Part 8
Obito menyelinap di kerumunan penduduk yang tengah menghadiri pesta rakyat. Ia telah menyelesaikan pekerjaannya, namun ia merasa aneh karena tak melihat keributan apapun. Para warga terlihat menikmati pesta dan para prajurit tetap berjaga seperti biasanya seolah tak ada kekacauan apapun.
Sejak awal ia sama sekali tak berniat untuk membantu Itachi mengalihkan perhatian. Misi yang diucapkannya pada Itachi merupakan karangan dan tujuan utamanya hanyalah menjebak Itachi agar pria itu mati sekaligus membantu misinya.
Obito memiliki dua misi di kota. Misi pertama adalah membunuh salah seorang bangsawan berpengaruh dan misi kedua adalah menyerang istana tepat saat pesta ulang tahun ke tujuh belas Hyuuga Hinata. Dan misi keduanya ini bukanlah misi yang diberikan siapapun. Misi itu adalah misi yang merupakan ambisinya sendiri untuk membuat kekacauan dan menggulingkan kerajaan dengan harapan dapat menjadi raja. Karena itulah ia memperdaya Itachi untuk membunuh Hyuuga Tokuma.
Obito merasa kesal, ia sama sekali tak bisa menggunakan rinnegan ataupun sharingan. Ia bahkan menutup mata rinnegan nya dengan kain putih agar penampilannya terlihat seperti orang yang sedang mengalami masalah pada matanya.
'Kuso. Apa yang Itachi lakukan disaat seperti ini? Apakah ia sudah mati sebelum menyerang satupun penjaga istana?' batin Obito dengan jengkel.
Obito merasa sedikit khawatir jika Itachi mengkhianatinya. Ini memang tidak mungkin mengingat kondisi Itachi yang lemah, namun kemungkinan itu tetap ada.
Pesta rakyat itu begitu ramai dan terdapat berbagai macam permainan serta makanan. Obito terpaksa harus melewati kerumunan dan berusaha untuk lebih dekat kearah istana. Ia berusaha mengamati sekeliling. Terdapat begitu banyak penduduk sipil dan ia yakin para prajurit akan kesulitan bertarung jika harus melindungi penduduk sipil.
Obito tak mau menunggu lama. Ia yakin dengan kekuatannya sendiri ia dapat mengalahkan ribuan tentara seorang diri. Ia telah memiliki rinnegan dan yakin tak seorangpun dapat menghentikannya. Dan ia akan menjadi raja dari kerajaan Hyuuga, atau akan menjadi kerajaan Hi sebentar lagi.
.
.
Itachi tersadar dan berusaha membuka matanya. Namun kelopak matanya sama sekali tak bisa dibuka. Ia mengerakkan tangan dan menyentuh perban putih yang menutupi matanya.
Ia tak tahu dimana ia berada saat ini dan berapa lama waktu telah berlalu sejak ia kehilangan kesadaran. Tubuhnya benar-benar lemas dan ia bahkan kesulitan untuk mengerakkan tubuhnya. Ia berada di dalam sebuah benda lembut dan hangat membungkus tubuhnya.
"Itachi, kau sudah sadar?" terdengar suara seorang pria yang segera menghampirinya.
Itachi benar-benar terkejut. Ia segera merada ke sisi tubuhnya, berusaha meraih pedangnya. Ia menemukan pedang yang berada di pelukannya dan menghunuskan pedang pada orang itu. Ia yakin jika orang itu berada di sisi kanan tubuhnya dan ia segera menghunuskan pedang kearah kanan.
"Siapa kau?"
Seorang lelaki berusia awal tiga puluh dengan wajah cekung dan kantung mata yang terlihat jelas segera mundur kebelakang. Lelaki itu memiliki rambut pendek dan terlihat jauh lebih tua dari usia nya itu menatap sang rekan kerja yang sudah dianggapnya sebagai sahabat itu dengan tatapan takjub. Menurutnya, Itachi adalah orang yang sangat tertutup dan terkesan menjaga jarak serta selalu berhati-hati. Bahkan kini ia masih menghunuskan pedang meskipun sebelumnya ia hampir mati.
"Ini aku, Kisame."
Itachi benar-benar terkejut dan ia merasa takut meskipun tak menunjukkannya. Kisame adalah rekan kerja nya di Akatsuki dan ia bertanya hanya untuk memastikan. Diantara semua anggota Akatsuki, hanya Kisame lah yang paling dekat dengannya meskipun ia tak menganggap lelaki itu lebih dari rekan kerja dan lelaki itu menganggapnya sebagai sahabat. Ia tak mempercayai siapapun selain dirinya sehingga terus menjaga jarak.
"Obito mencariku?"
"Tidak. Aku mencarimu karena Akatsuki sedang kacau saat ini."
"Apa yang terjadi?"
Itachi berusaha duduk dan Kisame segera menahan tubuh Itachi serta menepuk bahu lelaki itu. Menurutnya Itachi adalah sosok lelaki yang dikaguminya, ia bahkan mengakui jika lelaki itu lebih kuat darinya. Itachi adalah sosok pria yang tak akan pernah menunjukkan sedikitpun kelemahan, dan kini melihat lelaki itu dalam keadaan lemah untuk pertama kalinya membuat Kisame merasa aneh.
"Istirahatlah terlebih dahulu, Itachi. Kau tidak sadar selama empat hari dan kehilangan banyak darah."
"Apa yang terjadi padaku selama empat hari?"
Kisame menggelengkan kepala meskipun ia tahu Itachi tak bisa melihatnya. Saat itu Kisame mencari Itachi dan tak menemukannya di ibu kota. Ia juga tak mendengar jika Itachi sudah mati sehingga ia segera menuju kota ini dan menanyakan keberadaan Itachi pada tabib yang merupakan orang kepercayaan Itachi dan menemukan lelaki itu.
"Aku baru tiba kemarin. Kudengar kau berniat mengganti bola mata mu dengan mencungkilnya sendiri?"
"Hn."
Itachi teringat jika ia pergi ke penginapan dan mencungkil satu mata nya sendiri. Ia berhasil menahan rasa sakit dengan mengigit kain di bibirnya dan memasang satu mata dengan mata pengganti. Namun penglihatan di mata baru nya masih kabur dan darah mengucur tanpa henti karena ia tak mengerti teknik pengobatan dan ia sama sekali tak tertarik dengan hal itu. Merasa khawatir, ia segera membersihkan darah dan menutup mata dengan perban serta mengunjungi tabib kepercayaannya. Saat itu Itachi dalam kondisi setengah sadar dan hal terakhir yang ia ingat adalah wajah kaget tabib itu setelah mendengar permintaannya.
"Benar-benar gila," ucap Kisame dengan suara yang cukup keras. Ia tak peduli, toh Itachi tak bisa memberikan tatapan tajam dengan mata merah padanya.
Itachi tak ingin mengulang pertanyaan untuk kali kedua, namun ia terpaksa bertanya lagi, "Apa yang terjadi di Akatsuki?"
"Obito mati setelah mencoba menyerang ibu kota."
Jantung Itachi seolah akan meledak akibat perasaan senang. Bibir nya hampir membentuk senyuman, namun ia segera mengulum sudut bibirnya ketika teringat jika ia tidak sedang sendirian dan dalam kondisi lemah. Ia tak bisa mempercayai Kisame. Bisa saja Obito telah membaca gelagatnya dan dengan sengaja meminta Kisame untuk mencari dan membawanya kembali ke markas. Setelah itu Obito akan membunuhnya dengan tangannya sendiri.
Seolah mengerti keraguan Itachi, Kisame segera melanjutkan, "Kau pasti tidak percaya, kan? Semua anggota Akatsuki juga berpikir begitu. Diantara kita semua, dia yang terkuat."
Itachi tak menanggapi Kisame dan memutuskan membiarkan lelaki itu melanjutkan ucapanya.
"Kau tidak penasaran bagaimana ia mati?"
Bagi Kisame, pertanyaan yang diajukannya adalah sebuah pertanyaan biasa. Namun bagi Itachi, pertanyaan itu mungkin sebuah jebakan sehingga ia harus berhati-hati. Sejak tadi ia terus mencerna kata-kata yang diucapkan Kisame.
"Menurutmu?"
"Mana kutahu. Kau orang yang sulit ditebak, Itachi."
"Aku tak berbeda dengan orang pada umumnya," ujar Itachi tanpa bermaksud menunjukkan secara eksplisit jika ia tertarik dengan apa yang dikatakan Kisame.
"Obito berusaha menyerang kerajaan tepat ketika pesta rakyat sekaligus perayaan ulang tahun putri Hyuuga dilaksanakan. Benar-benar tindakan bunuh diri, huh? Kurasa ia meremehkan kekuatan lan Hyuuga yang memiliki teknik mata dan ninjutsu."
Itachi hampir tertawa mendengar ucapan Kisame. Jika apa yang dikatakannya benar, maka ia baru saja selamat dari jebakan Obito. Sejak awal ia sudah merasakan keanehan dari misi yang diberikan Obito padanya. Jika ia memang harus membunuh penasihat Nara, mengapa harus dilakukan saat pesta rakyat dimana penjagaan menjadi lebih ketat dan malah akan membuat kecurigaan?
"Oh ya, kau harus makan, Itachi. Aku akan meminta tabib itu membawa makanan dan minuman untukmu."
"Tidak perlu," tolak Itachi sambil meraba ikatan perban di mata nya dan berusaha melepaskannya.
Kisame dengan cepat menyentuh tangan Itachi dan berusaha melepaskan tangan Itachi yang sedang menyentuh perban.
"Jangan dilepas, tabib belum menyuruhmu untuk melepasnya."
"Bukan urusanmu."
Itachi tetap melepaskan perban itu dan hal pertama yang dilihatnya adalah ruangan yang tidak terlalu luas namun cukup bersih dengan alas tikar tatami. Ia sendiri berada di dalam futon dan segera mengaktifkan sharingan sambil menatap Kisame yang berada disampingnya meskipun matanya terasa sakit seolah ditusuk.
"Hey, jangan mengaktifkan sharinganmu."
Itachi tak menggubris dan mengamati Kisame untuk memastikan lelaki itu benar-benar Kisame, bukan seseorang yang menyamar dengan meniru chakra Kisame.
Terdengar shoji yang tergeser dan seorang lelaki berusia empat puluhan membawa nampan kayu berisi makanan, minuman dan obat kedalam ruangan. Lelaki itu tampak terkejut ketika melihat perban yang berada di lantai dan segera membungkuk untuk memungutnya setelah meletakkan nampan kayu berisi makanan di dekat Itachi.
"Kau belum boleh melepas perban, Uchiha-san."
"Apakah aku bisa pergi sekarang?" tanya Itachi tanpa mempedulikan pertanyaan tabib itu.
"Tidak. Kau masih harus beristirahat setelah tidak sadar selama empat hari. Kondisimu belum benar-benar pulih."
Itachi melirik makanan yang diberikan tabib itu dan berusaha meraih saku yukata nya untuk mengambil peralatan makan perak yang disimpan dalam kain yang selalu diselipkan di saku. Ia selalu membawa peralatan makan perak kemanapun ia pergi dan menggunakan sendok itu untuk makan. Ia khawatir seseorang mencoba membunuhnya dengan racun dan ia tak ingin hal itu terjadi.
"Bolehkah aku memakaikan perban ini padamu, Uchiha-san?"
"Tidak."
Tabib itu menatap perban di tangan nya. Ia telah mengenal Itachi dalam waktu yang cukup lama dan hubungan mereka tak dapat dikatakan akrab. Namun ia yakin jika Itachi percaya padanya dan ia tak akan mengkhianati kepercayaan lelaki itu demi uang serta bantuan dalam banyak hal yang diberikan Itachi padanya.
"Aku masih harus memberikan obat pada mata mu, jadi aku harus menutupi matamu dengan perban."
Tak ada jawaban dan tabib itu menganggapnya sebagai persetujuan. Tabib itu menunggu Itachi selesai makan dan melirik lelaki berambut biru yang berada di dekat Itachi sekilas dan mengedipkan mata.
Menyadari arti dari kedipan mata itu, Kisame segera membuka mulut untuk bertanya.
"Itachi, apakah kau masih memikirkan Sasuke?"
Terdengar suara peralatan makan yang diletakkan dan Itachi segera menatap Kisame lekat-lekat dengan ekspresi wajah datar.
"Tidak."
Kisame mengangguk sebagai tanggapan atas jawaban Itachi. Dalam hati Kisame merasa jengah dan sedikit kasihan. Sepertinya Itachi bahkan tak sadar jika ia terus menggumamkan nama Sasuke dengan ekspresi wajah yang menyedihkan sepanjang malam.
.
.
"AAAAAAAARRRRRGGGGHHHHH!"
Terdengar suara teriakan keras dan Sasuke segera membuka mata nya. Telinga nya sangat pengang dan mood nya sangat buruk setelah terbangun dengan cara yang sama sekali tidak menyenangkan.
"Berisik."
"K-kau... mengapa memelukku?"
Sasuke tersadar sepenuhnya dengan posisi tidurnya saat ini. Seingatnya Naruto telah tertidur dan ia menjaga perapian. Lalu entah bagaimana Naruto yang seharusnya berjarak tiga jengkal darinya kini berada tepat disebelahnya dan mereka tidur dengan posisi saling berpelukan.
"Hn? Seharusnya aku yang bertanya seperti itu?"
"Itu kalimatku, teme. Semalam pasti kau berpura-pura memelukku sambil mencari kesempatan untuk melakukan sesuatu padaku, kan?"
"Baka, aku bahkan tertidur sepanjang malam."
"Lalu mengapa kau memelukku?"
Sasuke menghembuskan nafas keras-keras. Ia merasa sangat jengkel dan menahan diri untuk tak memaki siapapun. Ia sedang lelah dan ia tak suka mengulang jawaban untuk kali kedua.
"Bukankah kau yang memelukku terlebih dahulu, hn?"
"Tidak. Mana mungkin aku memelukmu?"
Sasuke bangkit berdiri dan tak mempedulikan Naruto yang tampak jengkel. Ia malas berdebat mengenai hal yang tidak penting dan ia juga malas untuk berbicara.
Terdengar suara perut dan Sasuke segera menoleh. Wajah Naruto memerah dan ia menggelengkan kepala. Ia benar-benar malu karena memperdengarkan suara perut nya yang lapar tanpa sadar. Jika ia masih merupakan putra seorang daimyo, maka orang tua nya akan memarahinya dan bahkan mungkin mencari seorang guru untuk mengajarkan tata krama.
"Kau lapar?"
"Tidak."
"Bukankah itu suara perutmu?"
"Suara perut? Kurasa kau sedang berhalusinasi, Sasuke."
Sasuke berdecak kesal dan menatap Naruto dengan tajam. Ia tahu Naruto sedang berbohong dan kini ia berusaha untuk menutupinya. Dan Sasuke memilih untuk berpura-pura percaya.
"Pergilah berburu untuk makan pagi kita."
Naruto mengernyitkan dahi dan menatap Sasuke. Ia merasa seolah sedang dimanfaatkan saat ini.
Menyadari maksud tatapan Naruto, Sasuke segera berkata, "Ini untuk latihanmu. Aku tidak akan membantumu seperti kemarin."
Iris sapphire Naruto membulat dan ia segera bangkit berkata, "Aku akan pergi sekarang."
Sasuke melirik Naruto yang berjalan menjauh sambil bersungut-sungut. Ia bahkan masih mendengar umpatan tidak jelas dari Naruto meskipun jarak mereka lumayan jauh. Ia memang dengan sengaja meminta Naruto berburu tanpa memberitahu bagaimaan cara nya untuk melatih insting membunuh Naruto dan kekuatan nya.
Sasuke tersenyum tipis dan melangkah menuju arah yang berlawanan dengan Naruto menuju daerah sepi mengikuti insting nya.
.
.
Udara pagi hari di pegunungan yang dingin terasa menusuk tulang. Hal itu diperparah dengan pohon-pohon lebat yang membuat udara semakin dingin.
Sejak tadi Sasuke sama sekali belum membersihkan dirinya. Ia terus menerus berlatih di daerah yang agak sepi. Ia melatih dirinya menggunakan ninjutsu dan dojutsu serta sedikit teknik bela diri tanpa sedikitpun istirahat. Bibirnya menyeringai tipis saat waktu interval yang diperlukan saat menggunakan satu teknik dojutsu ke teknik dojutsu lain nya semakin pendek. Bahkan limit chakra nya semakin besar dan ia bisa menggunakanbelasan dojutsu dan ninjutsu tingkat tinggi dalam satu hari sebelum tubuhnya terasa lelah dan kepalanya terasa pusing seperti saat ini.
"Brengsek," gumam Sasuke dengan nafas terengah-engah sambil meninju tanah yang didudukinya dengan pelan. Ia merasa sangat lemah saat dan kesal pada dirinya sendiri. Ia membayangkan jika ia memerlukan chakra dan stamina yang jauh lebih besar dari yang dimilikinya saat ini untuk melawan Itachi suatu saat nanti. Jika ia hanya bisa memakai belasan dojutsu dan ninjutsu, ia pasti akan kalah meskipun dojutsu dan ninjutsu yang dikeluarkannya adalah teknik tingkat tinggi.
Sasuke memaksakan diri untuk bangkit berdiri dengan bertumpu pada ujung pedang dan mengerakkan tubuhnya yang lemas dan tak bertenaga. Ia memandang sekeliling dan berharap Naruto tak menemukannya dalam kondisi seperti ini. Ia harus memperlihatkan sosok nya yang kuat tanpa kelemahan yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain, khususnya Naruto.
Dengan tubuh lemas dan kepala pusing, ia berjalan menuju sumber air yang terletak di dekat tempat nya beristirahat bersama Naruto. Ia berusaha untuk tetap fokus dan mencari tanaman yang dapat dipakai untuk membuat ramuan herbal penghilang lelah.
Tangan Sasuke tergerak untuk memetik tanaman yang merupakan salah satu komposisi ramuan itu. Ia memastikan jika tanaman itu benar-benar tanaman yang diperlukannya sebelum mengambilnya dan mencari dua tanaman lain nya.
Sasuke cukup beruntung saat ini. Kedua tanaman yang diperlukan berada cukup berdekatan dengan tanaman yang ditemukannya pertama kali. Tanpa ragu Sasuke segera memetiknya dan berjalan menuju sumber air.
Sumber air itu berjarak tiga kilometer dari tempatnya berada saat ini dan tubuhnya lemas. Ia khawatir akan jatuh pingsan sebelum mencapai sumber air itu dan ia dengan terpaksa berbaring dan menyenderkan kepala ke batang pohon sambil memejamkan mata. Ia sangat yakin Naruto akan kembali dalam waktu lama dan ia harus tidur sejenak untuk memulihkan diri.
Kali ini tak ada yang memeluk atau yang dapat dipeluk Sasuke seperti kemarin malam. Kemarin malam mereka berbaring di tanah dengan kepala beralaskan tas dan ia memang berbaring berdekatan dengan Naruto. Namun Naruto tiba-tiba mendekatkan diri pada Sasuke dan memeluk Sasuke dengan erat saat sedang tidur. Sasuke yang kebetulan sedang mengantuk malah ikut memeluk Naruto dan berharap agar ia terbangun sebelum Naruto. Namun ia terlalu lelah dan malah tertidur sangat pulas.
Dengan cepat Sasuke tertidur dengan pulas dan sedikit menurunkan penjagaan nya. Ia merasa lebih aman dan tertidur dengan ekspresi wajah yang terlihat lebih tenang untuk pertama kali nya setelah kejadian enam tahun yang lalu.
.
.
Naruto berlari secepat yang ia bisa untuk mengejar kambing yang tak sengaja dilihatnya. Tangan kanan Naruto telah memegang pedang dan berusaha mengarahkannya pada kambing itu. Namun kambing itu malah berlari semakin cepat.
"Argh." Naruto memekik saat menyadari tubuhnya melayang dan ia melempar pedang nya tanpa sadar. Naruto terjerembap dan kaki nya terasa benar-benar nyeri. Ia baru saja tersandung akar pohon besar setelah berlari tanpa melihat jalan yang dilaluinya.
Naruto berusaha bangkit berdiri dan meringis saat menyadari kaki nya terluka. Luka itu lumayan besar dan mengucurkan darah, namun Naruto tak menghiraukannya serta menghampiri kambing yang tiba-tiba berhenti berlari.
Iris sapphire Naruto meringis ketika ia mendekat pada kambing yang merintih pilu. Terlihat darah di bagian perut kambing itu dan pedang milik Naruto yang tergeletak tak jauh dari kambing itu.
Darah di perut kambing itu membasahi tanah dan membuat sedikit noda. Naruto bergidik melihat luka di perut kambing itu. Dengan terpaksa ia mengambil pedang nya yang telah berlumur darah sambil memejamkan mata dan melirik kambing yang tampak sangat menderita itu.
"Gomen ne," gumam Naruto sambil mengacungkan pedang dan berusaha menusuk tubuh kambing itu.
Kambing itu menyadari adanya bahaya dan berusaha berlari dengan terseok-seok. Namun gerakan kambing itu sangat lambat dan melenguh kesakitan. Suara lenguhan kambing itu menyayat hati Naruto dan ia memberanikan diri mendekati kambing itu.
"Gomen ne. Hontou ni, gomenasai," ucap Naruto sambil memejamkan mata. Ia menebas kepala kambing itu dengan memegang pedang menggunakan kedua tangan.
Tak terdengar suara apapun dan Naruto membuka mata nya. Kepala kambing itu telah terpisah dengan tubuh nya dan tubuh kambing itu perlahan roboh ke tanah dengan darah mengucur deras.
Hati Naruto terasa nyeri meskipun ia menebas kepala kambing itu agar ia tak perlu mendengar lenguhan kesakitan hewan itu. Naruto tak pernah membunuh hewan apapun sepanjang hidupnya dan merasa dirinya sangat kejam saat ini.
"Gomen," ucap Naruto tanpa sadar untuk menghilangkan perasaan tak nyaman di hati nya.
Naruto perlahan mendekat dan mengangkat tubuh kambing yang jauh lebih berat dari dugaannya. Naruto menghapus darah kambing yang terus mengucur dengan telapak tangan nya dan berlari menuju tempat nya beristirahat bersama Sasuke tanpa menghiraukan rasa sakit yang menusuk di kaki nya.
Membunuh hewan untuk pertama kali nya membuat Naruto merasa tak bernafsu memakan daging saat ini. Ia masih tak bisa menghilangkan perasaan bersalah yang dirasakannya pada hewan malang itu. Ia tak mengerti bagaimana bisa Sasuke membunuh hewan dengan ekspresi datar tanpa sedikitpun merasa bersalah.
Darah kambing itu masih tetap mengucur dan Naruto mempercepat lari nya. Ia tak ingin darah hewan itu meninggalkan jejak di tanah semakin banyak. Kini darah hewan itu bahkan telah mengenai pakaiannya.
Keringat Naruto mengucur deras dan nafas nya terengah-engah saat ia menemukan pohon yang telah ditandai dan menyadari telah kembali ke tempatnya beristirahat dengan Sasuke. Ia segera meletakkan kambing itu di tanah dan mengernyitkan dahi saat ia menyadari Sasuke masih belum kembali.
"Lho? Sasuke dimana?"
Naruto memandang sekeliling dan tak menemukan Sasuke. Jantung nya mulai berdebar keras dan ia merasa takut. Ia tak menemukan barang-barang Sasuke dan khawatir jika Sasuke berniat meninggalkannya atau muncul dibelakangnya secara tiba-tiba sambil menyeringai dengan pedang yang telah menancap di tubuh Naruto.
Bulu kuduk Naruto merinding dan ia berusaha berpikir positif jika Sasuke tak meninggalkannya. Satu-satunya tempat yang menurutnya mungkin dikunjungi Sasuke saat ini adalah mata air yang tak jauh dari tempat mereka beristirahat.
Naruto segera mengangkat tubuh kambing itu dan membawanya menuju sumber air. Langkahnya terseok-seok dan ia meringis serta berusaha mempercepat langkah.
Langkah Naruto semakin cepat ketika ia semakin dekat dengan sumber air. Ia bahkan berlari kecil dan segera berhenti ketika merasakan rasa sakit di kaki nya semakin menusuk.
"Argh... sakit."
Naruto hampir kembali meletakkan kambing itu di tanah dan menyentuh kaki nya. Namun ia kembali berjalan dan mendekat ke sumber air itu. Ia merasa lega saat menyadari sosok Sasuke yang menatapnya.
"Teme, aku telah mendapatkan kambing ini."
Sasuke merasa terkejut, namun ia berusaha menutupi keterkejutannya dengan ekspresi datar. Ia tak mengira jika Naruto berhasil mendapatkan hewan buruan yang cukup besar.
"Lho? Wajahmu pucat, teme. Kau baik-baik saja?"
Sasuke tak menghiraukan ucapan Naruto dan berkata, "Letakkan kambing itu dan bersihkanlah tubuh dan luka mu."
Naruto segera meletakkan kambing itu di tanah dan melirik kaki nya sendiri. Alas Naruto telah memerah dan terasa tidak nyaman dengan darah yang lengket. Kaki Naruto terus mengucurkan darah dan luka nya terasa semakin nyeri.
Naruto mendekati mata air itu dan melirik Sasuke yang telanjang di dalam mata air. Ia menatap tubuh Sasuke yang berotot tanpa sehelai benang pun dengan kagum dan merasa cemburu dalam hati. Ia memasukkan kaki nya ke dalam air
"Apa yang kau lakukan, dobe?"
Naruto segera mengerakkan kaki nya di dalam air dan mengusap kaki nya. Ia kembali menatap Sasuke dan tiba-tiba tersadar jika apa yang dilakukan Sasuke sangat menjijikan.
"Bukankah ini mata air? Mengapa kau malah mandi di tempat ini? Itu sangat menjijikan, tahu," Naruto bergidik membayangkan jika dirinya atau orang lain akan meminum air bekas mandi Sasuke.
"Hn?"Sasuke mengernyitkan dahi dan melanjutkan ucapannya, "Tidak ada larangan mandi di mata air."
Naruto menatap Sasuke dengan heran. Rasanya Sasuke sangat jorok dan terkesan tak tahu etika, namun ia makan dan terkadang berbicara dengan cara yang sopan seolah ia dibesarkan dengan etika keluarga bangsawan. Jika dilihat dari penampilan Sasuke, rasanya agak sulit membayangkan seorang pemuda desa berpakaian sutra dan memiliki kulit putih bersih seperti Sasuke.
"Lalu kau tak merasa jijik membayangkan orang lain meminum air bekas mandi mu? Kau dibesarkan di keluarga seperti apa sih?"
Naruto tak sempat memekik ketika ia merasakan mata pedang yang mengenai leher nya. Ia bergidik saat merasakan dingin nya besi yang menempel di leher nya. Namun ia lebih ketakutan saat menyadari Sasuke telah memegang pedang dengan ekspresi wajah yang terlihat marah sambil menatapnya dengan tatapan membunuh.
"Aku akan membunuhmu jika kau berani mengatakan satu kata pun untuk menghina keluargaku."
Naruto terdiam dan tubuh nya seolah membeku. Ia tak pernah melihat Sasuke semarah ini selama satu bulan bersamanya. Ia bahkan dapat mengatakan jika Sasuke adalah lelaki tanpa ekspresi wajah, namun tidak lagi untuk saat ini.
Naruto ingin mengucapkan permintaan maaf saat ini. Namun tenggorokannya terasa tercekat dan ia hanya bisa membuka mulutnya tanpa mengeluarkan suara.
Sasuke tak menghiraukan Naruto dan ia kembali meletakkan pedang nya di tanah yang tak jauh dari tempatnya berendam. Kepala nya terasa semakin pusing setelah ia menunjukkan amarah yang tak pernah ditunjukkannya pada seseorang selama beberapa tahun belakangan ini. Mendengar kata 'keluarga' membuatnya teringat akan orang tua nya dan ia tak suka jika siapapun menghina keluarga nya.
"S-sumimasen d-deshi-ta," ucap Naruto dengan jantung berdebar keras dan tenggorokan yang tercekat.
"Cepat bersihkan tubuhmu. Kita akan makan sebentar lagi."
Naruto segera berjalan menjauhi Sasuke dan melepaskan pakaiannya hingga ia benar-benar telanjang serta masuk ke dalam air. Sasuke berjarak lumayan jauh dari Naruto dan Naruto merasa khawatir jika Sasuke masih merasa marah dan melukainya. Tanpa sadar Naruto terus bergerak menjauhi Sasuke dan menundukkan kepala.
"Kemarilah," ujar Sasuke sambil melirik Naruto yang terus menjauh darinya.
Naruto merasa takut dan malu. Ia hanya diam di tempat dan membuat Sasuke semakin marah. Sasuke menenggelamkan tubuh nya dan dengan sengaja berenang di dalam air secepat yang ia bisa.
Sasuke telah berada di dekat Naruto dan menarik lengan Naruto serta berkata, "Dobe."
Naruto terkejut dan ia berteriak keras tanpa sadar. Ia menoleh ke belakang dan sebuah tamparan keras mengenai wajahnya hingga memerah.
"Berisik. Teriakanmu dapat menarik perhatian orang, brengsek."
"K-kau membuatku kaget. Sumimasen deshita," ucap Naruto dengan suara pelan.
Sasuke menatap wajah Naruto yang memerah hingga kulit nya menipis dan hampir mengucurkan darah. Ia menangkup air dengan telapak tangan nya dan menyentuh wajah Naruto yang memerah.
"A-argh..." Naruto meringis kesakitan saat tangan Sasuke menyentuh wajah nya meskipun air yang mengalir dari telapak tangan Sasuke membuat wajahnya tidak terlalu panas akibat tamparan lelaki itu.
"Gomen," gumam Sasuke dengan suara yang sangat pelan dan hanya dapat didengar oleh dirinya sendiri.
"Eh? Apa yang kau katakan? Aku tak bisa mendengarnya dengan jelas."
"Angkat kakimu."
"Huh? Untuk apa?"
Sasuke segera mengangkat tubuh Naruto dan membuat Naruto terkejut. Lengan Sasuke menyentuh bagian paha dan satu tangan lagi menyentuh bahu Naruto. Naruto merasa sangat malu dan cepat-cepat menutupi alat kelamin nya dengan kedua tangan saat menyadari Sasuke tengah melirik kaki nya.
"T-turunkan aku, S-sasuke. A-apa yang k-kau lakukan padaku?"
Sasuke tak menghiraukan Naruto yang mulai meronta-ronta dan melirik bagian bawah kaki Naruto yang masih terdapat darah kering yang menempel.
"Apa yang terjadi dengan kaki mu?"
"A-aku tersandung akar pohon besar," ucap Naruto dengan wajah memerah karena malu.
Sasuke segera menggendong Naruto dan membawanya ke tepi air. Ia segera mendudukkan Naruto di tanah dan ia menyentuh kaki Naruto serta mengusap darah yang mengering dengan lembut.
"Kau sedang apa, teme?"
"Membersihkan luka mu."
"Jangan. Aku bisa melakukannya sendiri."
Sasuke tak menghiraukan ucapan Naruto dan terus membersihkan luka di kaki Naruto. Sentuhan Sasuke terasa lembut, seolah melakukannya dengan sepenuh hati.
Naruto tak mengerti mengapa, namun ia merasa senang dengan perhatian Sasuke padanya. Ia mulai yakin jika Sasuke sebetulnya adalah orang yang baik.
"Hari ini kau tak perlu berlatih apapun. Aku akan mengajarkanmu melakukan hal lain."
"Arigatou," ucap Naruto sambil tersenyum tipis dan ia segera masuk ke dalam air ketika Sasuke telah membersihkan luka nya. "Maaf aku telah merepotkanmu."
"Hn."
"Ne, teme, aku akan menggosok punggungmu sebagai balasan atas apa yang kau lakukan tadi."
"Tidak."
"Ayolah, teme. Aku merasa tidak enak terus menyusahkanmu."
"Baiklah."
Sasuke membiarkan Naruto menyentuh punggung nya tanpa merasa takut jika Naruto merencanakan sesuatu untuk melukainya. Naruto mulai menggosok punggung Sasuke dengan batu apung dan gerakannya terhenti saat melihat sebuah bekas luka goresan sepanjang dua puluh sentimeter dan beberapa bekas luka lain nya di punggung Sasuke. Luka-luka itu terlihat sudah lama dan mulai menyatu dengan warna kulit Sasuke.
Seseorang pasti telah melukai punggung Sasuke. Naruto menahan diri untuk tak bertanya dan kini mulai memijat tubuh Sasuke.
"Tidak usah memijatku."
"Tidak apa-apa. Anggap saja aku sedang melatih tangan," jawab Naruto sambil tersenyum.
Sasuke tersentak menyadari apa yang dilakukan Naruto. Anak itu masih polos dan memiliki hati yang murni. Dan Sasuke berharap jika Naruto akan terus mempertahankan kemurnian hati nya meskipun hal itu sangat mustahil.
"Arigatou."
"Douiteshimashite."
Sasuke tersenyum tipis. Ia tak menyesal dengan keputusannya untuk tak membunuh Naruto dan membiarkan anak itu ikut bersamanya. Ia berharap dapat terus melindungi Naruto dan melatih agar anak itu menjadi semakin kuat.
.
.
"Minumlah," ujar Sasuke sambil menyodorkan ramuan berwarna kecoklatan dengan bau yang tajam.
Naruto melirik ramuan itu dengan ragu, "Cairan apa ini?"
"Ramuan penghilang lelah."
"Kau menggunakan air di mata air itu?"
"Aku sudah merebus air nya. Air itu aman untuk dikonsumsi."
Naruto menerima mangkuk yang diserahkan Sasuke padanya dan menatap dengan ragu sebelum meminumnya.
"Ini tidak beracun, kan?"
Naruto melirik cairan itu dan menghabiskan cairan itu sebelum Sasuke menjawabnya. Cairan itu benar-benar berkhasiat, rasa lelah di tubuh Naruto tiba-tiba saja hilang hanya beberapa menit setelah ia meminum ramuan itu. Namun cairan itu sangat pahit dan membuat Naruto bergidik.
Sasuke menuangkan ramuan dari panci ke dalam mangkuk dan meniupnya sebelum menghabiskan seluruhnya dalam satu kali tenggak.
"Minuman nya benar-benar berkhasiat, teme. Arigatou."
"Kau ingin minum lagi?"
Naruto melirik ramuan yang masih tersisa banyak di dalam panci. Ia hampir menganggukan kepala, namun segera tersadar jika Sasuke terlihat sangat lelah dengan wajah yang agak pucat.
"Tidak. Ramuan itu pahit sekali."
Sasuke menambahkan ramuan ke dalam mangkuk dan kembali meminumnya. Kepala nya tak lagi terasa pusing dan tubuhnya terasa lebih bertenaga. Sasuke terus menenggak ramuan itu bagaikan air dan menghabiskan seluruh ramuan yang telah dimasaknya.
Naruto melirik daging kambing yang telah dipotong setengahnya oleh Sasuke sebagai makan siang mereka berdua. Perut Naruto terasa seolah akan meledak dan ia benar-benar kenyang.
"Um... Sasuke, bolehkah aku bertanya padamu?"
"Hn?"
"Tadi aku melihat banyak bekas luka di punggung mu. Apakah seseorang melukaimu?"
"Hn."
Sasuke tak menyadarinya, namun ia baru saja memperlihatkan perubahan ekspresi wajah dihadapan Naruto. Tatapan nya menerawang kembali ke masa lalu dan menunjukkan ekspresi wajah yang terlihat rapuh.
Naruto menyadari jika pertanyaan yang baru saja dilontarkan nya membuat Sasuke merasa tidak nyaman. Naruto menahan diri untuk tak melontarkan pertanyaan lebih lanjut mengenai luka itu dan segera berkata, "Gomen. Kurasa pertanyaanku sangat tidak sopan."
Sasuke mengangkat kepala nya dan menatap iris sapphire Naruto dalam-dalam. Mata itu dipenuhi rasa penasaran dan Sasuke menyadari sejak lama jika Naruto berusaha mencari tahu mengenai kehidupan pribadi dan masa lalu nya. Mereka sudah bersama selama satu bulan dan Sasuke tak pernah menceritakan apapun. Ia belum mempercayai Naruto dan merasa tidak siap untuk menceritakan masa lalu nya.
"Onii-san ku.." gumam Sasuke dengan pelan.
"Eh? Onii-san? Apa maksudmu, teme?"
"Bukankah kau ingin bertanya mengapa dan siapa yang membuat luka itu, hn?"
Naruto bergidik menyadari Sasuke yang seolah dapat membaca pikirannya. Ia merasa takut dengan Sasuke.
"Ah... umm... aku memang ingin bertanya padamu mengenai banyak hal tentang dirimu. Namun kurasa itu privasimu dan aku tak ingin menganggunya," jawab Naruto dengan jujur.
"Bertanyalah jika kau mau."
"Kau bersedia menjawabnya? Mengapa?"
"Agar kau berhenti menanyakan banyak hal padaku."
Naruto bergidik menyadari jika Sasuke terus mengamatinya secara tak langsung. Ia memang banyak menanyakan pertanyaan-pertanyaan tidak pada Sasuke dengan harapan mendapat informasi mengenai masa lalu atau kehidupan pribadi Sasuke sebelum bertemu dengannya. Ia tak mengerti mengapa, namun ia sangat tertarik dengan Sasuke.
"Kalau aku menanyakan seluruh pertanyaanku sekarang, akankah kau menjawabnya?"
"Mungkin."
Naruto berpikir sejenak dan mengajukan pertanyaan yang sejak lama ingin dilontarkannya.
"Apakah kau memiliki keluarga Sasuke? Terkadang aku berpikir jika kau sebetulnya berasal dari keluarga bangsawan jika dilihat dari sikapmu."
"Tidak."
"Tidak? Kau tidak memiliki orang tua?"
"Sudah meninggal."
Naruto terbelalak dan segera menundukkan kepala, "Sumimasen deshita. Aku sama sekali tidak tahu dan malah menanyakan hal ini."
Sasuke terdiam dan menunggu pertanyaan Naruto selanjutnya. Ia agak berharap jika Naruto berhenti bertanya, namun Naruto kembali membuka mulutnya untuk bertanya.
"Aku agak penasaran. Saat kau terluka parah, kau memanggil orang tua mu serta terlihat hampir menangis. Sejujurnya, aku merasa penasaran mengenai kehidupanmu karena hal itu dan berharap kau mau menceritakannya."
Sasuke agak terkejut mendengar ucapan Naruto. Ia tak memiliki kebiasaan mengigau. Namun saat itu ia sedang terluka parah dan ia bahkan terbangun karena Naruto membentaknya. Saat itu ia bermimpi mengenai malam pembunuhan keluarganya dan ia merasa seolah kembali ke saat itu.
"Aku bermimpi buruk."
Naruto menatap Sasuke yang bercerita dengan ekspresi datar. Ia yakin jika apa yang dialami Sasuke merupakan hal yang sangat buruk hingga ia menjerit dan hampir menangis dalam tidur nya.
Sasuke tak terlihat sedang berbohong dan ia bahkan menatap Naruto ketika berbicara. Naruto mulai yakin jika sesuatu yang buruk telah terjadi dalam suatu masa di kehidupan Sasuke dan Sasuke hanyalah korban, sama seperti dirinya.
"Onii-san ku telah membantai seluruh keluargaku dan hanya aku yang selamat, Itulah mimpi buruk ku," ucap Sasuke dengan ekspresi datar yang dipaksakan. Sesuatu dalam diri nya seolah menyuruhnya untuk bercerita pada Naruto dan memercayainya. Dan kali ini Sasuke memilih mengikuti kata hatinya.
Naruto menatap Sasuke dan wajah lelaki itu masih tetap datar, seolah kejadian itu tak berpengaruh apapun padanya.
Cerita Sasuke terdengar familiar dan Naruto masih ingat dengan cerita keluarga daimyo Uchiha yang musnah setelah dibantai oleh putra sulung nya sendiri yang bergabung dengan organisasi pembunuh bayaran.
"Apakah onii-san mu... Uchiha Itachi?"
Darah Sasuke berdesir saat ia mendengar nama itu disebutkan. Namun ia yakin jika cepat atau lambat Itachi akan tahu jika Naruto bersama dengannya dan ia harus menceritakan pada Naruto mengenai Itachi agar Naruto mau mendengarkan saran nya untuk menghindari Itachi. Naruto adalah tipe orang yang penuh rasa ingin tahu dan tak akan mau melakukan sesuatu tanpa alasan.
"Hn."
Hati Naruto terasa sakit membayangkan apa yang dialami Sasuke. Dirinya masih sedikit lebih baik. Setidaknya keluarga nya tidak dibunuh oleh seseorang yang dikenalnya. Sesuai dugaan nya, Sasuke juga pernah menjadi korban seperti dirinya dan berada di posisi yang sama dengan nya.
Naruto belum memaafkan Sasuke dan ia belum melupakan kejadian satu bulan yang lalu. Namun ia merasa sedikit tak tega setelah mendengar cerita Sasuke dan tanpa sadar memeluk lelaki itu.
"Maaf. Pertanyaanku malah membuatmu mengingat masa lalu yang tidak menyenangkan itu. Tenang saja, aku akan menjaga rahasia dan mendengarkan ceritamu jika kau membutuhkan teman bercerita."
Sasuke terkejut dengan reaksi Naruto dan terdiam sesaat. Ia tak pernah membayangkan jika Naruto malah akan memeluknya dan memintanya untuk bercerita. Pelukan Naruto hangat dan membuat hati Sasuke yang telah membeku mulai sedikit menghangat. Ia tak mau mengakuinya, namun ia merasa senang menyadari dirinya tak benar-benar sendirian dan masih ada seseorang yang peduli padanya, walau ia tak benar-benar yakin jika Naruto tak berpura-pura peduli padanya.
Sasuke mengangkat tangan dan membalas pelukan Naruto serta mengusap mata nya yang hampir meneteskan air mata saat ini. Kesendirian membuatnya menjadi emosional saat ini dan ia merasa senang dengan keberadaan seseorang yang memahaminya.
Pelukan Sasuke semakin erat dan ia merasa tak ingin melepaskan tubuh Naruto saat ini. Ia harus segera berpisah dengan Naruto dan menghapus lelaki itu dari kehidupannya jika ia masih ingin tetap mempertahankan sosok dirinya yang tak berperasaan. Namun hati nya menginginkan Naruto terus berada di dekatnya dan membantunya menemukan tujuan lain dalam hidup nya.
-TBC-
Author's Note:
Berhubung author udah mau UN, untuk sementara author ga akan update fanfict apapun mulai dari bulan februari sampai selesai UN.
Thanks udah baca & review fict ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro