
Part 1
Naruto terbangun dengan kepala yang terasa nyeri. Ia mengerjapkan mata beberapa kali sebelum benar-benar tersadar. Ia sendirian di tempat yang terlihat seperti hutan dengan pedang di pinggang nya.
"Aku dimana?" gumam Naruto.
Di sekelilingnya terdapat pepohonan yang rimbun. Ia menatap sekeliling, ia merasa takut berada di tempat yang tak di kenal nya sendirian untuk pertama kalinya.
Naruto melirik leher nya sendiri dan menyentuh kalung di leher nya, seolah memastikan bila benda itu benar-benar masih melingkar di lehernya. Ia tak mengerti dengan pemuda berambut hitam itu.
Awalnya ia mengira bila ia tak akan pernah bangun lagi setelah pemuda itu memukul kepalanya,. Namun prediksi nya salah. Kini ia masih bangun dan bahkan barang-barang nya masih utuh.
Lantas apa tujuan pemuda itu? Apakah pemuda itu sengaja membiarkan nya sendirian dan menyerang nya ketika ia sedang lengah? Ia bisa saja melakukan nya saat Naruto sedang pingsan.
Atau mungkinkah pria itu menikmati kepuasan mendengarkan jeritan kematian seseorang dan menunggu nya sadar untuk membunuh nya nanti? Memikirkan hal itu membuat kepala nya terasa semakin sakit.
Naruto berusaha bangkit berdiri dengan berpegangan pada batang pohon di belakang nya. Ia berhasil bangkit berdiri dan melangkahkan kaki untuk berjalan.
Kini, ia cukup yakin bila ia tengah berada di dalam hutan dengan pepohonan yang cukup rimbun. Sepertinya hari bahkan telah berganti sebelum ia menyadari nya.
"Mau kemana kau, bocah Namikaze?" Terdengar suara baritone seorang pria yang kini telah berdiri di belakang nya dengan memegang pedang di tangan kiri nya. Pedang itu bahkan telah mengenai punggung Naruto dan akan menusuk nya bila ia salah bergerak.
"Kau ...." Ucapan Naruto terputus. Ia mengira bila itu pria meninggalkan nya sendirian. Jadi, prediksinya terbukti. Pria itu berniat membunuhnya ketika ia sedang lengah.
"Kau ingin membunuhku dan menungguku saat aku terbangun, bukan?" Naruto berbalik badan dan menatap pemuda di hadapan nya dengan tajam. Pemuda itu lebih tinggi dari nya beberapa belas sentimeter sehingga ia harus sedikit mendongak.
Terdengar suara gelak tawa yang dingin dan sinis. Pemuda itu tertawa dan kemudian menghentikan tawa nya sendiri.
"Bila aku ingin membunuhmu, aku cukup melemparmu ke rumah yang terbakar itu ketika kau sedang pingsan, Idiot."
Emosi Naruto kembali meningkat. Pria itu telah membunuh keluarga nya dan kini mengatai nya idiot? Sungguh kurang ajar! Ah, mungkin ia memang benar-benar idiot. Bila ia tidak idiot, keluarga nya tak akan musnah karena ia dapat melindunginya.
"Sudah kubilang aku bukan bocah Namikaze atau Idiot ! Namaku Uzumaki Naruto!" Naruto berteriak sekeras mungkin hingga pria dihadapannya mengernyitkan dahi dan menutup telinga nya.
"Aku tidak peduli," ujar pemuda itu dengan sinis sambil melangkah meninggalkan Naruto dengan santai.
Pemuda itu berbalik sejenak dan menoleh ke arah Naruto.
"Cepatlah jalan, kau menghambatku."
Naruto terdiam sejenak. Ia yakin bila pendengaran nya masih berfungsi dengan normal. Ia tak mengerti mengapa pemuda itu membiarkan Naruto ikut dengan nya. Atau mungkin pemuda itu membiarkan nya berusaha membalas dendam dan hidup dalam kebencian?
Naruto berusaha melangkahkan kaki nya mengikuti pemuda yang berjalan di depan nya. Pemuda itu berjalan dengan langkah panjang dan cepat, membuat Naruto kesulitan untuk mengejar. Dalam waktu singkat, pelipis Naruto mulai dibanjiri keringat.
"Tunggulah sebentar."
"Tidak."
Tegas dan dingin. Begitulah kesan Naruto akan pria yang bahkan tak diketahui nama nya itu. Ia tak tahu kemana pria itu akan pergi dan mengapa ia mengikuti pria itu. Ia hanya tahu bila pria itu membawa nya pergi dari rumah nya yang telah terbakar, namun tak pernah sekalipun pria itu mengatakan secara eksplisit padanya agar ia ikut dengan nya.
Naruto tak memiliki tujuan lagi. Ia bahkan belum menyelesaikan studi nya dan yakin bila ia tak akan mendapat pekerjaan yang baik. Satu-satu nya pilihan hanyalah pergi ke ibu kota dan melaporkan bila seseorang telah membantai seluruh keluarga nya dan memulai hidup baru di ibu kota sambil mengerjakan pekerjaan kasar bergaji kecil. Hanya sedikit kemungkinan bila kaisar dapat memilihnya menjadi daimyo di wilayah kekuasaan ayahnya. Dan lebih kecil lagi kemungkinan untuk mencapai ibu kota dengan pemuda itu di dekat nya. Ia pasti takkan membiarkan nya.
"Mengapa aku harus ikut denganmu?"
"Pergilah bila kau mau."
Baru saja pemuda itu menyuruhnya pergi. Namun Naruto tetap terus berjalan mengikuti pemuda itu. Ia sadar bila ia tak memiliki siapapun lagi dan ia harus mengikuti pemuda itu untuk bertahan hidup, setidaknya untuk sementara.
Pemuda itu menoleh dan menatap Naruto dengan tajam, seolah berusaha mengenyahkan Naruto dari hadapan nya.
"Bukankah kau ingin pergi?"
"Aku akan ikut bersama mu sampai kota terdekat."
"Untuk apa ikut bersamaku? Ingin mencari kesempatan membunuhku?"
Naruto tersentak dengan ucapan pria itu. Ia bahkan tak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Mungkin ia bisa mencoba nya ketika pria itu sedang tidur. Ia hanya perlu menunggu hingga malam tiba dan pria itu tertidur.
"Aku tak tahu dimana aku berada. Aku tak bisa pergi sendirian."
Sasuke berdecih kesal. Ia sedikit memperlambat langkah nya, merasa jengah dengan sikap manja Naruto.
"Kau sedang berada di hutan. Kota terdekat dapat kau tempuh dengan berjalan kaki selama satu hari penuh dari hutan ini."
Sasuke mengeluarkan salah satu pedang yang diselipkan nya di pinggang bagian kiri. Pedang itu cukup panjang hingga dapat mengenai wajah Naruto.
"Cobalah membunuhku, maka aku tak akan segan menghabisimu."
Naruto bergidik ngeri melihat tatapan tajam dan ekspresi dingin pemuda di hadapan nya. Ia telah melihat sendiri kemampuan berpedang pria dihadapan nya. Ia bertarung dengan cara yang unik. Ia memakai dua pedang untuk menyerang sekaligus melindungi diri nya.
Bertarung melawan pemuda itu dengan satu pedang saja sudah cukup sulit. Saat itu, ia yakin bila pemuda itu tak menggunakan seluruh kekuatan nya. Bila saat itu pemuda itu benar-benar berniat membunuh Naruto, maka dapat dipastikan ia sudah mati saat ini.
Mungkin Naruto harus memperdalam ilmu pedang sambil diam-diam mengamati cara pemuda itu bertarung dan mencuri teknik nya.
.
.
Naruto telah berjalan selama dua belas jam. Matahari perlahan mulai terbenam dan malam yang gelap akan tiba sebentar lagi. Mereka tak mungkin melanjutkan perjalanan sehingga pemuda di hadapan nya tiba-tiba menghentikan langkah.
"Kita akan bermalam disini."
"Di sini?" Naruto mengernyitkan dahi menatap pemandangan di sekeliling nya. Hanya terdapat pepohonan dan mereka tak membawa perlengkapan apapun untuk membuat tenda. Ia yakin bila tubuh nya akan terasa sakit bila harus tidur dengan bersandar di batang pohon. Ditambah dengan binatang buas dan serangga.
"Hm."
Naruto tak memahami arti gumaman pria itu. Namun ia mengartikan nya sebagai persetujuan karena pemuda itu tak mengatakan apapun dan mulai berjalan menuruni turunan yang cukup curam dari sela-sela satu pohon.
"Ke mana kau akan pergi?" Tanya Naruto.
"Mencari kayu bakar."
"Apakah aku harus ikut?"
"Terserah."
Naruto mengikuti pemuda itu berjalan menuruni turunan yang curam. Ia beberapa kali hampir terjatuh, namun ia berusaha keras menatap jalanan dan lebih berhati-hati.
Dari kejauhan tampak sebuah sungai yang cukup luas dengan pepohonan di sektiar nya dan beberapa ekor hewan yang sedang minum di sungai. Naruto mengikuti pemuda di depan nya yang tiba-tiba mempercepat langkah nya menuju sungai.
Beberapa hewan telah pergi meninggalkan tepi sungai itu ketika mereka tiba. Hanya terdapat seekor rusa yang minum di sungai itu sendirian. Dengan cepat, Sasuke menghampiri rusa itu sebelum rusa itu menyadari keberadaan nya dan menusukkan pedang nya ke tubuh rusa itu.
Selanjutnya, terdengar rintihan pilu dan hewan malang itu terkulai dengan tubuh bersimbah darah di atas tanah. Pemuda berambut hitam itu segera menarik pedang nya dengan cepat, seolah berniat mengakhiri penderitaan hewan itu dengan cepat. Hewan itu akhirnya memejamkan mata nya.
Naruto hanya dapat menatap dengan takjub. Tak dibutuhkan waktu lama bagi pria itu untuk membunuh seekor mahluk hidup ketika ia sendiri hampir menjerit. Sebegitu mudahkah membunuh sebuah nyawa? Bahkan walau hanya seekor rusa sekalipun?
Pemuda berambut hitam itu menghampiri Naruto dan menatap nya dengan wajah datar.
"Mandilah di sungai itu bila kau mau. Aku akan mencari kayu bakar."
Sepanjang perjalanan mereka, pemuda itu hampir tak berhenti sekalipun. Mereka terus menerus berjalan dan pemuda itu sesekali menengok kebelakang untuk memastikan bila Naruto tak tertinggal terlalu jauh. Bila Naruto tertinggal jauh, ia akan berhenti sejenak dan menunggu hingga Naruto cukup dekat dengan nya dan ia melanjutkan langkah nya.
"Kau tidak memintaku mencari kayu bakar saja?"
Tak ada jawaban dan pemuda itu mulai berjalan menuju pohon di tepi sungai. Naruto merasa sedikit malu dengan melepaskan pakaian nya. Ia khawatir bila pemuda itu mengintip. Lagipula ia juga tak memiliki pakaian ganti dan ia tak ingin mengenakan pakaian kotor.
Dengan terpaksa Naruto menghampiri sungai dan melepaskan pakaian nya. Ia mencelupkan pakaian nya ke dalam air sungai dan memeras nya. Malam mungkin tidak terlalu dingin dan ia dapat mengenakan pakaian basah sambil tidur. Pakaian itu pasti dapat kering dengan sendiri nya.
Naruto mencelupkan kaki nya ke dalam air sebelum masuk ke dalam air sungai. Air itu cukup menyegarkan dan membuat rasa lelah nya setelah berjalan seharian menghilang.
Pemuda berambut hitam itu kembali setelah mengumpulkan kayu bakar yang cukup. Ia meletakkan kayu bakar dan seluruh barang bawaan nya tak jauh dari sungai dan tanpa ragu melepaskan seluruh pakaian nya hingga kini ia benar-benar telanjang.
"Aah !" Naruto menjerit sambil menutup mata nya.
"Hn?"
"K-kau.... Mengapa melepaskan pakaian mu di hadapan ku?"
Naruto terkejut dengan sikap pemuda berambut hitam yang tak tahu malu itu. Mereka bahkan tidak saling mengenal dan ia dengan mudah nya memperlihatkan tubuh nya. Pria itu pasti sudah sering memperlihatkan tubuh nya pada orang lain, misalnya wanita-wanita yang akan ia tiduri.
Naruto sempat melihat sekilas tubuh pemuda itu. Tubuh pemuda itu cukup bagus dengan perut ramping dan tangan serta dada yang berotot. Otot di perut pria itu juga mulai terbentuk meski belum terbentuk sepenuh nya.
"Kau tidak pernah melihat seseorang telanjang?"
"Tidak. Aku tidak pernah," ujar Naruto dengan jujur. Ia tak pernah pergi ke pemandian umum dan mandi berendam bersama keluarganya. Ayahnya juga tidak terlalu sering menghabiskan waktu bersama dengannya.
Pria itu tak menjawab ucapan Naruto dan ia sedikit menjauh dari Naruto. Naruto berusaha keras agar tak membelakangi pria itu. Ia bahkan menatap pria itu, memastikan agar pria itu tak memakai kesempatan untuk membunuh nya.
"Kau tertarik dengan tubuhku?"
Ucapan pria itu membuat Naruto terkejut. Ia tidak tertarik dengan pria, tidak juga dengan wanita untuk saat ini. Ia menggelengkan kepala erat-erat.
"Tidak. Aku tak ingin kau menggunakan kesempatan untuk membunuhku saat sedang mandi."
Pria itu hampir tertawa, namun ia menggantikan nya dengan senyum tipis yang sinis. Bagi nya, Naruto benar-benar naïf. Bisa dikatakan Naruto adalah orang paling lugu dan naïf yang pernah ditemui nya. Orang seperti itu bukanlah target favorit nya.
"Aku tidak akan membunuhmu. Tidak untuk saat ini."
"Apa aku bisa mempercayai seorang pembunuh? Aku diajarkan untuk tidak mempercayai seseorang dengan mudah. Maka aku tak bisa mempercayaimu."
"Aku pembunuh, bukan penipu," jawab pemuda itu dengan tegas. Terdapat sedikit penekanan pada kalimat pria itu.
Naruto mengernyitkan dahi, ia benar-benar tak mengerti dengan pembunuh yang kini bersama dengan nya itu. Bukankah seharusnya pria itu membunuh nya saja?
"Mengapa kau tak membunuhku saja?"
Pemuda itu tampak berpikir sejenak, tak tahu bagaimana harus mengatakan nya. Pertanyaan yang sama pernah diajukan nya pada seseorang yang menyelamatkan nyawa nya namun menghancurkan hidup nya, dan orang itu memberikan jawaban yang menurutnya memiliki makna tersembunyi.
'Aku ingin kau menjadi kuat dan mengalahkanku'. Itulah jawaban yang diberikan seseorang pada pemuda itu. Namun pemuda itu tak bisa menggunakan jawaban yang sama untuk pertanyaan yang kini diajukan padanya. Ia juga tak ingin mengatakan bila ia merasa kasihan.
"Aku tidak berminat membunuh seseorang yang terlalu lemah sepertimu."
"Kau bilang aku terlalu lemah?!" Naruto sedikit menjerit. "Bagaimana dengan gadis pelayan yang kau bunuh? Mereka bahkan lebih lemah dariku."
Pemuda itu berdecak. Benar-benar anak yang merepotkan. Ia terlalu banyak bertanya.
"Kau ingin aku membunuhmu?"
"Tidak." Naruto menggeleng perlahan dengan suara pelan.
"Katakan padaku kapanpun bila kau merasa ingin mati," sahut pemuda itu dengan sinis, ia benar-benar jengkel dengan Naruto.
Naruto terdiam. Ia tak ingin bertanya lagi, pemuda itu jelas terlihat sedang berada dalam mood yang tidak baik. Ia benci mengakui nya, namun ia yakin ialah penyebab mood pemuda itu memburuk.
Naruto bangkit berdiri dengan perlahan sambil menutupi tubuh nya dengan pakaian basah dan segera menutupi rambut nya. Pemuda berambut hitam itu melirik nya dan membuatnya merasa semakin malu.
Pemuda berambut hitam itu segera bangkit berdiri dengan santai dan mengambil tas ransel nya. Ia mengambil sebuah yukata berwarna biru tua dan memakai nya serta melemparkan yukata bersih berwarna abu-abu pada Naruto.
"Pakailah ini."
"Itu ... pakaianmu, kan?"
"Hn."
"Kau meminjamkan ini padaku?"
"Aku tak ingin kau sakit dan menghambatku." Pemuda itu menjelaskan dengan terpaksa setelah ia menyadari ekspresi penasaran di wajah Naruto.
"Terima kasih."
Detik berikutnya Naruto menepuk bibir nya, menesali apa yang sudah dia katakan. Namun terlambat, ia tak dapat menarik ucapan nya kembali. Dan ucapan nya telah membuat pemuda berambut hitam itu terkejut.
.
.
Malam semakin larut dan angin bertiup semakin kencang, membawa rasa dingin yang menusuk kulit. Bulan sabit bersinar terang memancarkan cahaya lembut dan bintang-bintang yang berkerlap kerlip menghiasi langit malam.
Malam ini begitu indah, namun pemuda berambut hitam itu tak dapat tertidur. Iris onyx nya memandang langit dengan tatapan sedikit menerawang. Raga nya sedang berada di hutan, namun pikiran nya melayang kembali ke masa lalu.
Usia nya baru sebelas tahun ketika seseorang yang sebelumnya sangat disayangi nya merampas kebahagiaan nya dan membunuh masa depan nya. Dalam sekejap orang itu berubah menjadi seseorang yang sangat dibenci nya.
'Sasuke, datanglah padaku ketika kau lebih kuat dariku dan saat itu kau boleh membunuhku.'
Ucapan itu terus terngiang di benak Sasuke sejak kemarin dan ia mengepalkan tangan nya erat-erat. Ia hampir melayangkan tonjokan pada tanah tak berdosa sebelum logika kembali menguasai diri nya dan ia berhasil mengendalikan diri.
Ia hampir melupakan sepenuhnya kejadian enam tahun yang lalu dan memutuskan untuk hidup sebagai 'orang bayaran'. Ya, 'orang bayaran', bukan pembunuh bayaran, karena terkadang ia mengambil pekerjaan yang mengharuskan nya untuk melindungi sebuah nyawa.
Namun pertemuan nya dengan Naruto membuatnya kembali mengingatkan nya akan kejadian enam tahun yang lalu dan bagaikan menyiramkan minyak ke atas bara api. Kobaran dendam dan kebencian semakin membara di hati nya.
Sasuke mengepalkan tangan nya erat-erat. Ia telah bersumpah pada diri nya sendiri. Ia telah berakhir menjadi pria kejam seperti seseorang yang dibenci nya, seseorang yang menghabisi nyawa dengan mudah tanpa keraguan, sekalipun keluarga nya sendiri. Namun ia tetap ingin mempertahankan sedikit nurani nya dan menghapus sedikit dosa nya.
Tatapan Sasuke tertuju pada Naruto yang tertidur sambil bersender ke batang pohon. Kepala pria itu jatuh ke atas bahu Sasuke tanpa ia sadari. Sasuke tak bergeming, ia membiarkan bahu nya menjadi bantalan bagi pemuda itu. Beberapa tetes air mata menetes di pipi Naruto, mungkin ia bermimpi buruk.
Dengan suara pelan, Sasuke berbisik di telinga Naruto, "Aku tak akan membunuhmu."
Sasuke kembali mengulang kalimat yang sama yang telah diucapkan nya kemarin, berharap agar Naruto dapat mendengarnya dalam tidur nya sehingga merasa lebih tenang dan berhenti menangis. Air mata Naruto sangat menganggu bagi Sasuke yang ingin melupakan masa lalu nya.
Sasuke memejamkan mata nya, berusaha untuk tertidur dengan kepala yang disandarkan nya di batang pohon. Ia harus segera menemui 'pria itu' dan membalaskan dendam nya bila ia ingin menghapus kenangan buruk itu selama nya.
-Bersambung-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro