Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 14

Sasuke mengubah posisi tubuhnya meskipun tubuhnya masih terasa nyeri. Sejak tadi ia memaksakan diri untuk kembali tertidur, namun ia hanya dapat tertidur sebentar dan kembali terbangun saat mendengar suara-suara di dekat kamarnya.

Rasa khawatir membuat Sasuke sulit beristirahat. Ia membayangkan Naruto datang sendirian ke dunia bawah dan khawatir jika sesuatu terjadi pada lelaki itu. Bagaimana jika lelaki itu tak kembali ke penginapan dan ia tak akan pernah melihat Naruto selamanya? Membayangkannya saja membuatnya merasa ngeri.

Terdengar suara suara orang yang berbicara dan langkah kaki yang mendekati pintu kamar Sasuke. Ia segera berkonsentrasi dan berfokus mendengarkan suara orang itu. Ia merasa terkejut sekaligus lega saat mendengar suara Tsunade dan Naruto.

"Rekanmu ada di dalam. Masuk saja," terdengar suara Tsunade yang berbicara pada Naruto.

"Terima kasih, Nyonya."

Sasuke mendengar suara pintu yang terbuka dan suara langkah kaki. Kemudian pintu itu tertutup dan Sasuke berpura-pura tak menyadari Naruto yang berjalan mengendap-endap mendekati kepalanya.

Ide jahil muncul di benak Naruto saat Ia menyadari mata Sasuke tertutup perban. Ia berniat menarik rambut Sasuke yang biasanya mencuat bagaikan bokong ayam dan mendekati tangannya ke kepala Sasuke.

"Apa yang kau lakukan?" ucap Sasuke tepat ketika jari Naruto telah menyentuh rambutnya.

Naruto terperanjat seketika dan ia menjauhkan tangannya dari kepala Sasuke. Bahkan ia yang tadinya berseiza (duduk gaya tradisional jepang dimana bokong tidak mengenai lantai) seketika terduduk dengan bokong mengenai tatami.

"S-sasuke... k-kau menyadari aku di sini?!" ucap Naruto dengan suara agak keras hingga Sasuke meletakkan jari telunjuk di bibir.

Naruto segera tersadar dan ia berbisik dengan suara pelan, "Maaf."

"Apa tujuanmu datang ke tempat ini, hn? Sudah kubilang tempat ini berbahaya dan kau tidak seharusnya datang ke tempat seperti ini!" ujar Sasuke dengan emosi yang mulai menguasai dirinya.

Naruto kembali tertegun. Untuk sesaat ia terdiam dan tak bisa menjawab apapun. Ia tak pernah melihat Sasuke marah jika hal itu tak berkaitan dengan Itachi. Ketika Sasuke marah, kemarahan lelaki itu seolah mengunci bibir Naruto dan membuatnya tak bisa menjawab apapun.

"Apakah peringatanku padamu masih kurang jelas? Kau ingin mati lebih cepat?"

Naruto menggelengkan kepala. Sudah jelas ia bersalah karena membuat Sasuke khawatir, bahkan ketika lelaki itu sedang tidak baik-baik saja.

"Maaf," ucap Naruto dengan sangat pelan. "Aku khawatir karena kau tidak pulang. Maka aku pergi mencarimu."

Sasuke mengangkat tangannya dan menunjukkan kelingking kirinya, "Berjanjilah padaku. Kau harus mendengarkanku. Jangan mencariku jika aku tidak kembali. Jika sesuatu terjadi padaku ketika kita masih bersama, pergilah sejauh mungkin dan kau harus berpura-pura tak mengenalku."

Naruto kembali menggelengkan kepala meski ia tahu Sasuke tak bisa melihatnya. Ia tak ingin meninggalkan Sasuke. Ia ingin bersama lelaki itu, selamanya jika memungkinkan.

"Tidak mau," jawab Naruto dengan tegas meskipun ia tahu Sasuke tak akan senang dengan ucapannya. "Aku tidak mau berpisah denganmu."

Naruto teringat dengan sumpah yang ia buat pada dirinya sendiri untuk membalas pernyataan cinta Sasuke. Dengan wajah memerah dan jantung yang berdetak cepat, Naruto mengepalkan tangan dan berusaha memberanikan diri mengucapkan isi hatinya.

"A-aku... m-me-menyukaimu," ucap Naruto dengan gugup. Bibirnya bahkan bergetar dan bulu kuduknya sedikit meremang akibat debaran jantungnya yang berdetak cepat.

Sasuke tertegun dengan ucapan Naruto yang diucapkan dengan gugup namun menunjukkan perasaan yang tulus. Belum pernah ada seorangpun yang mengatakan secara langsung jika orang itu menyukainya.

Menyadari reaksi Sasuke, Naruto segera meralat ucapannya. Kata 'suka' bahkan tak cukup untuk mendefinisikan perasaannya terhadap Sasuke meski ia tak benar-benar memahami arti cinta.

"Eh.. maksudku... aku.." Naruto terdiam dan ia bahkan menutup wajahnya dengan tangan. "A-aku... mencintaimu."

Naruto berbicara dengan sangat cepat dan tak berharap Sasuke mendengarnya meskipun di saat yang sama ia berharap Sasuke mengetahuinya.

"Apakah kau memahami apa itu cinta?

"T-tentu saja."

"Cinta berbeda dengan perasaan suka. Ketika kau mencintai seseorang, kau juga merasakan gairah pada orang itu dan ingin melindungi orang mesikupun kau harus mengorbankan diri."

Naruto terkejut dengan ucapan Sasuke. Sejak kapan lelaki itu menjadi orang yang filosofis seperti ini?

Sasuke merasa agak aneh dengan ucapannya sendiri. Belakangan ini ia sering mampir ke toko buku dan membaca buku-buku cinta ketika ia sempat. Ia melakukannya untuk memastikan perasaannya pada Naruto. Namun berkat buku-buku itu, ia kini menjadi sosok yang filosofis dalam hal percintaan.

Wajah Naruto agak memerah saat mengingat kata 'gairah'. Secara tak langsung, Sasuke berusaha mengatakan jika lelaki itu bergairah pada Naruto.

"G-gai-rah?" wajah Naruto memerah. "K-kau cabul."

Ucapan Naruto terputus dan Sasuke menyeringai tipis tanpa ia sadari. Ia tak bisa melihat ekspresi wajah Naruto saat ini, namun ia bisa membayangkannya hanya dengan mendengar suara lelaki itu.

"Hn? Kau sendiri mengatakan jika kau mencintaiku. Bukankah kau juga merasakan hal yang sama?"

Wajah Naruto memerah. Ia memang tertarik dengan tubuh Sasuke yang berotot dengan dada bidang yang membuat Naruto ingin terus memeluknya. Namun gairah yang dirasakannya belum sampai pada tahap bercinta. Lagipula ia juga tak paham bagaimana cara bercinta dengan lelaki.

"E-eh?Aku tidak cabul seperti itu," wajah Naruto semakin memerah dan ia merasa benar-benar gugup hingga kepalanya tertunduk. "B-berarti, k-kau... ingin melakukan 'itu' denganku?"

Mendadak Sasuke berniat menjahili Naruto. Hanya dengan mendengar suara Naruto yang gugup saja membuatnya senang dan ingin terus menjahili Naruto.

"Itu? Apa maksudmu?"

Rasanya Naruto ingin berteriak pada Sasuke sekeras mungkin. Lelaki itu pasti sedang mempermainkannya, bukan?

"Jangan berpura-pura. Kau pasti paham maksudku, kan?"

"Tidak."

"I-itu..." ucap Naruto dengan gugup hingga ia terbata-bata. "M-maksudku, m-melakukan... hubungan s-se-seks-sual"

Sasuke mengulum sudut bibirnya, menahan diri agar tidak tertawa, "Kau tahu cara melakukannya?"

"Tidak. Kau pasti tahu, kan? Kau.... Ingin melakukannya bersamaku?"

"Kemarilah."

Naruto mendekatkan dirinya pada Sasuke dengan gugup. Sebetulnya ia agak ragu dengan cara Sasuke melakukannya mengingat lelaki itu bahkan tak bisa melihatnya. Namun ia yakin seorang lelaki seperti Sasuke pasti sudah berpengalaman hingga bisa melakukannya dengan mata tertutup sekalipun.

"Kau siap? Aku akan 'menghabisimu', lho," ucap Sasuke dengan nada dan ekspresi wajah yang sama sekali tak serius.

Naruto tak menyadari reaksi Sasuke dan ia menjawabnya dengan ketegasan yang dipaksakan meskipun ia merasa agak takut "Tentu saja,"

Sasuke tertawa pelan dan tersenyum, "Kau ketakutan."

"Apa? Tidak, kok."

Sasuke menyadari sejak tadi tangan Naruto menyentuh sebelah kiri futon nya. Ia segera mengulurkan tangan kirinya dan menyentuh kepala Naruto, "Aku tidak bisa melakukannya denganmu."

Naruto tampak kecewa dan ia menatap Sasuke lekat-lekat, "Mengapa? Apakah.. karena aku tidak memiliki pengalaman? Karena itulah kita harus melakukannya agar aku terbiasa dan memiliki banyak pengalaman. Atau karena aku belum cukup dewasa? Aku ingin tumbuh dewasa secepatnya."

Sasuke kembali tersenyum dan mengelus kepala Naruto dengan lembut. Menyentuh puncak kepala Naruto membuat perasaanya terasa lebih nyaman.

"Bukan begitu. Aku menghargaimu, dobe."

Naruto mengernyitkan dahi, tak mengerti dengan maksud ucapan Sasuke.

"Maksudmu? Menghargaiku?"

Sasuke berusaha memikirkan cara menjelaskannya pada Naruto. Sekalipun mereka saling mencintai saat ini, Sasuke tak ingin Naruto bersama dengan nya selamanya. Hubungan sesama jenis adalah illegal dan ia tak ingin Naruto mendapat bahaya. Lagipula, Naruto masih terlalu muda saat ini. Suatu saat nanti, bisa saja lelaki itu ingin hidup normal dan membangun keluarga serta memiliki anak bersama seorang wanita. Hal itu jelas tak bisa dilakukan jika Naruto bersama dengannya.

"Cinta tak perlu diungkapkan dengan melakukan seks."

"Eh? Kau serius berkata seperti itu?" Naruto membelakakan mata. "Bukankah kau sudah berpengalaman?"

"Menurutmu?"

"Pasti sudah."

Sasuke tertawa di dalam hati. Ia sendiri sama seperti Naruto meski ia terlihat sudah memahami banyak hal mengenai seks. Terlalu berbahaya bagi orang sepertinya untuk berhubungan dengan orang lain, meski seorang pelacur sekalipun. Lagipula ia juga tak pernah tertarik pada wanita.

"Belum."

Naruto hampir berteriak. Namun ketika ia membuka mulutnya, ia segera menutup mulutnya secara refleks dengan telapak tangan. Ia menggelengkan kepalanya, tak percaya dengan ucapan Sasuke.

"Kau pasti berbohong kan, teme?"

"Tidak."

"Aku tak percaya padamu," dengus Naruto. Ia tak percaya jika seseorang seperti Sasuke sama sekali belum berpengalaman.

"Kau ingin aku berpengalaman?

Naruto cepat-cepat menjawab tanpa berpikir lebih dahulu, "Tidak, tidak."

Sasuke menyeringai tipis. Menyadari ekspresi Sasuke, Naruto segera berkata, "Eh... bukan begitu, sih."

"Lalu?"

Wajah Naruto memerah dan ia merasa malu seketika. Entah mengapa ia malah terkesan begitu agresif, "Ah... bukan apa-apa. Omong-omong, apakah kau yang mengatakan pada Natsume-sama agar aku tak diizinkan menerima pekerjaan?"

"Apa maksudmu?" Sasuke berpura-pura tak mengerti maksud ucapan Naruto

"Kau sudah tahu mengenai aku yang ingin mengambil pekerjaan dan meminta Natsume-sama menolakku, kan?" ujar Naruto seraya menyentuh tubuh Sasuke di balik futon.

Sasuke hampir meringis saat menyadari Naruto menyentuh tepat pada luka di pinggangnya. Ia merasa sangat kesakitan karena Naruto menyentuhnya dengan sedikit memberikan tekanan dan ia hampir melenguh kesakitan. Namun ia tak ingin terlihat lemah. Setidaknya tidak dihadapan Naruto.

"Singkirkan tanganmu."

Naruto terkejut dan segera menyingkirkan tangannya dengan heran. Ia menatap Sasuke yang menggigit bibir dan ia terkejut.

"Eh? Apakah sentuhanku terasa sakit? Maaf, aku sama sekali tidak tahu."

"Tidak. "

Naruto tak mendengarkan ucapan Sasuke. Ia sudah tahu jika Sasuke sedang berbohong. Lelaki itu selalu saja berpura-pura jika ia baik-baik saja meskipun sebetulnya kondisinya benar-benar parah.

Naruto mengangkat selimut yang menutupi tubuh Sasuke dengan cepat dan agak kasar sehingga Sasuke tak sempat menahan. Ia terbelalak saat menyadari dada bidang Sasuke terlihat begitu saja dibalik futon. Lelaki itu mengenakan celana dan kimono yang tidak dipasang dengan benar.

Namun bukan itu yang menjadi perhatian Naruto. Tatapan Naruto tertuju pada perban yang melilit pinggang Sasuke. Entah seberapa parah luka Sasuke, namun terdapat darah yang lumayan banyak pada perban itu.

"Ini-" ucapan Naruto terputus. "K-kau terluka? Jadi kau tidak pulang karena ini?"

"Aku hanya tergores pedang."

"Tidak mungkin,"Naruto menggelengkan kepala. "Kau selalu saja bersikap seolah kau baik-baik saja meskipun sebetulnya tidak sama sekali."

"Aku memang baik-baik saja," sanggah Sasuke.

"Aku tidak percaya," balas Naruto. "Aku ingin menginap disini dan menemanimu jika Natsume-sama mengijinkannya."

"Tidak. Pulanglah sekarang."

Naruto menggelengkan kepala. Jika dipikir-pikir, belakangan ini Sasuke sering terluka. Pekerjaan Sasuke pasti begitu berbahaya dan sulit dilakukan sendirian hingga lelaki itu sering terluka. Maka ia harus melatih dirinya agar terbiasa dengan pekerjaan yang dilakukan Sasuke sehingga ia bisa membantu lelaki itu tanpa menjadi beban.

"Tidak. Aku mau mengambil pekerjaan."

"Jangan bertindak konyol!" hardik Sasuke dengan ketus.

"Aku harus membiasakan diri dengan pekerjaan sehingga bisa membantumu tanpa menjadi beban. Dengan begitu kau tidak akan terluka lagi."

"Kau membantuku dengan berdiam di penginapan," ujar Sasuke dengan pelan. Lukanya terasa berdenyut-denyut karena emosi yang ia rasakan akibat ucapan Naruto.

"Baiklah. Aku menurutimu," jawab Naruto dengan pasrah. "Aku akan menunggumu di penginapan."

"Hn. Berhati-hatilah saat pulang dan jangan beritahukan siapapun mengenai lokasi penginapanmu. Jangan membuatku khawatir."

"Ya. Cepatlah sembuh. Beristirahatlah dengan baik, Aku berharap kau segera pulang ke penginapan dan menemaniku."

"Tentu saja."

Sasuke meraba area leher Naruto dan menyentuh bahu Naruto serta mendorongnya dengan pelan sehingga lebih dekat dengan tubuhnya sendiri. Ia memeluk Naruto dan Naruto segera mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Sasuke serta memeluk lelaki itu dengan hati-hati agar bagian tubuhnya tak menyentuh luka Sasuke.

Mereka berpelukan sesaat sebelum Sasuke melepaskan pelukannya terlebih dahulu. Naruto segera menutup tubuh Sasuke dengan selimut dan segera bangkit berdiri.

"Sampai jumpa."

"Hn."

Naruto melirik Sasuke sebelum ia berjalan menuju pintu. Ia mengucapkan maaf dalam hati pada lelaki itu karena ia tak akan kembali ke penginapan sesuai permintaan Sasuke.

.

.

"Natsume-sama, kumohon biarkan aku mengambil pekerjaan," ujar Naruto pada Tsunade.

"Tidak bisa," tolak Tsunade dengan tegas.

"Kumohon," ucap Naruto dengan mengiba. "Aku harus mengambilnya."

Tsunade sedikit terkejut dengan reaksi Naruto. Belum pernah ada seseorang yang memohon pekerjaan padanya hingga seperti ini. Biasanya ia akan membiarkan semua orang untuk mengambil pekerjaan jika orang yang memberi pekerjaan tidak meminta seseorang yang spesifik untuk mengambil pekerjaan itu. Jika menurutnya orang itu tak akan berhasil melakukan pekerjaan dengan baik, maka ia akan meminta orang itu memiliki partner.

"Maaf, Ruki-san. Aku sudah berjanji pada seseorang agar tak membiarkanmu bekerja."

"Orang itu pasti Taiko, kan?" cecar Naruto. "Kumohon, jangan katakan padanya jika aku mengambil pekerjaan. Aku juga akan merahasiakan darinya."

Tsunade berpikir sejenak. Pada dasarnya ia bukanlah orang yang ingkar janji. Lagipula ia khawatir jika uang yang didapatnya dengan membiarkan Naruto tak akan sepadan dengan jumlah uang yang akan hilang jika Sasuke memutuskan berhenti bekerja padanya. Selama ini Sasuke telah mendatangkan banyak keuntungan dari komisi yang diambilnya atas pekerjaan yang diterima Sasuke. Bahkan banyak permintaan pekerjaan yang ia dapatkan berkat popularitas Sasuke di dunia bawah tanah.

"Aku bahkan belum tahu seperti apa kemampuanmu."

"Maka itu aku berniat membuktikannya dengan mengambil pekerjaan, Nyonya. Aku belajar berpedang dengan Taiko dan menggunakan kemampuanku untuk melakukan pekerjaan mencuri dokumen di rumah keluarga Inuzuka. Dan pekerjaanku berhasil."

Tsunade terkejut mendengar ucapan Naruto. Bocah d ihadapannya pasti begitu berharga bagi Sasuke hingga lelaki itu bersedia mengajarkan ilmu berpedang padanya.

Ilmu berpedang lelaki itu juga terkenal karena tekniknya yang tidak lazim. Tsunade sudah pernah melihatnya sendiri saat ia meminta Sasuke menunjukkan atraksi berpedang padanya. Gerakan lelaki itu begitu luwes dan ia seolah menari dengan pedang, namun juga cepat dan mematikan dengan dua pedang di tangannya.

"Maaf. Namun aku tak bisa mengingkari janjiku."

Naruto segera berlutut dan menundukkan kepala hingga menyentuh lantai. Ia tak peduli dengan harga dirinya selama ia bisa mendapat pekerjaan.

"Kumohon. Berikan pekerjaan padaku. Tidak perlu dibayar pun tidak apa-apa."

Tsunade terkejut dan ia segera mengulurkan tangan pada Naruto, "Bangunlah."

Naruto tetap tak bergeming. Tsunade tersadar jika kepribadian Naruto memang bertolak belakang dengan Sasuke yang pendiam dan dingin serta tak akan mengucapkan 'maaf' dengan mudah, apalagi bersujud. Namun Naruto lebih keras kepala dibanding Sasuke.

"Mengapa kau menginginkan pekerjaan sampai seperti ini?"

"Aku khawatir dengan Taiko," jawab Naruto dengan jujur. "Belakangan ini aku sering melihatnya terluka dan kupikir pekerjaannya begitu berat dan ia kesulitan melakukannya sendirian. Jika aku sudah terbiasa melakukan pekerjaan, maka aku bisa membantunya tanpa menjadi beban."

"Kau yakin ia akan membiarkanmu membantunya? Kau tahu, ia tak pernah mengambil pekerjaan bersama orang lain."

Tsunade teringat kali pertama ia bertemu Sasuke. Saat itu usia Sasuke tak berbeda jauh dengan Naruto, mungkin sedikit lebih tua. Saat itu Sasuke belum memiliki banyak pengalaman dan belum menerima banyak tawaran pekerjaan. Namun ketika Tsunade menawarkan pekerjaan dan meminta Sasuke berpartner dngan orang lain, Sasuke menolak dengan tegas.

"Tidak," Naruto menggelengkan kepala. "Namun kalau aku memiliki pengalaman, mungkin saja ia akan membiarkanku membantunya."

Tsunade menatap Naruto yang masih bersujud. Jika diperhatikan, sepertinya hubungan antara Sasuke dan Naruto benar-benar menarik. Sasuke seolah berusaha melindungi Naruto sementara Naruto berusaha keras agar tak membebani Sasuke.

"Bangunlah," ujar Tsunade. "Perlihatkanlah kemampuan berpedangmu."

"Eh? Bagaimana? Apakah seseorang akan menjadi lawanku?"

"Tidak. Cukup pertunjukkan gerakan berpedangmu."

Naruto berpikir sejenak. Selama ini ia biasa berlatih dengan Sasuke yang bertindak sebagai lawannya. Lelaki itu menjelaskan kelemahan-kelemahan Naruto seraya mempraktikkan hal-hal yang seharusnya dilakukan Naruto. Namun Naruto pernah melihat Sasuke berlatih pedang sendirian dan gerakan berpedang lelaki itu benar-benar menawan. Mungkin Naruto harus menirunya.

Naruto bangkit berdiri dan ia segera mengeluarkan kedua pedangnya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan agar ia merasa lebih tenang dan mampu berkonsentrasi.

Naruto berusaha berkonsentrasi pada langkah kaki, posisi tubuh dan gerakan pedangnya. Tujuan utamanya ialah agar kedua pedangnya tidak bertabrakan satu sama lain.

Pada awalnya, Naruto meggoreskan pedang di tangan kiri dengan pedang di tangan kanan nya hingga menimbulkan suara seperti yang biasa dilakukan Sasuke. Kemudian ia mengayunkan kedua pedang dengan cepat dan kuat dan membayangkan dirinya seolah bertarung dengan beberapa musuh yang tak kasat mata.

Langkah Naruto cukup mantap dan postur tubuhnya mendukung untuk bertarung, begitulah pengamatan Tsunade pada awalnya. Naruto juga terlihat cukup terlatih sebagai pemula.

Kini Naruto berputar ke belakang dan membayangkan seolah ada beberapa musuh yang mencoba menyerangnya dari belakang. Ia menebaskan pedangnya ke belakang dengan gerakan memutar seolah berusaha menebas kepala musuh-musuh yang berada di belakangnya.

Tsunade berkonsentrasi mengamati gerakan Naruto. Kemampuan berpedang Naruto jelas dibawah Sasuke, namun lebih baik dibanding orang-orang pada umumnya. Kecepatan Naruto lebih lambat jika dibandingkan Sasuke, namun kekuatan setiap tebasan hampir sama dengan Sasuke. Gerakan berpedang Naruto juga terkesan sembrono jika dibanding Sasuke terkesan kasar, namun juga dapat terlihat indah dan elegan di saat yang sama dengan pedang di tangannya. Dalam pertarungan, sepertinya Naruto lebih cocok sebagai tipe offensive dibandingkan defensive.

"Cukup."

Naruto segera menghentikan gerakan berpedang dan seketika merasa agak pusing. Tak disangka membayangkan melawan musuh tak kasat mata jauh lebih sulit dibanding melawan musuh yang sebenarnya. Terkadang pedangnya membentur satu sama lain.

"Kau bisa mengambil pekerjaan. Namun kau harus bersama dengan orang lain."

"Terima kasih, Nyonya."

Tsunade menganggukan kepala sebagai reaksi. Dia berharap kali ini tak mengambil langkah yang salah.

"Kalau begitu aku pergi terlebih dahulu. Sampai jumpa."

Naruto tersenyum dan melambaikan tangan tanpa ia sadari. Kegembiraan terpancar dari ekspresi dan intonasi suara Naruto, membuat Tsunade tersenyum tanpa sadar.

Naruto terlihat cocok untuk mengimbangi Sasuke yang pendiam dan dingin. Ia berharap Naruto dapat menjadi 'sinar mentari' yang dapat menyinari hidup Sasuke yang kelam.

.

.

Tetsu berdiri sambil bersandar di pohon yang terletak tak jauh dari kediaman Tsunade. Ia tengah bercakap-cakap dengan Ryo, salah seorang rekannya yang tadi pergi ke kediaman Tsunade. Percakapannya terhenti saat ia melihat Naruto keluar dari kediaman Tsunade dan berjalan menghampirinya.

"Bagaimana? Kau sudah bertemu dengan rekanmu?" tanya Tetsu pada Naruto.

Naruto terdiam sejenak. Ia bingung harus menjawab apa pada Tetsu. Jika ia mengatakan Sasuke ada disana, akankah Sasuke berada dalam bahaya?

"Nyonya tak membiarkanku bertemu dengannya," Naruto memutuskan untuk berbohong.

Tetsu menatap Ryo sejenak sebelum melirik Naruto, "Omong-omong, ini temanku, Ryo."

Naruto segera menundukkan kepala dan berkata, "Senang bertemu denganmu, Ryo. Aku Ruki."

"Senang bertemu denganmu, Ruki," jawab lelaki yang bersama dengan Tetsu itu seraya tersenyum.

Naruto menatap Tetsu dan Ryo dengan agak heran. Mereka berdua tidak memakai topeng sama sekali. Mayoritas orang yang ditemui Naruto juga tidak memakai topeng. Hanya satu dua orang saja yang memakai topeng, itupun hanya separuh wajah.

"Omong-omong, kau benar-benar tak bertemu dengan Taiko,? Aku melihatnya di salah satu ruangan di kediaman Nyonya ketika berkunjung ke sana."

Naruto segera memikirkan alasan yang logis. Belakangan ini ia mulai terbiasa berbohong sejak bersama dengan Sasuke dan mampu melakukannya dengan baik.

"Benarkah? Bagaimana keadaannya? Apakah benar-benar parah hingga tak bisa kutemui?" ucap Naruto dengan nada kecewa yang dibuat-buat.

"Sepertinya iya. Aku melihatnya berbaring di futon ketika berbicara dengan Tsunade-sama. Terdapat perban yang menutupi wajahnya dan suaranya terdengar lemah."

Naruto berpura-pura terkejut, namun Tetsu terlihat benar-benar tertarik dengan ucapan rekannya.

"Kau bisa melihat perban yang menutupi wajahnya? Apakah ia tak memakai topeng yang menutupi seluruh wajah seperti biasanya?"

Ryo menggelengkan kepala, "Tidak."

"Kau beruntung sekali. Seperti apa wajahnya? Aku penasaran dengan wajah pembunuh terkenal sepertinya. Apakah menyeramkan?"

"Aku tak bisa melihatnya dengan jelas," jawab Ryo. "Namun kurasa tak menyeramkan seperti bayanganmu. Bagaimana menurutmu, Ruki?"

Wajah Naruto terasa menghangat membayangkan wajah Sasuke. Ia segera menjawab, "Tidak menyeramkan, kok. Wajahnya terlihat seperti lelaki pada umumnya."

"Begitukah?" ujar Ryo dan Tetsu dengan penuh rasa penasaran.

Naruto menganggukan kepala. Ia segera berkata,"Kalian jadi mengambil pekerjaan yang diberikan tetangga Tetsu? Bolehkah aku ikut bersama kalian?"

"Bukankah nyonya tidak mengijinkanmu mengambil pekerjaan? Terlebih lagi Taiko-" Ryo memutus ucapannya. Ia teringat dengan pesan Tsunade agar tak memberitahu Naruto jika Sasuke melarang Naruto mengambil pekerjaan.

"Oh, itu. Jangan katakan pada Taiko kalau aku mengambil pekerjaan. Nyonya sendiri telah mengijinkannya."

"Benarkah? Aku sih tidak keberatan. Semakin banyak orang, kemungkinan keberhasilan kita semakin meninggi," ujar Ryo seraya melirik Tetsu. Entah mengapa ia cukup yakin dengan kemampuan Naruto setelah mengetahui jika lelaki itu belajar berpedang dari Sasuke.

"Ya. Aku juga tidak keberatan," jawab Tetsu sambil tersenyum. "Kurasa Ichiro juga tertarik. Jadi, kita akan mengambil pekerjaan berempat. "

Naruto menganggukan kepala, menyetujui ucapan mereka.

"Kalau begitu aku akan memberitahukan Natsume-sama sekarang," ujar Ryo seraya beranjak dari tempatnya berdiri dan berjalan menuju kediaman Tsunade.

Naruto tersenyum dibalik topengnya. Ia tak sabar mengambil pekerjaan pertama yang dilakukan secara diam-diam tanpa Sasuke.

-TBC-

Author's Note:

Seharusnya fanfict ini diupdate akhir bulan. Berhubung banyak yang minta update, author memutuskan update lebih cepat.

Untuk update selanjutnya diperkirakan sekitar tangal 10an akhir atau akhir bulan.

Mengenai romance, bakal ditambah secara bertahap. Tapi kemungkinan romance disini ga akan bener-bener sweet seperti di fanfict SN author yang lain. Author kurang fokus dengan romance untuk fanfict ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro