Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1

Tok.. Tok.. Tok..

Suara ketukan konstanta dari sebuah jam tua berbahan kayu jati berada di ruang tamu lantai bawah menggema sampai menggetarkan dinding hingga merambat ke dalam kamar seorang gadis yang tengah terduduk melamun, seakan dunianya enggan untuk menyapanya.

Viska Lussie Abraham seorang gadis yang tengah merasa pasrah akan keadaannya kali ini. Merasa bahwa dirinya memang harus dan tak bisa menolak untuk tidak mengikuti kemauan dari kedua orang tuanya.

“Aku harus bisa, dunia luar tak seburuk apa yang sering di ceritakan oleh ayah, aku yakin itu!”

"Viska.."

Klek.

Viska tersentak. Ia berbalik menatap ke arah pintu cokelat yang sudah terbuka. Napak di sana berdiri wanita cantik bergaun putih bersih, wanita itu tersenyum ke arahnya dan berucap.

"Kamu lama sayang, liat ini sudah mau jam 8. Tolong dipercepat ya, 10 menit harus udah sampai di bawah."

"Iya, Bu," balasnya mengiyakan.

Viska beranjak mengambil koper hitam yang telah berisikan perlengkapannya di sudut kamar. Ia menariknya secara perlahan. Sesaat ia meletakannya kembali.

Rasanya tak rela jikalau ia haru pergi dari kamar ini, karena kamar ini adalah tempatnya untuk melampiaskan segalanya, tapi karena satu harapan yang ia inginkan akan terwujud, lebih tepatnya mengganti tempat kurungan, ke tempat yang lebih luas, yang di sebut sekolah asrama.

Viska adalah anak yang sedikit kurang beruntung, usianya sekarang baru menginjak umur 15 tahun, hidupnya tak seperti anak-anak pada umumnya. Viska melalui hari-hari yang lalu hanya di dalam rumah, kamar dan sesekali ia akan ke luar rumah, menghirup udara di taman belakang, yang terhalang sebuah pagar besi mengelilingi rumahnya, seakan di rumahnya ini ada satwa langka yang harus di jaga, agar tak di jamah oleh siapa pun yang tidak mendapatkan izin. 

Viska percaya bahwa dirinya istimewa, tapi banyak hal yang belum ia ketahui tentang dirinya sendiri, Viska tak bisa berekspresi secara bebas, dan tak leluasa untuk mengatakan bahwa dirinya adalah manusia yang pantas untuk hidup bebas. Namun, kenyataan membuat dirinya harus menekan segala ekspestasi yang ia harapkan akan terwujud. Setidaknya keluar dari rumah ini.

Hidup di dalam rumah yang di bilang mewah, semua keperluan yang ia inginkan pasti tersedia. Tapi ibarat 'Burung dalam sangkar emas' hidup mewah tanpa bisa mengenal dunia luar dan tidak bebas untuk bepergian ke mana pun, itu sangat sulit untuk di lalui. Viska tak bisa bermain semenjak usianya genap 7 tahun, ia sudah di larang untuk bermain di luar pagar rumah. Sudah di larang untuk bertemu atau mengenal lebih orang-orang di sekitar lingkungannya. Sebenarnya banyak hal dan kebutuhan yang Viska dapat dari kedua orang tuanya, tapi semua itu terasa hambar, ketika hanya dia seorang diri bermain dengan dirinya sendiri serta hanya di temani benda-benda mati.

Viska memperhatikan setiap sudut kamarnya, menyentuh permukaan dinding, dan tersenyum hambar pada pantulan dirinya di cermin besar yang terletak di sudut kamar.

"Ayo lah Viska semangat," ucapnya menyemangatkan diri.

Viska kembali menyeret kopernya, berusaha melepaskan segala beban di kamar ini. Tak terasa sebulir air mata jatuh di atas permukaan pipi putihnya.

Akh Viska benci harus menangis. Ia mengusap air matanya, dan kembali melangkah lalu menutup pintu cokelat yang pernah ia tendang berkali kali, tapi tak kunjung goyah.

Berat memang harus pergi dari tempat ini. Yah, seharunya dia bahagia bisa merasakan dunia luar. Toh Ayah dan Ibunya terlihat bahagia akan hal itu, mungkin?

Viska tersenyum getir, berjalan pelan menuruni anak tangga yang setiap hari selalu ia pijak tanpa henti untuk menuju lantai bawah atau atas. Sesampainya di lantai bawah, Viska sudah melihat kedua orantuanya duduk bersampingan menunggunya. Anak satu satunya yang ingin mereka lepaskan untuk merasakan dunia luar.

"Kamu cantik sayang,” puji Niko, Ayah Viska yang tersenyum manis padanya.

Viska hanya tersenyum simpul, apanya yang cantik? Hanya sekadar mengenakan pakaian sekolah, dengan luaran sebuah jaket berwarna hijau lumut, dengan bawahan berwarna hitam pekat, dan rambut yang di ikat satu. Viska pun, tak memoles apa pun di wajahnya, natural.

Viska menatap kedua orang tuanya, ia sepertinya tahu, bahwa mereka berdua sepertinya enggan untuk melepaskannya, tapi apa alasan mengapa tiba-tiba mereka ingin melepaskannya? terlebih lagi Viska akan di sekolahkan di Sekolah Asrama?  jika dipikir secara logika, Viska tak mungkin di lepaskan begitu saja, pasti ada sesuatu yang melatar belakangi mereka ingin melepaskannya? Tapi Apa?

Viska hanya membalasnya dengan senyuman.


"Kita langsung berangkat aja ya. Udah siang," ujar Niko.

Viska melihat wajah Bundanya yang sepertinya sulit mengatakan iya. Kenyataannya Viska bingung apa yang sebenarnya terjadi, tapi ia enggan menanyakan rasa keingin tahuan pada mereka. Ia selalu diam, karena itu yang hanya bisa ia lakukan.

"Ya udah, sini Ayah yang bawa kopernya."

Niko berdiri lalu mengambil koper hitam yang berada di samping Viska kemudian membawanya pergi keluar rumah. Lusie pun menyusul berdiri, kemudian menggandeng tangan Viska lalu mengajaknya untuk keluar rumah.

Mereka sudah berada di depan rumah, dan sudah ada sebuah mobil hitam serta seorang sopir yang berdiri tegak di samping mobil itu.

"Kamu masukan koper ini ke bagasi, dan semua hal keperluan anak saya sudah siap kan di dalam?" tanya Niko kepada sopir di hadapannya.

"Sudah Tuan," balas Sopir itu sopan yang bernama Danang.

"Ya udah  masuk, Bunda sama Viska di kursi belakang, biarkan Ayah yang berada di kursi depan di samping Pak Danang."

Viska hanya mengangguk kemudian Lusie membuka pintu mobil, dan menyuruhnya masuk.

"Hem .... " gumam Viska berusaha untuk melegakan hatinya ketika sudah di dalam mobil.

"Tenang sayang, jangan gugup," ucap Lusie pelan.

"Ini untuk pertama kalinya bagiku untuk keluar Bu, setelah beberapa tahun aku tidak merasakannya,” ucapk Viska lirih. Viska yang sudah tak sanggup menahan air mata, ia menangis tersedu-sedu, ia tak mengerti, ini air mata bahagia atau sedih. Rasanya sungguh melebihi rasa apa pun.

"Jangan sedih dong, kan ini keinginan kamu untuk melihat dunia luar," balas Lusie seraya mengelus punggung Viska.

Viska berhenti menangis ketika Niko masuk ke dalam mobil, setelah ia tadi berbincang-bincang dengan Pak Danang.

Mobil pun di hidup kan, detak jantung Viska bergemuruh, rasanya aneh sekali. Kini rasa keinginannya terkabulkan, tapi masih terasa aneh.

Gerbang rumah terbuka, cahaya matahari langsung menyilaukan mata Viska yang belum terbiasa. Ia sedikit menghalangi kilauan matahari dengan jari-jari mungilnya.

Niko terkekeh pelan, melihat putrinya dari kaca depan mobil.

Viska perlahan menyingkirkan kedua tangannya. Akhirnya matanya sudah biasa, dan ia melihat dunia luar untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun.

"Waw."

satu kata yang Viska ucapkan dalam hati, ia enggan untuk terlihat kaget atau sejenisnya. Ia menggila, tapi hanya ia yang tahu.

Banyak gedung besar yang menjulang tinggi dan saling berjejer seperti menghantar kepergian mereka. Gadis yang tengah terduduk kagum dari dalam mobil menikmatinya dari balik kaca mobil. Menaruh dagu di pinggir kaca mobil seraya menghayati apa yang ia lihat.

Tuttt..

Suttt..

Kaca mobil terbuka perlahan, Viska melirik ke arah Niko yang sedang terkekeh pelan melihatnya. Angin segar langsung menyentuh permukaan wajahnya, ia seperti bayi yang baru saja keluar dari rumah sakit, menghirup udara segar berembus menerpa wajahnya, hingga rambut nya sedikit bernatakkan.

"Rasanya beda," ucap Viska semakin mengeluarkan kepalanya.

"Viska! Jangan terlalu keluar nanti kepalamu bisa tersambar kendaraan lain." Cegah Lusie dengan memegang pundak putrinya.

Viska langsung berhenti, ia menurut, Kemudian sedikit memasukkan kepalanya kembali ke dalam.

"Sungguh segar ya, Bu."

Lusie tersenyum lembut sekali, seperti baru pertama kali melihat anaknya bahagia.  Walau kenyataannya memang iya. Viska sungguh bahagia, akhirnya bisa merasakan sesuatu yang berbeda.

******

Tak terasa sudah 2 jam perjalanan, tapi tak kunjung sampai, mata cokelat Viska pun enggan untuk terlelap. Matanya masih ingin memuaskan sesuatu yang dulu menjadi imajinasinya semata.

Pepohonan besar nan lebat berada di samping kanan Kiri jalan. Dan terlihat dari kejauhan sebuah bangunan tinggi bernuansa hijau menjulang seakan menyapa dan berteriak ke pada mereka untuk segera tiba di hadapannya.

Viska membenarkan posisi duduknya, sedikit di tegakkan, agar matanya mampu melihat sekeliling dari dalam mobil.

"Mau sampai Yah?," tanya Viska penasaran.

"Sebentar lagi," balas Niko.

Benar saja, sebuah gerbang dengan tinggi kurang lebih 7 meter, berwarna silver dengan corak singa, elang, badak dan naga, bergantian secara rapi terukir di atas permukaan pagar, yang terbuat dari tembaga.

Tin.. Tin.. Tin..

Suara klakson mobil di bunyikan, untuk mengode agar gerbang di buka. Kemudian seorang Scurity Pria keluar dari pos penjagaan, lalu menarik gerbang ke kanan dan terbukalah gerbang.

Mobil mereka pun masuk ke dalam, entah kenapa Viska merasakan sesuatu yang berbeda. Aura yang begitu aneh. Lusie tiba-tiba memegang erat tangan putrinya yang sedang menatap kosong, sepertinya ia tahu apa yang putrinya rasakan. Viska memantung, tubuhnya terasa aneh, hawa yang harusnya dingin di dalam mobil pun berubah panas. Niko menatap istri dan putrinya dari kaca depan mobil secara bergantian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro