Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 13

"Siapa kau? Pergilah dari sini. Kami tidak menyediakan makanan gratis untuk orang yang kelaparan," bentak salah satu dari enam penjaga yang sedang bertugas menjaga lima buah tenda mewah dengan lambang kerajaan.

Sasuke menyeringai, "Aku tidak meminta makanan gratis."

"Lalu?"

Sasuke tak menjawab. Ia segera mengaktifkan sharingan serta berusaha membuat para penjaga yang menatapnya itu terjebak di dalam genjutsu buatannya.

Malam ini di sekitar tenda cukup terang akibat banyaknya kayu bakar yang dinyalakan sebagai api unggun. Namun entah mengapa mata Sasuke berdenyut-denyut dan apa yang dilihatnya agak buram.

Sasuke merasa agak takut malam ini. Ia merasa kondisi matanya semakin memburuk dan khawatir ia akan kehilangan penglihatan suatu saat nanti. Biasanya matanya hanya akan sakit dan mengeluarkan darah jika ia memakai teknik mata tingkat tinggi, namun kini matanya terasa sakit ketika ia hanya mengaktifkan sharingan biasa.

Sasuke berusaha tak mempedulikan matanya yang terasa ditusuk-tusuk. Seluruh penjaga itu berada dalam pengaruh genjutsu dan Sasuke melangkah dengan perlahan menghampiri salah satu penjaga.

Seluruh penjaga itu seolah tak menyadari Sasuke yang berada di dekatnya. Sasuke mengeluarkan dua buah botol besar yang diberikan kepada dua orang penjaga.

"Minumlah sebagian dan berikan pada teman-temanmu."

Dua penjaga itu menurut. Mereka meminum ramuan berupa racun itu dan memberikan pada temannya.

"Hey, minuman hitam ini enak, Tuan," ucap salah seorang penjaga yang telah terkena genjutsu sambil memberikan pada sesama penjaga di sampingnya. Seluruh penjaga itu berada di dalam ilusi dimana mereka sedang merasa sangat haus dan bertemu seorang lelaki baik hati yang memberikan minuman pada mereka secara cuma-cuma.

"Ini bir hitam," jawab Sasuke sambil menyeringai sinis. Sebetulnya ia dapat memilih untuk tak menjawab. Namun ia dengan sengaja menjawab, berharap jika ia menjawab maka korban tak akan merasa curiga.

Empat penjaga telah meminum minuman yang diberikan Sasuke dan bersiap memberikan pada orang disampingnya. Sementara orang kelima meminum, dua orang pertama yang meminum racun itu seketika sesak nafas dan kejang. Salah satu dari mereka bahkan mengeluarkan busa dari mulutnya.

Sasuke tak mempedulikannya. Ia mengamati penjaga kelima yang telah minum. Namun salah seorang penjaga terakhir mendorong dua botol yang disodorkan padanya hingga jatuh dan isinya tumpah mengenai tanah.

"Muntahkan minuman itu, Shin!" ucap penjaga terakhir itu seraya berteriak pada penjaga kelima.

Sasuke terkejut saat menyadari penjaga terakhir itu telah terbebas dari pengaruh genjutsunya. Penjaga itu segera menyerangnya secara fisik dengan byakugan yang telah aktif.

Sasuke segera mengelak dengan cepat dan mengeluarkan pedangnya. Ia menatap jari penjaga yang telah berdarah itu dan mengerti mengapa genjutsu nya hilang.

Penjaga ketiga dan keempat mengalami hal yang sama dengan dua penjaga pertama. Mereka akan mati dalam beberapa menit dalam cara yang sama. Sementara penjaga kelima mulai merasa sesak nafas.

"Bajingan kau!" Teriak penjaga itu seraya berusaha menyerang aliran chakra di tubuh Sasuke dan memutusnya.

Sasuke terus menerus mengelak. Penjaga itu bergerak cukup cepat, mungkin karena penjaga itu sebetulnya merupakan pasukan elite Hyuuga.

Sasuke melompat tepat ketika penjaga itu hendak menyerang aliran chakra di perut Sasuke. Penjaga itu ikut melompat dan berusaha menyerang Sasuke, namun Sasuke segera mengeluarkan bola api dari mulutnya dan membuat penjaga itu terpaksa menghindar.

Penjaga itu segera mengeluarkan lima kunai sekaligus dan melempatkan kearah titik-titik vital Sasuke, namun ia telah membaca pergerakan penjaga itu dan segera menghindar.

Dengan cepat ia kembali melompat dan mengeluarkan api dari mulutnya dan kali ini mengenai tubuh penjaga itu. Penjaga itu segera berteriak kencang, sementara Sasuke melemparkan puluhan shuriken dan membuat penjaga itu terdistraksi.

Tatapan penjaga itu mengarah pada tangan Sasuke, melihat chakra yang telah mengumpul di tangan Sasuke. Ia tak menyadari beberapa shuriken yang telah mengenai tubuhnya.

Penjaga itu segera melemparkan beberapa kunai yang terlihat seolah menghindari Sasuke, padahal memang mengarah pada Sasuke. Sasuke tak memedulikan kunai-kunai itu dan segera berlari untuk menerjang penjaga itu dengan chidori.

Dua buah kunai mengenai tubuh Sasuke. Yan satu menembus pakaiannya hingga sobek, sementara yang lainnya mengenai pinggang Sasuke dan menusuknya lumayan dalam hingga Sasuke seketika merasakan rasa hangat di pinggang akibat darah yang mengucur, berserta rasa nyeri yang menusuk.

Penjaga itu tertawa sinis dan berniat melemparkan kunai-kunai pada Sasuke. Sasuke segera menghindar dan mengarahkan chidori kearah sebuah pohon yang sangat besar dan kebetulan tak jauh dari penjaga itu.

Penjaga itu mengernyitkan dahi dengan aksi Sasuke yang aneh. Namun ketika ia tersadar dan berniat menghindar, pohon besar itu telah roboh dan menghantam kepalanya hingga ia tewas seketika dengan luka di bagian kepala dan darah yang mengalir di tanah.

Sasuke baru saja akan menghampiri tenda dan mengendap-endap memasuki salah satu tenda. Namun lima orang pejabat yangt terbangun akibat suara gadus segera keluar dengan pedang di tangan.

Sasuke menyeringai dan menarik kunai yang menancap di pinggangnya, membuat darah keluar lebih deras. Para pejabat itu terlihat sudah berusia lima puluhan dengan perut gendut dan tampak kesulitan untuk berjalan cepat, apalagi berlari dan bertarung.

Salah seorang pejabat menatap ngeri kearah para penjaga yang telah terbaring di tanah dengan mulut berbusa dan menatap Sasuke.

"Kaukah yang melakukan semua itu?"

Sasuke tak menjawab. Ia melemparkan pisau dengan cara yang terkesan sembarangan dan membuat para pejabat itu seketika menghindar. Salah seorang pejabat terkena pisau di bagian leher. Lemparan Sasuke cukup bertenaga hingga membuat luka besar di bagian leher pejabat itu hingga kepala pejabat itu hampir terpisah dengan tubuh.

Pejabat itu tak mampu berteriak. Ia merasakan kesakitan yang amat sangat, namun tubuhnya tak mampu bergerak. Cairan merah mengalir deras dari luka yang terbuka di lehernya dan ia seketika terjatuh ke tanah, menyusul para pengawalnya yang setia menuju alam baka.

Para pejabat yang hendak melawan Sasuke itu seketika menjatuhkan pedang mereka. Bulu kuduk mereka semua meremang dan tubuh mereka menggigil meskipun udara malam ini tak cukup dingin untuk membuat seseorang menggigil.

"T-tuan, t-tolong j-jangan bunuh kami. Ambillah harta kami dan pergilah."

"Dimana kalian menyimpan gulungan-gulungan yang kalian bawa?" hardik Sasuke sambil menatap keempat pejabat itu dengan sinis.

"Ada di dalam tenda paling ujung sebelah kiri," ucap salah satu pejabat dengan suara bergetar akibat ketakutan. Ia bahkan tak mempedulikan reaksi kemarahan ketiga rekannya.

Sasuke tak mengatakan apapun. Ia mengaktifkan mangekyo sharingan dan api hitam segera terbentuk dan mengenai tubuh sang pejabat yang tadi menjawab Sasuke. Penjabat itu menjerit dan berusaha bergulung-gulung di tanah, namun api itu tak padam sedikitpun.

"A-api i-itu... J-jangan-jangan... dia... U-uchi..ha?" ucap salah seorang pejabat dengan suara bergetar. Ia bahkan merasa ngeri hanya dengan mengucapkannya.

"Kau menipu kami, bedebah! Kami memberitahu dimana gulungan penting itu dan kau tetap membunuhnya," bentak pejabat lainnya.

"Aku tidak menjanjikan itu," jawab Sasuke dengan sinis.

Pejabat itu segera berdiri dan mengacungkan pedanganya, "Aku akan menjadi lawanmu, Uchiha sialan!"

"Ingin melawan kematianmu sendiri, hn?"

Emosi pejabat itu semakin meningkat akibat ucapan Sasuke. Pejabat itu hendak menghunuskan pedang pada Sasuke. Sasuke dengan sengaja menunggu hingga pejabat itu hanya berjarak tiga meter darinya dan segera membakar tubuh pejabat itu dengan api hitam. Ia bahkan mengeluarkan api-api hitam lain untuk membakar dua pejabat yang tersisa.

Sasuke bergegas memasuki tenda dan mengambil seluruh gulungan di dalam tenda serta memasukkannya ke dalam tas yang dibawanya. Ia membentuk banyak api hitam dan membakar mayat para penjaga yang masih tergeletak di tanah, berikut dengan tenda, botol minum wadah menyimpan racun dan beberapa dua kereta kuda yang berada di sekitar tempatnya berada saat ini.

Cuaca malam seketika terasa panas akibat api hitam Sasuke. Ia bahkan berkeringat dan peluh yang menetes di tubuhnya bercampur dengan darah yang masih mengalir di pinggangnya. Ia cepat-cepat mengambil perban yang selalu dibawanya untuk berjaga-jaga dan melepaskan ikatan yukata nya. Ia tak mempedulikan pakaian dalamnya yang terlihat dan menatap luka yang lebih besar dari perkiraannya serta mengikatkan perban itu agar darah tak mengalir terlalu banyak. Beruntunglah ia memakai yukata hitam sehingga tak ada yang menyadari pakaiannya terkena darah.

Tubuh Sasuke terasa berat dan ia merasa agak pusing. Memakai mangekyo sharingan memakan banyak chakra dan ditambah dengan lukanya membuat staminanya terkuras banyak. Belakangan ini ia mengambil banyak pekerjaan berbahaya dengan bayaran tinggi dan banyak menggunakan teknik yang berkaitan dengan mangekyo sharingan yang malah menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Teknik itu perlahan menyedot kekuatannya dan suatu saat nanti mungkin mengikis seluruh kekuatannya.

Malam sudah cukup panas sesuai dengan perhitungan Sasuke. Dengan kekuatannya, ia menggunakan elemen petir dan mengarahkannya ke langit yang telah panas sehingga hujan segera turun di sekitar hutan tempatnya berada, menghapus bukti yang tersisa dari pembantaian yang dilakukannya hari ini.

Sasuke segera berjalan cepat menuju kudanya. Ia segera menaiki kuda dan memacunya secepat mungkin menuju tempat yang telah dijanjikan. Tubuhnya terasa sangat berat, namun ia berusaha keras untuk tetap berkonsentrasi dan tetap sadar, Ia telah mengalami hal yang jauh lebih buruk dari saat ini. Itachi telah meremukkan tulang-tulangnya dan ia masih tetap hidup, maka saat inipun ia pasti bisa bertahan.

Bayangan wajah Naruto kembali terlintas di benak Sasuke. Ia mengkhawatirkan lelaki itu, sama seperti ia mengkhawatirkan kondisi tubuhnya saat ini, atau bahkan lebih.

Sasuke bertanya-tanya dengan reaksi Naruto jika melihatnya pulang dalam keadaan seperti ini. Akan lelaki itu cemas? Atau malah sebaliknya? Namun ia tak begitu peduli dengan reaksi Naruto. Ia hanya khawatir jika Naruto melakukan hal bodoh yang malah membahayakan dirinya sendiri.

.

.

"Kerja bagus, Taiko. Kau mendapatkan semua gulungan yang kuminta," ujar seorang wanita yang terlihat masih berumur tiga puluhan awal.

Sasuke menganggukan kepala. Kliennya hari ini adalah Tsunade-atau biasa dikenal sebagai Natsume oleh hampir seluruh bawahannya, terkecuali orang-orang tertentu- , seorang wanita bangsawan berusia lima puluhan. Ia meminta gulungan berapa dokumen penting yang Sasuke sendiri tak tahu apa isinya. Wanita itu dan suaminya menjalankan bisnis bawah tanah yang menjual benda-benda berharga pada siapapun yang berniat membelinya, meski pihak asing sekalipun.

"Omong-omong, aku baru saja mendapat barang bagus. Seseorang datang ke tempatku dan menjual dua pasang bola mata Uchiha. Namun aku tidak tahu apakah mata itu asli atau tidak. Bolehkah aku meminta pendapatmu?"

Sasuke mengurungkan niatnya untuk segera meninggalkan tempat itu setelah menerima bayaran. Tsunade-begitupun dengan hampir semua klien yang didapat Sasuke- telah mengetahui jati dirinya sebagai seorang Uchiha, meskipun tak mengetahui wajah dan nama aslinya.

"Silahkan."

Tsunade segera membuka sebuah kotak kayu dan memperlihatkan dua buah tabung berupa bola mata berwarna hitam, sementara dua tabung lainnya berupa bola mata dengan sharingan aktif.

Sasuke menyentuh salah satu tabung dan menatap cairan kuning dan bola mata berwarna hitam didalamnya.

"Aku tak mengerti bagaimana bisa orang itu mendapat dua mata Uchiha sekaligus. Padahal setahuku Uchiha adalah klan yang terkenal kuat dan berbahaya."

Tsunade merasa tidak enak setelah mengucapkan apa yang diucapkannya. Ia merasa khawatir Sasuke akan marah akibat ucapannya dan berniat mencelakainya.

"Maaf. Aku tidak bermaksud mengatakan jika klanmu berbahaya, Taiko-san."

"Tidak masalah."

Tsunade menganggukan kepala dan tersenyum lega. Ia menatap tabung yang disentuh Sasuke dan bertanya, "Apakah kedua mata itu asli? Sebetulnya aku agak ragu dengan sepasang bola mata yang berwarna hitam itu."

Sasuke memicingkan mata dan mengaktifkan sharingannya sendiri. Ia bahkan tak mempedulikan tubuhnya yang lemas akibat luka di pinggangnya. Barangkali luka itu sudah mulai mengering dan darah sudah berhenti.

Ia menatap bola mata berwarna hitam itu lekat-lekat, serta memperhatikan bagian bawahnya. Sebetulnya ia tak begitu paham dengan bola mata Uchiha jika dibandingkan dengan Itachi. Namun ibunya pernah mengajarkan jenis-jenis mata Uchiha dan cara membedakan teknik yang dikuasai dan frekuensi pemakaian teknik hanya dengan melihat bola mata itu sendiri pada Sasuke.

"Jika kau menjualnya, bola mata berwarna hitam ini akan terjual lebih mahal."

Tsunade mengernyitkan dahi mendengar ucapan Sasuke, "Apa? Lebih mahal? Mata itu bahkan terlihat seperti mata normal."

"Hn."

"Aku masih tidak mengerti. Tolong jelaskan alasannya padaku."

Sasuke berpikir sejenak, berpikir jika sebaiknya ia menjelaskan saja atau tidak. Ia memilih menjelaskannya dengan syarat.

"Baiklah. Namun aku mengajukan sebuah syarat."

"Ya? Apa syarat yang kau ajukan?"

"Kau harus bersedia jika aku menukarkan mata hitam ini dengan mata milikku."

Tsunade membelalakan mata dan mulutnya terbuka sesaat tanpa satupun kata yang terucap. Ia terkejut dengan ucapan Sasuke.

"Apa? Dengan matamu?"

"Hn."

"Kau berniat mengganti matamu?"

Sasuke menganggukan kepala.

Tsunade berpikir sejenak. Tawaran Sasuke cukup bagus. Jika ia berhasil mendapat mata Sasuke dan menjualnya, maka ia dapat menjual dengan harga mahal jika mengatakan mata itu adalah milik seorang pembunuh bayaran terkenal.

"Kapan kau berniat melakukannya? Aku akan meminta tabib terbaik yang bekerja padaku untuk melakukan operasi padamu."

"Aku hanya ingin menjalankan operasi pada tabib kepercayaanku."

"Mengapa? Kau khawatir dengan identitasmu? Kurasa kau bukan anak kemarin sore di dunia bawah tanah, bukan? Kau tentu tahu peraturan dasar di dunia bawah tanah."

"Identitas setiap orang adalah rahasia. Jika kau menyebarnya, maka kau akan mendapat 'hadiah bawah tanah'," Sasuke menyebutkan peraturan tak tertulis dari dunia bawah tanah yang sering didengarnya dari orang-orang yang berkaitan dengan dunia bawah tanah.

Tsunade tersenyum, "Benar. Hadiahnya, kau akan dikirim ke surga lebh awal."

Sasuke kembali berpikir sejenak. Bisakah ia memercayai Tsunade? Ia tak bisa memercayai siapapun sepenuhnya kecuali dirinya sendiri. Tabib yang dimaksud Tsunade pastilah tabib terbaik yang bekerja di istana dan itu berbahaya bagi Sasuke. Ia khawatir tabib itu akan mencelakainya meskipun orang-orang penting kerajaan yang diam-diam berafiliasi dengan dunia bawah tanah bukanlah hal yang aneh.

"Tabib yang kau maksud... tabib istana?"

Tsunade menggelengkan kepala dan tertawa, "Tidak. Sebetulnya, tabib ini terlihat seperti tabib biasa tanpa kemampuan yang menonjol sehingga tak terpilih menjadi tabib istana. Namun sebetulnya ia jauh lebih baik dibanding tabib istana sekalipun. Ia menyembunyikan kemampuannya dan memilih memanfaatkannya untuk dunia bawah tanah."

Sasuke menganggukan kepala, "Baiklah. Kuterima tawaranmu. Bagaimana jika dilakukan sekarang."

"Tentu saja. Tabib itu telah berada di tempatku. Ia akan memeriksa tubuhmu."

"Hn."

.

.

Sasuke melepas topeng yang menutupi wajahnya dan berbaring di atas futon. Disampingnya terdapat seorang wanita paruh baya berambut hitam pendek didekatnya serta Tsunade.

Tubuh Sasuke terasa berat dan ia benar-benar tak bisa bergerak. Wajahnya pucat dan kepalanya semakin pusing ketika ia berdiri dan menuruni tangga menuju kamar perawatan yang berada di bawah tanah.

Mata Sasuke bahkan semakin berkunang-kunang saat berada di ruangan dengan lampu-lampu yang menyala terang. Ia merasa akan kehilangan kesadarannya sebentar lagi.

"Ya ampun," pekik wanita itu pelan saat menatap perban yang menutupi pinggang Sasuke yang terluka parah. Seluruh perban itu telah berubah menjadi merah pada bagian yang menutupi luka Sasuke.

"Lukanya cukup dalam," gumam wanita itu. Ia mengeluarkan jarum dan benang serta menatap Sasuke dengan lembut. "Tahanlah sedikit. Ini akan sedikit sakit."

Sasuke tak menggerakkan kepala atau menjawab. Ia membiarkan wanita itu menjahit lukanya dan meringis ketika benang menusuk kulitnya.

Semula Sasuke berusaha menahan diri untuk tak menunjukkan rasa sakitnya. Ia terlalu lemah untuk menjerit kesakitan. Namun ia akhirnya mengerang kesakitan ketika tabib wanita itu menjahit lukanya.

"Kau kesakitan, Taiko?" tanya Tsunade seraya menatap khawatir.

Sasuke tak menjawab. Ia berusaha memejamkan mata dan berharap rasa sakitnya dapat berkurang.

Tsunade melirik tabib wanita berambut pendek itu dan menghampirinya, "Sebaiknya kita segera memberikan anestesi."

Wanita itu mengangguk. Tsunade segera mempersiapkan daun kecubung sebagai obat anestesi dan memberikan pada Sasuke. Ia mmbiarkan Sasuke meremasnya pelan dan menghirup aromanya sejenak. Seketika mata lelaki itu terpejam dan kehilangan kesadarannya.

"Mari kita mulai operasinya, sensei," ucap tabib wanita itu dengan raut wajah datar.

"Ya."

Tabib wanita itu segera mengeluarkan pisaunya, bersiap mencungkil mata Sasuke dan menggantikannya dengan mata Uchiha yang dipilih Sasuke.

.

.

Naruto terbangun ketika matahari sudah meninggi dan menatap sekeliling kamar. Ia tak menemukan sosok Sasuke di sekeliling ruangan dan bangkit berdiri.

Mungkin teme sudah pulang dan ia pergi lagi? Batin Naruto seraya menuju lemari dan menggesernya. Ransel berisi barang-barang Sasuke tak berpindah lokasi sejak kali terakhir lelaki itu meninggalkannya. Naruto juga tidak membuka lemari sama sekali. Maka berarti lelaki itu sama sekali belum pulang.

Rasa khawatir memenuhi benak Naruto. Ia khawatir jika Sasuke tiba-tiba saja pergi dan tak akan kembali. Ucapan lelaki itu bahkan begitu aneh dan membuat Naruto merasa takut. Namun ia mencoba berpikir positif. Tidak mungkin Sasuke meninggalkan barang-barangnya dan pergi begitu saja.

Naruto segera mengambil pakaiannya dan membersihkan tubuh di dalam kamar mandi. Ia merasa khawatir pada Sasuke dan hampir saja tersandung penutup jamban jika ia tidak segera memegang dinding.

Bahkan mandi berendam pun tidak membut Naruto merasa rileks. Ia merasa aneh tanpa keberadaan Sasuke. Sebetulnya, Naruto merasa tak terbiasa sendirian dan ia merasa sangat tidak nyaman. Ketika ia masih tinggal bersama orang tuanya, ia sering menghabiskan waktu berbincang dengan pelayan atau bahkan diam-diam keluar dari rumah dan bermain dengan anak-anak seusianya tanpa mempedulikan status mereka.

Lebih dari tiga puluh menit telah berlalu dan Sasuke masih belum kembali. Naruto memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian di kota dan melihat-lihat barang yang ingin dibelinya.

Naruto segera memasang yukatanya dan menyelipkan pedang di pinggangnya. Ia segera keluar dari ruangan dan mengunci pintu. Ia bertemu dengan seorang lelaki penjaga penginapan berusia empat puluh akhir yang menatapnya.

"Ohayou gozaimasu."

"Ohayou", sapa Naruto seraya tersenyum. "Omong-omong, kau tahu teman sekamarku, kan? Seorang lelaki berkulit putih dengan rambut mencuat bernama Shu. Ia kira-kira setinggi ini."

Naruto meletakkan telapak tangan beberapa puluh sentimeter diatas puncak kepalanya dan memperkirakan tinggi Sasuke. Ia menyebutkan nama samaran yang dipakai Sasuke.

"Oh, ya. Temanmu sedang pergi?"

"Ya dia sedang memiliki urusan. Kalau dia kembali, tolong katakan jika aku sedang pergi dan katakan untuk tidak mencariku."

"Baiklah."

Naruto segera melangkah meninggalkan penginapan dan sesekali menoleh untuk menatap sekeliling. Belakangan ini ia menjadi ekstra berhati-hati sejak bersama dengan Sasuke dan menemui berbagai macam orang yang berbahaya.

Tujuan pertama Naruto adalah sebuah kedai ramen. Kemarin ia melihat sebuah kedai ramen, namun ia belum sempat mencobanya karena Sasuke tidak mengajaknya.

Naruto melangkah memasuki kedai ramen yang tidak terlalu ramai itu dan memilih duduk di kursi yang memunggungi jalanan. Tempat ini merupakan tempat duduk favoritnya dan biasanya ia tak bisa duduk di tempat itu jika bersama Sasuke.

Biasanya Sasuke pasti akan memilih duduk di tempat dimana punggungnya dapat memunggungi tembok dengan alasan keamanan. Tempat duduk yang dipilih Naruto adalah tempat yang berbahaya bagi Sasuke dan ia tak akan mau memilih tempat itu. Seseorang bisa saja menyerangnya dari belakang tiba-tiba tanpa ia sadari dan Sasuke tak ingin mengalaminya.

"Ojisan, pesan semangkuk tonkotsu ramen dengan seporsi gyoza. Untuk minuman nya, aku ingin segelas sencha ."

"Baiklah."

Lelaki tua itu segera memasukkan mi ke dalam panci dan meminta lelaki muda disampingnya untuk memanggang gyoza yang telah dipersiapkan.

Naruto menatap sekeliling dan mendapati kebanyakan pengunjung yang makan bersama seseorang. Hampir tidak ada pengunjung yang makan sendirian seperti dirinya.

Seorang wanita muda pelayan kedai mengantarkan segelas sencha pada Naruto. Naruto segera berterima kasih dan pelayan itu meninggalkannya.

Naruto merasa agak aneh dengan makan sendirian. Ia merasa kesepian di tengah orang-orang yang berkumpul bersama, entah teman atau saudara. Ia tak mengerti bagaimana bisa Sasuke hidup bertahun-tahun dalam kesepian dan dengan kehidupan seperti itu, ia yakin Sasuke tak memiliki satupun teman. Mungkin Sasuke sangat kesepian hingga terkadang bersikap emosional.

"Ini ramen pesananmu." Paman pemilik kedai itu menyerahkan mangkuk pada Naruto dan Naruto segera memakannya. Rasa ramen itu lezat dengan kaldu babi yang gurih dan daging babi yang tidak berbau dan empuk. Naruto memakan ramen itu dengan cepat dan menghabiskannya tepat ketika seporsi gyoza pesanannya tiba.

Naruto memakan gyoza berisi daging cincang dengan kulit yang dipanggang hingga garing itu. Ia berusaha makan lebih pelan, namun entah mengapa ia merasa tidak nyaman sendirian dan merasa ingin cepat-cepat meninggalkan kedai itu.

"Berapa harganya, ojisan?"

"Lima puluh sen."

Naruto menyerahkan koin lima puluh sen dan segera membayarnya. Ia meminum sedikit minuman yang dipesannya dan segera beranjak meninggalkan kedai itu. Ia bahkan tak menghiraukan ucapan terima kasih dari paman pemilik kedai dan segera pergi.

Naruto berencana pergi ke toko dan membeli pakaian atau melihat-lihat makanan yang dijual. Namun ia melihat sebuah gerbang tinggi dekat kantor penjaga keamanan (sejenis polisi) di kejauhan yang merupakan batas antara daerah kota dan jalan menuju perkampungan kumuh.

Sebetulnya daerah itu bukanlah perkampungan. Tempat yang terlihat seperti perkampungan itu hanyalah kamuflase dari pasar bawah tanah yang menjadi pertukaran berbagai macam barang. Segala hal dijual di tempat ini, termasuk jasa bercinta dengan para pelacur. Para penjaga keamanan itu bahkan menerima 'uang tutup mulut' dan menutup mata atas aktifitas dunia bawah tanah itu.

Naruto mengambil topeng yang diselipkannya dibalik pakaian. Ia segera mengenakan topengnya dan berniat memasuki tempat itu. Ia berharap dapat menemukan Sasuke disana dan membuat lelaki itu terkejut.

Sebelumnya, Naruto pernah pergi ke pasar bawah tanah itu bersama Sasuke setelah memaksanya untuk ikut. Disanalah Sasuke mengambil tawaran-tawaran pekerjaan dan terkadang Naruto pun mendapat tawaran. Jika saja Sasuke tidak melarangnya, maka Naruto akan segera mengiyakan tawaran-tawaran menarik itu.

Naruto melangkahkan kaki dengan jantung sedikit berdebar melalui gerbang itu. Seorang petugas yang menjaga gerbang menatap Naruto dengan curiga.

"Hey anak kecil, kau mau kemana? Ini bukan tempat bermain-main untuk anak sepertimu."

"Aku ingin menemui temanku."

Ketiga penjaga keamanan berwajah sangar itu menatap Naruto dengan curiga, "Perlihatkan wajahmu pada kami, bocah."

Naruto menggelengkan kepala, "Tidak bisa. Akan berbahaya jika orang-orang mengetahui wajahku."

Ketiga petugas keamanan itu tertawa keras mendengar ucapan Naruto. Salah seorang petugas keamanan bahkan mengejeknya dan berkata, "Memangnya kau siapa? Jangan berlagak sok keren. Pulanglah."

Petugas keamanan lainnya menatap Naruto. Ia merasa penasaran dan bertanya, "Memang siapa nama temanmu?"

"Taiko."

Ketiga penjaga keamanan itu saling berpandangan. Naruto merasa jengkel dengan para petugas keamanan itu dan berkata, "Kalian tidak percaya? Padahal minggu lalu aku baru datang bersamanya."

Salah seorang penjaga keamanan seketika teringat dengan pertemuannya dengan Naruto dan Sasuke serta menjentikkan jari tanpa sadar. Ia berbisik pada rekannya yang tampak terkejut dan menganggukan kepala.

"Oh. Silahkan masuk. Maafkan sikap kami tadi. Kami tak mengenalimu," petugas keamanan itu menundukkan kepala dalam-dalam, merasa takut jika Naruto mengadu pada Sasuke dan mereka akan mengalami hal-hal yang merepotkan.

Naruto segera melewati gerbang itu dan melangkah menuju perkampungan itu. Di siang hari, tempat itu tampak seperti perkampungan pada umumnya. Namun di malam hari tempat itu hampir seperti pasar pada umumnya.

Seorang lelaki berusia dua puluhan menatap Naruto yang datang sendirian dengan aneh. Orang itu mengenali Naruto sebagai 'Ruki', nama samaran yang digunakan Naruto.

"Oh. Kau sendirian, Ruki?" ujar lelaki itu dengan ramah pada Naruto. Tattoo tersembunyi dibalik lengan yukata berwarna abu-abu yang dipakainya sedikit terlihat.

"Ya, Tetsu." Naruto menganggukan kepala. Ia mendekati lelaki itu dan berkata dengan suara pelan, "Apakah Taiko berada disini? Jangan katakan padanya kalau aku datang mencarinya."

"Taiko? Bukankah setahuku dia menerima misi dari goshujin-sama (nyonya)? Apakah dia belum kembali?"

Naruto menggelengkan kepala, "Tidak. Makanya aku mencarinya."

Tetsu-lelaki berusia dua puluhan itu- tampak terkejut. Ia tidak yakin Taiko gagal dalam pekerjaannya. Lelaki itu sudah terkenal akan kinerjanya meskipun usianya sepertinya tak lebih dari dua puluh tahun. Ditambah lagi dengan dirinya yang merupakan keturunan Uchiha membuat pamornya naik dengan cepat, menyaingi Itachi.

"Mungkin dia masih berada dalam perjalanan pulang."

Naruto menganggukan kepala. Mungkin ucapan lelaki ini cukup masuk akal. Berhubung Naruto sudah datang ke tempat ini, ia memutuskan untuk diam-diam menerima pekerjaan selama Sasuke tidak ada.

"Oh iya, benar juga ya. Omong-omong, aku boleh meminta bantuan tidak?"

"Bantuan apa?"

Naruto merasa agak tidak enak mengatakannya, namun akhirnya ia memutuskan untuk mengatakannya.

"Apakah ada 'pekerjaan' yang cocok untukku? M-maksudku pekerjaan seperti yang dilakukan Taiko, hanya saja tidak seberat pekerjaan yang diambilnya."

Tetsu tampak terkejut dan ia menatap Naruto lekat-lekat. Jika dilihat dari fisik, anak itu tampaknya tak lebih dari lima belas tahun. Lalu jika dilihat dari gaya bicaranya, rasanya sebenarnya anak ini masih polos. Ia meragukan keberhasilan anak itu jika diberikan pekerjaan.

"Kau memiliki pengalaman, Ruki? Bukankah Taiko tak pernah membiarkanmu bekerja."

Naruto menganggukan kepala, "Ya. Aku pernah mengambil pekerjaan, hanya sekali sih. Setelahnya Taiko tak pernah membiarkanku bekerja lagi entah kenapa."

"Oh, ya? Kau mengambil pekerjaan apa?"

"Menyusup ke rumah seorang bangsawan untuk mengambil sebuah gulungan."

"Bangsawan? Dari keluarga apa?"

"Inuzuka."

Tetsu menganggukan kepala. Pekerjaan menyusup ke rumah bangsawan Inuzuka memerlukan kehati-hatian yang tinggi. Keluarga itu terkenal sebagai keluarga yang mencintai anjing dan memelihara banyak anjing di kediamannya. Anjing-anjing itu dapat mnyerang orang yang menurutnya mencurigakan.

"Ah, ya. Sebetulnya aku ini juga belajar ilmu berpedang dan beladiri dari Taiko," ujar Naruto dengan maksud meningkatkan daya jualnya. Sasuke tak pernah mengatakan padanya untuk merahasiakan fakta jika ia belajar dari Sasuke.

"Tidak berniat mempelajari teknik mengeluarkan api hitamnya yang terkenal itu?" goda Tetsu seraya tersenyum.

"Siapa sih yang tidak ingin?" balas Naruto seraya tersenyum. "Mata merahnya itu keren dan menakutkan. Sayangnya hanya Uchiha yang bisa mempelajarinya."

Tetsu tertawa mendengar ucapan Naruto yang terdengar lucu. Ia teringat sebuah pekerjaan yang baru saja didapatnya dari seorang tetangganya. Tetangganya memohon padanya untuk memintanya menemani pergi ke tempat ini dan meminta bantuan pada orang-orang yang bersedia membantunya dengan imbalan. Namun mereka belum bertemu dengan siapapun.

"Ah, sebenarnya aku memiliki sebuah pekerjaan. Namun aku ragu jika kau bisa melakukannya."

"Tentu saja aku bisa," jawab Naruto dengan cepat. "Memangnya pekerjaan apa?"

Tetsu menatap Naruto lekat-lekat dan menyimpulkan jika Naruto memang bertolak belakang dengan rekannya yang sangat berhati-hati dan penuh perhitungan. Naruto terlihat jelas masih amatir, terlihat dari caranya bersikap. Ia jadi agak meragukan Naruto dan berpikir jika rekannya diam-diam membantunya menyelesaikan misi, atau bahkan Taiko sendiri yang mengerjakan misi dan Naruto hanya mengamati.

"Misi pembunuhan,"jawab Tetsu. "Apakah kau sanggup melakukannya?"

Naruto berpikir sejenak. Ia tak sanggup membunuh seseorang. Jika ia melakukannya, maka ia akan merasa berdosa selamanya. Namun pada dasarnya ia hidup sendirian tanpa sanak saudara. Sasuke bisa saja meninggalkannya kapanpu dengan alasan apapun. Maka suatu saat nanti ia akan dihadapkan pada pilihan untuk membunuh atau dibunuh. Ia merasa harus bisa mempersiapkan dirinya untuk membunuh agar mampu bertahan. Persepsinya mengenai dunia yang damai dan indah telah hancur di hari kematian orang tuanya.

"Bolehkah aku mengetahui detil pekerjaannya? Misalnya alasan orang itu memberi pekerjaan atau bayaranku kalau berhasil?" tanya Naruto dengan nada semeyakinkan mungkin.

Tetsu semakin ragu pada Naruto. Anak itu tampak sangat yakin, namun kemampuannya dipertanyakan. Ia berpikir ingin memberikan pekerjaan ini pada orang lain saja. Namun bayaran yang diberikan tetangganya sebenarnya terlalu kecil untuk misi pembunuhan setingkat itu dan ia ragu ada orang lain yang mau menerimanya.

"Putri orang itu diperkosa dan diculik untuk dijadikan pelacur. Ketika akan melarikan diri, gadis itu dibunuh dan mayatnya diletakkan didepan rumah orang tuanya dalam kondisi kepala dan beberapa bagian tubuh yang terpisah. Sang penculik merupakan anggota sindikat kriminal yang biasa mengelola hiburan malam dan perdagangan manusia keluar kerajaan," jelas Tetsu. "Dan untuk bayarannya hanya lima oban. Si pemberi misi bukan berasal dari keluarga ka-"

Naruto memotong ucapan Tetsu. Tangannya telah terkepal dan ia merasa marah hanya mendengar ceritanya, "Aku akan menjalani misi itu dengan dua oban."

Mata Tetsu terbelalak lebar seketika. Ia benar-benar tak sanggup berbicara dengan sikap Naruto yang seolah tak berpikir. Di satu sisi, ia merasa kasihan pada tetangganya dengzn memberikan pekerjaan pada orang yang tidak mungkin berhasil melakukannya. Namun ia mencoba berpikir positif. Jika diperhatikan, hubungan bocah itu dengan Taiko cukup dekat. Mungkin saja Taiko akan membantu bocah itu melakukan pekerjaan, entah bagaimana caranya. Jika Taiko sudah membantunya, pekerjaan itu pasti akan berhasil.

"Baiklah. Kau tunggu saja disini. Aku akan memberitahukannya pada goshujin-sama," ucap Tetsu seraya menghampiri rekannya dan berbincang sebentar, meminta agar rekannya yang kebetulan ingin pergi ke kediaman 'goshujin-sama' menyampaikan pesannya.

.

.

Sasuke terbangun dengan tubuh dan mata yang masih terasa nyeri seolah ditusuk-tusuk. Ia tak dapat melihat apapun dan merasakan perban yang membalut pinggang dan matanya. Ia tak menyukai keadaan seperti ini. Ia merasa tak aman jika ia bahkan tak bisa memastikan dimana ia berada saat ini. Ia benar-benar khawatir saat menyadari topengnya tak menutupi wajahnya.

"Ah, kau sudah bangun, Taiko?" Terdengar suara Tsunade yang memanggilnya. Telapak tangan wanita itu bahkan tanpa sadar menyentuh tangan Sasuke.

"Hn."

"Kau lapar, kan? Aku akan menyiapkan makanan untukmu."

"Bisakah kau melepas perban yang menutupi mataku?"

"Tidak. Akan berbahaya kalau aku melakukannya. Bahkan luka bekas operasi di matamu saja belum benar-benar kering."

Sasuke merasa benar-benar menderita saat ini. Ia membuka matanya dan tak bisa melihat apapun. Matanya juga terasa nyeri, terutama bagian ekor matanya. Ketika ia meringis secara refleks, matanya malah terasa semakin sakit hingga ia megeluarkan air mata.

Tsunade terkejut saat menyadari darah segar yang membasahi perban Sasuke dan darah yang mengalir dari mata Sasuke.

"Hey, jangan buka matamu. Jahitannya terlepas lagi."

"Cepat jahitlah. Mataku sakit," ucap Sasuke dengan suara lirih akibat rasa sakit. Ia bahkan merasakan cairan yang tak seperti air mengalir dari matanya.

Tsunade segera melepaskan perban Sasuke dan mendapati darah telah membasahi pipi Sasuke, berikut dengan bekas jahitannya yang terbuka. Tsunade segera mengambil lap basah yang semula dipersiapkannya untuk mengelap tubuh Sasuke jika lelaki itu menginginkannya.

Tsunade segera mengelap wajah Sasuke dengan perlahan, membersihkan darah yang mulai lengket di pipi dan sudut mata Sasuke dengan sangat hati-hati. Tsunade menahan diri untuk tak memandang wajah Sasuke yang sebetulnya sangat tampan.

Sasuke berdesis sebagai reaksi ketika Tsunade mengelap bagian matanya dengan memberi tekanan agar pendarahan berhenti.

"Tolong jahitlah sekarang," gumam Sasuke dengan suara pelan. "Aku tidak tahan."

"Kau tidak memerlukan anestesi? Kau mungkin akan lebih kesakitan jika aku langsung menjahitnya sekarang."

"Tidak."

Tsunade segera menyiapkan jarum dan benang ketika pendarahan telah berhenti. Dengan sangat hati-hati ia menjahit bekas sayatan di ekor mata Sasuke yang dibuatnya ketika mengambil bola mata Sasuke. Darah kembali keluar dan Tsunade tak menghiraukannya. Setelah selesai menjahit, ia kembali menghentikan pendarahan dengan kembali memberikan tekanan pada bekas jahitannya.

Setelahnya, Tsunade sedikit mengangkat kepala Sasuke dan kembali memasangkan perban. Ia melilitnya lumayan tebal dan kemudian mengikatkan perban itu.

"Terima kasih," gumam Sasuke dengan suara pelan dan membuat Tsunade terkejut.

"Eh? Kau bilang apa?"

Sasuke kembali mengulang ucapannya dengan suara lebih keras. Tsunade tidak salah mendengarnya.

Jika diperhatikan, sikap Sasuke agak berbeda dibanding kali terakhir Tsunade bertemu dengannya. Sikap lelaki itu tak sedingin biasanya dan terasa lebih hangat, juga lebih seperti manusia, bukan sebongkah batu atau balok es. Lelaki itu bahkan bersama seseorang yang lebih muda dan tampak sangat protektif pada orang itu.

Belakangan ini mulai beredar rumor-rumor aneh mengenai Taiko. Rumor-rumor itu begitu aneh dan sulit dipercaya. Bahkan beredar rumor jika Taiko sebetulnya sering mengunjungi panti asuhan, hal yang sangat tidak masuk akal menurut Tsunade. Namun kini rasanya Tsunade harus menaruh lebih banyak kepercayaan pada rumor-rumor itu.

"Oh, ya. Kau ingin memintaku atau tabib wanita yang kemarin untuk mengelap tubuhmu? Atau mungkin seorang pegawai pria jika kau merasa lebih nyaman?" tawar Tsunade.

"Tidak."

"Baiklah. Katakan saja jika kau menginginkan sesuatu. Akan ada aku atau tabib wanita itu yang berada di dalam ruangan."

"Hn."

"Selamat beristirahat."

Tsunade baru saja akan bangkit berdiri ketika terdapat ketukan di pintu. Tsunade segera bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu, namun pintu itu sudah terbuka. Tampak seorang pria berusia dua puluhan akhir yang menundukkan kepala serta berusaha menatap ke dalam ruangan dengan rasa penasaran ketika menundukkan kepala.

"Natsume-sama."

"Ada apa, Ryo? Katakan saja sekarang."

"Saya ingin memberitahu jika seseorang bersedia menerima pekerjaan yang diminta pak tua tetangga Tetsu," ucap orang itu setelah Tsunade berdiri dihadapannya.

"Oh? Pekerjaan pembunuhan berupah kecil itu?" ucap Tsunade dengan raut wajah datar, "Ah, ada juga yang mau menerimanya? Padahal aku menyetujui permintaan orang itu dengan sedikit beramal karena tidak memotong upah yang akan didapat siapapun yang menerimanya, juga tidak meminta uang muka."

"Ya, Natsume-sama. Orang itu bahkan hanya meminta upah dua oban."

Tsunade terbelalak. Upah lima oban hanya setara untuk menjalankan misi yang tidak terlalu berat, misalnya penculikan, atau pengambilan benda tertentu. Jika upah dua oban, hanya cukup untuk misi memata-matai, itupun hampir tidak ada yang mau.

"Siapa yang menerimanya?"

Lelaki itu menatap Sasuke yang berbaring di dalam ruangan dan mengecilkan suara hingga terdengar seperti bisikan, "Ruki."

"Ruki?" Tsunade mengulang nama itu dengan cukup keras hingga terdengar oleh Sasuke. "Belum pernah ada orang bernama itu yang mengambil pekerjaan di tempatku. Darimana dia bisa datang kesini?"

Tsunade tak menyadari jika ucapannya membuat Sasuke yang sejak tadi berusaha menguping pembicaraannya semakin penasaran. Sasuke menahan diri untuk tetap diam dan mendengarkan pembicaraan.

"Dia rekan Taiko yang beberapa kali datang bersama ke dunia bawah. Ia meminta untuk merahasiakannya dari Taiko karena rekannya tak memperbolehkannya mengambil pekerjaan," ucap lelaki itu tanpa menyadari jika Sasuke sedang mendengarkan percakapan mereka sejak tadi.

Tsunade meringis seraya menatap Sasuke. Ucapan bawahannya memang tidak keras, namun ia yakin Sasuke pasti mendengarkan ucapannya, apalagi jika namanya disebut-sebut. Ia menyesal tak keluar dari ruangan sebelum meminta bawahannya berbicara.

"Apakah orang itu berpegalaman?"

"Menurut Tetsu, orang itu tampak masih amatir dan usianya bahkan belum lima belas tahun. Ia mengaku baru sekali mengambil pekerjaan mengambil gulungan di rumah keluarga Inuzuka. Setelahnya, Taiko tak memperbolehkannya bekerja."

"Bukankah pekerjaannya berhasil? Aku sudah mendengar kabarnya ketika aku pergi ke kota terdekat."

"Benar, Natsume-sama."

Sasuke tak tahan untuk berdiam diri. Ia khawatir Tsunade akan membiarkan Naruto menerima misi itu. Ia tak bisa membiarkannya. Ia tak yakin Naruto sanggup membunuh. Kalaupun sanggup, ia tak ingin membiarkan Naruto mengotori tangannya tanpa mencoba menghentikannya.

"Natsume-sama," panggil Sasuke dengan suara yang terdengar lirih. Ia tak peduli dengan lelaki dihadapan Tsunade yang mengetahui identitasnya. Tsunade pasti akan melindunginya dan tak membiarkan lelaki itu menyebarkannya mengingat ia adalah 'aset' yang berharga bagi Tsunade.

Tsunade segera menoleh ke dalam ruangan, "Ya?"

"Jangan... biarkan Ruki mengambil misi itu."

Ryo –lelaki yang berhadapan dengan Tsunade- tampak terkejut mendengar ucapan Sasuke. Tak salah lagi, lelaki di dalam ruangan pastilah Taiko yang menurut rumor sangat protektif pada rekannya hingga menolak pekerjaan yang pernah ditawarkan pada Ruki. Ia memanfaatkan kesempatan untuk menatap Sasuke dan bertanya-tanya dengan mata lelaki itu yang tertutup perban. Namun jika dilihat dari fiisknya, sepertinya lelaki itu tipe pria yang memiliki fiisk menarik bagi para wanita dengan kulit putih mulus dan hidung mancung serta bibir tipis. Ia saja yang seorang pria entah kenapa tidak bisa melepaskan pandangan dari Sasuke.

Tsunade tampak terkejut dan ia segera berkata pada Ryo, "Pergilah sekarang. Aku akan keluar lima menit lagi dan kita bisa membahasnya."

"Baiklah, Natsume-sama."

Tsunade segera menutup pintu dan menghampiri Sasuke. Ia segera berkata, "Kau tahu, Taiko-san. Pekerjaan itu benar-benar berupah kecil. Aku bahkan ragu menerima permintaan orang itu. Orang itu berkata ingin membalaskan dendam pada putrinya yang diperkosa dan dijadikan pelacur, kemudian dibunuh dengan mengenaskan ketika hendak melarikan diri oleh anggota sindikat kriminal yang mengelola hiburan malam dan perdagangan manusia keluar kerajaan hanya dengan lima oban. Sekalipun aku tidak memotong upah yang didapatkan penerima pekerjaan, tetap saja tak akan ada yang mau mengambilnya."

"Aku yang akan mengambilnya."

Tsunade segera menggelengkan kepala. Ia tak mampu menyembunyikan keterjutannya dan bibirnya bahkan setengah terbuka. Ia belum pernah melihat Sasuke bersikap seperti ini, membuat keputusan penting yang sepertinya tak dipikirkan sedetikpun!

"Tidak!" tolak Tsunade. "Kondisimu bahkan seperti ini. Kau jelas harus beristirahat dan tidak bisa menjalankan misi apapun. Bahkan kau tidak seharusnya keluar ruangan."

"Besok malam aku akan bisa melakukannya."

"Jangan bodoh!" sergah Tsunade. "Kau tak biasanya mengambil keputusan tanpa berpikir panjang seperti ini. Apa yang membuatmu sampai seperti ini? Keinginanmu melindungi rekanmu?"

"Hn. Aku tak ingin dia membunuh jika tidak untuk melindungi dirinya, Aku bahkan menyesal setelah membiarkannya mengambil pekerjaan, meski aku juga mengawasinya."

Tsunade benar-benar tak mengerti apa yang membuat Sasuke berubah hingga seperti ini. Sasuke yang dulu dikenalnya sebagai 'balok es' tak akan melakukan hal seperti ini. Lelaki itu hampir tak pernah membicarakan apapun kecuali jika hal itu benar-benar penting. Dan kini lelaki itu menjawab dengan kalimat panjang. Mungkinkah kondisinya yang sedang tidak sehat mempengaruhi kepribadiannya? Atau hal lain?

"Apakah orang itu begitu berharga untukmu hingga kau seperti ini? Kau banyak berubah, Taiko-san."

Sasuke tersenyum tipis tanpa sadar, membuat Tsunade semakin terkejut dengan kepribadian Sasuke yang berubah seratus delapan puluh derajat.

"Sangat. Dia mengubahku menjadi seperti ini."

Tsunade tersenyum. Melihat Sasuke dengan kepribadian sehangat ini membuatnya merasa senang meskipun khawatir di saat yang sama. Sebelumnya, lelaki itu begitu dingin dan seolah tak memiliki hati hingga Tsunade merasa ngeri hanya dengan membayangkannya dan ia bersikap ekstra hati-hati pada Sasuke. Namun kini sepertiya ia bisa bersikap lebih santai.

"Tetap saja aku tak bisa membiarkanmu mengambil pekerjaan itu. Dengan kondisimu yang seperti ini, kau bisa terbunuh. Jika kau terbunuh, siapa yang akan melindungi rekanmu?"

Sasuke menyadari ucapan Tsunade yang terdengar lebih lembut dibanding biasanya. Perasaannya sedikit menghangat. Sikap Tsunade yang memperhatikannya membuatnya tak benar-benar kesepian.

"Kau benar, Natsume-sama. Bagaimana jika kau berikan seperempat dari uang yang kudapat saat pekerjaan kemarin pada orang yang menerima pekerjaan yang akan diambil Ruki? Kurasa akan banyak yang tertarik untuk mengambil pekerjaan itu."

"Eh?!" Tsunade memekik tanpa sadar. "Kau yakin, Taiko-san? Uang dua ratus lima puluh koban bukanlah jumlah yang kecil. Lagipula itu uangmu sendiri. Kau tidak keberatan jika memberikan uang dari pekerjaanmu pada orang lain?"

"Tidak."

Tsunade dengan terpaksa mengiyakan permintaan Sasuke. Dan ia segera keluar dari ruangan, memberitahukan keputusannya pada Ryo yang telah menunggu.

.

.

Tetsu mengernyitkan dahi ketika ia mendengar kabar dari Tsunade yang didapatnya dari rekannya yang tadi pergi ke kediaman Tsunade. Tsunade menolak Naruto yang akan menerima pekerjaan dengan dua oban dan bayaran pekerjaan malah ditingkatkan lima kali lipat.

Tetsu tak yakin tetangganya memiliki cukup uang untuk membayar sebanyak itu. Mungkinkah tetangganya melakukan hal nekat? Misalnya menjual rumah atau berhutang pada rentenir? Rasanya agak mustahil mengingat tetangganya baru saja datang beberapa jam lalu.

"Ditingkatkan lima kali lipat? Siapa yang akan membayar dua ratus koban tambahan? Tetanggaku bukan dari keluarga kaya dan aku tak yakin ia berniat menaikkan bayaran dalam waktu beberapa jam."

"Tidak. Seseorang yang dermawan berniat memberikan tambahan dua ratus koban dari uang pribadinya."

Tetsu mengernyitkan dahi. Uang sejumlah dua ratus koban ialah uang yang cukup besar dan hanya bisa didapat oleh 'orang bayaran' yang sudah cukup berpengalaman dalam sekali melakukan pekerjaan. Agak mustahil jika orang luar mengetahui pekerjaan itu. Maka kemungkinan Tsunade yang menambahkan sendiri, atau mungkin 'orang bayaran' dengan cukup banyak uang yang berniat memberikan sedikit uangnya walau itu terdengar tak masuk akal.

"Wow. Kalau sejumlah itu pasti banyak yang tertarik."

Rekan Tetsu menganggukan kepala, "Tentu saja. Kurasa aku berniat mengambilnya. Kau tertarik? Kita bisa berkelompok, Tetsu."

"Akan kupertimbangkan."

Tetsu melambaikan tangan pada rekannya dan ia segera menghampiri Naruto yang masih menunggu. Naruto segera menatapnya dan bertanya, "Bagaimana? Aku bisa mengambil pekerjaan itu?"

Tetsu menggelengkan kepala, "Goshujin-sama menolaknya. Dan upah pekerjaan itu sekarang dtingkatkan lima kali lipat."

Naruto mengernyitkan dahi. Ini tidak masuk akal. Mengapa boss Tetsu menolaknya dan malah meningkatkan bayaran? Pasti saat ini Sasuke sudah mengetahui dirinya yang akan mengambil pekerjaan entah bagaimana dan menambahkan bayaran dengan uang pribadi.

"Bolehkah aku menemui 'goshujin-sama'?"

Tetsu mengernyitkan dahi, "Untuk apa?"

"Menemui Taiko. Dia pasti ada disana."

Tetsu tampak terkejut dan tak mampu menjawab. Naruto kini bahkan telah menatapnya dengan tatapan memelas dan ia tak sanggup menolaknya.

"Baiklah. Ayo ikut denganku, Ruki."

-TBC-

Author's Note:

Untuk Tsunade di fanfict ini, anggap aja Tsunade bukan berasal dari keluarga Senju.

Mengenai romance, maaf kalau nggak ada romance di chapter ini. Romance bakal dimunculkan di chapter selanjutnya.

Makasih buat yang udah baca fanfict ini dan ngeluangin waktu ngasih review. Review kalian berarti bagi author, walaupun mungkin cuma sekadar nulis 'Lanjut' atau 'Next chap, kak'. Rasanya, review nambah semangat author setiap ngelanjutin fanfict.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro