12 - Manas-Manasin Cewek
'Sudah berapa lama sejak terakhir kali mereka seperti ini?'
***
Sabtu, pukul dua siang, Niki dan Niko sudah berjibaku dengan kesibukan kendaraan di jalanan demi menuju sebuah tempat yang katanya telah dijanjikan seseorang. Niki, sih, oke-oke saja, hitung-hitung liburan sekaligus bukti kesetiaan pada sahabat.
Ninja hitam Niko bergerak gesit menyalip motor atau mobil. Di jok belakang, Niki hanya bisa memejamkan mata sambil merapal doa. Nyawanya ada di tangan sang sahabat. Moga cowok itu tidak nekat ngebut.
"Niko!" jerit Niki ketika tiba-tiba cowok itu mengegas motor.
Digas tiba-tiba, hampir saja Niki terjengkang. Untung cewek itu buru-buru mengeratkan pegangan, yah, meski korbannya adalah leher Niko.
"Adow! Uhuk!" Cowok itu batuk-batuk sambil tangan kirinya berusaha melepaskan tangan Niki yang melingkari lehernya.
"Jangan ngebut! Kamu kalo kebelet pipis, ya, minggir dulu, lah!" omel Niki. Mukanya sudah merah padam dengan ritme napas yang makin cepat.
Niko diam-diam nyengir, meski kesal juga setelah baru saja dicekik. "Yang penting aku nggak ngajak kamu buat mati bareng, Nik," candanya, berteriak dan sedikit menoleh.
Helmnya didorong kencang dari belakang sampai kepalanya terantuk angin. Namun, tawanya justru meledak.
"Niko, ih, yang bener nyetirnya!" Niki menjerit lagi saat melihat tangan kiri Niko justru tidak memegangi setang. Paniklah dia.
"Aku udah pro kali, Nik. Lagian yang harusnya bener pegangan itu kamu. Kalo kamu jatuh karena nggak bener pegangannya, aku nggak tanggung jawab, ya," cerocos Niko, makin semangat menggoda Niki.
Sudah berapa lama sejak terakhir kali mereka seperti ini?
"Ini kita mau ke mana, sih?" Suara Niki lebih tenang dari sebelumnya meski masih terdengar sedikit kekesalan.
"Room Kafe, bentar lagi sampe," jawab Niko.
Dia tidak berbohong. Karena setelah memasuki kawasan Alun-Alun Bandung, beberapa saat setelahnya motor menepi di sebuah kafe yang tampak ramai.
Rupanya tempat ini yang belakangan sedang viral di sosial media. Terbukti karena pertama, pengunjung membludak sampai nyaris semua kursi di area indoor dan outdoor terpenuhi. Kedua, tampilan kafe kekinian itu betulan mirip seperti yang sering dibahas sebagai bahan gibah belakangan ini.
Niko memarkirkan motor di halaman samping kiri kafe. Di sana cukup padat juga sampai motor berbaris rapi, bak ikan asin. Kemudian, bersama Niki dia memasuki kafe. Pertama-tama melewati meja-meja yang diisi pengunjung. Tumbuhan imitasi yang cukup lebat bercampur lampu hias sebagai atap area di halaman depan.
Keduany melewati pintu dengan desain cokelat tua dan di atasnya terdapat tulisan 'wilujeung sumping, Baraya!' yang kalau diartikan 'selamat datang, saudara!'. Area indoor lebih tenang—sedikit.
Pengunjung tengah ramai, jadi di dalam tetap terdengar bisik-bisik dari beragam arah sampai mirip dengung lebah. Area indoor mengusung tema klasik-modern. Kursi-kursi terbuat dari besi yang dibuat agak tinggi dengan meja bundar warna krem.
Niko masih terus menuntun Niki. Ternyata mata jeli cowok itu menemukan sebuah meja yang baru saja ditinggalkan pengunjung, tepat di area outdoor yang ada di tengah-tengah bangunan. Tempat itu terapit dinding kaca dari tiga arah, karena bagian selatan diisi taman mini dilengkapi air terjun.
"Indah," celetuk Niki sambil mengamati air terjun yang menenangkan. Di atas mereka tumbuh pohon berdaun panjang lebar yang menjadi payung alami.
"Suka, ya?" terka Niko. Dia tidak melepaskan pandangan dari Niki seinci pun. Hatinya berbunga-bunga tatkala membayangkan kalau mereka sedang nge-date.
Niki mengangguk semangat. Dia kemudian melepaskan tas selempang biru dongker dan meletakannya di atas meja kayu yang dicat cokelat tua. Dia juga membetulkan posisi duduk agar lebih nyaman.
Tanpa disadarinya, Niko tengah mengamati suasana. Melihati pengunjung yang bisa dijangkau. Dia pun mengeluarkan ponsel, menghubungi seseorang.
Mangsa#: Aku di dekat jendela kaca, arah barat.
Niko segera mengangkat pandangan lagi, kali ini menyisir suasana dengan lebih awas. Sampai kemudian, dia menemukan cewek berbaju kuning cerah dan memakai rok jin selutut. Cewek itu tengah celingukan, tetapi tidak sampai mengarahkan pandangan padanya.
Satu senyum miring terbit di bibir Niko.
Dia mengetikkan pesan dan dikirim dengan hati puas. Sampai beberapa saat kemudian, cewek itu akhirnya menemukannya. Di waktu bersamaan, dengan sengaja Niko merapikan anak rambut Niko yang sedikit berantakkan sambil memamerkan senyum.
Cewek itu mengepalkan kedua tangan, menatap bengis pada Niko yang malah sengaja mengelus-elus kepala Niki penuh sayang. Dia malah mengucapkan kata 'sayang' tanpa suara. Sengaja, soalnya cewek itu tidak akan bisa mendengar, jadi cukup dipanasi dengan gestur.
Niko: Oh. Coba kamu lihat arah selatan. Aku soalnya lagi bareng cewek yang lebih baik dari kamu.
Rupanya itu pesan yang dikirim Niko, yang berhasil membuat mental si cewek tertekan. Belum lagi hati yang rasanya kebakaran dan menderita kerugian akibat retak-retak.
Dia akhirnya meninggalkan kafe dengan hati dongkol.
"Nik?"
Terlalu asyik mengelus kepala Niki, Niko sampai tenggelam dalam lamunan. Dipanggil berkali-kali tidak menyahut.
"Niko?" Niki sampai mengibas-ngibaskan tangan di depan muka cowok itu.
Akhirnya Niko tersadar dan segera berdeham salah tingkah. Untung dia bisa mengalihkan perhatian dengan memesan makanan.
Selesai makan dari sana, mereka berencana pergi ke Gramedia terdekat. Niko menyuruh Niki menunggu di pinggir jalan, sementara dia akan mengambil motor. Namun, lima menit berlalu, cowok itu belum kembali.
Niki jadi khawatir sampai rutin mengecek jam di ponsel sampai bisa melihat persentase baterainya terus menurun. "Tujuh menit," katanya yang sudah empat kali menyalakan layar ponsel hanya untuk mengecek jam.
Tidak berapa lama kemudian, cowok itu muncul sambil mendorong motornya dan memasang muka badmood.
"Eh, kenapa didorong, Nik? Kamu lupa cara nyalain mesin motor? Coba cek tutor di YouTube," cerocos Niki.
Bukannya mencairkan suasana, Niko malah tambah kesal. Padahal Niki sedang mengganggunya.
"Banku bocor abis dipipisin sama alien!" sembur cowok itu. Rupanya mode PMS versi cowoknya sudah aktif lagi.
Niki tidak bisa berkata-kata, memilih mengekor di belakang cowok itu yang sedang bekerja keras mendorong motor menuju bengkel terdekat. Untung saja, dari kafe itu, ada bengkel yang sedang buka. Yah, meski bukan bengkel gedean.
"Beliin minuman, gih!" titah Niko setelah berhasil memasukkan motornya ke bengkel. Kuda besinya sedang ditangani saat ini.
Tidak tega melihat sahabatnya kegerahan sampai tidak kuasa menolak, akhirnya Niki segera mencari warung. Namun, karena tidak terlalu mengenali kawasan ini, dia sempat ragu mengambil jalan.
Beberapa kali berbelok, sampai akhirnya keluar dari jalan besar. Masuk gang kecil yang padat rumah penduduk. Niki tampak waspada mengawasi sekitar. Sepertinya dia nyasar.
Tidak, tidak, batinnya, berusaha menyangkal dan memberi semangat. Namun, dia buru-buru mengecek ponsel.
Apes nian! Saat ingin menelepon Niko, ponselnya lebih dulu mati kehabisan baterai. Dia menelan semua rasa frustrasi dengan menggigit bagian dalam bibir.
Sekarang dia merasa panik. Tersasar di kampung orang, tidak ada yang dikenal, dan tanpa ponsel. Dia makin panik saja, tetapi memaksakan terus berjalan. Selama ini dia jarang pergi main, belum lagi memiliki ingatan payah soal tempat.
Rasanya dia benar-benar frustrasi.
"Niki?" Sebuah suara memanggi ragu-ragu. Pelakunya pengendara Ninja merah yang memakai helm full face dengan warna senada.
Tampilannya membuat alarm bahaya di dalam diri Niki menyala. Cewek itu ingin kabur.
"Tunggu!" larang si pengendara motor. Dengan cepat tangan kirinya melepas kaca helm dan menampakkan sepasang matanya.
Niki sepertinya kenal mata itu.
"Jangan lari! Ini aku, Shua," aku cowok itu, berusaha bicara sesantai mungkin.
Niki akhirnya menarik napas lega dan merasa begitu lega sampai tubuhnya merosot. Dia jongkok sambil mengatur ritme napas. Oh, jangan lupakan jantungnya yang seperti tengah main lompat tali versi kecepatan dua kali lipat.
Entah mengapa, belakangan Joshua selalu jadi malaikat penolongnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro