࣪ 𖣁 ࣪ ͎ 𝐌𝐫. 𝐏𝐨𝐬𝐬𝐞𝐬𝐬𝐢𝐯𝐞 ¡!•FutaMoni•
Ahh panas ...
siap ga siap sbenernya buat bikin pair request an ini. Tapi mau gak mau suka gak suka aku sudah janji, jadi harus ku publish.
teruntuk yg request annya tidak ku pick, bukan berarti jelek atau gak buatku tertarik. banyak banget request an dari kalian yg buat aku tertarik, cuma kembali lagi. Kerangka Book ini sendiri sudah ku tentukan, dan beberapa request an bagus dari kalian itu hampir menjerumus kesana, jadi aku gamungkin bikin 2 side story walaupun salah satunya hanya request an, karena book ini masih on-going nanti yg ada pada bingung lain cerita kalau sudah complete. Jadi aku amat sangat menghindari hal tersebut.
Lalu, buat yang merasa re—quest pair TeruKita, side story atau back story mereka bakal ku ceritakan di book kedua dari book ini yaitu Mom Dad Squad, jadi tolong nantikan dan baca ya setelah booknya publish! Book-nya masih On The Way, cover dan alur sudah ditentukan , tinggal nulis dan pub saja.
Aku tau, amat sangat tau kalau aku slow update banget. So sorry for that gays, bcs I can't help about that! Aku sibuk, RP aja tuh gak ke handle, sempet mikir buat LRP cuman belum sepenuhnya bisa karena masih banyak yang butuh aku disana. Sok penting banget ya? 🥴 Tapi aku akan mencoba buat konsistent disini karena aku sudah berkomitment untuk menulis, Buat kalian yang masih setia nunggu, aku ucapkan banyak-banyak terimakasih! Dan ya, insyaallah dengan seizin Allah, aku gak akan mengecewakan kalian dengan book-ku.
So aku ambil request an yang paling jauh dari kerangka book ini sendiri, selain untuk daya tarik, aku juga terpacu buat bikin alur baru untuk pair yang belum terfikirkan sebelumnya hehe ...
Smoga kalian suka, terutama untuk Hammy_Vanilla_02 karena dia yang sudah me–request! Okay sekian, langsung saja jangan lupa buat selalu meninggalkan jejak berupa vote, comment and follow my account for more information about this book or new book maybe ;3 , Ok enjoy and happy reading! 🦚✨
★☆★
Sore itu, Moniwa. Pria manis berambut hitam, yang sudah hampir menginjak usia di kepala 4 nya itu sedang sibuk mengiris daun bawang pada talenan di dapurnya. Menu makan untuk malam hari itu cukup sederhana.
Moniwa hanya menyiapkan omelet telur dengan isian daging ayam yang sudah dicincang kasar, dan beberapa jamur, daun bawangnya dipakai hanya untuk tambahan. Kemudian sup ayam yang sudah disiapkannya dari setengah jam yang lalu. Terakhir, ada beberapa permen karet kesukaan Futakuchi sang suami, tertumpuk secara acak dengan berbagai jenis rasa dan warna di dalam toples. Biasanya Futakuchi akan memakan permen karet sepulang kerja, atau bahkan saat merasa penat.
Moniwa mengelap cairan bening pada area pelipisnya dengan punggung tangan kirinya. Tangan kanannya dengan cekatan membalik omelet yang sudah setengah matang itu, lalu maniknya menyerbu jam dinding dengan cepat, memperkirakan berapa waktu yang tersisa hingga anak semata wayang dan suami tercintanya tiba dirumah.
Tidak sampai 8 menit, semua sudah tertata rapih di meja makan. Moniwa sedikit membenarkan letak taplak meja bermotif bunga—bunga dengan warna putih sebagai dasar dan hijau tosca di seluruh kelopak bunganya. Berbeda dengan para anggota geng moms squad yang lain seperti Akaashi, Kita, dan Yaku. Moniwa tidak memiliki pembantu, bukan karena tak mampu membayar, tapi karena inginnya mengurus rumahnya sendiri, tanpa campur tangan pembantu.
Meski sibuk dengan salon dan spa–nya, tak membuat Moniwa merasa cukup lelah untuk menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan keluarga mungilnya.
Moniwa menarik sudut bibirnya keatas kala mendengar beberapa langkah kaki mendekati pintu apartment–nya. Ya, keluarga mungil Futakuchi tinggal di sebuah Apartment bergaya Eropa yang terletak di pinggir padatnya Kota H. Apartment itu lumayan besar untuk menampung tiga anggota keluarga di dalamnya. Karena memiliki kolam renang indoor pribadi dilantai atas dan dua kamar mandi serta empat kamar tidur, satu ruang keluarga, satu ruang tamu, satu ruang baca dan satu lagi ruang kerja. Cukup besar bukan?
Moniwa tau betul langkah kaki siapa itu...
Tinut! Ceklek!
"Tadaimaaaaaaaa!" Ucap kedua Ottoko dengan penampilan berbeda. Yang satu mengenakan seragam HHS sedangkan satunya lagi mengenakan setelan jas silver yang elegant. Diikuti langkah kaki dan pintu yang terdorong tanda mereka berhasil masuk ke dalam.
"Okaerinasai, Papa , Kanji." Balas Moniwa.
Keduanya menghampiri Moniwa yang sudah berdiri menunggu mereka seperti biasa. Kanji akan mencium salah satu pipi Sang Ibu lalu bergegas ke kamar setelah mendapat elusan dikepala dari Moniwa. Sedangkan Futakuchi akan mencium kepala Sang Istri lalu Moniwa akan mengambil jas dan tas kerja dari Sang Suami.
"You good hun?" Tanya Futakuchi sambil melonggarkan dasinya. Moniwa mengangguk sebagai jawaban dan menaruh tas kerja serta jas suaminya itu di tiang penggantung khusus jas, tas dan topi . Futakuchi tersenyum mengetahuinya, Ia lalu berjalan ke lorong menuju dapur untuk mencuci tangan. Moniwa masih setia mengikuti dari belakang dan duduk terlebih dahulu di meja makan.
"Gimana tadi masalah Klien-nya Pa, lancar?" Moniwa menuangkan air mineral dari teko beling bermotif kupu—kupu ke dalam tiga gelas bening yang ukuran dan bentuknya serupa.
"Lancar jaya Ma, tapi besok Papa mau ke kantor Kejaksaan Agung, ada yang perlu di urus buat kepentingan sidang beberapa hari lagi." Futakuchi kini sudah ikut duduk di kursinya. Moniwa mengangguk dan memberikan semangkuk nasi kehadapan suami, lengkap dengan sepiring sedang berisi omelet dan sup ayam di mangkuk lainnya.
Srek!
Itu Kanji, baru saja selesai mandi dan berganti pakaian dengan hoodie berwarna hijau lumut dan celana panjang berwarna cokelat muda. Rambutnya yang masih basah sehabis keramas itu turun kebawah. "Ma, Kanji omeletnya yang banyak ya!" Pesannya kepada Sang Ibu, Ia kini sudah ikut duduk bergabung dengan Papa dan Mamanya. Setelah makan, Kanji akan langsung bergegas untuk mengikuti kelas les tambahan–nya Bunda Iwaizumi, dikediamannya. Ya, Meskipun masih duduk di bangku kelas 2, Kanji tetap ingin mempersiapkan dirinya untuk bisa sukses seperti sang ayah dan pamannya yang tinggal di Kota sebelah.
Jadilah Ia mengikuti les tambahan di dua tempat berbeda, yang satu di Iwaizumi dan satunya lagi di salah satu lembaga kursus yang sudah dipilihkan oleh Moniwa. Tentu Kanji tidak serta merta datang sendiri untuk ikut kelas Bunda Iwaizumi, ada Tobio, Atsumu—Osamu, Tsukishima, Inouka, Fukunaga, dan Suna.
Sudah menjadi kesepakatan para anggota geng moms squad untuk menjadikan Iwaizumi sebagai guru les tambahan anak—anak mereka. Tidak hanya karena Iwaizumi yang menyabet gelar sarjana pendidikan, tapi karena kepribadian Iwaizumi yang tegas dan to the point, Iwaizumi sendiri tidak keberatan, karena selama ini Ia memang tidak benar—benar mengajar disekolah atau lembaga pendidikan yang mengharuskanya sibuk dan terikat dengan anak murid, Ia hanyalah guru panggilan, untuk les private dari rumah ke rumah.
Bukan hanya kelas 2, tetapi kelas 1 juga, hanya saja harinya berbeda. Apakah kelas 3 juga? Jawabannya adalah tidak, karena bagi Iwaizumi kalau sudah duduk di bangku kelas 3 harus benar—benar les di lembaga kursus agar bisa mengarahkan detail menuju dunia perkuliahan yang mantap.
"Iya, cuci tangan dulu sana." Seru Moniwa, tangannya mendorong semangkuk berisi nasi dengan porsi yang lebih banyak dari Futakuchi ke hadapan Kanji, tidak lupa dengan sup ayam dan omeletnya.
"Siap 46!"
Setelah mencuci tangan, Kanji pun duduk kembali dan bersiap makan. Perutnya memang lapar, sangat. Kanji masih dalam masa pertumbuhan jadi wajar bagi—nya kalau makan banyak, lagipula Kanji aktif dalam bidang olahraga, jadi mustahil kemungkinannya untuk Ia bertubuh gemuk.
Kanji sudah memegang sumpitnya, tapi maniknya menatap cemas kearah Papa dan Mamanya. Ada sesuatu yang ingin di sampaikannya, tetapi Ia belum tau harus mulai dari mana?
Futakuchi yang sadar akan hal tersebut mencoba mendorong anak semata wayangnya untuk tidak ragu. "Futakuchi Kanji, ada apa Man?" Tanyanya dengan nada layaknya seorang sahabat bukan seperti Ayah ke Anak.
Kanji menatap lurus—lurus manik Papanya yang menyipit karena ada senyum diwajah lelahnya. Dalam satu kali lihat, Ia mengerti bahwa Papanya itu mengetahui apa yang sedang dirasakannya. "Pa, Ma. Kanji mau bicara, bisa?"
Moniwa yang sedang asik dengan makanannya sontak berhenti dan menatap putra satu—satunya itu kemudian berpindah menatap manik sang suami yang juga sedang menatapnya. "Tentu, ada apa Nji?" Tanya Moniwa.
"Begini–" Kanji menggantung kalimatnya di udara, jarinya menaruh ujung sumpitnya pada kayu pipih berwarna cokelat yang merupakan alas dari sumpit itu sendiri. Hal tersebut menandakan bahwa Kanji sedang serius kali ini.
"–Kayak apa yang udah pernah Kanji bilang waktu itu, kalo Kanji mau Ushijima Goshiki jadi pendamping hidup Kanji kelak, jadi Kanji mau tunangin Iki." Jelasnya lancar. Futakuchi mendengarkan dengan tenang, sedangkan Moniwa sudah dag–dig–dug di tempatnya. Ia memang tau betul kalau anaknya itu sangat Gantle–Man, tetapi tetap saja Kanji terlalu muda untuk bersikap sedewasa itu bukan?
"Terus?"
"Terus Kanji udah PDKT-in Iki, dan–"
Telinganya memerah.
"Dan?"
"–Kanji mau tunangan Minggu besok bisa?" Moniwa membelalak, sedangkan Futakuchi tertawa dikursinya. Moniwa bukannya tidak suka atau apa, kenapa harus mendadak sekali? Belum memesan undangan, cathering, Pak Ustad, dan lain—lain!
"Ma! Ma! Jangan panik!" Moniwa masih membelalak.
"Tadi hari apa Nji???"
"Minggu."
Moniwa buru—buru memeriksa ponsel di saku celananya. "Lima hari lagi dong?"
Futakuchi dan Kanji mengangguk.
"Ihhh, gimana dong Pa??" Moniwa menatap Suaminya meminta pertolongan. Tetapi apa daya? Futakuchi punya jadwal sendiri untuk tiga sampai empat hari kedepan untuk kasus hukum yang sedang di pegangnya saat ini. Ia tidak bisa melepaskan dan meninggalkannya begitu saja. "Maaf Ma, Papa serahin ke Mama, Papa yakin Mama bisa kok." Jawab Futakuchi akhirnya, lalu menepuk puncak kepala Istrinya pelan.
"Tolong ya Ma, please?" Seru Kanji dengan tatapan memohon.
"Hufh... Kanjiiiiiiiiii kebiasaan banget ya apa apa tuh mendadakkkkk." Eluh Moniwa tetapi tetap mengiyakan pada akhirnya. Memang siapa lagi yang akan menyiapkan segala kebutuhan anaknya jika bukan dirinya?
"Gomennasaiii, nanti Kanji bantuin Mama beberes rumah deh selama dua minggu!" Usul Kanji asal—asalan.
"Yakusoku Suru?"
"Yakusoku."
★☆★
Ke—esokan harinya. Moniwa sudah duduk dibalik kursi kemudinya. Setelah keberangkatan Futakuchi ke Kantor dan Kanji ke Sekolah. Moniwa juga biasanya akan langsung ikut berangkat ke Salon miliknya, dan menetap disana sampai menjelang waktu sore hari.
Tetapi tidak bisa hari ini, pikirannya penuh dengan persiapan pelamaran serta pertunangan sang anak. Apa—apa saja yang harus disiapkannya, dan perlengkapan apa saja yang harus keluarga pihak atas bawa di acara pelamaran tersebut?
Sungguh, sanking fokusnya. Moniwa sampai tidak melihat bahwa lampu merah yang sedari tadi membuatnya berhenti kini sudah berubah menjadi hijau. Suara beberapa klakson memekak telinganya, memintanya untuk segera melajukan mobil—nya.
"Sumimasen!" Pekiknya sambil menancap pedal gas kembali, menelusuri jalan yang tidak begitu padat.
"Mungkin undangan dulu, ya! Aku harus hubungi Kita." Moniwa bergulat dengan pikirannya sendiri, Ia menekan—nekan layar pada dashboard mobilnya, mencoba menyambungkan saluran Audio Call dari ponselnya dengan audio di mobilnya.
Tutttt... Tutttt...
Tersambung, berdering.
Krek!
"Ya Mon?" Suara Kita menyapa indera pendengaran Moniwa.
"Kit, Hallo! Maaf nelfon pagi-pagi, gua ganggu gak?" Sapanya sambil fokus menyetir.
"Enggak, sans aja. Kenapa Mon??? Ada masalah?" Tanya Kita to-the-point. Kita tau diri, meskipun Ia dan Moniwa sama—sama anggota Moms Squad tetapi mereka tidak sedekat itu sampai—sampai menjadi orang pertama yang dihubungi jikalau ada masalah yang melanda.
"Gak kok, gua langsung aja ya."
"Iya, ada apa?" Moniwa berdehem pelan sebelum benar—benar menjawab.
"Itu, gua mau pesen undangan buat hari Minggu bisa?"
"Sebentar gue cek–" Terdengar suara lembaran kertas yang dibuka dengan cepat.
Moniwa mengangguk sebagai jawaban, meskipun Kita tak dapat melihatnya.
"Oh bisa, bisa Mon, mau pesen berapa? Undangan apa? Kanji sama Goshiki gak nikah dalam waktu deket kan?" Selidik Kita dengan segudang pertanyaan, Moniwa tersenyum kecut dibalik kursi kemudinya.
Kret!
Ia menarik rem tangan, dan mematikan mesin mobilnya. Selesai memarkirkan mobilnya dengan manis di pinggir jalan. Maniknya memandangi tulisan besar 'Fukurodani Flower Shop!' dan 'Open' di samping rumah besar milik keluarga Bokuto. Tangan kirinya sudah menempelkan ponsel pintar di telinganya, bersiap keluar.
"Gak Kit, Kanji sama Goshiki cuma mau tunangan buat sekarang." Jelasnya, sambil melepaskan seatbelt—nya.
"Oh gue kira."
"Dan ya, kayaknya gua ngundang kita–kita aja deh Kit. Ngerti kan maksud gua?" Moniwa bersender pada kursi kemudinya, tangannya bersidekap.
"Sip, kita–kita aja ya. Bentar gue catet." Kita buru—buru mengambil bolpoin dari atas mejanya dan mulai mencatat ke dalam memo, nama—nama daftar keluarga yang akan diundang. Ada Keluarga DaiSuga, BokuAka, OiIwa, KinnoEnno, MatsuHana, LevYaku, UshiSemi, KurooKen, dan Keluarganya sendiri TeruKita.
Tidak sampai satu menit, Kita telah selesai mencatat nama—nama keluarga tersebut ke dalam memonya. "Udah 9 keluarga nih, Suguru gak diundang Mon? Trus Sensei? Sama temen–temen Kanji selain KidKat Squad?" Ingat Kita terhadap sahabatnya itu.
Di seberang, Moniwa menepuk dahinya pelan. "Oiya! Undang–undang." Balas Moniwa, jari—jarinya sudah membuka kenop pintu mobil dan kakinya mulai melompat turun dari mobil. Setelah memastikan mobilnya terkunci usai mendengar suara 'BipBip' barulah Moniwa benar—benar melangkahkan kakinya menuju toko bunga milik Akaashi.
Pagi itu tidaklah, agak berkabut dan mendung. Moniwa menghirup udara banyak—banyak, Ia memang mudah panik dan cemas, itu sudah menjadi kekurangannya. Tetapi Ia masih dapat menghandle semua itu. Tidak sampai kejadian itu menimpanya ...
"Are, Moniwa?"
Moniwa sontak menoleh ke sumber suara. Maniknya terbelalak dan bibirnya terangkat sempurna. "Kamasaki? Sasaya?"
★☆★
⏰ Pukul 12 siang.
🏢 Di Dateko Law Company.
Futakuchi mengetuk—ngetuk ujung jarinya pada meja. Lantas menyenderkan punggung serta kepalanya di kursi kerjanya. Maniknya menatap jenuh pada layar komputer dihadapannya.
Ia baru saja selesai membuat surat—surat yang harus ditandatangani oleh pihak pertama dan kedua untuk kasus persidangan dua hari mendatang. Tidak lama, tangannya merogoh kantung jasnya, dan menekan kontak panggilan cepat di angka satu dan segera menelfonnya. Selagi tangan kirinya sibuk menempelkan ponsel ke telinga, tangan kanannya membuka laci dan mengambil kotak makan siang yang sudah dibalut dengan kain bermotif daun mint sebagai luarannya, menaruhnya ke atas meja.
Kotak makan buatan Moniwa, Futakuchi enggan memakan jajanan kantin atau resto manapun selama masakan istrinya masih bisa dimakan. Futakuchi memang sebegitu mencintai istrinya, di umur yang tidak muda lagi pun Futakuchi tidak merasa malu bila ketahuan sedang video call dengan Moniwa di jam makan siang oleh bawahannya. Baginya, Moniwa itu layaknya bayam bagi popay. Ya Popay tidak akan kuat tanpa makan bayam.
Begitu juga dengan Futakuchi, tidak akan kuat tanpa melihat dan mendengar suara maupun wajah manis Moniwa. Dari kesibukkan yang cukup membuat kepalanya pening dan bosan, Moniwa merupakan obat termanjur yang harus dijajalnya detik ini juga.
"Nomor yang Anda tuju, sedang tidak aktif. Silahkan hubungi beberapa saat lagi."
Tutt ... Tutt ...
Futakuchi mengerutkan kening sambil menatap sebal ke layar ponselnya. Tidak biasanya Moniwa mematikan handphone—nya tanpa memberi kabar apapun. Hilang sudah hayalan—hayalan dikepalanya yang berisi tentang suara lembut milik sang istri. Tapi bukan Futakuchi namanya kalau menyerah begitu saja. Ia pun menekan tombol pencarian dan mulai mencari nomor telefon salon istrinya itu, mencoba menghubunginya.
"Hallo, dengan pesan layanan MK Salon And Spa. Ada yang bisa kami bantu Miss/Sir?" Suara wanita bak customer service terdengar.
"Hallo–"
"Oh! Futakuchi sama? Mencari Nyonya ya?" Tanya wanita tersebut, seakan hafal dengan suara Futakuchi.
"Iya, bisa tolong sambungkan?" Futakuchi tersenyum kaku di kursinya.
"Maaf Tuan, Nyonya tidak datang hari ini. Apa Tuan tidak tau?" Ujar wanita tersebut.
"Hah? Terus dia kemana?" Futakuchi langsung membenarkan posisi duduknya. Ia tak lagi bersender pada kursi, dan bangkit berjalan ke arah kaca besar yang menunjukan pemandangan kota dari ketinggian lantai 30.
"Saya kurang tau soal itu Tuan." Balas Wanita tersebut.
"Oke kalo gitu, makasih ya."
Tut!
Futakuchi sontak mematikan sambungan tanpa mendengar balasan wanita tadi. Maniknya menatap cemas jam rolex di pergelangan tangannya. Pukul 12.18 . Dimana kamu? Batinnya berseru.
Ddrrtt.. Drrtt...
Getaran pada handphone membuat pandangan Futakuchi beralih. Ada nomor yang tidak dikenal menghubunginya. Siapa?
"Hallo?"
"Hallo Papa, bekalnya udah dimakan?" Suara seseorang yang sangat Ia kenal, menyapa indera pendengarannya.
"Mama?" Senyum Futakuchi mengembang. Lalu samar—samar Ia mendengar suara pria, mengajak bicara Moniwa. Seketika senyumnya meluruh.
"Gimana? Diangkat Mon?"
"Diangkat kok, hallo Papa?" Moniwa kembali bersuara.
Futakuchi mengernyit, curiga. Dan Ia mulai dengan pertanyaan pertamanya. "Mama, HPnya kok mati?"
"Oh, ceritanya panjang Pa nanti diceritain dirumah ya." balas Moniwa pelan.
"Oke, terus Mama lagi dimana? Sama siapa? Tadi aku denger suara cowo." Cerocos Futakuchi to-the-point. Maniknya memincing tak suka.
"O-oh ini Kamasaki sama Sasaya. Kami lagi di Wakunan Rastaurant." Jelas Moniwa di seberang, merasa sedikit gugup, entah karena feeling atau apa, Moniwa tau bahwa suaminya itu tidak akan menyukai jawabannya.
"Oh, kalian lagi reunian?"
"Enggak, ini gak di sengaja Pa."
"Tunggu situ, jangan kemana–mana."
"Pa–"
Tut!
Kalimat Moniwa terpenggal begitu saja kala Futakuchi menekan tombol tutup pada layar ponselnya. Ada kabut gelap yang menyelubungi kepala Futakuchi, dalam tiga menit terakhir, Ia merasa seakan dirinya ditarik paksa untuk kembali ke masa lalu, masa dimana dirinya dan Moniwa masih sama—sama berusaha memupuk rasa dihati masing—masing.
Futakuchi tidak mau mengulang apa yang pernah terjadi di masa lalu. Tidak akan.
★☆★
Tut..Tut..Tut..Tut..
Moniwa memandang lesu ke layar ponsel milik Kamasaki, salah satu teman seangkatan—nya dulu. Mereka berdua dan Sasaya sempat sekelas saat duduk di bangku kelas 2, dan mereka cukup akrab. Sempat hilang tanpa berkabar dalam kurun waktu yang lama, karena kesibukkan masing—masing. Kamasaki juga bekerja diluar kota, sedangkan Sasaya sering bolak—balik ke luar negeri karena perjalanan bisnisnya.
Setelah dipertemukan kembali dengan cara yang tidak disengaja, mereka pun memutuskan untuk sedikit membagi waktu untuk mengobrol sebentar sambil sesekali bernostalgia. Dan berakhirlah mereka disini, di Wakunan Restaurant.
Restaurant bernuansa tahun 90 an, ala Asia—Japan yang berdiri di pinggir jalan, jaraknya tidak jauh dari kediaman best family, Bokuto. Mengingat pertemuan mereka di depan toko bunga milik Akaashi tadi pagi.
"Gimana Mon, udah?" Tanya Kamasaki, pandangannya menyorot menatap Moniwa penuh tanya. Moniwa mengangguk pelan sebagai jawaban, dan mendorong benda persegi panjang itu kembali ke si empunya. "Thanks ya Masaki."
"Futakuchi bilang apa?" Sasaya ikut bertanya, sebelum mengunyah mie soba dinginnya dengan lahap.
"Gak bilang apa–apa sih–" Moniwa menggantung kalimatnya kala melihat pandangan kedua teman lamanya itu. Seolah berkata 'jujur aja sih, kita temenan udah lama kali. Jadi gak usah boong.' "–Kayaknya Futakuchi salah pengertian." Sambung Moniwa akhirnya, ada helaan nafas panjang sesudahnya.
"Masih belom berubah ye." Balas Sasaya.
"Ya, si manusia kurang ajar itu." Timpal Kamasaki. Moniwa hanya tersenyum tidak enak. Maniknya beralih menatap layar handphone—nya yang tidak menyala, kehitaman.
"Oiya HP lu udah bisa Mon?" Sasaya kembali bertanya. Ikut menatap sekilas, layar ponsel Moniwa dari kursinya. Moniwa menggeleng.
"Gara–gara Kamasaki emang, marahin aja marahin, suruh ganti rugi." Cibir Sasaya, dengan nada jenaka. Yang dicibir hanya melempar bogeman mentah di bahu sebagai balasan.
"Warui kedo." Ucap Kamasaki menyesal. Walaupun tidak berniat melakukannya, Kamasaki tetap merasa bersalah. Pasalnya ponsel Moniwa tidak bisa menyala semua memang karena dirinya.
"Gakpapa Elah, selow aja." Moniwa kini kembali mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, dimana Ponsel pintarnya masih menyala dengan baik. Dimana dirinya masih sibuk berbincang dengan Kita mengenai pemesanan kartu undangan untuk acara pertunangan Kanji.
« Flashback On »
"Are, Moniwa?"
Moniwa sontak menoleh ke sumber suara. Maniknya terbelalak dan bibirnya terangkat sempurna. "Kamasaki? Sasaya?"
Pertemuan yang tidak terduga itu, membuatnya cukup terkejut. Ditambah lagi dengan Kamasaki dan Sasaya yang lupa akan jumlah usia mereka, melompat begitu saja ke arah Moniwa yang terlambat mencegah segalanya terjadi.
Kedebugh! Prak! Byur!
"Kamisaki! Sasaya!" Maki Moniwa gemas. Dirinya pun harus menahan dua beban manusia yang kini merangkul kedua bahunya di sisi yang berlainan. Sudut bibirnya sempat menganga saat merasa ponselnya terlepas begitu saja dari genggamannya dan mendarat dengan mulus di atas permukaan trotoar yang basah. Ya, subuh tadi sempat turun hujan sebentar.
"Yah! Awas jatoh!" Kamasaki melepaskan rangkulannya, disusul Sasaya melakukan hal yang sama, melongo dengan naas ke arah benda persegi panjang berlayar tipis yang terongok begitu saja di kubangan jalan trotoar yang basah.
"Udah jatoh bodoh!" Sasaya menempeleng lengan Kamasaki, yang ditempeleng cengengesan. Moniwa sendiri hanya bisa menghela nafas pasrah, nasi sudah jadi bubur. Mau bagaimana lagi?
« Flashback Off »
"Mon, si Futakuch kuch hohatte mau kesini kan?" Secara mendadak, Kamasaki mendapatkan ide menakjubkan di kepalanya. Ya, pria yang usianya setara dengan Moniwa dan Sasaya itu merasa amat sangat senang selepas pertemuan mereka. Kamasaki melirik Sasaya sekilas, memberi kode. Entah untuk apa?
Kamasaki dan Sasaya datang ke Kota tempat tinggal Moniwa bukan tanpa sebab. Mereka datang karena ada kebutuhan pekerjaan disini. Dan betapa beruntungnya bertemu dengan Moniwa? Reunian ini ibarat satu dayung, dua tiga pulau terlampaui bukan? Sebenarnya dari masih duduk dibangku sekolah, Kamasaki dan Sasaya sangat menyukai Moniwa. Dan Futakuchi tau akan hal tersebut. Bedanya kalau Kamasaki tidak tau malu, kalau Sasaya tetap punya malu. ((Mau tau lanjutannya? Bisa dibaca nanti di book kedua dari KKS –>> stay tune!)).
"Iya dia lagi otewe kesini." Moniwa meminum jus mangganya pelan. "Gimana by the way, kerjaan lancar?" Tanya Moniwa balik. Keduanya mengangguk semangat. "Lancar kerjaan mah, rumah tangga yang gak lancar." Ujar Sasaya, mengeluh.
"Omong–omong, Saki masih mau ngejar lo Mon. Kalo semisal nanti lo minat, lo hubungin aja dia." Ledek Sasaya, lagi. Sehabis itu, Ia mendapat sikutan keras di perutnya.
"Iyanih Mon, Futakuchi kan sibuk ngantor, kalo loe kesepian. Jangan sungkan hubungin guwe atau Saya, kapanpun loe mau." Moniwa enggan menatap Kamasaki tepat di mata. Jujur, Moniwa merasa senang bisa bertemu kembali dengan teman lamanya, tapi Ia benar—benar tidak suka berada di situasi seperti sekarang. Membuatnya merasa amat canggung.
"Kayaknya itu semua gak perlu deh, walaupun gw sibuk. Gw masih bisa kok luangin waktu buat istri tercinta gw." Itu, Futakuchi. Baru saja tiba, tubuhnya sudah berdiri di balik kursi Sasaya dan Kamasaki dengan senyum penuh dengan hasrat membunuh.
"Papa?" Moniwa bangkit dari kursinya, menyapa sang suami. Baru saja ingin melangkah mendekati sang suami untuk menghentikan aksinya, Futakuchi keburu melangkah maju, mendekat dan menarik pinggang Moniwa begitu saja, lalu menyambar rasa cintanya lewat ciuman di bibir.
Moniwa memerah, maniknya terbuka lalu tangan—tangannya mendorong pelan dada bidang Futakuchi. Mereka belum pernah melakukan hal seperti ini di muka umum, dan sekarang? Apa maksud dari suaminya itu?
"Papa! Ngapain sih? Malu tau." Moniwa menutupi bibirnya dengan punggung tangan, sedangkan Futakuchi tersenyum puas. Kamasaki dan Sasaya hanya bisa memble di tempat masing—masing.
"Gak usah menebar ke UWU an woi." Eluh keduanya.
"Udah tau lagi perjalanan luar kota, bini gua jauh coy."
"Itu sih DL."
"Apaan tuh DL?"
"Derita Lo!"
"Kurang ajar!"
"Satte to, kalo kalian tetep berusaha buat rebut–" Futakuchi menghentikan kalimatnya dengan mendorong Moniwa ke hadapan keduanya. "–Gw gak akan segan–segan buat jerat kalian pakai pasal UU–"
Ancaman Futakuchi tertunda, Kamasaki langsung berucap lantang. "Gak usah! Kita gak butuh ahahahaha, Domou."
"Lagian semua cuma bercanda kok." Timpal Sasaya, Kamasaki mengangguk.
"Kadar bucin loe udah tumpeh–tumpeh ya Chi?" Ejek Kamasaki berani, tidak sadar jika nyawanya sudah berada di ujung tanduk.
"Suka–suka gw dong, bini–bini gw. Kok lo yang repot?!" Ujar Futakuchi, dengan mata memincing.
"Udah–udah!" Moniwa, marah besar. Ia tak habis pikir dengan ketiga pria dihadapannya itu. Usia sudah menginjak kepala empat, tapi tingkah laku lebih mirip seperti bocah SD yang saling bertengkar memperebutkan mainan. Mana tidak lihat tempat, dan waktu. Oh God! Help me up!
"Dahlah pamit guwe."
"Oiya udah jam 2, sejam lagi ada meeting sama client, see you Mon! Futakushit!" Sasaya mendorong Kamasaki dengan cepat ke arah pintu keluar.
"Kabur dah sana, jangan balik lagi ye!" Canda Futakuchi menahan kesal, Ia jelas cemburu. Kalau memang ingin reunian, bisa kan ajak dirinya juga untuk ikut? Itulah isi kepalanya saat ini, tapi semua juga bukan salah Moniwa kan? Jelas Moniwa tidak melakukan reunian itu dengan sengaja, semua serba tidak disengaja tau!
"Papa?" Walaupun takut, Moniwa tetap memberanikan untuk memanggil sang suami setelah keheningan melanda mereka selama 2 menit.
"Mama, udah beli cincin?" Tanya Futakuchi memecah suasana. Mereka berangsur duduk. Moniwa menggeleng sebagai jawaban, Futakuchi meraih ponselnya dan menekan sesuatu dengan cepat disana. Entah apa?
"Habis makan, kita beli cincin sama keperluan buat Kanji. Papa temenin." Futakuchi menaruh ponselnya kembali ke dalam saku, lantas meraih kedua tangan dan kesepuluh jemari Moniwa, mengeratkannya dengan jarinya sendiri, lalu mengelusnya pelan.
"Dan."
"Dan?" Moniwa bersemu merah atas perlakuan hangat sang suami, namun hal itu tidak bertahan lama saat Futakuchi berujar panjang dalam satu tarikan nafas. "Mulai besok, Mama gak boleh keluar rumah secantik ini, dan harus ditemenin sama satu bodyguard pilihanku. Terus HP Mama tiap hari Papa check, pasang foto profilnya juga berdua aja, biar gak ada yang bisa ganggu Mama lagi. Bionya sekalian pasang 'Milik Futakuchi Kenji seorang' terus pake emot lope yang banyak."
Moniwa bergidik ngeri, apa Futakuchi sudah kehilangan akal? Mereka sudah menikah, bahkan Kanji sudah amat besar, kenapa gaya sosmed mereka harus mirip seperti bocah SMP?! Moniwa tidak mau!
Membayangkan bagaimana kebebasannya direnggut begitu saja mulai besok, ya mulai besok. Sepertinya Futakuchi yang awalnya hanya bucin setengah mampus dengan Moniwa, lambat laun berubah menjadi possessive husbando, dan itu semua dimulai dari hari ini. Semua memang gara—gara Kamasaki dan Sasaya! Boleh gak sih kalau balas dendam sama temen sendiri?! Pikir Moniwa, batinnya menjerit tertahan.
Moniwa menatap Futakuchi lamat, Ia tidak mau. Ia akan berusaha sedikit untuk meyakinkan suaminya itu kalau hal lebay dan alay seperti ini tidak perlu dilakukan, Ia bisa menjaga dirinya sendiri.
"Papa, dengerin Mama dulu."
"Papa gak nerima penolakan dalam bentuk apapun ya Ma." Ujar Futakuchi dalam nada seriusnya. Dan Moniwa? Diam 1.000.000,00 bahasa.
Bonus?
Foto ini waktu Moniwa lagi hamil Kanji, liat perutnya!
Cr? To all artist.
TBC!
Next Chapter
( SakuAtsu or KageHina )
Selamat Siang! Konnichiwa Minna!!
Gak nyangka udah sebulan lebih aku gak update story😲. Sengaja ku publish siang, biar bisa baca sambil makan siang! Mana nih suaranya yang masih atau baru mau ujian? Semangat ya!
Smoga dapat hasil yang memuaskan!
This Special Request for : Hammy_Vanilla_02
Semoga kamu suka ya Kak Hammy! Maaf kalau gak sesuai harapan dan jauh dari rasa puas yang kamu punya.
Terimakasih juga buat sudah request! Kapan-kapan walau tingkat kemungkinannya kecil, tapi ya siapa tau kan? Aku bakal open request lagi, ingat! Mungkin ya.
Sebenernya agak gak PD buat nulis Request–an ini. Kenapa? Secara Kak Hammy juga seorang Author, dan ceritanya juga bagus, jadi minderrrrr. Oiya! Ditunggu ya Kak Hammy request–an aku yang waktu itu hehe😎☝🏻.
By the way, maaf juga aku lagi sibuk banget! Jadi bakal lama updatenya. Aku sempet kaget sebegitu banyak yang nunggu lanjutan SakuAtsu, sampai pada chat di WA (yg kenal), terus komen. Jangankan kalian yang baca, aku yang nulis aja tuh gak sabar buat lanjut, tapi aku beneran sibuk. Sedih tau gak bisa update dalam waktu yang lama, mau hiatus tapi kayak ragu gitu. Gak hiatus tapi sibuk😭🤧. Dahlah kebanyakan bacot ya aku. See you guys! Jangan lupa makan siang ya! Sambil baca chapter ini! Papayyyyyyyy😘
Jangan lupa vote! ❤️🥰✨
Thankyou!!!!💗✨
❚❙❚❘❙❘❚❙❚❘❚❙❚❘❙❘❚❙❚❘❙❘❚❙❚❘❙❘❚❙❚❘❚
﹫ellorawsky 2O21
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro