❛ ❏ 𝐒𝐚𝐭𝐮𝐫𝐚𝐭𝐞 ¡!•OikIwa•
; 🧺⋆Oikawa House.ೃ࿔┊
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"I hate you, I love you."
-Iwaizumi
Sebuah taxi berhenti di depan rumah bergaya minimalis. Seseorang keluar dari sana dengan tubuh sempoyongan. Selepas taxi itu pergi, seorang pria bertubuh sedang masuk ke dalam pekarangan rumah.
Tok Tok!
Lelaki berusia kepala empat itu mengetuk pintu dengan cepat. Tidak lama pintu terbuka dan menunjukan raut wajah cemas dari siempunya.
"Heh mabuk lagi?" Lelaki bersurai hitam itu menahan berat lelaki berwajah cantik di pundaknya. Ya lelaki yang mabuk tadi sudah tidak sadarkan diri tepat setelah si pemilik rumah membukakan pintu.
Yang mabuk barusan adalah Oikawa, dan yang membuka pintu adalah Iwaizumi. Iwa menarik lengan Oikawa dan merubah posisi tubuhnya agar dapat lebih mudah membawanya masuk ke dalam rumah.
Brak!
Setelah menendang pintu dan memastikan sudah terkunci Iwa membantu Oikawa hingga sampai ke kamar mereka. Direbahkanlah tubuh sang suami diatas ranjang mereka.
Bau alkohol yang menyengat tersebar keseluruh penjuru kamar, bau itu bercampur dengan beberapa aroma manis yang cukup menyengat. 'Parfume wanita?' Batinnya bergejolak.
Iwa bukanlah tipe orang yang penyabar, dan dapat menahan emosinya dengan baik. Lalu di tatapnya mata Oikawa yang terpejam, Iwa menghela nafasnya.
Ia harus menunggu Oikawa sadar dan baru akan bisa mendapatkan penjelasan bukan?
Iwa melepaskan sepatu dan kaus kaki Oikawa, Melonggarkan dasi, lalu membuka kancing dan mencopot kemejanya.
Mendadak pakaian ditangannya jatuh ke lantai, lalu tangan itu menutupi setengah bagian hidung dan mulutnya. Maniknya membelalak, dengan sadar Ia melihat ada bercak-bercak ke merahan pada leher Oikawa.
Iwa menelan ludahnya, merasakan beberapa peluh keringat ada di dahinya. 'Itu apa?' 'Enggak, gue tau jelas itu apa cuman...' 'Cuman?!' Iwa segera menampar wajahnya sendiri berharap bahwa ini hanyalah bunga tidur.
'Sakit.' 'Ini bukan mimpi.' Iwa menatap ke langit, lampu masih menyala, lalu di tatapnya lagi leher Oikawa, mungkin saja Ia salah liat, tapi bercak kemerahan itu tidak memudar, ataupun menghilang.
"Shit, lo ngapain sih Oik?!" Iwa bergumam lumayan keras. Namun Oikawa tidak mendengarnya, karena Ia sudah tidur dan dalam keadaan mabuk.
Drrt Drrtt
Mendadak suara getaran dari ponsel Oikawa terdengar. Iwa buru-buru mengambil ponsel tersebut dari dalam kantung celana Oikawa. Lalu membuka dan mengecek notif pemberitahuan itu dengan cepat.
.
.
.
.
.
#Pesan Masuk Dari SMS
From : Marie-Chan
To : OikawaSan
Makasih buat malem ini ya Oikawa san, ditunggu buat selanjutnya
Oyasumi~
.
.
.
.
"Wtf? Who's that?" Iwa meremas ponsel Oikawa sekuat tenaganya. Ya Ia sangat kesal sekarang.
Bagaimana tidak?
Sudah hampir seminggu Oikawa bertingkah seperti ini, Iwa berfikir mungkin Oikawa memang butuh hiburan jadi Ia mengizinkan Oikawa untuk berkumpul dengan temannya dan pergi ke bar.
Tapi apa semua ini? Iwa bahkan rela tidak tidur sampai pagi hanya untuk menunggu kepulangan suami. Iwa rela mendapatkan mata panda di wajahnya namun...
Iwa bisa saja menghukum Oikawa seperti memberi obat pencuci perut, menendangnya, melemparnya dengan benda berat, ataupun yang lainnya untuk menghukum Oikawa. Namun, entah kenapa Iwa rasa tidak ada gunanya lagi melakukan itu semua sekarang.
Mustahil, semua mustahil bukan? Oikawa yang sudah menjadi suaminya selama bertahun-tahun itu melakukan hal seperti ini kepadanya? Ia bisa saja terima kalau hubungan meraka baru sebulan dua bulan, tapi ini tidak.
'Apa Oikawa bosan denganku?'
'Apa dia lelah menghadapiku?'
'Apa dia lelah hidup bersamaku?'
'Siapa perempuan itu?'
'Parfume siapa?'
Seluruh pikiran buruk itu berputar di kepalanya, bagaikan alarm yang memekak telinga di malam yang sunyi, suntuk dan termenyakitkan selama Ia hidup.
Iwa tidak bisa berfikir jernih, Ia ingin tidak mempercayainya namun semua bukti sudah tampak nyata di depan matanya. Dibantinglan ponsel itu ke atas ranjangnya.
Membayangkannya saja membuat Iwa semakin sakit. Hatinya panas, hatinya cemburu. Pria yang Ia sayangi, yang Ia rela habiskan waktu bersama, yang Ia bagi segala suka dan dukanya.
Pria yang berjanji akan membahagiakannya, dan putra mereka. Seketika air asin itu sudah berkumpul di pelupuk matanya.
Pandangannya memburam, hatinya terasa sesak. Dengan cepat Ia masuk ke dalam kamar mandi yang letaknya ada di dalam kamar mereka juga.
Mengunci pintu, dan menyalakan air keran lalu terduduk dibath up. Dengan kepala yang terkucur derasnya air Iwa menangis sejadi-jadinya disana.
Maniknya pun menoleh ke sisi kirinya, terdapat kaca besar yang memantulkan dirinya yang sedang terduduk di dalam bath up sambil menangis.
Ditatap wajahnya pada pantulan itu lamat-lamat, jari-jarinya meraba wajahnya pelan. Dimulai dari dagu, pipi, hidung, mata, hingga dahinya.
"Apa lo gak puas sama gue Oik?"
"Apa karena gue emang gak cantik?"
"Hhhh ya karena gue emang laki-laki."
Iwa tersenyum miris.
"Jangan bilang lo jenuh sama gue? Dan ini langkah awal lo buat cerai in gue?" Itu kata terakhir yang Iwa ucapkan dengan lirih, sebelum Ia kembali menangis dengan terus terkucur air dingin hingga tertidur.
Ke esokkan paginya, seperti biasa Kindaichi bangun lebih awal. Tubuhnya pun sudah wangi dan lengkap dengan seragamnya.
Di kamar mandi ada Tobio yang sedang mandi. Kindaichi meletakan tas hitam nya di sofa ruang tamu, lalu kembali ke meja makan dan menyibak tutup saji.
"Tumben kosong, Oiya Bunda belom bangun?" Kindaichi bergumam, tidak biasanya sang Ibunda belum bangun jam segini.
Ditengoknya jam dinding yang menunjukkan pukul 6.15. Masih keburu sih kalau masak sekarang, namun Kindaichi buta persoalan dapur.
"Ngapain bengong lu, ntar kesambet ribet urusan." Tobio muncul, sudah wangi dan lengkap dengan seragamnya , Ia langsung duduk di bangku meja makan. Tangannya menyibak tudung saji.
"Percuma, gaada makanan. Bunda belom bangun kayaknya." Kindaichi menghela nafas.
Tobio bangkit dari duduknya menuju kulkas dan mengambil tiga kotak susu putih yang siap minum. "Tumben banget, Ayah juga belom bangun?" Tobio minum susunya.
"Apa Bunda sakit kali ya." Kindaichi tiba-tiba cemas. "Udah lu cek emang?" Tobio lanjut meminum susu keduanya, Kinda menggeleng.
"Yaudah cek." Tobio menusuk kotak susu ketiganya lalu meminumnya.
"Gak deh ngeri ganggu, siapa tau lagi nganu kan?"
"Dih otak lu bang bang." Tobio membuang tiga kotak susu itu ke tong sampah lalu bersendawa. "Yakan siapa tau."
"Eughhh! Trus lu makan apa? Gua udah kenyang minum susu doang juga." Tobio membuka kulkasnya lagi dan mencarikan sesuatu yang bisa dimakan oleh kakaknya itu.
"Ini aja nih. Nanti jajan pas sampe sekolah." Tobio melempar sebuah apel dan Kinda menangkapnya dengan baik.
"Kayak vegetarian aja gua sarapan buah." Kinda menggigit apelnya malas, jujur Ia lebih suka masakan Bundanya, apapun yang dimasaknya pasti di makan dengan lahap.
"Udahlah noh udah jam set 7, ntar telat. Belom jemput Shoyou sama Kunimi." Tobio lantas meninggalkan ruang makan di susul Kinda di belakangnya.
"Sini koncinya, hari ini gua yang bawa." Tobio pun melempar kunci mobil. "Yaudah gua yang pamit ke ayah sama bunda." Kinda pun melesat dengan tasnya menuju garasi. Memanaskan sebentar lalu mengeluarkannya.
Tobio mengambil ranselnya lalu menyampirkannya ke pundak, berjalan cepat menuju kamar orang tuanya. Saat sudah sampai di depan pintu, Ia mengetuknya sebentar.
"Ayah, Bunda kita berangkat!" Teriak Tobio, lalu kakinya menjauh dari pintu "Ittekimasu!" Tambahnya sebelum benar-benar pergi dari sana.
"Ayah, Bunda kita berangkat!" Teriakan itu berhasil membangunkan Oikawa. Pelan-pelan kelopak matanya terbuka. Alisnya bertaut kala beberapa cahaya matahari dari balik gorden yang berusaha menelusup ke dalam retinanya.
Tangan Oikawa meraba sisi ranjangnya, namun Ia tidak menemukan istrinya disana. 'Kalo udah bangun kok Iwachan gak bangunin aku?' Batinnya.
Lalu dengan susah payah Ia bangun dari tidurnya, kepalanya amat sangat berat akibat mabuk semalam. "Iwachan." Panggilnya. Berjalan ke arah kamar mandi yang tertutup sambil memegangi kepalanya.
Di dorongnya pintu tersebut, namun terkunci. "Iwachan?" Tangan-tangannya mengetuk pintu kamar mandi tersebut, namun tidak ada jawaban.
Tapi samar-samar telinganya mendengar suara air yang mengalir dari keran. "Iwachan?" Panggilnya lagi. Tetap tidak ada jawaban.
"Kamu berak?" Oikawa kembali menggedor-gedor pintu, namun tetap nihil. "Demi apapun Iwachan jawab! Atau aku dobrak." Ia tidak main-main dengan ucapannya. Biasanya kalau Ia begitu Iwa akan langsung ngomel-ngomel tetapi ini tidak.
Dengan cepat Oikawa melangkah mundur lalu mendobrak pintu dalam satu dobrakan.
Brak!
Hal pertama yang Ia lihat adalah genangan air yang langsung menerjang kakinya, Oikawa lalu menolehkan kepalanya ke kiri.
Dilihatnya tubuh Iwa yang terendam di dalam bath up dengan air yang terus mengucur di atas kepalanya, dan air tersebut meninggi hingga luber dari sana.
Iwa terduduk disana dengan posisi menunduk, kedua matanya terpejam. Entah sudah berapa jam Iwa terendam di air dingin itu.
"IWACHAN?!" Teriak Oikawa.
ーーーーーーーーーーーーーーーーーーー
TBC!
Next Chapter
(Intimate - KurooKen)
See ya🥰👋🏻! Happy Weekend!
Jangan lupa VOTE!
Have a nice weekend gay's addict💋
║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║
©️ Ello'rawsky , 2O21
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro