itu selesai, baik sukses maupun gagal. Jika ia sampai ketahuan mundur dari pekerjaan setelah menerimanya, maka ia akan 'dikirim ke surga lebih awal'.

"Aku tak ingin mengambil resiko untuk kehilangan nyawaku, Taiko."

"Aku akan menutupinya untukmu."

Tetsu menatap Sasuke lekat-lekat. Bisakah ia mempercayai seseorang yang wajahnya saja tak ia ketahui? Bahkan ia tak yakin jika Taiko adalah nama asli lelaki itu. Namun ia sudah bertahun-tahun mengenal lelaki itu sejak lelaki itu masih amatir. Mungkin ia bisa mempercayai lelaki itu.

"Baiklah. Aku menerimanya," ujar Tetsu. "Bisakah aku mengajak beberapa orang?"

"Tentu saja," sahut Sasuke. "Apakah kau mengenal Manabu dan Kunio? Aku mendengar dari Ruki jika mereka sangat ahli bertarung. Aku tertarik mengajak mereka."

"Ya. Manabu adalah temanku. Sementara Kunio..." Tetsu terdiam sejenak. "Dia kenalan Ryo dan kami pernah bertemu sekali, namun aku tidak akrab."

"Kalau begitu bisakah kau mempertemukanku dengan mereka? Atau dengan Ryo juga tidak masalah?"

Tetsu mengangguk, "Tentu saja, Taiko."

.

.

Sasuke berpisah dengan Tetsu dan kembali ke penginapan tempat Naruto berada. Ia menggeser pintu dan masuk ke dalam ruangan tanpa menyadari jika Naruto sebetulnya masih terjaga.

Sasuke berjalan mendekati Naruto yang memejamkan mata dan mengelus rambut lelaki itu dengan lembut. Ia merasa senang melihat Naruto yang sedang tertidur. Di matanya, lelaki itu terlihat menggemaskan dan imut.

Sasuke mendekati wajahnya dan merasa gugup tiba-tiba. Ia ingin mengecup kening Naruto diam-diam, namun ia merasa malu dengan apa yang ia sendiri lakukan. Sebelum bertemu Naruto, ia tak pernah membayangkan jika ia akan bertemu dengan seseorang, jatuh cinta dan hidup bersama seperti ini.

Sasuke memejamkan mata dan mendekati bibirnya serta mengecup kening Naruto dengan lembut sebelum menjauhkan wajahnya dan membuka matanya. Ia kembali mengelus-elus rambut Naruto dengan lembut.

Malam yang sunyi seperti ini membuat Sasuke menjadi agak melankolis. Ia bahkan terkadang memikirkan hubungannya dengan Naruto yang menurutnya tak bisa selamanya seperti ini. Tujuan setiap pasangan adalah menikah, namun ia tak bisa menikah dengan Naruto. Hal itu jelas melanggar hukum.

Selain itu, ia juga tak bisa terus menerus hidup dalam persembunyian dan berpindah-pindah seperti ini. Ketika mereka berdua bertambah tua, mereka perlu menetap dan tak bisa terus menerus melakukan pekerjaan seperti ini. Rasanya baik dirinya maupun Naruto tak memiliki keahlian lain selain melakukan pekerjaan kotor. Sementara untuk hidup layak dengan bekerja di pemerintahan, diperlukan pendidikan formal dari institusi pendidikan. Ia jelas tak bisa mengikuti pendidikan formal, lagipula ia sudah dianggap mati dalam sensus data kependudukan yang dilakukan oleh kerajaan. Dan kini ia hidup dengan identitas orang lain.

"Dobe, apa kita bisa terus hidup seperti ini selamanya?" gumam Sasuke dengan pelan.

Tubuh Sasuke terasa memanas dan ia tak lagi mampu berpikir sejernih biasanya berkat alkohol. Wajahnya bahkan sudah memerah dan ia khawatir ia tak mampu mengendalikan dirinya untuk tidak bertindak diluar kewajaran.

Naruto menahan diri untuk tak berekspresi, namun ucapan Sasuke agak membuatnya kaget. Apakah Sasuke tahu jika ia terjaga? Entah kenapa ucapan Sasuke agak aneh. Apakah ia menjadi aneh karena pengaruh alkohol.

"Ah, teme. Kau baru pulang? Kau habis darimana?" Naruto segera membuka matanya.

"Hn? Apa aku membuatmu terbangun? Tidurlah kembali, dobe."

"Aku memang sudah terbangung dari tadi," ucap Naruto sambil terkekeh. Ia melirik Sasuke dan mendekatkan tubuhnya ke tubuh Sasuke.

"Ugh.. bau asap dan alkohol. Kau habis minum, teme?"

"Hn."

"Tumben sekali. Kupikir kau tidak suka alkohol. Bahkan kau tidak pernah mengajakku ke bar dan minum bersama-sama."

"Kau di bawah umur, dobe," sahut Sasuke sambil mengacak rambut Naruto. "Lagipula aku juga melakukannya demi pekerjaan."

"Pekerjaan? Maksudmu? Kau mengambil pekerjaan juga?"

"Hn."

"Pekerjaan seperti apa?" Tanya Naruto dengan penasaran. Biasanya ia tak pernah bertanya pada Sasuke mengenai pekerjaan yang diambil lelaki itu jika lelaki itu tak mengatakannya, namun kini ia merasa penasaran.

"Membunuh," jawab Sasuke dengan ringan.

"Apa-apaan itu?" dengus Naruto dengan jengkel. "Kau terlihat kurang suka jika aku mengambil pekerjaan membunuh. Namun kau sendiri malah mengambil pekerjaan semacam itu."

"Aku tak ingin kau menjadi sepertiku, dobe. Sebetulnya aku malah berharap kau tak membunuh siapapun."

Sasuke terkejut sendiri dengan apa yang ia ucapkan. Ia memang berpikir untuk menjawab seperti itu. Namun sebelum ia berpikir matang-matang, bibirnya seolah mengucapkan begitu saja apa yang ia pikirkan. Rasanya ia mulai bertindak diluar kewajaran.

"Pemikiranmu membuatku terkejut, teme. Aku tak menyangka jika kau berpikir seperti ini."

Sasuke tak menjawab. Ia segera berjalan kearah lemari dan mengambil kasur lipat serta meletakkannya di samping Naruto. Ia harus cepat-cepat tidur sebelum ia kehilangan kendali dan mungkin saja melakukan hal yang tak seharusnya ia lakukan pada Naruto.

"Sudahlah, ayo tidur. Besok kita harus berlatih, dobe."

"Ah, ya. Oyasumi, teme."

Naruto segera memejamkan mata dan terlelap dengan cepat. Tanpa sadar ia memeluk Sasuke dengan sangat erat, seolah khawatir jika lelaki itu akan meninggalkannya.

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro