
Part 4
Sasuke berjalan dengan langkah tenang menuju rumah nya setelah berlatih ninjutsu di bukit yang terletak tak jauh dari rumah nya. Ia merasa aneh karena rumah nya begitu sepi, tak seperti biasanya. Bahkan penjaga yang biasa menjaga gerbang rumah dan menyambutnya pun tidak ada. Seharusnya rumah nya tak sepi seperti ini.
Ia berusaha untuk tak menghiraukan segala probabilitas negatif yang muncul di benak nya, ia yakin bila hari ini semua orang sedang lelah setelah upacara minum teh yang diadakan di rumah nya kemarin malam dan dihadiri oleh para daimyo serta orang-orang berpengaruh di kerajaan.
Sasuke melepas geta nya ketika ia tiba di depan rumah dan membuka pintu. Sungguh aneh, ia bahkan tak bertemu dengan seorangpun sejak tadi. Padahal matahari baru saja terbenam dan seharusnya saat ini merupakan waktu makan malam, seluruh pelayan sedang sibuk menyiapkan makanan di rumah utama.
"Aku pulang!" Sasuke setengah berteriak dan berjalan menuju ruang makan. Namun ia tak mendengar suara apapun yang berasal dari ruang makan. Ia segera menggeser shoji dengan kasar hingga menimbulkan suara keras.
Iris onyx Sasuke membulat mendapati pemandangan yang tersaji dihadapan nya. Perasaan nya bercampur antara syok, sedih, marah dan benci. Ia menatap ke arah katana yang tertembus menusuk perut ibunya serta darah yang menetes membasahi tikar tatami.
Kepala ibu Sasuke telah terkulai dan mata nya terpejam. Di sudut ruangan terdapat ayahnya yang telah terbujur kaku dengan darah yang mengucur dari luka besar yang menganga di bagian dada. Ia melirik orang yang memegang pisau itu dan mendapati Itachi tengah memegang katana yang menembus perut ibunya.
Sasuke menjerit dalam hati. Namun tubuhnya seolah membeku bagaikan sebuah patung es. Ia hanya menatap dengan nanar tanpa bisa melakukan apapun, seolah seseorang membuat tubuh nya tak bisa bergerak. Hingga kemarin, ia masih berpikir bila Itachi adalah sosok kakak yang baik, menyayanginya dan selalu melindunginya. Namun segala nya berubah setelah apa yang ia lihat saat ini. Ini bukanlah ilusi, ia bahkan dapat mencium aroma darah yang amis.
"A-yah... ibu ...," ucap Sasuke dengan bibir bergetar.
Sasuke menjerit dan memejamkan mata nya. Ia kembali membuka mata nya dan mendapati Itachi tak lagi memegang katana dan jasad ibu serta ayahnya telah terbaring di lantai dengan mata terpejam dan darah mengucur. Katana milik Itachi masih menusuk di perut ibunya.
"Selamat datang, Sasuke."
Itachi tersenyum dan berbicara dengan nada lembut yang dibuat-buat. Senyum menjijikan yang ditampilkan Itachi membuat Sasuke merasa ingin membunuh nya. Pria itu bahkan tak merasa bersalah sedikitpun setelah membunuh kedua orang tua nya. Sungguh anak yang tak tahu diri.
"Kenapa... kenapa kau melakukan ini, Kak?" tanya Sasuke dengan mata berkaca-kaca, dada nya terasa sesak akan perasaan yang hendak dikeluarkan.
"Itu bukan urusanmu."
Sasuke menggeram kesal dan memberanikan diri menatap mata Itachi yang telah memerah, sharingan pria itu masih aktif.
"Ini jelas urusanku! Ibu dan ayah juga orangtuaku!" bentak Sasuke sambil menatap tajam. Air mata telah mengalir di pipi nya dan ia tak dapat menahan diri lebih lama lagi. Dadanya akan meledak akibat luapan perasaan nya sendiri.
Dengan cepat Itachi menghampiri Sasuke dan mengangkat tubuh Sasuke dengan satu tangan serta membanting nya ke dinding terdekat. Punggung Sasuke terasa sakit dan ia tak sempat menjerit ketika Itachi mencekik nya sambil mengangkat nya hingga kakinya tak lagi menapak lantai.
"L-le-lepaskan ...," ucap Sasuke dengan terbata-bata. Leher nya tercekik dan ia kesulitan bernafas.
"Aku hanya menjalankan permintaan siapapun yang telah membayarku."
Sasuke meronta-ronta dan mengerakkan kaki nya, berusaha untuk menendang Itachi. Itachi menyentuh bahu Sasuke dengan keras dan mencengkram nya hingga terdengar suara retakan dan bahu Sasuke terasa sangat nyeri.
Kekuatan Sasuke tak sebanding dengan sang kakak. Usia nya baru sebelas tahun dan ia berlatih sendiri tanpa bimbingan. Ayahnya selalu membimbing Itachi dan bahkan mengajarkan teknik rahasia tingkat tinggi milik klan nya hanya kepada Itachi. Ayahnya menyempatkan diri melatih Sasuke beberapa bulan belakangan ini, itupun setelah dibujuk oleh ibunya.
Sasuke pernah mendengar perbincangan orang tua nya diam-diam di suatu malam. Mereka berdua curiga pada Itachi yang belakangan ini sering meninggalkan rumah dengan alasan yang aneh serta beberapa kali meninggalkan rumah di tengah malam dan tak lama kemudian terdengar berita pembunuhan terhadap seorang geisha.
Menurut rumor, geisha itu menyebarkan sebuah informasi penting yang didengarnya dari percakapan kliennya pada musuh dari klien tersebut yang menyewanya beberapa malam sebelum ia terbunuh.
"Kau... menjadi pembunuh bayaran?" Sasuke berusaha berbicara dengan nada sedatar mungkin, namun ia tetap meringis karena bahu nya terasa sakit.
Itachi kembali mencekik dan mengangkat tubuh Sasuke yang mulai lemas. Ia menatap Sasuke dan berkata, "Ya. Dan aku sungguh bersyukur telah menyelesaikan tugas yang kukira tak dapat kuselesaikan."
Sasuke hanya dapat menatap dengan tatapan tajam. Merasa bila ia dapat membunuh Sasuke juga, ia segera melepaskan cekikan nya dan berbalik untuk meninggalkan ruangan. Ia merasa terkejut sekaligus senang menerima tatapan tajam dari Sasuke, adik nya yang manja kini akan menjadi lebih kuat.
Sasuke terbatuk-batuk sambil menyentuh leher nya yang memerah akibat cekikan Itachi. Ia masih merasa seperti tersedak dan sangat tidak nyaman. Bahu kanannya terasa sakit, tulang di bahunya sedikit menonjol setelah Itachi mematahkan tulang nya.
Dengan langkah terhuyung, Sasuke berjalan menuju jasad ibunya dengan air mata menetes. Ia tak dapat berduka di samping jasad ibu nya saat ini, ia harus mengejar Itachi sebelum pria itu pergi jauh. Ia menarik katana itu dengan tangan kiri nya dan berlari kearah Itachi yang berjalan dengan tenang keluar dari rumah. Ia mengincar punggung Itachi dan berniat menusukkan katana itu, namun Itachi membaca pergerakan nya dan menangkis serangan Sasuke.
"Brengsek!" desis Sasuke. Ia tak bisa bergerak, Itachi memelintir tangan kiri nya hingga ia menjerit kesakitan sementara pria itu menatap kearah bangunan rumah nya.
"Ameterasu," gumam Itachi. Bersamaan dengan berakhirnya ucapan pria itu, sebuah api hitam membakar bangunan rumah keluarga Uchiha dan membinasakan apapun yang berada di dalam rumah itu. Api itu takkan padam hingga apapun yang menjadi targetnya terbakar habis.
Itachi mematahkan tangan Sasuke, namun rasa sakit itu tak seberapa jika dibandingkan dengan sakit di hati Sasuke saat melihat rumah nya sendiri terbakar dan pembantaian atas seluruh anggota klan yang dilakukan oleh kakaknya sendiri.
"Ayah! Ibu!" teriak Sasuke dengan suara keras. Tangis nya meledak dan air mata nya mengalir tanpa bisa dihentikan nya.
.
.
"Ayah! Ibu!"
Naruto segera menoleh ketika ia mendengar suara teriakan Sasuke. Mata pria itu masih terpejam, namun teriakan itu terdengan pilu dan begitu menyayat hati. Ia sendiri ikut teringat dengan pembantaian klan nya yang dilakukan pria itu didepan mata nya. Ia menjerit dan jeritan nya terdengar seperti jeritan Sasuke saat ini.
"Diamlah!" bentak Naruto dengan keras. Ia khawatir bila suara teriakan pria itu dapat menarik perhatian siapapun. Lagipula ia tak ingin terkesan begitu peduli pada Sasuke dan membuat pria itu senang.
Saat ini merupakan tengah malam dan seharusnya tak ada siapapun di hutan itu selain serangga dan hewan-hewan yang memang berada di hutan. Naruto terus melanjutkan perjalanan dan memutuskan beristirahat di tempat yang menurutnya takkan terlihat oleh siapapun yang melintas serta mencari kayu bakar, air dan sedikit makanan serta kembali secepat mungkin. Naruto takut berada di hutan sendirian dan ia merapat pada Sasuke sambil mengompres kening Sasuke.
Mendengar bentakan Naruto, Sasuke segera tersadar sepenuh nya dan menatap Naruto. Pandangan nya telah kembali normal, tak lagi kabur meskipun masih terasa sedikit sakit. Napas Sasuke memburu dan keringat bercucuran meskipun malam ini angin bertiup lumayan kencang.
Sasuke berusaha menegakkan tubuh nya dan meringis ketika ia mengerakkan lengan kanan nya yang tertusuk pedang. Kompres di kening Sasuke terjatuh dan ia menyadari bila Naruto masih terjaga.
"Kau tidak tidur?"
Naruto menggeleng meskipun ia tak yakin bila Sasuke dapat melihat reaksi nya di kegelapan malam.
"Tidak. Aku tidak bisa tidur. Aku... takut." Naruto mengakhiri kalimat dengan suara pelan dan lirih.
"Tidurlah."
Naruto hampir tak bisa mempercayai pendengaran nya sendiri. Ia membelalakan mata nya.
"Apa?"
Sasuke benci mengulang perkataan nya sendiri, namun ia terpaksa mengulang ucapan nya dengan suara meninggi.
"Cepat tidur!"
"Tidak mau. Nanti kau menjerit seperti tadi dan membangunkanku. Aku kesal jika tidurku terganggu."
"Tidak, aku tidak akan tidur."
Naruto menatap Sasuke dengan heran. Pria itu sedang sakit dan menurut tabib langganan keluarga nya, orang sakit memerlukan tidur yang cukup. Jika tidak, tubuh akan sulit untuk pulih. Ia sendiri mempercayai ucapan tabib itu karena ia pernah mengalami pusing dan sakit kepala yang sembuh dengan sendiri nya setelah ia bangun tidur.
"Kau sedang sakit, Sasuke. Kau juga perlu tidur agar cepat sembuh."
Sasuke menyeringai tipis, terlalu tipis untuk disadari meskipun di siang hari sekalipun. Ia tak mengerti dengan Naruto, di satu saat pria itu membenci nya, di saat lain pria itu mengkhawatirkan nya.
"Cepatlah tidur sebelum aku membakarmu hidup-hidup."
Sebetulnya Naruto merasa benar-benar mengantuk, namun ia merasa takut dan khawatir sehingga tak bisa memejamkan mata sedikitpun. Ia tak ingin mengakuinya, namun ia merasa bila keberadaan Sasuke yang tetap terjaga hingga ia tidur mambuatnya merasa lebih aman.
Naruto menyandarkan tubuh nya di batang pohon yang keras dan tertidur dengan cepat seolah batang kayu itu adalah bantal yang empuk. Sasuke menyentuh lengan nya yang terasa sakit, namun telah dibebat dengan kain bersih. Ia yakin bila Naruto telah membongkar isi tas nya untuk menemukan kain bersih yang dipersiapkan nya untuk membalut luka. Ia sedikit risih membayangkan Naruto membongkar isi tas nya dan menyentuh barang-barang pribadi nya.
Sasuke berdecak kesal, dirinya masih begitu lemah jika dibandingkan dengan Itachi saat ini. Ia yakin bila Itachi semakin kuat setelah enam tahun berlalu. Pria itu sempat mencungkil beberapa mata dari anggota klan Uchiha yang telah dibantainya dan membawa beberapa buku berisi jurus tingkat tinggi yang belum sempat dipelajarinya.
Setidaknya itulah yang dikatakan nya dalam surat yang ditinggalkan untuk Sasuke. Sekalipun tidak, Sasuke yakin bila Itachi cukup jenius untuk menciptakan jutsu baru sendiri dengan mengembangkan ninjutsu yang telah dipelajarinya.
Sasuke memaksakan diri untuk bangkit berdiri dan berlatih teknik berpedang serta kemampuan bela diri nya. Ia selalu berlatih setiap malam tanpa terlewatkan satu malam pun dan ia tak bisa melatih teknik apapun yang berkaitan dengan teknik mata. Ia ingin segera menjadi kuat, dan untuk menjadi kuat ia harus mengatasi kelemahan nya, membunuh rasa sakit di tubuh nya.
.
.
Naruto membuka mata nya dan menguap serta mengucek mata nya. Ia benar-benar mengantuk dan menginginkan waktu tambahan untuk tidur. Tatapan nya tertuju pada Sasuke yang telah berganti pakaian dan kini sedang memotong daging kelinci dengan pedang di tangan kirinya dan tangan kanan yang memegang tubuh kelinci yang telah dikulitinya itu.
Bagi Naruto, kelinci adalah hewan yang lucu dan ia merasa tak tega dengan hewan malang itu. Seharusnya Sasuke masih beristirahat, namun pria itu telah melakukan aktifitas fisik seolah tubuhnya baik-baik saja.
"Ini... untuk makan pagi?"
"Kau tidak suka?"
"Tidak. Aku tidak tega memakan daging kelinci."
"Tidak usah makan kalau tidak mau."
"Kita makan jamur bakar saja. Kemarin aku sudah mengambil banyak dan hanya memakan nya sebagian," ujar Naruto sambil menatap sekeliling dan menyentuh rerumputan.
"Lho? Di mana jamur nya?"
Sasuke meletakkan jamur-jamur yang ditemukan di tanah dekat pohon tempat Naruto tertidur dan berkata, "Maksudmu ini?"
"Ya! Berikan padaku. Aku akan memakan ini saja."
"Semua jamur itu beracun."
"Kau bohong!"
"Makan saja kalau kau mau mati."
Naruto meringis. Kemarin ia sempat memakan setengah dari jamur yang didapatkan nya. Ia hanya tahu bila itu jamur dan segera memetiknya. Jamur-jamur yang kemarin dimakannya berwarna putih, sementara jamur yang sengaja disisakan untuk makan pagi adalah jamur-jamur berwarna-warni yang menurutnya bagus sehingga sayang untuk dimakan.
"Kemarin aku sempat memakan jamur untuk makan malam."
"Kau memakan jamur seperti ini?!"
"Bukan yang seperti ini. Jamur yang berwarna putih. Kupikir karena warna jamur ini bagus, aku sayang untuk memakan nya."
Sasuke berdecak kesal dengan kebodohan Naruto. Entah ia memang bodoh atau terlalu dimanjakan orang tua nya sehingga tak mengetahui pengetahuan dasar mengenai jamur beracun.
"Jamur-jamur berwarna-warni seperti ini sudah pasti beracun, Idiot."
Naruto merasa benar-benar bodoh dihadapan Sasuke. Ia malu, kesal dan jengkel. Ia telah merendahkan dirinya sendiri.
"Aku mau mandi. Tidak usah menyisakan daging kelinci itu untukku."
"Kita harus segera berangkat."
"Tanpa mandi? Yang benar saja? Kau jorok sekali!"
"Kita bisa mandi setelah singgah di desa yang tak jauh dari tempat ini dan menemukan penginapan."
Mata Naruto berbinar ketika mendengar kata penginapan. Ia bersyukur pada akhirnya dapat tidur di tempat yang nyaman.
"Benarkah? Syukurlah!"
Naruto terlihat sangat bersemangat dan segera menghampiri kuda yang diikat nya di pohon terdekat. Sasuke segera mematikan api setelah daging kelinci nya matang dan ia bangkit berdiri sambil menggendong tas di punggungnya. Ia mengernyitkan dahi ketika tas itu tanpa sengaja mengenai lengan kanan nya yang masih terluka.
Naruto melirik Sasuke yang meringis kesakitan. Ia tak merasa asing dengan ekspresi itu. Saat Sasuke masih tertidur tadi malam, ia sempat melihat Sasuke beberapa kali meringis kesakitan.
Ia merasa agak kasihan pada Sasuke, namun ia segera menghentikan diri nya. Untuk apa merasa kasihan pada seorang pembunuh?
Dengan cepat Naruto naik ke atas kuda dan disusul dengan Sasuke yang naik ke atas kuda serta duduk di belakangnya. Sasuke memegang tali untuk memecut kuda dan memakan daging kelinci itu secepat mungkin dan membuang tulang kelinci itu serta memacu kudanya dengan cepat.
.
.
Naruto dan Sasuke tiba di desa terdekat mendekati petang hari. Para penduduk desa hanya meliriknya sekilas dan bersikap berlebihan, mungkin desa itu sudah terbiasa menerima para pengelana yang singgah di desa itu untuk sementara waktu.
Sasuke mengatakan tujuan nya pada penduduk desa yang menjaga di perbatasan desa dan segera mengantarkan Sasuke menuju sebuah penginapan kecil yang merupakan satu-satunya penginapan di desa itu.
Sasuke memberikan upah sebesar satu koban pada penduduk yang telah mengantarkan nya sampai di penginapan dan penduduk itu terlihat sangat senang hingga mengucapkan terima kasih berkali-kali.
Naruto memasuki penginapan kecil itu bersama Sasuke. Perasaannya terlihat tidak nyaman ketika ia memasuki penginapan itu. Penginapan itu begitu sederhana dan jauh dari kesan mewah. Bangunan penginapan itu sudah tua dan lantai kayu nya sudah kusam serta tidak dilapisi tatami. Ia yakin bila kamar di penginapan itu tak berbeda jauh dengan kondisi luarnya atau bahkan lebih parah.
Seorang wanita tua dengan rambut yang telah memutih dan mengenakan kimono hitam sederhana melirik kearah Sasuke dan Naruto sambil tersenyum dan mengucapkan selamat datang.
"Kami pesan dua kamar untuk dua malam."
Wanita tua itu menatap kearah rak berisi kunci-kunci kamar dan menggeleng.
"Hanya tersisa satu kamar untuk dua orang."
"Aku pesan kamar itu."
"Ini kunci kamarnya. Kamar kalian terletak di paling ujung lorong sebelah kanan, terdapat tulisan angka lima di pintunya." Wanita tua itu menunjuk bagian lorong yang terlihat dibagian dalam penginapan dengan jari telunjuk nya yang telah keriput.
"Berapa harga kamar itu?"
"Satu koban untuk permalam tanpa makan pagi. Namun jika ingin menambahkan makan pagi, harga nya menjadi satu setengah koban."
Harga penginapan itu terlalu mahal jika dibandingkan dengan fasilitas yang didapat. Namun Sasuke tak memiliki pilihan lain selain singgah di desa ini dan memeriksakan luka nya di klinik terdekat.
Sasuke mengeluarkan ransel nya dan mengeluarkan empat buah koin satu koban pada wanita tua itu. Wanita tua itu menatap dengan bingung dan hendak mengembalikan uang pada Sasuke.
"Anda membayar lebih, tuan. Anda hanya perlu membayar tiga koban."
"Tolong gunakan satu koban untuk membuatkan makan siang dan makan malam untuk anak ini."
Sasuke menepuk pundak Naruto, membuat Naruto merasa heran. Tumben sekali Sasuke cukup baik dan mengatakan 'anak ini', bukan 'bocah' seperti biasanya.
Wanita tua itu mengucapkan terima kasih tanpa mengantar Sasuke dan Naruto menuju kamar. Naruto berbisik pada Sasuke dengan wajah masam, "Tahu begini seharusnya kita tidak usah singgah di desa ini. Pelayanan penginapan ini sangat buruk."
"Kau mau tidur di hutan?"
"Tidak. Aku akan cepat mati jika terus tidur di hutan bersamamu. Banyak serangga, seram pu--"
Sasuke memutus ucapan Naruto dan memberikan tatapan tajam sambil berkata, "Jangan banyak mengeluh."
Naruto terdiam seketika. Sasuke membuka pintu dan segera melepas sandal nya di dalam kamar. Penginapan itu bukan ryokan sehingga tak perlu melepas sandal didekat resepsionis, namun terdapat onsen kecil di dalam kamar mandi yang terdapat di dalam kamar.
Kamar itu kecil dan sederhana. Hanya terdapat meja dan lemari pakaian kayu yang cukup besar. Naruto membuka lemari itu dan mendapati dua buah futon yang sebetulnya tidak terlalu bersih namun menggoda Naruto untuk segera tidur.
Terdengar suara langkah Sasuke yang baru keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sama. Pria itu masih belum mandi, mungkin hanya sekadar mengecek ruangan tempat nya menginap-kebiasaan yang sering dilakukan nya ketika ia bermalam di manapun.
"Bukankah kau ingin mandi?"
"Aku tidak memiliki pakaian ganti."
Sasuke berdecak dan membuka tas nya serta mengeluarkan yukata miliknya sendiri. Penginapan ini tak seperti ryokan yang menyediakan yukata untuk dipinjam kepada tamu.
"Pakai ini."
"Kau meminjamkan pakaianmu lagi?"
"Hn."
Naruto segera membawa pakaian itu dan masuk ke dalam kamar mandi. Ia tidak terlalu suka memakai pakaian orang lain, apalagi yang ukuran nya terlalu besar seperti pakaian Sasuke. Namun setidaknya lebih baik dibandingkan mengenakan pakaian yang kotor berulang kali.
"Jangan meninggalkan kamar ini selangkah pun," ucap Sasuke pad Naruto yang hendak menutup pintu kamar mandi.
"Kenapa? Aku ingin melihat-lihat desa ini."
Sasuke kembali berdecak kesal. Naruto selalu banyak bertanya dan membuatnya jengkel. Ia sudah terbiasa sendirian dan merasa aneh jika memiliki rekan perjalanan, apalagi yang banyak bicara seperti ini.
"Cukup turuti permintaanku, Bodoh."
"Baiklah. Namun aku tetap akan meninggalkan penginapan setelah ini," balas Naruto dengan ekspresi yang mengundang kemarahan siapapun yang melihatnya.
"Aku tak akan menyelamatkanmu jika sesuatu terjadi padamu lagi," ucap Sasuke dengan ekspresi dan intonasi suara datar, namun tatapan nya terlihat sangat serius.
Nyali Naruto menciut seketika. Ia menutup pintu dengan keras pada Sasuke yang berdiri di depan pintu dengan ekspresi jengkel.
.
.
Sasuke meninggalkan penginapan itu dan menuju toko terdekat. Ia hendak membelikan pakaian untuk Naruto. Ia sendiri tak suka berbagi pakaian dengan orang lain, namun Naruto memerlukan pakaian.
Namun toko itu tak terlihat menjual pakaian, hanya terdapat makanan-makanan berupa cemilan. Seorang wanita yang merupakan penjual makanan segera menghampiri Sasuke sambil tersenyum ramah.
"Apakah anda ingin membeli sesuatu, Tuan?"
"Apakah kau mengetahui toko pakaian di desa ini?"
"Toko pakaian? Tidak ada toko pakaian di desa ini. Yang ada hanya seorang penjahit tua yang menjual pakaian di desa ini."
"Dimana tempat penjahit itu tinggal?"
"Kira-kira seratus meter dari tempat ini. Tempat nya tidak jauh dari gerbang desa. Terdapat klinik kecil di sebelah tempat penjahit itu."
"Terima kasih.:
Sasuke berjalan meninggalkan toko itu menuju tempat yang diberitahukan wanita itu. Desa ini lumayan besar dan para penduduk sepertinya mendapat penghasilan dari para pengelana yang singgah meskipun ada beberapa yang terlihat seperti petani.
Luka di lengan Sasuke terasa nyeri. Ia tak sempat melakukan apapun pada lengan nya selain membebatnya dengan kain bersih. Naruto telah membersihkan lukanya kemarin dan membalut lukanya sehingga pendarahan nya berhenti.
Kepalanya terasa benar-benar pusing. Ia yakin bila tubuh nya kehilangan banyak darah. Darahnya bahkan mengucur deras setelah ia meminta Naruto menarik pedang yang menusuk lengannya.
Sasuke mempercepat langkah nya menuju klinik kecil itu. Ia sudah setengah jalan dan kepala nya terasa semakin pusing. Beberapa penduduk yang berpapasan dengan nya mulai meliriknya dan ia tak mempedulikannya.
Sebuah tempat bertuliskan 'Klinik' terlihat di kejauhan dan Sasuke setengah berlari menuju tempat itu. Ia membuka pintu kayu klinik itu dan ia segera menghirup aroma obat-obat tradisional yang kuat.
Tempat itu bernama klinik, namun klinik itu dimiliki seorang tabib dan masih menggunakan pengobatan tradisional. Tabib itu terkejut ketika melihat Sasuke yang baru saja memasuki klinik nya.
"Wajah anda pucat sekali, Tuan."
Sasuke tak menjawab dan tabib itu segera membawa nya ke sebuah ruangan dengan pintu kayu. Ruangan itu sangat kecil, hanya terdapat sebuah tatami yang dibentangkan di ruangan itu. Ukuran nya tak lebih dari enam tatami.
"Berbaringlah. Saya akan memeriksa anda."
Sasuke berbaring telentang dan tabib itu segera menyentuh beberapa titik di tubuh Sasuke. Tabib itu menggunakan metode pemeriksaan tradisional untuk melakukan pemeriksaan.
Tabib itu meminta Sasuke memperlihatkan lengan Sasuke dan segera melepaskan perban yang membungkusnya. Tabib itu terkejut mendapati luka itu cukup besar dan lumayan dalam.
"Anda beruntung masih dapat bertahan. Luka ini cukup dalam, namun tidak sampai mengenai syaraf anda. Tunggulah sebentar, saya mengambil obat terlebih dahulu."
Sasuke menbiarkan tabib itu keluar dan memandang sekeliling. Ia bersyukur dapat bertahan hingga saat ini. Ketika ia memejamkan mata kemarin, ia berpikir bila ia tak akan terbangun lagi.
Tabib itu kembali dengan membawa perban dan ramuan herbal dengan aroma yang menyengat. Tabib itu meletakkan ramuan herbal dengan tekstur seperti wasabi, hanya saja ramuan itu berwarna hijau tua, di atas perban dan menutupi nya dengan perban lain agar tak masuk ke dalam luka di lengan Sasuke yang masih terbuka. Dengan cekatan, tabib itu memilitkan perban ke lengan Sasuke.
Ketika tabib itu selesai, Sasuke segera duduk dan hendak bangkit berdiri. Tabib itu segera menahan Sasuke.
"Anda harus beristirahat, tuan. Tubuh anda lelah dan mengalami kekurangan darah."
"Tidak bisakah kau memberikanku obat dan membiarkanku pulang?"
"Anda tidak berasal dari tempat ini, bukan? Sebaiknya anda beristirahat di klinik untuk semalam. Jika anda memaksa untuk kembali melakukan aktivitas fisik saat ini, anda dapat pingsan."
Dengan terpaksa Sasuke menuruti permintaan tabib itu meskipun ia sendiri khawatir dengan Naruto. Ia khawatir bila pria itu melakukan hal-hal bodoh dan semakin menyusahkannya.
Sasuke berbaring di atas futon itu dan memejamkan mata nya. Ia berharap bila ia tak akan bermimpi buruk seperti kemarin malam.
.
.
Naruto melangkah mondar mandir dengan gelisah di dalam kamar nya. Ia merasa bosan tak bisa melakukan apapun di kamar. Sasuke masih belum kembali, bahkan setelah jam makan malam.
"Di mana Sasuke?" Ucap Naruto pada dirinya sendiri.
Ia tak yakin bila Sasuke pergi untuk mengambil pekerjaan dengan kondisi tubuh seperti itu. Pria itu bahkan tak mengatakan kemana ia pergi dan hanya memintanya untuk tidak pergi kemanapun. Ia bahkan tak membawa kunci kamar dan meninggalkan barang-barang nya di dalam kamar.
Naruto melangkah menuju pintu dan kembali mengecek nya. Pintu telah ia kunci dengan rapat dan ia tak perlu mengkhawatirkan jendela karena ruangan nya tak memiliki jendela. Naruto merasa takut bila seseorang menyerang nya pada malam hari. Jika ada Sasuke, pria itu bisa melindungi nya. Pria itu sangat kuat dan ia sudah melihat nya sendiri, ia bahkan masih bisa bertarung terluka.
Namun bagaimana jika Sasuke kini tengah menjebaknya? Bisa saja di tengah malam ketika ia tidur pria itu kembali ke kamar dan membunuhnya. Rasanya agak mustahil mengingat Sasuke tak membunuhnya hingga saat ini dan bahkan menyelamatkan nya hingga ia sendiri terluka.
Naruto menatap tas Sasuke yang ditinggalkan pria itu di dalam lemari. Ia merasa bimbang untuk mengecek isi nya atau tidak. Ia tahu bila ia tak seharusnya melakukan hal itu, namun ia sendiri penasaran dengan pria yang menemani nya selama beberapa hari ini. Ia tak tahu apa tujuan pria itu menyelamatkannya sehingga ia selalu bertanya dan membuat pria itu kesal.
Naruto bukanlah tipe orang yang suka bertanya. Dan inilah kesalahannya karena ia bahkan tak begitu mengenal orang tuanya sendiri karena hampir tak pernah menanyakan apapun pada mereka. Namun hal itu sia-sia karena Sasuke tak pernah memberikan jawaban yang jelas terhadap pertanyaaan-pertanyaan Naruto.
'Apakah Sasuke baik-baik saja?'
Naruto menarik rambut nya sendiri dan meremasnya dengan kesal. Untuk apa ia memikirkan Sasuke dan takut kehilangan pria itu? Ia merasa sangat konyol.
Naruto membaringkan tubuh nya didalam futon dan mencoba memejamkan mata nya dengan rasa takut sekaligus khawatir yang memenuhi benak nya. Jika besok Sasuke masih kembali, maka ia akan segera mencari pria itu.
-Bersambung-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro