Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 9

Seberkas sinar bulan di kegelapan malam nan mencekam menyinari dua tubuh yang saling bersentuhan. Dua lelaki saling mendekap tubuh satu sama lain, seolah berusaha menghangatkan hati masing-masing yang penuh luka tak tersembuhkan.

Dada kedua lelaki itu terus bergerak naik turun membentuk sebuah irama, menghembuskan nafas yang menerpa wajah masing-masing. Dalam buaian mimpi, kedua lelaki itu saling berpelukan seolah tak ingin berpisah dengan raga satu sama lain barang sedetikpun meski mereka yakin kebersamaan mereka saat ini tak akan abadi.

Salah seorang lelaki menggeliat dan perlahan membuka mata, memperlihatkan iris onyx nya. Lelaki itu perlahan melepaskan tangan nya yang sedang mendekap tubuh lelaki bersurai pirang di pelukan nya dan bangkit berdiri.

Seperti malam-malam sebelumnya, malam ini pun Sasuke kembali terbangun di tengah buaian alam mimpi dan berjalan mengikut kemanapun langkah kaki membawa nya. Ia hampir tak pernah tertidur pulas sepanjang malam tanpa terbangun di tengah malam sekalipun sejak kejadian enam tahun yang lalu dan begitupun dengan saat ini meskipun hati nya terasa lebih ringan berkat keberadaan Naruto.

Sasuke menghentikan langkah dan menatap sekeliling. Hanya terlihat daun yang bergoyang mengikuti arah angin bertiup dan suara samar angin yang berhembus. Tanpa menghiraukan angin dingin yang berhembus, Sasuke mengeluarkan pedang yang terselip di pinggang nya dan mulai memainkan pedang dengan cepat melawan musuh tak kasat mata.

Pedang Sasuke bagaikan tengah menari di udara, seolah menciptakan seni yang berasal dari sebuah kehampaan. Sasuke tak berhenti menebas pedang dan mengeluarkan pedang lain yang terselip di pinggang kiri nya dan menciptakan 'seni' dengan tebasan kedua pedang itu.

Setiap malam Sasuke akan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukannya malam ini ketika ia tidak begitu lelah. Dengan berkonsentrasi pada gerakan pedang nya, Sasuke akan melupakan perasaan tidak nyaman yang ditimbulkan akibat mimpi buruk hampir setiap malam.

Perasaan Sasuke sedang kacau saat ini. Tak hanya ingatan mengenai mimpi buruk yang menganggu pikiran dan perasaan nya, ia juga mulai merasakan sebuah perasaan yang menurutnya aneh.

Lebih dari satu bulan telah berlalu dan Sasuke dengan sengaja memberikan latihan keras selama berjam-jam setiap hari nya agar Naruto semakin cepat menjadi kuat sehingga ia dapat segera meninggalkan anak itu. Namun hati kecil nya terus berharap agar dapat bersama dengan Naruto dan tak berpisah dengan Naruto.

Sasuke tak mengerti mengapa ia bisa berpikir seperti itu. Ia tak ingin kembali sendirian dan harus menghadapi mimpi buruk setiap malam seorang diri. Perasaan ingin bersama dengan Naruto begitu menganggu nya, namun di saat yang sama membuat hatinya menghangat, bagaikan sebongkah es yang mulai mencair.

Terdengar suara dentingan pedang yang bersentuhan dan Sasuke segera menatap pedang di tangan nya. Bermain pedang hari ini sama sekali tak membuat pikiran nya semakin rileks. Ia memang tak lagi memikirkan mimpi buruk nya, namun ia malah memikirkan hal lain hingga tak memperhatikan ayunan pedang nya sendiri.

"Bodoh, lemah," gumam Sasuke dengan sinis pada dirinya sendiri.

Sasuke mengangkat pedang nya dan kembali mengayunkan pedang nya. Namun ia segera berhenti mengayunkan pedang serta menoleh ke belakang saat mendengar suara langkah samar-samar.

Bagaikan kilat, Sasuke segera bersembunyi di balik satu pohon dengan sharingan. Dengan pedang yang telah terhunus, Sasuke menunggu sambil menatap kearah sumber suara.

Terlihat sosok Naruto yang semakin dekat dengan Sasuke sambil mengenggam pegangan pedang, bersiap menghunus pedang. Naruto berjalan sambil terus menatap sekeliling dan berusaha menajamkan pendengaran sesuai yang diajarkan Sasuke.

Naruto melirik kearah salah satu pohon dan berkata, "Siapapun keluarlah. Aku tahu kau sedang bersembunyi."

Sasuke tak kunjung beranjak dari tempat persembunyian nya dan Naruto mengedarkan pandangan ke pohon-pohon di sekelilingnya. Angin dingin menerpa tubuh Naruto yang hanya terbalut yukata dan membuatnya menggigil. Bulu kuduk Naruto merinding, bukan karena ia takut, melainkan karena dingin nya angin malam.

Naruto telah terbiasa dengan kegelapan malam dan tak lagi merasa takut. Namun saat ini ia mulai khawatir dengan keselamatan nya tanpa keberadaan Sasuke yang dapat melindunginya.

'Kurasa memang tidak ada orang disini', batin Naruto dan berbalik badan.

Tak sampai lima detik kemudian Sasuke telah keluar dari tempat persembunyian nya dan berusaha meletakkan ujung pedang di punggung Naruto. Gerakan Sasuke begitu cepat hingga Naruto tak sempat menghunuskan pedang nya dan merasa terkejut ketika merasakan pedang yang menyentuh punggung nya.

"Kau harus selalu waspada, dobe."

Naruto tak jadi menghunuskan pedang dan segera menoleh kebelakang saat mengenali sosok lelaki yang berdiri di belakang sambil meletakkan ujung pedang di punggung nya.

"Huh, teme? Mengapa kau bersembunyi dan menakutiku, sih? Padahal aku sudah memintamu keluar, lho."

Sasuke berdecih sinis mendengarkan ucapan Naruto. Naruto benar-benar polos dan bodoh hingga membuatnya kesal.

"Seseorang harus selalu berhati-hati dalam situasi apapun."

"Termasuk padaku?"

"Hn."

Kekecewaan menyeruak dalam benak Naruto ketika ia mendengar ucapan Sasuke. Dengan berhati-hati sama saja berarti jika Sasuke tak percaya padanya dan menganggap nya sebagai musuh.

Naruto sama sekali tak menyalahkan Sasuke jika lelaki itu memilih berhati-hati padanya. Namun ia sendiri merasa bodoh telah mulai mempercayai Sasuke dan tanpa sadar menurunkan kewaspadaan nya terhadap Sasuke.

Bukan berarti Naruto telah memaafkan Sasuke. Lubuk hati terdalam nya masih merasakan kebencian terhadap Sasuke. Namun kebersamaan nya dengan Sasuke ditambah rasa simpati saat mendengar kisah hidup lelaki itu mulai sedikit melunturkan kebencian terhadap lelaki itu dan digantikan dengan kekecewaan atas apa yang dilakukan Sasuke terhadap keluarganya.

"Tentu saja. Kita tak bisa saling mempercayai, bukan?" ucap Naruto dengan kekecewaan yang berusaha disembunyikan dibalik intonasi suara datar nya.

"Hn."

Naruto berpura-pura tersenyum tipis untuk menutupi perasaan nya. Ia merasa bodoh karena mulai mempercayai Sasuke hanya karena lelaki itu satu-satunya orang yang mau menerimanya dan melindunginya dari orang-orang yang hendak mencelakainya.

"Omong-omong mengapa kau tiba-tiba masuk ke hutan tengah malam, teme? Kukira seseorang berusaha menyerangmu. Aku mendengar suara dentingan pedang di kejauhan dan bergegas kemari."

Sasuke melangkah maju dan menghampiri Naruto. Tubuh mereka semakin dekat dan Sasuke tak melepaskan pandangan dari Naruto. Naruto merasa bingung dan mendongak menatap iris onyx Sasuke yang menatapnya dengan perasaan berkecamuk.

"Bukan urusanmu, dobe."

Naruto hendak membuka mulutnya untuk menjawab. Namun sebelum ia sempat menjawab, Sasuke menarik surai pirang Naruto dan mengacak surai lelaki itu.

"Jangan menjadi bebanku, brengsek. Apapun yang terjadi, jika aku terlibat dalam pertaruangan apapun, yang harus kau lakukan adalah pergi sejauh mungkin."

Naruto membuka mulut nya tanpa satu katapun yang terucap dari bibir nya. Ia tak mengerti mengapa ucapan Sasuke yang sebetulnya kasar terkesan begitu lembut.

Ia tak mengerti mengapa Sasuke begitu ingin meninggalkannya hingga memintanya untuk meninggalkan lelaki itu secara eksplisit maupun implisit. Sebegitu bencikah Sasuke padanya? Ia berusaha untuk menjadi kuat dan tak menjadi beban Sasuke, namun sepertinya sekeras apapun usahanya sama sekali tidak berhasil.

"Aku... akan terus mengikutimu, teme. Suka atau tidak, setidaknya aku akan mengikutimu saat ini. Aku... tak ingin sendirian."

Ucapan itu meninggalkan keterkejutan di benak sang pendengar dan sang pengucap. Naruto tak mengerti mengapa ia begitu emosional hari ini hingga menunjukkan kelemahan dihadapan Sasuke. Ia terus meyakinkan diri jika ia ingin terus 'menempel' dengan Sasuke demi mengetahui kelemahan-kelemahan lelaki itu dan mempelajari segala teknik bertarung lelaki itu serta membalaskan dendam ketika saat yang tepat telah tiba. Namun ia benar-benar ingin terus bersama Sasuke.

Sasuke berusaha bersikap tenang meskipun ucapan Naruto membuat pikiran nya berkecamuk. Ia juga tak ingin meninggalkan Naruto, karena itulah ia seringkali meminta Naruto meninggalkan nya secara tidak langsung.

"Bangunlah lebih awal besok pagi. Kita akan turun ke kota," ucap Sasuke dengan datar dan ekspresi wajah yang sulit dipahami.

Sasuke berjalan meninggalkan Naruto yang berdiri mematung berusaha memahami ekspresi wajah Sasuke. Namun ia yakin jika ia baru saja melihat sekilas kelegaan dibalik sorot mata Sasuke, entah apa yang membuatnya merasa lega

.

.

"Itachi, kemana saja kau pergi, huh? Gara-gara kau organisasi kita menjadi kacau tahu," ujar Deidara dengan suara keras ketika ia mendapati sosok dua pria yang sangat dikenalinya berjalan mendekati mereka.

Itachi tak menjawab Deidara dan tak menyapa lelaki itu. Ia bersikap seolah Deidara memang tidak ada dan melewati Deidara yang menatap dengan jengkel. Kisame melirik Deidara dan menggelengkan kepala, seolah saling mengerti pemikiran satu sama lain.

Awalnya Itachi tak ingin kembali ke markas Akatsuki, ia bahkan dengan sengaja berlama-lama di rumah tabib itu. Ia bahkan meminta Kisame untuk kembali ke markas Akatsuki terlebih dahulu dan mengatakan akan menyusulnya. Namun Kisame tetap ingin menemani Itachi dan Itachi dengan terpaksa ikut bersama Kisame untuk membuktikan ucapan lelaki itu.

Terlihat seorang lelaki berambut merah yang sedang duduk sendirian bersama dengan ketiga boneka kayu nya. Jubah lelaki itu terbuka dan memperlihatkan tubuh nya yang berbeda dengan manusia normal. Ia melirik Itachi dengan sudut mata dan tak menghiraukan lelaki itu.

Seorang lelaki berambut putih yang ditata klimis segera menghampiri Itachi ketika menyadari lelaki itu telah kembali. Ia tak akrab dengan Itachi, begitupun dengan semua anggota Akatsuki lain nya, namun kali ini ia memutuskan untuk berbasa-basi sedikit.

"Hey, Itachi, bagaimana kabar mu?"

Itachi melirik lelaki berambut putih itu sekilas dan segera berkata, "Tidak perlu basa-basi. Langsung saja pada intinya, Hidan."

Lelaki bernama Hidan itu tak terkejut dengan jawaban yang diterimanya. Bagaimanapun, ia telah berada di organisasi yang sama dengan Itachi selama beberapa tahun dan telah mendengar rumor mengenai lelaki itu, termasuk rumor jika lelaki itu akan menjadi calon pewaris klan Uchiha. Lelaki itu dijuluki sebagai seorang jenius dan dapat 'membaca' seseorang dengan mudah, seperti yang dilakukannya saat ini.

"Kau sudah tahu jika Obito telah mati, bukan?"

"Menurutmu?"

Hidan mengernyitkan dahi mendengar jawaban Itachi, namun Itachi berpura-pura tak menyadarinya. Ia telah mendengar sedikit dari Kisame, namun ia tidak tahu kejadian yang sebenarnya. Saat ini ia tengah berjalan menuju jebakan, dan ia harus mampu bersikap tenang dan mengandalkan logika untuk menghindari jebakan.

"Berita itu sudah menyebar di hampir seluruh antero kerajaan, maka seharusnya kau juga sudah tahu. Namun jika melihat reaksimu, sepertinya kau belum tahu."

Tak ada jawaban dan Hidan segera melanjutkan ucapan nya, "Obito mati saat berusaha menyerang kerajaan sendirian. Ia berhasil membunuh puluhan ribu tentara dan beberapa puluh pasukan elite Hyuuga dengan byakugan. Namun pada akhirnya ia mati di tangan jendral pasukan elite Hyuuga dan jasad nya digantung di alun-alun kota selama satu hari penuh. Mata nya dicungkil dan disimpan di ruang penyimpanan kerajaan sebagai koleksi. Kini tubuh nya telah dibakar begitu saja tanpa pemakaman atau pembakaran yang layak."

Itachi tak bisa sepenuhnya mempercayai ucapan Hidan, namun satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah pergi ke ibu kota dan mencari informasi. Jika perlu, ia akan menyelinap ke dalam ruang penyimpanan kerajaan serta melihat mata itu sendiri.

"Lalu?"

"Jika dilihat dari reaksimu, sepertinya kau tak benar-benar percaya, Itachi?"

Itachi menatap Hidan lekat-lekat. Ia khawatir jika apa yang diucapkan Hidan saat ini adalah jebakan dan mereka semua berpartisipasi dalam jebakan yang direncanakan Obito untuknya.

"Persepsimu mungkin saja berbeda dengan apa yang menjadi persepsiku saat ini," jawab Itachi dengan ambigu tanpa bermaksud menunjukkan jika ia percaya atau tidak terhadap ucapan lelaki itu.

"Benar-benar seorang jenius dari klan Uchiha, huh?" Hidan berkata dengan sinis. "Namun untuk apa kami membohongimu mengenai kematian Obito? Apa keuntungan bagi kami?"

"Aku tidak mengatakan kau dan seluruh anggota organisasi sedang membohongiku, Hidan," jawab Itachi dengan tenang tanpa emosi.

Hidan mengepalkan tangan nya erat-erat, berusaha menahan emosi. Jika saja ia sudah lupa jika lelaki dihadapan nya lebih kuat darinya, maka ia akan segera mengajak lelaki itu untuk bertarung.

Sejak tadi Itachi tak menjawab satupun pertanyaan Hidan dan ia malah memberikan pertanyaan kembali pada Hidan. Hidan benar-benar emosi dan hampir kehilangan kesabaran nya. Jika informasi yang diberikan Deidara mengenai Sasuke benar, maka ia dapat menyimpulkan jika Sasuke memiliki kepribadian yang mungkin saja terlihat sama dengan Itachi, namun sangat berbeda. Serupa, namun tak sama.

"Terserahlah. Intinya, kami ingin meminta kau menggantikan posisi Obito sebagai ketua organisasi."

"Bagaimana jika aku menolak?"

"Mungkin saja akan terjadi kekacauan dalam organisasi dan kita semua akan saling membunuh, termasuk kau."

Itachi hampir menyeringai mendengar ucapan Hidan yang sebetulnya hanya ancaman. Dari luar, Deidara dan Sasori terlihat tak akur dan saling bertentangan, namun pada dasarnya mereka berdua saling mempercayai satu sama lain, kepercayaan yang tidak mereka berikan pada anggota organisasi lain nya, dan membentuk tim yang baik. Sementara hubungan Hidan dan Kisame biasa saja, tidak terlalu dekat atau bertentangan, namun mereka tidak akan saling mengkhianati satu sama lain. Dan Kisame, lelaki itu begitu setia pada Itachi dan mengaguminya hingga bersedia mengikuti Itachi hingga ke neraka sekalipun meskipun Itachi sendiri tak pernah menganggapnya lebih dari rekan kerja. Tak semua dari mereka cukup akur, namun setidaknya mereka tidak akan bertarung satu sama lain. Begitulah pengamatan Itachi, meskipun ia sendiri tak sepenuhnya mempercayai pengamatan nya.

Bukan tanpa alasan Hidan dan anggota lain nya menjadikan Itachi sebagai pemimpin organisasi mereka. Kepopuleran organisasi mereka sebagai organisasi 'orang bayaran' mulai berkurang akibat kematian Obito, pemimpin mereka, begitupun dengan pekerjaan yang mereka dapatkan. Maka dengan menjadikan Itachi yang merupakan kriminal yang paling ditakuti masyarakat dan kerajaan sebagai pemimpin mereka akan memulihkan dampak negatif bagi organisasi setelah kematian Obito.

Itachi mempertimbangkan ucapan Hidan dan keuntungan yang akan ia dapat jika menjadi pemimpin organisasi. Berita akan cepat menyebar dan ia akan lebih terancam jika posisi nya sebagai ketua organisasi telah diketahui. Namun di sisi lain ia bisa memanfaatkan seluruh anggota organisasi untuk melakukan misi dan mengendalikan mereka. Ia bahkan bisa meminta anggota organisasi untuk memata-matai Sasuke dan mencari informasi mengenai Sasuke serta menemui nya di saat yang tepat.

"Hanya untuk kali ini saja aku mengikuti permintaanmu, Hidan."

Hidan tersenyum sinis mendengar ucapan Itachi. Ia mengira lelaki itu begitu bodoh percaya begitu saja dengan ancaman nya mengenai kondisi organisasi jika ia menolak menjadi pemimpin sekaligus merasa lega karena Itachi bersedia 'menyelamatkan' reputasi organisasi mereka.

.

.

Naruto dan Sasuke tiba di kota kecil yang terakhir mereka kunjungi sebelum pergi ke gunung tempat mereka tinggal selama lebih dari satu bulan. Tujuan pertama mereka adalah sebuah kedai ramen tempat para lelaki di kota berkumpul dan membicarakan berita terbaru dari ibu kota.

Sasuke dengan sengaja membeli dua mangkuk ramen untuk Naruto agar memiliki alasan untuk berlama-lama di kedai dan menguping pembicaraan para lelaki itu.

"Kau sudah tahu, Yamazaki-san? Uchiha Itachi, si pembunuh bayaran yang terkenal itu, sempat singgah di kota ini," ucap seorang lelaki berusia empat puluhan dengan yukata sederhana.

Nafas Sasuke hampir berhenti dan ia segera menatap sekeliling serta memasang sikap waspada. Ia khawatir jika keputusan nya untuk datang ke kota saat ini merupakan sebuah kesalahan.

"Haha... jangan membual," sahut orang lain nya di meja itu sambil tertawa. "Mana mungkin seorang buronan kerajaan terkenal di kerajaan akan memperlihatkan dirinya secara terang-terangan hingga dapat kau kenali, huh?"

"Betul sekali," sahut seorang lelaki muda. "Kalaupun ia memang memperlihatkan dirinya terang-terangan, kau sudah pasti tidak bernyawa lagi saat ini, Yajiro."

"Kalian tidak percaya padaku? Aku tinggal tak jauh dari rumah tabib dan mendapati lelaki itu berada di dekat rumah tabib saat aku pulang dari bar pada malam hari."

"Kau pasti sedang mabuk hingga menghayal, Yajiro."

Terdengar suara tawa keras yang memenuhi kedai ramen itu. Sasuke menatap orang-orang itu dengan jengkel, menurutnya mereka semua begitu tolol. Ia mempercayai ucapan lelaki bernama Yajiro itu karena ia sendiri sempat merasakan chakra Itachi yang mendekat ke kota dan chakra itu tak sekuat biasanya.

Sasuke merasa ingin memukul kepala nya sekeras mungkin saat ini juga. Ia benar-benar merasa menyesal telah melewatkan kesempatan emas untuk membunuh Itachi. Jika saja saat itu ia memutuskan meminta Naruto meninggalkan kota serta mendekati Itachi untuk memastikan kondisi lelaki itu secara langsung, ia dapat mengetahui jika lelaki itu sedang dalam kondisi buruk dan ia dapat membunuh lelaki itu dengan mudah.

"Mana mungkin aku mabuk hanya dengan sebotol sake? Kami bahkan sempat bertemu pandang. Aku belum pernah melihat seseorang dengan mata seindah miliknya dan wajahnya benar-benar rupawan meskipun terdapat kerutan di wajah nya serta kulit putih yang sepertinya halus. Lalu ia juga memiliki rambut hitam panjang yang mengingatkanku akan wanita cantik berkimono hitam karya Torii Kiyonobu yang pernah kulihat di rumah mantan daimyo yang pernah kulayani. Kalau saja ia bukan seorang pria, aku sudah pasti akan menggodanya dan memintanya menemaniku di tempat tidur malam itu."

Terdengar suara tawa yang lebih keras sebelumnya. Para pria di meja itu tertawa hingga wajah mereka memerah dan memegangi perut mereka yang terasa keram setelah mendengar penjelasan rekan mereka.

"Tak kusangka kau sekarang malah tertarik dengan seorang pria dalam khayalanmu, Yajiro. Kurasa kau sudah gila sekarang."

Terdengar suara mangkuk yang membentur meja dan Sasuke melirik Naruto yang telah menghabiskan mangkuk kedua. Sasuke segera bangkit berdiri dan membayar makanan. Ia harus melanjutkan perjalanan menuju kota lain dan mencari informasi mengenai Itachi.

.

.

Sasuke melanjutkan perjalanan menuju kota lain yang hanya berjarak dua puluh kilometer dari kota yang tadi dikunjunginya. Hari masih siang dan Sasuke yakin ia akan segera tiba di kota lain sebelum malam.

Sejak kejadian kemarin malam Naruto menjadi lebih pendiam dibandingkan biasanya dan Sasuke pun tak akan mengajak Naruto berbicara jika tidak sangat terpaksa. Bersama dengan Naruto membuat Nurani Sasuke terus muncul tak peduli seberapa keras Sasuke berusaha mengenyahkan nya. Ia juga sudah tak mengambil pekerjaan sejak dua bulan terakhir.

"Kita akan pergi kemana?" tanya Naruto di tengah perjalanan. Ia menyerah dengan usaha nya untuk mendiami Sasuke.

"Kota lain."

Naruto mengatupkan mulutnya tanpa niat menjawab ucapan Sasuke dan memejamkan mata sejenak. Ia benar-benar mengantuk, namun ia khawatir akan terjatuh dari kuda jika ia tertidur saat ini.

Sasuke menyadari Naruto yang mengantuk dan ia segera mengerakkan memegang kekang kuda dengan dua tangan serta meletakkan tangan di pinggang Naruto agar ia tidak terjatuh.

Naruto segera memejamkan mata dan dengan cepat tertidur pulas. Ia tak lagi merasa takut terjatuh dengan tangan Sasuke yang melindunginya agar tak terjatuh dari kuda.

Beberapa jam telah berlalu dan kini gerbang kota telah terlihat di kejauhan. Sasuke segera memperlambat laju kuda dan bersikap lebih waspada. Ia bersyukur saat tak merasakan chakra Itachi di dekatnya

"Selamat sore. Bisakah anda memperlihatkan kartu identitas anda?"

Sasuke menunjukkan kartu identitas palsu yang dimilikinya dan menatap dengan curiga. Sharingan Sasuke telah aktif sejak tadi dan penjaga gerbang itu seolah terhipnotis ketika bertemu pandang dengan Sasuke.

"Baiklah, silahkan masuk, tuan."

Penjaga itu membuka gerbang dan mempersilahkan Sasuke melewati kota dengan mudah. Sasuke segera berkuda menuju penginapan yang lumayan sering dikunjunginya jika ia singgah di kota itu dan ia menghentikan kuda tepat di depan penginapan.

"Dobe, bangunlah," Sasuke menepuk punggung Naruto.

"Mmhm... Sasuke?" jawab Naruto sambil mengerang tanpa membuka matanya.

Sasuke menghela nafas perlahan dan segera turun dari kuda dengan sangat hati-hati. Naruto masih berada di atas kuda dan Sasuke segera mengikat kepala kuda di pohon yang tak jauh dari penginapan sambil melirik Naruto, memastikan jika ia dapat menangkap Naruto jika sewaktu-waktu lelaki itu terjatuh dari kuda.

Naruto tampak sangat lelah setelah menghabiskan latihan fisik lebih dari delapan jam setiap hari nya bersama Sasuke dan hari ini merupakan satu-satunya hari santai yang diberikan Sasuke.

Sasuke merasa tak tega untuk membangunkan Naruto dan ia menggendong Naruto di depan tubuh nya. Ia tanpa sengaja melirik wajah Naruto yang tertidur pulas.

Sasuke segera memalingkan wajah saat merasakan jantung nya berdebar lebih keras dibandingkan biasanya. Suara penjaga penginapan yang menyambutnya ketika ia masuk ke dalam penginapan menyelamatkan nya dari perasaan aneh yang dirasakannya setiap ia memikirkan atau melihat Naruto.

"Saya pesan dua kamar untuk satu orang," ujar Sasuke sambil menatap wajah wanita berusia tiga puluh akhir yang merupakan penjaga penginapan.

Wanita itu melirik Sasuke dan Naruto dengan heran dan dalam hati bertanya-tanya mengenai hubungan kedua lelaki itu. Posisi Naruto yang sedang berada dalam pelukan Sasuke membuat wanita itu mengira jika hubungan mereka lebih dari sekadar teman, namun tidak mirip jika dianggap sebagai saudara.

"Kamar untuk satu orang seharga lima ratus sen permalam, sementara kamar untuk dua orang seharga delapan ratus sen. Saya menyarankan anda mengambil satu kamar untuk dua orang sehingga dapat berhemat."

Sasuke menatap penjaga penginapan itu dengan heran. Ia tak mengerti mengapa penjaga penginapan itu malah menyarankannya untuk berhemat dengan memesan satu kamar untuk dua orang ketika penjaga itu bisa mendapat uang lebih banyak jika ia memesan dua kamar untuk satu orang.

Sudah lebih dari satu bulan Sasuke terpaksa tidur bersama Naruto dan kini ia mendapat kesempatan untuk tidur sendirian. Namun ia malah merasa agak sepi jika ia harus berada di dalam kamar sendirian.

"Tidak apa-apa. Saya akan tetap memesan dua kamar untuk satu orang," ujar Sasuke sambil menyerahkan koin senilai satu koban.

"Baiklah, tuan. Saya akan mengantarkan anda menuju kamar anda," jawab penjaga penginapan sambil meraih dua buah kunci.

Penjaga penginapan itu mengantarkan Sasuke menuju sebuah kamar bertuliskan angka delapan di pintu dan membuka pintu dengan kunci yang dipegangnya.

"Ini ruangan anda," ujar wanita itu sambil memperlihatkan sebuah ruangan yang hanya seluas delapan tatami, termasuk sebuah kamar mandi yang merangkap jamban seluas dua tatami.

Sasuke menganggukan kepala dan menerima kunci lain nya yang diberikan wanita itu. Ketika wanita itu telah pergi, Sasuke segera meletakkan tubuh Naruto dengan hati-hati di atas tikar tatami serta membuka lemari untuk mengeluarkan futon serta membaringkan tubuh Naruto di dalam futon.

Setelahnya, Sasuke mengeluarkan secarik kertas dan memberitahu jika ia berada di kamar yang bersebelahan dengan kamar nya dan memintanya untuk tidak meninggalkan penginapan selangkahpun. Ketika selesai, Sasuke segera melipat kertas itu dan meletakkan di samping bantal Naruto.

"Ramen... otou-san, aku ingin makan ramen," gumam Naruto dalam tidur nya, entah apa yang diimpikannya.

Sasuke hampir bangkit berdiri dan kembali duduk saat mendengar ucapan Naruto. Ia benar-benar terdiam, hati nya terasa nyeri tiba-tiba.

"Otou-san janji akan mengajakku makan ramen sore ini, kan?"

Sasuke hanya menatap Naruto dalam diam. Hati nya terasa semakin nyeri seolah tersayat. Hati nya yang seolah mati rasa akibat penghilang rasa sakit kini kembali merasakan rasa sakit, seolah efek penghilang rasa sakit telah hilang seutuhnya.

Tanpa sadar Sasuke mengulurkan telapak tangan nya dan menyentuh kening Naruto serta mengelus surai pirang itu dengan lembut. Mata Sasuke hampir berkaca-kaca dan ia kembali menyesal telah menghancurkan kehidupan Naruto.

Kini, Sasuke merasa jika dirinya tak berbeda dengan Itachi. Itachi membantai seluruh keluarganya dan meninggalkan Sasuke sendirian dengan rasa sakit akibat kehilangan, begitupun dengan Sasuke yang membantai seluruh keluarga Naruto dan meninggalkan Naruto sendirian. Seandainya ia membunuh Naruto, maka Naruto tak perlu merasakan kesendirian nan menyakitkan seperti saat ini.

Sasuke tak peduli jika ia bersikap terlalu emosional dan aneh saat ini. Ia memang sudah bersikap emosional sejak bersama Naruto dan tak ada seorangpun yang akan menghakimi dirinya jika ia bersikap emosional saat ini.

"Gomen," bisik Sasuke dengan lembut di telinga Naruto.

Dengan cepat Sasuke bangkit berdiri dan meninggalkan kamar Naruto tanpa berani menoleh. Ia berharap Naruto tak mendengar apa yang baru saja diucapkannya serta menyadari apa yang telah dilakukannya.

.

.

Sasuke berjalan tanpa arah meninggalkan penginapan. Pikiran nya benar-benar kacau saat ini. Ia merasa khawatir hingga otak nya tak bisa berpikir dengan jernih.

Ia khawatir jika ia tak lagi menganggap Naruto sebagai beban dan mulai merasakan perasaan sayang terhadap bocah itu. Ia khawatir perasaan nya akan mempengaruhi dirinya sehingga ia tak bisa berfokus untuk membalaskan dendam pada Itachi.

Ia pasti hanya terlalu lelah secara emosi dalam menghadapi bocah seperti Sasuke. Ditambah dengan berbagai macam perasaan yang mulai kembali dirasakan nya bagaikan ikan-ikan yang muncul di permukaan sungai membuat Sasuke semakin kacau. Ia yakin beberapa botol sake akan membuatnya lebih rileks dan ia akan merasa lebih baik setelah mabuk.

Dengan agak tergesa-gesa Sasuke segera memasuki sebuah bar tempat lelaki di kota berkumpul. Sasuke memutuskan untuk masuk kedalam dan mendapati beberapa meja yang telah diisi penuh oleh para lelaki yang sedang tertawa dan seorang geisha yang melayani di hampir setiap meja yang terisi.

Beberapa geisha itu melirik Sasuke dan Sasuke berpura-pura tak melihat mereka. Ia merasa risih dengan tatapan para geisha yang berusaha menggoda nya dengan menatap nya dan sesekali tersenyum. Ia tak suka dengan wanita yang menggodanya, meski dilakukan dengan cara yang elegant sekalipun. Ia tak pernah berpikir dirinya tertarik pada siapapun, baik pria maupun wanita.

Sasuke berjalan menuju meja kasir dan memesan dua botol sake serta duduk di meja yang tidak begitu jauh dari meja sekumpulan lelaki yang sedang mengobrol tanpa ditemani geisha. Sasuke berharap agar ia bisa mendapatkan setidaknya sedikit informasi mengenai Itachi dari percakapan lelaki itu meskipun ia sendiri tidak begitu yakin karena sejak tadi para lelaki itu hanya membicarakan hal-hal yang tidak penting.

"Eh, Hideo-san, bagaimana liburanmu bersama keluargamu di ibu kota? Kudengar terjadi kekacauan di ibu kota setelah seseorang mencoba menyerang kerajaan," tanya seorang lelaki sambil menghisap kiseru (sejenis pipa tembakau yang dihisap seperti rokok) dan mengeluarkan kepulan asap yang terlihat seperti gumpalan-gumpalan awan putih.

"Benar-benar menyeramkan. Aku beruntung berada di dekat istana dan seluruh keluargaku selamat. Kau tahu, puluhan ribu orang yang terdiri dari pasukan kerajaan dan rakyat biasa seperti kita meninggal. Yang Mulia Hiashi bahkan terpaksa membuka sebagian wilayah istana sebagai tempat pengungsian sementara."

"Keadaan ibu kota pasti sangat kacau, bukan?"

"Tentu saja. Kau tahu, lelaki yang menyerang ibu kota selama ini adalah Uchiha Obito, pemimpin kelompok kriminal bernama Akatsuki. Aku tak menyangka masih ada Uchiha yang tersisa, kukira semua sudah habis dibantai putra sulung pemimpin klan itu."

Ketiga rekan Hideo membelalakan mata mendengar penjelasan lelaki itu. Sasuke yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka tak kalah terkejutnya dengan ucapan lelaki itu. Ia tak pernah tahu jika masih ada Uchiha yang tersisa selain dirinya dan Itachi. Dari berbagai informasi yang dikumpulkannya, Itachi bergabung dengan Akatsuki dan memimpin organisasi itu.

"Sehari kemudian, eksekusi hukuman mati bagi Uchiha Obito dilaksanakan di depan publik. Mata nya bahkan dicungkil dihadapan kita. Aku baru pertama kali melihat sebuah mata aneh dengan lingkaran-lingkaran dan mata berwarna merah darah seperti iblis. Selama ini kukira rumor mengenai mata merah Uchiha Itachi hanya bohong belaka," ujar Hideo dengan suara agak pelan.

Seorang teman Hideo yang tadi menghisap kiseru mendengarkan cerita lelaki itu dengan antusias hingga ia meletakkan kiseru nya di atas meja begitu saja tanpa berniat menghisapnya.

"Kukira Uchiha Itachi telah mati dan aku sempat berpikir untuk mengadakan pesta perayaan kematian lelaki laknat jahanam itu. Aku tak bisa melupakan lelaki yang telah membunuh putra sulung ku," desis seorang lelaki berambut hitam dengan beberapa helai uban yang terselip serta wajah yang mulai keriput.

Sasuke menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan serta bangkit berdiri. Ia selalu kesulitan mengontrol emosi nya jika berkaitan dengan Itachi dan begitupun dengan saat ini. Dua botol sake membuat penjagaan nya melemah dan kesadaran nya sedikit berkurang.

Sasuke menghampiri meja itu dan menatap salah seorang lelaki di meja Hideo dengan tajam, namun tak terlihat setajam biasanya.

"Kalau kau ingin membalas dendam pada Uchiha Itachi, aku akan membantumu," ucap Sasuke dengan nada datar dan suara pelan.

Keempat lelaki itu menatap Sasuke dengan bingung dan seketika tertawa. Mereka mengira jika Sasuke adalah orang mabuk yang kebetulan mendengar pembicaraan mereka dan asal bicara.

Sasuke menatap tajam keempat lelaki itu dan menahan diri agar tak memperlihatkan sharingan nya.

"Kalian mengira aku sedang bercanda, hn?"

Keempat lelaki itu terdiam dan menatap Sasuke. Hideo segera membuka mulut dan berkata, "Tentu saja. Kau pasti sedang mabuk, kan?"

Sasuke tak menjawab dan ia mengeluarkan salah satu pedang yang terselip di pinggang nya dan ia tak mempedulikan tatapan keempat pria yang tampak terkejut itu. Ia segera mengarahkan mata pedang nya ke kepala salah seorang lelaki dan membuat lelaki itu terbelalak. Sasuke memotong kain pengikat rambut lelaki itu dan memasukkan pedang kembali ke sarung nya sebelum lelaki itu sempat menjerit dan orang lain sempat melihat apa yang dilakukan Sasuke.

Ketiga lelaki di meja Hideo menatap Sasuke dengan takjub tanpa mempedulikan salah satu teman mereka yang sangat terkejut.

"Apakah kau seorang ahli pedang, tuan?" ujar lelaki beruban yang merupakan teman Hideo.

"Hn."

"Silahkan duduk bersama kami, tuan."

Sasuke memutuskan untuk duduk dan mempertahankan sikap waspada. Ia khawatir jika ia jatuh kedalam jebakan para lelaki ini dan bersiap untuk membunuh para lelaki ini jika mereka berniat menjebaknya.

"Kalau boleh tahu, siapa anda dan mengapa anda berniat membunuh Uchiha Itachi?"

"Sai," ujar Sasuke dengan cepat, menyebutkan kependekan nama nya sendiri dan berharap agar tak terkesan mencurigakan. "Lelaki itu telah membunuh tuan ku dan menghancurkan kehidupanku."

Keempat lelaki itu melirik Sasuke dan mereka semua terlihat mempercayai ucapan lelaki itu. Lelaki beruban itu menatap iris onyx Sasuke dan menimbang untuk mempercayai lelaki itu atau tidak. Kemampuan berpedang Sasuke tak perlu diragukan dan ia cukup optimis jika Sasuke dapat membunuh Uchiha Itachi. Namun identitas lelaki itu benar-benar misterius dan ia tak bisa percaya dengan mudah.

"Siapa nama keluargamu? Dan kalau boleh aku tahu, siapa tuanmu?"

"Tidak ada. Tuanku Sarutobi Asuma," jawab Sasuke sambil mengingat nama sebuah keluarga daimyo yang pernah dibantai Itachi sekitar dua tahun lalu.

Keempat orang itu tak menjawab apa-apa dan bertanya dalam hati jika seorang daimyo yang lumayan terkenal bisa mengangkat seseorang tanpa asal usul sebagai samurai pengikut.

"Bisakah kalian memberikan informasi apapun yang kalian miliki mengenai Uchiha Itachi?" tanya Sasuke dengan suara pelan.

Lelaki beruban itu menganggukan kepala. Ia memutuskan untuk mempercayai Sasuke dan memberikan informasi apapun yang didengarnya mengenai lelaki itu.

Dengan suara perlahan, lelaki beruban itu menceritakan segala hal mengenai Itachi yang telah didengarkan Sasuke dari pembicaraan mereka, dengan sedikit tambahan informasi mengenai pengakuan Obito bahwa ia adalah ketua Akatsuki serta seluruh anggota-anggota nya sebelum dieksekusi dihadapan publik.

"Menurut Obito, Uchiha Itachi dalam kondisi yang sangat lemah saat terakhir kali ia menemuinya dan lelaki itu seharusnya sudah mati."

Sasuke menganggukan kepala dan otak nya mulai mencerna segala informasi yang diterimanya. Ia tidak yakin jika Itachi sudah mati, dan hal itu diperkuat dengan fakta pengakuan lelaki di kota dekat gunung yang menyatakan jika ia melihat Itachi tak jauh dari rumah tabib.

Sebuah probabilitas yang muncul dibenaknya membuatnya bergidik. Mungkin ia harus mengalahkan beberapa orang yang bahkan tak pernah ditemuinya sebelum menemui Itachi dan membalaskan dendam.

Tak ada pilihan bagi Sasuke selain melatih Naruto secepat mungkin dan berpisah dengan Naruto sebelum Naruto terlibat dalam misi membalaskan dendam nya. Ia akan berusaha melindungi Naruto dan tak akan membiarkan Itachi maupun anggota kelompok nya mencelakai Naruto.

-TBC-

Author's Note:

Berhubung udah selesai UN, author bakal mulai lanjutin semua FF author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro