Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Season 2 : Part 12


Angin malam yang bertiup terasa begitu menusuk malam ini. Suasana mala mini terasa lebih rileks dibandingkan biasanya. Bahkan jumlah penjaga yang berjaga tak sebanyak biasanya, dan penjaga yang berjaga diluar bahkan melonggarkan penjagaan mereka.

Para penjaga itu bersungut-sungut, merasa jengkel karena harus berjaga di malam yang dingin ketika berada di sebuah kota dimana seluruh penduduknya mendukung dan menerima Yashamaru. Mereka tak mengerti mengapa mereka harus berjaga ketika berada di kota yang aman dan meratapi kesialan mereka yang kalah taruhan sehingga terpaksa harus berjaga.

Mereka tak menyadari jika seorang lelaki berpakaian serba hitam sejak tadi bersembunyi di semak-semak dan menahan nafas, berusaha agar asap yang timbul akibat nafasnya tidak terlihat oleh para penjaga itu. Lelaki tersebut sejak tadi melirik beberapa penjaga yang beberapa kali menguap menahan kantuk yang mulai menjadi-jadi.

Lelaki berpakaian hitam itu segera keluar dari semak-semak ketika merasa para penjaga itu sudah mengantuk. Menurutnya, ketika seseorang sedang mengantuk maka kewaspadaan serta kemampuan berpikir seseorang akan berkurang. Ia bisa memanfaatkan kesempatan untuk pergi meninggalkan kota diam-diam dan menemui seseorang di kota terdekat yang telah menunggunya serta menyampaikan segala informasi yang dimilikinya mengenai Yashamaru.

Lelaki berpakaian hitam itu melangkah dengan pelan, berharap agar tak menimbulkan suara. Ia berharap para penjaga itu terlalu mengantuk untuk mempedulikan keberadannya.

"Konbawa," ucap salah seorang penjaga dengan suara mengantuk. Ia sedikit mabuk setelah meminum alkohol dan matanya bahkan terlihat setengah tertutup, " Kau mau kemana, Saburo-san?"

"Berjalan-jalan keluar sebentar. Rasanya malam ini agak panas," sahut Saburo, si lelaki berpakaian hitam itu.

"Panas? Kenapa aku masih kedinginan, ya? Jangan-jangan kau minum lebih banyak dariku," sahut salah seorang penjaga.

Penjaga lainnya melirik Saburo dengan mata yang menyipit karena sulit dibuka. Mereka tampak benar-benar lelah dan tak menyadari jika sebetulnya Saburo terlihat agak mencurigakan.

"Cih, kau beruntung sekali tidak kalah taruhan. Kau mau menggantikan aku berjaga, tidak?" ucap salah seorang penjaga sambil berdecih kesal.

Penjaga lainnya menepuk bahu temannya dan menatapnya dengan jengkel sebelum berkata pada Saburo, "Sudah, sudah, abaikan saja lelaki bodoh ini. Dasar tidak berranggung jawab."

Saburo berpura-pura tersenyum tipis, dalam hati ia ingin tertawa melihat kebodohan para penjaga itu. Ia membayangkan uang yang akan ia dapatkan jika ia berhasil menyampaikan berita kepada sang informan. Jika ia memberikan informasi terus menerus, ia akan mendapat semakin banyak uang. Dan jika ia melarikan diri pada waktu yang tepat, bisa saja pihak kerajaan akan menghargainya dan mungkin saja menjadikannya sebagai pasukan yang berjaga di istana dengan gaji yang lebih besar. Ia membayangkan akan hidup di ibu kota kerajaan yang selama ini menjadi kota impian baginya.

"Aku berjalan-jalan sebentar. Nanti aku akan kembali."

Saburo segera melangkah meninggalkan penjaga tersebut,serta berjalan cepat meninggalkan gerbang kota. Namun mendadak bulu kuduknya merinding ketika ia merasakan sebuah besi yang dingin telah menempel di sisi kanan lehernya. Ujung besi itu terasa tajam dan siap menggores kulitnya.

"Kau mau kemana?"

Saburo terdiam sesaat, namun ia memberanikan diri berbalik badan. Ia mendapati seorang lelaki bertubuh tinggi dengan kulit putih yang bersinar dibawah sinar rembulan dengan rambut hitam yang kontras dengan kulitnya. Lelaki itu memegang pedang dengan satu tangan.

"Ah, Taiko-san. Kau membuatku terkejut saja," ucap Saburo dengan senyum ramah yang dipalsukan.

Sasuke tak mengucapkan apapun. Iris onyx nya menatap tajam kearah Saburo, menunggu jawaban dari bibir lelaki itu, yang ia yakini adalah sebuah kebohongan.

"Kenapa kau mengeluarkan pedang begitu? Kau minum seberapa banyak sampai mabuk begini? Biar kuantar kau kembali ke kamarmu," ucap Saburo dengan ramah meski dalam hati merasa jengkel dengan gangguan yang muncul tiba-tiba.

Saburo berusaha menghampiri Sasuke dan merangkul lelaki itu, namun sebelum Saburo sempat menyentuhnya Sasuke segera mengubah posisi pedangnya sehingga kini ujung pedangnya menyentuh jakun Saburo, memberi jarak diantara mereka.

"Kau kenapa, sih? Kalau mabukmu semengerikan ini sebaiknya lain kali kau tidak usah minum terlalu banyak, Taiko-san."

Kesabaran Sasuke sudah mulai menipis. Ia merasa jengkel dengan Saburo yang mengelak pertanyaannya seperti ini. Ia menahan diri agar tak menusukkan ujung pedangnya pada jakun Saburo.

"Jawab pertanyaanku."

Saburo menghembuskan nafas dalam-dalam. Jantungnya berdebar keras, namun ia berusaha keras agar tampak tenang. Ia bahkan memberanikan diri menatap mata lelaki dihadapannya.

"Aduh, aku cuma ingin berjalan-jalan sebentar, kok. Kau mau ikut, tidak? Setelah ini aku akan mengantar-"

Saburo terkejut ketika ia mendadak merasakan rasa perih. Ujung pedang telah menggores kulit di bagian atas jakun nya hingga bagian dagu nya secara vertikal sehingga darah kini mulai menetes dan membasahi lehernya.

"Ingin berkhianat, hn?"

Saburo segera meletakkan tangannya diatas lehernya yang mengeluarkan darah. Matanya berpendar-pendar menatap lelaki dihadapannya dengan tatapan penuh amarah.

"Apa maksudmu?! Apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan?! Tak peduli seberapa hebat kemampuanmu, kau tak bisa menuduh orang dan melukai orang sembarangan seperti ini."

Sasuke merasa jengah. Rasanya ia ingin segera menghabisi orang itu, namun ia berusaha menahan diri. Ia ingin sang lawan tahu jika ia telah mengetahui kebohongan sang lawan sebelum mengirim sang lawan ke neraka.

Sejak awal Sasuke sudah mengetahui jika Saburo berniat mengendap-endap dan pergi ke suatu tempat. Saburo tak menyadari jika Sasuke saat itu terbangun dan mengikutinya diam-diam.

Sebetulnya Sasuke bisa saja memilih untuk menghampiri Saburo sebelum lelaki itu melewati gerbang kota. Namun niat jahil mendadak muncul di kepalanya. Ia memutuskan untuk sengaja membiarkan Saburo merasa senang dan berpikir jika rencananya akan berhasil tanpa menyadari jika seseorang sudah mengetahui rencananya.

"Lepaskan pakaianmu."

"Untuk apa? Apa hakmu memintaku melepaskan pakaian? Kau gila, ya?"

Sasuke tak berkata apa-apa. Ia mengaktifkan sharingan nya untuk memperjelas penglihatannya dan segera menebas pergelangan tangan Saburo yang telah menyentuh pegangan pedang. Potongan tangan Saburo terjatuh di tanah dan darah segera menetes keluar. Saburo bahkan tak sempat berteriak dan matanya membulat melihat pergelangan tangannya yang telah terpisah dengan telapak tangannya.

"KAU-!"

Sasuke segera berdiri di belakang Saburo yang kini kesulitan memegang pedangnya. Telapak tangan kanan yang merupakan tangan dominannya telah terputus dan yang tersisa hanyalah tangan kirinya. Ia tak bisa menebas menggunakan pedangnya dengan baik jika hanya memakai satu tangan yang tidak dominan. Satu-satunya pilihan hanyalah menggunakan wakizashi yang lebih pendek dan ringan ketimbang pedang yang biasa dipakainya.

Sasuke menggunakan ujung pedangnya dan mulai merobek bagian leher yukata yang dipakai Saburo hingga pinggang. Ia berusaha memastikan jika ia hanya merobek kain yukata yang dipaka Saburo.

Yukata yang dikenakan Saburo terkoyak dan memperlihatkan sebuah kain putih penuh tulisan yang melilit tubuh Saburo. Sasuke cepat-cepat menonaktifkan sharingan nya dan menatap tulisan-tulisan kanji yang melilit pungung Saburo.

Terdapat kalimat 'Rombongan melewati gurun pasir' dan potongan kalimat lainnya yang tampaknya berisi informasi mengenai rencana Yashamaru. Sebelum mengikuti Shaburo, Sasuke sudah mengaktifkan sharingan dan segera mengikutinya begitu melihat kain berisi tulisan-tulisan yang melilit punggung Saburo. Entah kenapa ia merasa risih melihat tulisan-tulisan kanji yang menumpuk dan memutuskan untuk tak melihatnya setelah menyimpulkan inti tulisan meski sebetulnya ia bisa membaca keseluruhan tulisan itu.

Saburo terdiam. Wajahnya benar-benar pucat sejak yukata nya terkoyak. Lelaki dihadapan nya telah mengetahui rencananya entah bagaimana cara nya dan memutuskan untuk mengikuti nya.

Tubuh Saburo terasa lemas. Ia mendadak berlutut dan menundukkan kepala pada lelaki dihadapannya.

"Taiko-sama, tolong biarkan saya pergi. Jangan beritahukan hal ini pada Yashamaru-sama. Kalau kau mau, saya bisa memberikan semua uang yang saya punya. Saya juga membawa serta semua emas yang saya miliki," ucap Saburo dengan bibir bergetar.

Sasuke merasa heran. Ia tak habis pikir bagaimana bisa ada seseorang yang berkhianat demi mendukung pemerintahan yang lalim menurut kebanyakan masyarakat. Atau mungkin saja pemerintahan yang buruk menurut orang-orang sebetulnya memiliki sisi positif bagi orang lainnya.

Sasuke kembali mengaktifkan sharingan miliknya dan menatap mata Saburo lekat-lekat serta menyentuh mata dan kening Saburo sebelum ia sendiri memejamkan mata. Ia memutuskan untuk melihat memori yang dimiliki Saburo dan mengetahui informasi yang ia inginkan ketimbang bertanya pada Saburo yang pasti akan berbohong.

Menurut memori yang dilihat Sasuke, Saburo adalah seorang pemuda desa yang sejak dulu berambisi untuk hiduo bergelimang harta di ibu kota. Karena itulah, sejak dulu ia berusaha keras untuk berlatih agar suatu saat nanti bisa menjadi penjaga istana, atau jika memungkinkan menjadi pejabat.

Ketika Saburo ditangkap secara paksa bersama laki-laki desa lainnya dan menyaksikan ibu, adik laki-lakinya yang sakit serta adik perempuannya yang masih balita dibakar hidup-hidup, ia merasa sangat marah dan masih menyimpan dendam hingga akhirnya secara diam-diam bergabung dengan Yashamaru.

Namun atasannya menyadari Saburo akrab dengan beberapa orang yang dicurigai sebagai pengikut Yashamaru dan meminta Saburo mencari informasi mengenai para rekannya dengan iming-iming uang serta titel jika memungkinkan. Saburo teringat dengan keinginannya yang sempat terkubur dan berpikir jika ia sudah tak memiliki keluarga lagi, sehingga tak ada gunanya membalas dendam dan memilih mewujudkan impiannya.

Saat itu Saburo mengatakan pada atasannya jika ia akan menyusup sebagai pengikut Yashamaru dan memberikan informasi. Dan kini ia berencana untuk pergi ke kota yang akan dikunjungi rombongan Yashamaru melalui jalan pintas untuk menemui atasannya.

Sasuke segera membuka matanya dan menonaktifkan sharingan nya. Ia menahan diri untuk tidak mengucapkan apapun yang bersifat personal pada Saburo meski sebetulnya ia jengkel dengan lelaki yang memutuskan untuk membela orang-orang yang telah membunuh keluarganya dan membiarkan orang lain menderita asalkan ia mendapatkan kebahagiaan.

"Ada empat pilihan yang akan kuberikan padamu," ucap Sasuke sambil menyeringai sinis. Kesadisan telah menguasai dirinya dan membuatnya terlihat mengerikan.

"Y-ya?"

Sasuke menunjukkan jari-jari tangan kirinya, menunjukkan angka secara berurutan, "Pertama, aku akan membunuhmu dengan cepat. Kedua, aku akan membunuhmu perlahan-lahan. Ketiga, aku akan memotonga tangan dan kakimu. Atau yang keempat-"

Sasuke sengaja memutus ucapannya dan menyempatkan diri melihat wajah Saburo yang semakin pucat, "-aku akan membiarkanmu membunuh dirimu sendiri dengan terhormat."

Saburo meneguk ludahnya dengan keras. Ia merasa sangat menyesal karena menurunkan kewaspadaannya dan ia bahkan tidak memegang pedangnya sebagai bentuk pertahanan. Ia tak mengira Taiko adalah orang yang berani melukai seseorang tanpa mengucapkan apapun dan tanpa membuat reaksi apapun.

"Tolong.. biarkan aku pergi, Taiko-sama,"ucap Saburo dengan memelas, berharap lelaki dihadapannya masih memiliki sisi kemanusiaan yang tersisa dan melepaskannya meski ia juga tak yakin jika Taiko akan berbaik hati melepaskannya.

"Tiga detik untuk menentukan pilihanmu."

Saburo kembali meneguk ludah. Ia merasa ngeri membayangkan harus membunuh dirinya sendiri dan merasakan betapa sakitnya sebilah pedang yang akan ditusukkan ke tubuhnya sendri oleh dirinya sendiri. Ia merasa tak kuat secara mental untuk melakukannya.

Ia juga tak akan bisa hidup tanpa tangan dan kaki. Uang yang dimilikinya terbatas dan ia tak akan bisa mendapat uang selain menjadi gelandangan. Dan ia sendiri sudah tahu apa yang akan terjadi pada gelandangan di kerajaan Suna, ia akan dibakar hidup-hidup.

Mati secara perlahan juga bukan pilihan yang menyenangkan, maka satu-satunya yang tersisa hanyalah membiarkan Sasuke membunuhnya dengan cepat. Ia sadar jika lelaki dihadapannya begitu sadis dan kuat. Ia tak akan mampu melawan lelaki itu.

"Bunuh aku dengan cepat, Taiko-sama."

Sasuke menatap Saburo untuk terakhir kalinya. Ia membuka mulutnya, memutuskan untuk sedikit bermurah hati dan mengucapkan salam perpisahan sebelum dengan cepat menebas kepala Saburo.

Kepala Saburo terpisah dari tubuhnya dan tubuh lelaki itu roboh ke tanah dengan darah merah pekat yang membanjir dari lehernya. Lelaki itu mati dengan cepat tanpa sempat berteriak, dan Sasuke segera mengambil kepala Saburo serta mengangkat tubuh lelaki itu. Sasuke menggendong tubuh Saburo dan meletakkan kepala serta tangan lelaki itu diatas tubuhnya dan berjalan menuju gerbang kota dengan darah dari leher Saburo yang menetes mengikuti setiap langkahnya.

Para penjaga yang kebetulan berjaga melihat sosok Sasuke yang berjalan mendekat. Mereka yang semula mengantuk melihat Sasuke yang menggendong tubuh tanpa kepala yang tak lagi bernyawa dan seketika rasa kantuk mereka hilang begitu saja. Mata mereka membulat dan mulut mereka melongo, merasa terkejut sekaligus ngeri melihat tetesan darah yang menetes di tanah. Mereka belum pernah melihat pembantaian sekeji itu meski salah satu dari mereka adalah orang bayaran yang disewa Yashamaru.

"T-ta-" seorang penjaga berniat bertanya. Namun tubuhnya menggigil seketika saat melihat dari dekat tubuh tanpa nyawa dengan darah yang masih menetes itu. Penjaga itu menahan diri agar tidak segera berlari begitu melihat Sasuke mendekat.

"Saburo berkhianat," ucap Sasuke seraya meletakkan tubuh Saburo diatas tanah. Ia segera melepaskan gulungan kain yang melilit tubuh Saburo dan kain itu telah terkena sedikit tetesan darah yang sempat jatuh ke tanah ketika tubuh itu roboh.

Kain itu cukup panjang dan penuh dengan tulisan. Sasuke segera menggulugnya dan menyelipkan ke balik yukata nya, berniat menunjukkannya pada Yashamaru besok pagi.

"K-kau... membunuhnya, Taiko?" ucap seorang penjaga denga tubuh bergetar. Sesudahnya ia merutuki kebodohannya secara refleks mengucapkan apa yang ia pikirkan. Ia membayangkan jika sebuah pedang akan mengakhiri hidupnya sebentar lagi.

Sasuke tak menjawab. Ia sebetulnya ingin menjawab, namun ia merasa tak berniat memberikan penjelasan pada siapapun selain Yashamaru. Ia akan menjelaskan pada Yashamaru nanti dan membiarkan lelaki itu memberikan penjelasan pada para pengikutnya sehingga ia tak perlu memberi penjelasan berkali-kali.

"Beristirahatlah. Aku akan berjaga menggantikan kalian."

Para penjaga itu terkejut dengan ucapan Sasuke namun mereka tak berani menatap sang lawan bicara.

"Tidak masalah. Itu memang tugas kami. Kau istirahat saja," ucap salah seorang penjaga dengan memberanikan diri.

Sasuke menatap para penjaga yang tampak ketakutan, lelah dan agak mabuk itu. Jika ada musuh, mereka semua tak akan bisa bertarung dengan baik. Lagipula meski ia tak ingin mengakuinya, ia merasa agak kasihan dengan penjaga yang kelelahan itu. Ia tak ingin mereka sakit akibat kelelahan dan menjadi penghambat. Ia tak tahu apa yang akan dilakukan Yashamaru pada orang-orang yang dianggap tak berguna baginya.

"Beristirahatlah."

Para penjaga itu tak berani berkata apapun. Mereka tahu jika lawan bicara mereka sudah bersikeras dan tak ada yang bisa mereka lakukan. Lagipula mereka juga sudah sangat mengantuk.

"Oyasumi, Taiko-san," ucap para penjaga itu dan mereka segera meninggalkan Sasuke sendirian.

Sasuke melirik tubuh Saburo dan berniat untuk melakukan sesuatu pada jasad lelaki itu, entah menguburnya atau membakarnya. Namun ia masih harus menunggu hingga Yashamaru terbangun dan melihat sendiri jasad lelaki itu.

Sasuke mengalihkan pandangan dan menatap langit malam penuh bintang yang terlihat indah menurutnya. Sudah lama ia tak menghabiskan malam yang hening dan menikmati kesendirian seraya menatap langit sebagai cara untuk menenangkan diri. Seseorang baru saja mati di tangannya, menambah panjang daftar nyawa yang telah berakhir di tangannya.


.

.


Itachi terbangun saat subuh dengan kepala yang agak sakit dan perut mual. Ia menyesal telah meminum banyak alkohol hingga mencapai batasnya dan ia terpaksa mengeluarkan isi perutnya.

Sekitar dua jam lagi matahari akan terbit dan Itachi tak bisa kembali tidur. Ia berpikir untuk pergi ke gerbang kota dan berjalan-jalan di sekitar gerbang. Ia berpikir akan melihat penjaga, namun ia malah mendapati sosok Sasuke yang duduk sendirian di kejauhan dengan mayat tanpa kepala.

Sesuatu pasti telah terjadi, dan ia yakin sang adik pasti telah membunuh seseorang. Ia bahkan bisa melihat darah yang membasahi pakaian Sasuke serta darah yang mengering di tangan lelaki itu berkat penglihatan tajamnya.

"Kau baru saja membunuh seseorang, hn?"

Sasuke tak menjawab. Suara seseorang yang dibencinya memecah keheningan malam, membuatnya merasa benar-benar tidak nyaman. Ia benci dengan fakta bahwa ia tak bisa mengajak lelaki itu bertarung saat ini karena terikat dengan kontrak, dan ia adalah orang yang memegang teguh apa yang telah ia sepakati.

Itachi menatap tubuh dan telapak tangan yang terpisah dari tubuh, dan ia agak terkejut. Ia tak begitu yakin hingga ia menyaksikan sendiri kondisi korban pembunuhan yang dilakukan sang adik. Hati kecilnya menjerit keras, merasa tak rela melihat sang adik menjadi seorang pembunuh berdarah dingin hingga sanggup melakukan hal sekejam ini. Ia sendiri bahkan tak pernah membunuh seseorang dengan membuat anggota tubuh orang itu dalam kondisi tidak utuh. Ia bahkan memilih untuk melukai seseorang denga parah dan membiarkan orang itu mati dengan sendirinya jika memungkinkan. Setidaknya, orang itu tidak mati secara langsung di tangannya.

"Aku bahkan tak pernah membuat seseorang seperti ini."

Sasuke merasa jengkel mendengar suara lelaki brengsek itu lagi. Lelaki itu tampaknya tak menyerah mengajaknya bicara, dan mau tak mau ia harus meladeni lelaki itu dan membuatnya diam.

"Aku akan membuat jasadmu terlihat lebih buruk."

Itachi menyeringai sinis, "Bagaimana jika kau yang mati di tanganku, Sasuke?"

Sasuke mengepalkan tangan erat-erat. Ia merasa jijik dengan lelaki dihadapannya. Ia tak tahu apa yang direncanakan lelaki itu, yang pasti ia yakin jika Itachi berniat menyulut emosinya saat ini.

"Kau sanggup membunuhku?"

Sebuah pertanyaan meluncur begitu saja dari mulut Sasuke, bahkan tanpa ia pikirkan sebelumnya. Ia tak ingin mengakuinya, namun terkadang ia berharap jika sosok kakak baik hati yang begitu dikaguminya adalah sosok yang 'nyata'. Ia berharap, setidaknya di suatu masa, Itachi pernah menyayanginya secara tulus. Atau setidaknya, ada suatu kali dimana lelaki itu benar-benar tulus untuk bersikap baik padanya.

Selama ini Sasuke selalu bertanya-tanya dengan alasan bajingan itu membiarkannya tetap hidup. Bajingan itu selalu berkata padanya untuk menjadi kuat dan melampauinya suatu saat nanti serta membiarkannya untuk hidup ketika bajingan itu memiliki begitu banyak kesempatan untuk menghabisinya. Sasuke yakin jika bajingan itu berniat menyiksanya secara fisik dan mental, namun ia mengharapkan sebuah jawaban yang mengandung setitik kebenaran dari lelaki itu.

Pertanyaan Sasuke membuat Itachi tertohok. Pertanyaan yang sama sering ia ajukan pada dirinya sendiri, terutama ketika ia sedang memikirkan begitu banyak hal hingga tak mampu terlelap. Dan setiap kali ia mengajukan pertanyaan yang sama dalam hati kecilnya, ia selalu mendapati sebuah jawaban yang tak pernah berubah sejak bertahun-tahun yang lalu, ia tak sanggup membunuh Sasuke.

"Menurutmu?"

Sasuke merasa jengkel. Itachi baru saja mengeluarkan trik menjengkelkan miliknya. Lelaki itu baru saja mengelak dengan mengajukan pertanyaan padanya.

Sasuke tak tahan lagi. Ia harus mengikuti permainan Itachi demi mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, atau setidaknya mengetahui motif dibalik tindakan dan ucapan lelaki itu saat ini.

Tanpa mengatakan apapun, Itachi mengaktifkan sharingan nya dan mengeluarkan api hitam yang membakar tubuh Saburo beserta telapak tangannya hingga menjadi abu. Ia segera memungut kepala Saburo yang tersisa dan meletakkannya di semak-semak sambil berkata, "Penduduk kota dan pengikut Yashamaru akan ribut jika melihat jasad orang itu. Aku akan memanggil Yashamaru untuk menunjukkan kepala itu. Kemudian bakarlah."

Sasuke terkejut. Ucapan Itachi seolah menunjukkan jika lelaki itu sudah tahu keadaan yang sebenarnya. Mungkinkah jika sebetulnya ia sendiri juga tidak sadar jika Itachi sedang mengamati situasi ketika ia mengikuti Yashamaru? Rasanya tidak mungkin karena lelaki itu benar-benar sedang tertidur jika dirasakan dari chakra nya. Mereka berdua tidur di rumah yang bersebelahan sehingga Sasuke mudah mendeteksi lelaki itu.

Itachi segera meninggalkannya tanpa berkata apapun, meninggalkan Sasuke dengan pertanyaan yang semakin menumpuk akan berbagai hal mengenai lelaki itu.


.

.


Yashamaru berjalan mengikuti Itachi dengan langkah pelan. Ia baru terbangun ketika Itachi tiba di kamarnya dan memintanya agar pergi secara diam-diam dan mengatakan jika Sasuke ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting dan mendesak.

Sasuke mendapati Yashamaru sudah tiba di hadapannya bersama dengan Itachi, dan Yashamaru terlihat belum sepenuhnya terjaga.

"Apa hal mendesak yang ingin kau katakan, Taiko-san?" ucap Yashamaru tanpa berbasa-basi. Ia masih mengantuk dan sebetulnya ingin kembali tidur selama beberapa puluh menit sebelum sepenuhnya terjaga. Perjalanan hari ini akan cukup berat dan melelahkan, karena itulah ia perlu beristirahat dengan cukup.

"Saburo berkhianat. Ia berniat pergi ke kota dan memberikan informasi mengenaimupada pihak kerajaan agar mendapatkan uang," ucap Sasuke seraya menyerahkan kain yang dilipatnya pada Yashamaru.

Yashamaru membuka kain yang dilipat itu dan mendapati tulisan tangan. Ia mendapati darah yang mengenai kain itu dan mengernyitkan dahi. Ia memutuskan untuk bertanya meski sudah mendapat asumsi atas jawaban dari pertanyaan yang akan ia ajukan.

"Bagaimana dengan Saburo sekarang?"

"Ia memintaku membunuhnya," ucap Sasuke. Ia segera mengambil sebuah kepala dan memperlihatkannya pada Yashamaru yang tak mampu menyembunyikan ekspresi keterkejutannya.

Yashamaru benar-benar terkejut ketika Sasuke menunjukkan sebuah kepala tanpa tubuh begitu saja. Ia tak bisa membayangkan seperti apa kehidupan kedua lelaki dihadapannya hingga tampak sangat terbiasa melihat dan bahkan menyentuh sebuah kepala manusia tanpa tubuh. Tak salah lagi, kepala yang ditunjukkan Sasuke benar-benar potongan kepala Saburo.

"Aku membakar tubuhnya agar tak menimbulkan keributan," ucap Itachi pada Yashamaru.

Yashamaru mengangguk. Keterkejutan masih tak sepenuhnya hilang. Ia segera berkata, "Kuburkan kepala pengkhianat itu di suatu tempat. Dan terima kasih."

Yashamaru menghampiri Sasuke dan berbisik, "Akan kutambah bayaranmu, Taiko."

Sasuke menggelengkan kepala. Menurutnya, apa yang ia lakukan adalah sebuah 'bonus'. Yashamaru bahkan tak memintanya untuk membunuh Saburo sehingga ia merasa tak pantas menerima bayaran atas hal itu.

"Tidak perlu," sahut Sasuke. "Itu permintaannya."

Yashamaru tersenyum tipis. Sasuke baru saja memberikan sebuah 'pelayanan tambahan' secara cuma-cuma.

"Mulai sekarang, aku memberimu izin untuk menghabisi setiap pengkhianat. Pastikan untuk tidak menimbulkan keributan."

"Ya," sahut Sasuke seraya menganggukan kepala.

Kini Yashamaru merasa semakin yakin dengan tingkat keberhasilannya menjadi raja dengan keberadaan orang-orang yang bisa ia andalkan untuk bertarung maupun menghabisi pengkhianat yang akan mengancam kesuksesan rencananya meski ia menyadari bahaya yang semakin meningkat, terutama dengan keberadaan sampah yang mungkin mengkhianatinya.


-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro