Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

˚𓏲 𝐒𝐰𝐞𝐞𝐭 𝐃𝐚𝐲 ७

Maaf buat yang udah nunggu dr lama... (walaupun mikir gabakal ada juga si yg nunggu)🗿
Author emg suka kepedean. Aku sakit kemaren jadi telat update so sorry for that gays!🥺✊🏻
Oke ini part 2 nya ya! Enjoy!

...



Pagi—pagi sekitar jam 10, ke enam belas remaja ottoko itu sudah berkumpul di depan Kediaman Ushijima. Ada Tsukishima, si Kembar Ryuu Yuu, Atsumu Osamu, Shoyou, Yamaguchi, Shibayama, Kunimi, Kindaichi, Kanji, Goshiki, Kenjiro, Inouka, Fukunaga, dan terakhir Tobio.


Lengkap dengan pakaian santai semi-formal, dan juga tas kecil yang melekat pada pinggang dan bahu masing—masing. Mereka sepakat untuk meluncur serempak dari rumah Goshiki dan Kenjiro, karena rumah mereka berada di tengah—tengah jadi sangat cocok untuk pembatas dari tempat yang lainnya. Kebetulan hari Valentine Tahun ini jatuh pada hari Minggu. Dan mereka tidak membuang kesempatan emas itu untuk berlibur bersama.


Lebih tepat disebut Wisata dari pada Liburan karena mereka akan pergi ke Taman Hiburan, yaitu Sarukawa Land. Berlokasi di dekat Taman Kota dan Kantor Pos yang jaraknya lumayan jauh dari rumah, setidaknya menghabiskan waktu sekitar 3 jam untuk bisa sampai disana. Taman Hiburan itu lumayan luas, menyediakan berbagai macam wahana dan spot foto unik, juga makanan yang menggiurkan. Belum lagi festival kembang api dan lain sebagainya.


Seperti namanya, Tempat Wisata yang akan mereka kunjungi itu sangat mengedepankan hewan 'Monyet' sebagai simbolik atau Icon dari tempat tersebut.

Monyet dilambangkan sebagai lambang kebahagiaan keluarga. Masyarakat setempat juga mempercayai bahwa monyet adalah hewan yang mempunyai banyak anak dan mampu mendidik anaknya dengan baik. Jadi si pemilik dari Sarukawa Land itu berharap nama yang Ia berikan mampu menyampaikan kesan yang sempurna dan terasa pas bagi setiap keluarga yang berkunjung.


Sinar mentari mulai mengarak naik meskipun tak terlalu terik karena belum terlalu siang. "Nee, semua udah siap?" Tanya Kindaichi, jarinya sibuk menghitung satu—persatu personil dan dirinya sendiri yang akan ikut pada perjalanan kali ini.

"15? 1 lagi mana? Kunimi Kau dimana?" Selesai menghitung, remaja dengan model rambut yang melawan gravitasi bumi itu mengerutkan dahinya. Mencoba menghitung ulang, karena merasa mungkin ada yang salah.

Yang lain tidak terlalu menggubris, karena beberapa dari mereka ada yang asik berceletoh heboh, dan ada yang sibuk mengecek perlengkapan tiket, baju ganti, cemilan, dan lain—lain.


Seperti Shoyou yang kini menyikut lengan Yamaguchi dan Goshiki di sampingnya kemudian mengatakan sesuatu dengan suara pelan "Nee, kalian udah kasih cokelat sama biskuitnya?" Keduanya menggeleng. "Kapan kalian akan memberikannya?" Tanya Shoyou lagi, kali ini dengan suara yang lebih rendah, mirip seperti bisikan karena Atsumu dan Ryuu melirik ke arah mereka. "Mungkin sesampainya disana?–" Goshiki nampak berfikir sejenak lalu melanjutkan "–Tapi apa gak meleleh nanti cokelatnya?" Yamaguchi menggeleng "Aku sudah menaruh semua sisa cokelat pada box berisi es batu, dan sisa biskuit pada toples kaca yang ku tutup rapat." Goshiki dan Shoyou tersenyum puas. "Kamu memang bisa di andalkan Yams!" Seru keduanya.

"Kalian bahas apasih kok bisik–bisik?" Tanya Ryuu curiga.
"Pasti membahas hal jorok!" Atsumu menimpali.
"Hal jorok?" Osamu menangkap dengan cepat kalimat saudara kembar yang IQ—nya berada jauh lebih rendah dari manusia pada umumnya lewat pendengarannya yang lumayan tajam.
"Benarkah itu Shoyou?" Tobio kini melirik ke arah Shoyou yang spontan menggelengkan kepalanya.

"I–ih enggak! Kalian sok tau sekali." Bela Yamaguchi.
"Lalu kalian bahas apa?" Tsukishima membenarkan bingkai kacamatanya yang tidak merosot sama sekali.
"Kami bahas wahana apa yang nanti ingin dinaiki lebih dulu!" Bohong Goshiki, yang lain kini menatap ke arah remaja berponi rata itu. Tatapan itu seolah mempersempit jarak ruang dan waktu yang dimiliki Goshiki, menyudutkannya.

"Udah–udah, jangan liatin Iki terus." Kanji memajukan dirinya, menutupi tubuh Goshiki layaknya tameng yang melindungi seseorang dari berbagai macam serangan. Goshiki yang lebih pendek mau tidak mau harus mendongkakan kepalanya untuk sekedar menatap manik remaja yang rambutnya mirip salah satu tokoh Angry Birds itu.

"Bang Kanji." Panggilnya pelan, Kanji kontras menoleh dan memamerkan senyum khas—nya. Sederet gigi putih rapihnya bertengger di dalam senyumannya, entah kenapa senyuman itu sedikit menular karena kini Goshiki juga ikut tersenyum.

"Ya?"
Goshiki terkesiap, tidak menyadari kalau bibirnya itu menyebut nama Kanji tanpa pertujuannya. "Iiee, arigatou." Jawabnya lumayan kikuk, Goshiki tidak mengerti dengan dirinya sendiri, sejak kemarin Shibayama berkata dengan terang—terangan di depan semuanya bahwa Kanji menyukai dirinya, Goshiki jadi kepikiran. Pikiran—pikiran seperti 'Apa iya Bang Kanji suka padaku?' dan 'Shiba pasti hanya bercanda kan?' Terus saja berputar selaras di dalam pikirannya.

Kanji meluruskan lengannya yang lumayan panjang karena dirinya memang cukup tinggi ke arah Goshiki, mengusak rambut itu pelan. "Anything for Iki." Goshiki tersekat air liurnya sendiri, pipinya memerah, dan udara terasa panas disekitar tubuhnya. Tatapan mereka saling bertemu untuk waktu yang cukup lama, seakan memang mereka sedang berdua saja.

Lalu suasana mendadak hancur karena "Bucin." Sorak Ryuu lumayan keras. Sedangkan yang lain sudah tergelak menanggapi hal tersebut, hanya Kindaichi satu—satunya orang yang masih asik fokus menghitung. Sampai...


"Aku di belakangmu tau." Kunimi yang sedari tadi sengaja bersembunyi dibalik tubuh Kindaichi yang lebih tinggi darinya itu akhirnya menyerah, membongkar persembunyiannya karena Kindaichi tetap tidak menemukannya. "Et? Kuni! Kau ini.." Kindaichi dengan spontan membalik tubuhnya, dan menemukan Kunimi yang sudah menjulurkan lidahnya, mengejek.

"Dasar." Kindaichi merenggut.

"Anak–anak, udah kumpul semua? Ada yang ketinggalan gak?" Itu Semi, memunculkan kepalanya dari balik gerbang keemasan yang baru saja didorong. Lalu disusul Ushijima yang memeluk erat pinggang sang istri. "Hati–hati dijalan, patuhi segala peraturan dan protokol yang ada." Imbuhnya tegas.

Semua sontak menoleh ke sumber suara lalu mengangguk patuh. "Haik!"
"Yaudah berangkat deh, nanti keburu siang lho, panas kan gak enak." Semi mengingatkan. Sarukawa Land memang Outdoor, jadi akan sangat panas kalau siang hari. "Iko!" Sorak Shoyou yang melangkah maju sambil menggandeng Yamaguchi dan Goshiki mendekat pada Semi dan Ushijima.

Lalu membungkuk 90 derajat, di ikuti yang lainnya. "Kami pamit jalan ya Mama Semi, Papa Ushi! Ittekimasu!" Ucap mereka serempak, Kenjiro dan Goshiki memeluk singkat Papa dan Mamanya itu serta membisikkan 'Happy Valentine' berkali—kali ke telingan mereka sebelum benar—benar menjauh.

Semi mengangguk, mencium singkat kedua pipi anaknya gemas dan membalas "Happy Valentine juga sayang! Selamat bersenang–senang, dan Kenjiro...jaga adikmu ya, tapi jangan menganggunya." Pesan Semi pada anak sulungnya, sedangkan Ushijima berdehem "Ya kalian saling menjaga lah, hati–hati. Papa yakin kalian sudah tau harus melakukan apa disana." Mereka mengangguk patuh.

Lalu satu—persatu dari mereka menjauh, memasuki keempat mobil yang masing—masing berisikan empat orang. Mobil A diisi oleh Shoyou, Tobio, Tsukishima dan Yamaguchi. Mobil B diisi oleh Kenjiro, Goshiki, Kanji dan Fukunaga. Mobil C diisi oleh Atsumu, Osamu, Ryuu dan Yuu. Dan terakhir Mobil D diisi oleh Shibayama, Inouka, Kunimi dan Kindaichi.

Dari pembagian kelompok penumpang mobil kali ini dapat kita simpulkan 2 hal, pertama mobil mana yang akan hening, dan ramai. Kedua, pemisahan antara couple dan jomblo, oke abaikan ini🤣

Semi dan Ushijima kini sibuk melambai ke arah empat mobil yang bergerak menjauhi perkarangan rumahnya. Setelah benar—benar menghilang, barulah keduanya masuk. Ushijima menjulurkan tangannya ke hadapan sang istri "Take my hand."

Semi sontak terkekeh, lalu segera mempertemukan tangannya dengan sang suami. "Take my whole life too." Kemudian kini keduanya merapatkan tubuh masing—masing. Dan kedua kaki itu melangkah bak berdansa sambil terus masuk ke dalam rumah.

"For I can't help, fallin in love with you." Ucap mereka bersamaan dengan tertutupnya pintu ruang tamu.


⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭



Mari kita pindah sejenak ke tempat para Ayah dan Ibu ketika anak—anak mereka sudah tidak lagi ada dirumah. Semua bermula dari kediaman keluarga burung hantu, saat Akaashi terbangun karena suara berisik dari handphone—nya. Tangan langsing Akaashi meraba nakas dan mengambil benda padat persegi tersebut. Ternyata alarm yang harus—nya berbunyi sejak 2 jam yang lalu, tidak berhasil membangunkannya, pantas saja jika Alarm itu terus saja memekak minta dimatikan.


Akaashi menghela nafasnya, manik kebiruannya menatap lemas pada angka 10.07 yang tertera pada layar. "Aku telat mengantar kepergian Shoyou!" Ucapnya.


Baru saja kakinya ingin keluar dari sibakan selimut motif bulu berwarna abu yang menyelimutinya, namun rasa nyeri pada bagian belakangnya membuatnya terhenti. "Itte te te!" Maniknya menunduk, menelusuri tubuhnya sendiri. 'Loh? Pakaianku?' Dilihat pakaiannya yang sudah terpasang, dan tidak ada rasa lengket baik bekas dari sisa—sisa keringat ataupun peluh cinta hasil pergulatan semalam. Membuatnya sadar bahwa ada seseorang yang mengganti pakaiaannya sekaligus memandikannya.


'Bokuto san.' Ada senyum penuh cinta yang tercetak jelas di wajahnya. Dengan membelakangi rasa sakitnya, Akaashi berhasil keluar dari kamar. Kakinya melangkah pelan menuruni anak tangga, melewati ruang tv, perpustakaan keluarga, lalu berhenti di ruang keluarga ketika maniknya menangkap secarik kertas serta beberapa kotak dengan bungkus merah maroon dan merah muda dengan pita yang menarik perhatiannya.


Kotak berbungkus merah maroon dan merah muda tersebut tersusun rapih pada meja. Akaashi mengambil secarik kertas tersebut dan mulai membacanya.



Seusai membaca, Akaashi membuka satu—persatu kotak tersebut. Senyumnya kembali mencuat, kala melihat beberapa biskuit cokelat dan sepasang jam couple berwarna abu pada masing—masing kotak. Lalu ada pesan di balik kotak jam tersebut,


"Dengan ini Shoyou berharap, Mama dan Papa bakal bersama selamanya sampai waktu berhenti." –Shoyou.


"Astaga, anak itu.."
"Ohayou Gozaimasu Tuan, sudah bangun? Mau makan apa untuk sarapan?" Akaashi menoleh pada kepala pembantu di rumahnya, seorang paruh baya yang berusia 20 Tahun lebih tua dari dirinya. Berdiri lengkap dengan seragam maid hitam putih dengan renda.
"Ohayou Mou Bi, ehm mungkin Kepiting saus tiram, dan udang asam manis serta cumi balado." Pintanya. Kepala pembantu itu pun mengangguk patuh dan membungkuk.
"Bi."
"Iya Tuan?"
"Apa Bibi liat, kemana perginya Bokuto san?" Orang yang di panggil Bibi itu mengangguk lagi, lalu menunjuk pada kaca besar, yang tembus pandang ke halaman belakang, dari sana dapat terlihat sebuah rumah kaca yang lumayan besar, rumah kaca itu dipenuhi oleh bunga—bunga milik Akaashi. Ada yang dari luar maupun dalam negeri.


Akaashi menoleh lagi "Bokuto san ada disana? Ngapain?" Sang Bibi hanya menggeleng. "Tuan Besar tidak bilang apapun, saya hanya melihat beliau dengan tergesa masuk ke dalam rumah kaca itu, maaf Tuan." Akaashi menggoyangkan tangannya. "Gakpapa Bi, makasih ya, dan tolong makanannya."


Tanpa basa basi Akaashi bergegas menuju pekarangan belakang rumahnya, menelusuri kolam renang persegi, kursi taman berwarna putih dengan tanaman merambat di sisi—sisinya, altar taman yang serupa, dan terakhir sampai pada depan sebuah Rumah yang hampir seluruhnya terbingkai cantik oleh kaca. Dilihatnya pintu yang merupakan jalur satu—satunya untuk masuk ke dalam terbuka sedikit, dan itu membuatnya yakin kalau Suaminya memang berada di dalam. 'Tapi untuk apa?' Pikirnya.


Tangannya mendorong pintu tersebut, kakinya masuk lebih dalam. Seingat Akaashi, Bokuto tidak terlalu suka dengan bunga, bahkan bila dia menginginkan bunga dia akan langsung bilang pada Akaashi, atau tukang kebun di belakang. Entah apa yang membawa Bokuto pergi ke rumah kacanya pagi itu.


Sekarang, Akaashi sudah berada di dalam, cahaya matahari berlomba masuk dari kaca—kaca yang bisa dibuka dan tutup kapanpun, gunanya adalah untuk memberi ruang masuknya udara, pencahayaan dan juga oksigen dari luar. Tangannya menyentuh beberapa bunga Gladiol warna—warni yang terjejer rapih pada pot—pot menyapa inderanya, lalu bunga Lavender Rose berwarna ungu yang sangat cantik tak kalah rapih bertengger manis pada potnya.


Seketika gerakan jarinya pada kelopak bunga itu berhenti kala mendengar sebuah suara yang menggema lumayan nyaring.


Needless to say, I'm keeping her in check

She was all bad-bad, nevertheless

Callin' it quits now, baby, I'm a wreck

Crash at my place, baby, you're a wreck



Secara perlahan, Akaashi mendekati sumber suara itu, suara ciri khas yang sangat Ia kenal. 'Bokuto san nyanyi?' Akaashi tidak begitu terkejut karena Suaminya itu memang suka bernyanyi bila suasana hatinya sedang bagus.



Thinkin' in a bad way, losin' your grip

Screamin' at my face, baby don't trip

Someone took a big L, don't know how that felt

Lookin' at you sideways, party on tilt

Ooh-ooh-ooh




Setelah berjalan cukup lama mengikuti suara tersebut. Kini, Akaashi sudah berada tepat di belakang Bokuto. Dilihatnya punggung kekar yang menjulang itu sedang berjongkok sibuk mengeluarkan bunga Kacapiring / Gardenia berwarna putih dari potnya, lalu dibersihkannya dengan kain untuk menghilangkan sisa—sisa tanah yang sedikit menempel pada tangkainya.

Some things you just can't refuse

She wanna ride me like a cruise

And I'm not tryna lose

Then you're left in the dust

Unless I stuck by ya

You're the sunflower

I think your love would be too much



Setelah puas dengan beberapa tangkai bunga Kacapiring tersebut, kini Ia menarik pot bunga Botan atau sering disebut Peony. Melakukan hal serupa pada bunga berwarna pink itu lalu menggabungkannya dengan bunga kacapiring tadi setelah selesai membersihkannya.

Or you'll be left in the dust

Unless I stuck by ya

You're the sunflower

You're the sunflower

Akaashi terus memperhatikan dalam diam, tidak lama Pria dengan rambut perak kehitaman itu bangkit dari aksinya, mengambil sebuah pita berwarna silver pink dengan motif hati di balik kantung celananya, lalu melingkari pita tersebut dan mulai mengikatnya pada batang bunga.


"Aahh akhirnya!" Tangannya mengusap dahi dan dagunya yang berkeringat.


"Bokuto san? Kau sedang apa?"
"Astaga!" Bokuto agak melompat karena terkejut, lalu berbalik secepat kilat karena mendengar suara sang pujaan hati. Ada senyum mengembang dan kekehan pada bibirnya. Akaashi menelusuri wajah suaminya, dari atas sampai bawah. Kepalanya sedikit menggeleng kala melihat noda—noda kecokelatan yang menempel secara acak pada dahi, hidung, dagu, tangan, kaki, dan juga babydol serupa dengan miliknya.


"Astaga, Bokuto san lihat. Kau jadi kotor."
"KEIJI!" Bokuto berlari semangat dan melompat ke arah Akaashi. Akaashi yang terlanjur terlambat menghentikan itu pun kini berada dalam pelukan hangat suaminya. Noda—noda yang seharusnya hanya ada pada Bokuto kini ikut menempel pada dirinya.


"Bokuto san...Kau kotor, Kau sedang apa disini?" Akaashi mungkin terkesan menyerah pada kukungan Bokuto, tapi tidak menyerah untuk menegur tingkah suaminya itu.


"Aku kesini buat ambil bunga!" Bokuto melepas pelukannya, dan memamerkan sebucket bunga hasil petikannya sendiri dengan bangga. "Kau kan bisa bilang padaku, atau tukang kebun seperti biasanya Bokuto san." Sanggah Akaashi agak tegas.


"Tidak mau! Hari ini aku harus mengambilnya sendiri! Hari ini kan hari spesial!" Bokuto menekuk wajahnya. Akaashi mendesah frustasi melihat suaminya yang moodnya memburuk dalam seperkian detik. Ia harus mengalah dan mendengarkan atau hal yang tak diinginkannya bisa saja terjadi.


"Yasudah, Bokuto san boleh datang dan ambil sendiri sesuka hati Bokuto san, tapi lain kali ajak aku juga ya, agar kita bisa mengambil bunga bersama?" Bujuk Akaashi. Bokuto nampak diam sejenak lalu "OKE!" Dan senyum kembali mengembang pada bibirnya.


Akaashi ikut tersenyum "Jadi, Bokuto san ambil bunga itu buat siapa?" Bokuto kembali mengulurkan bucket bunga yang sedikit berantakan karena tidak tertata dan tidak terikat dengan sempurna kehadapan Akaashi. Akaashi hanya diam menatap manik keemasan milik suaminya, menunggu penjelasannya.


"Buat Istriku! Bokuto Keiji!" Tangannya menggoyang—goyangkan bucket bunga itu, memerintah Akaashi untuk mengambilnya, Akaashi yang mengerti pun mengambilnya dan menghirup aroma dari bunga tersebut. "Arigatou Bokuto san." Jari lentiknya menyentuh lembut kelopak—kelopak bunga tersebut.


"HAPPY VALENTINE KEIJI!" Teriak Bokuto nyaring, Akaashi terkekeh sempurna. Entah kenapa dimatanya, Bokuto nampak lucu dan menggemaskan, layaknya bocah laki—laki SD yang polos dan tulus. "Happy Valentine Bokuto san."


Mendengar itu Bokuto menaikkan sebelah alisnya, "Happy Valentine Koutarou." Akaashi memerah. Bokuto lantas memeluk pinggang Sang Istri lalu mengangkatnya tinggi—tinggi berputar sambil berkata "I love you Keiji!"


Akaashi berpegangan erat pada perpotongan bahu dan leher Bokuto. "Love you more Koutarou." Balasnya pelan, Bokuto menghentikan perputarannya lalu menurunkan Akaashi kembali ke tanah tempat pijakan mereka, kemudian menyatukan kedua dahi dan hidung mancung mereka, kedua mata itu nampak terpejam sejenak sebelum pihak atas mulai mengecup bibir ranum dari pihak bawah dengan begitu lembut.


Lembut tapi pasti, kecupan itu kini berubah menjadi sebuah ciuman panas karena sang pihak bawah yang membalasnya dengan baik. Tidak lama, Akaashi mendorong dada bidang Bokuto saat merasa nafasnya mulai habis, dengan berat hati Bokuto pun melepaskan ciuman mereka. Ada benang menjulur panjang dari kedua bibir mereka, diikuti dengan tarikan nafas tersengal yang mengisi kekosongan pada rumah kaca tersebut.


Tubuh mereka masih menempel, tidak ingin berjauhan. "Nee Keiji, aku ingin hadiah valentine ku." Akaashi membelalak saat melihat ada kabut hasrat yang ingin segera dipuaskan dari balik mata keemasan sang suami. Bukan hal yang aneh bagi Akaashi bahwa Bokuto mudah terangsang hanya karena sebuah ciuman. Namun...


"B-bokuto san, hadiahmu ada di kamar. Ayo, aku akan berikan padamu." Akaashi menggenggam erat sebelah tangan Bokuto lalu menariknya untuk mengikutinya. Akaashi memang sudah menyiapkan kado valentine khusus untuk Bokuto dan Shoyou di kamarnya. Namun belum sempat diberikannya, karena untuk bangun saja Ia terlambat.


Akaashi berhenti dan berbalik ketika Bokuto balas menarik tangannya lumayan kuat hingga tubuhnya ikut tertarik dan menabrak tubuh sang suami. Bokuto dengan sigap menangkap pinggang Akaashi, memeluknya erat lalu dalam sekejap mengangkat tubuh Akaashi ala karung beras pada bahu kanannya. "Aku tidak perlu hadiah lain, hadiah valentine–ku sudah di depan mata hey hey hey!" Ucapnya penuh semangat lalu mulai berjalan meninggalkan rumah kaca tersebut. Akaashi tidak meronta karena sudah pasrah dalam gendongan sang suami.


Sesampainya di kamar, Bokuto langsung membawa Akaashi ke kamar mandi. Menaruh Akaashi duduk pada bathup, sementara Ia melepas seluruh pakaiannya. "B-bokuto san." Panggil Akaashi, meremas pelan lengan sang suami yang masih terjangkau olehnya.


"Apa Keiji?" Akaashi menggeleng lalu Bokuto berjongkok di hadapan Akaashi dari luar bathup. Wajahnya sudah tertekuk dan sinar dimatanya sedikit meredup. Kemudian Terdengar helaan nafas dan juga kekehan dalam waktu bersamaan ketika Akaashi menjulurkan kedua tangannya ke arah Bokuto sambil berkata.


"Iyaiya, ayo lakukan. Hora ambil hadiahmu ini." Mendengar itu, Bokuto langsung melompat masuk ke dalam pelukan Akaashi dan mulai menerjangnya dengan berbagai macam kecupan.



⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭



Dari orang tua yang keharmonisannya tidak usah diragukan lagi, mari kita kembali pada remaja—remaja polos dan imut dalam hal mencintai, siapa lagi kalau bukan KidKat Squad? Mulai dari sini, bakal ada sedikit banyaknya skip time karena ke enam belas remaja itu berpencar.


Jam besar berbentuk wajah monyet yang berdiri di tengah—tengah jalan menunjukkan pukul 2 siang. Udara dan hawa cukup panas, namun tidak mengurungkan niat ke enam belas remaja itu untuk bersenang—senang. Sejam yang lalu mereka sampai, tepatnya pukul 1, lalu mereka memutuskan untuk berpisah dan akan bergabung kembali pada pukul 4 untuk istirahat di titik berpisah mereka tadi.


—>> 𖥸 Twinsie


Mari kita awali dengan si empat kembar yang tengil dan belum memiliki pasangan, siapa lagi kalau bukan Ryuu, Yuu, Atsumu dan Osamu. Dan disinilah mereka, di salah satu wahana yang lumayan sedikit peminat, rumah miring. Sesuai dengan namanya, rumah berlapis kayu—kayu tebal dan bernuansa cokelat pekat ini berbentuk biasa saja, sewajarnya saja layaknya rumah biasa pada umumnya. Yang membedakannya hanyalah tingkat kemiringan dari pijakan—pijakan yang akan dilalui saja.


Dari sekian banyak jenis wahana kenapa mereka memilih wahana itu? Alasannya sederhana saja, karena tempat itu sedikit peminatnya, jadi antrian tidak terlalu panjang, dan sepi pengunjung, terutama pengunjung yang mayoritas adalah pasangan. Dan mereka sangat—sangat menghindari tempat tersebut, karena itu membuat mereka merasa smakin terlihat jones saja.


"Aduh susah jalannya, miring–miring." Atsumu mengoceh saat melalui ruang utama pada rumah tersebut, di ruangan tersebut tidak terlalu ada banyak barang, hanya ada kursi yang sebelah kakinya tidak sama dengan kakinya yang lain, bingkai—bingkai foto yang miring, lalu lemari buku yang juga miring ke bawah seakan mau jatuh tetapi tidak. Semua memang sudah di desain khusus.


"Ya namanya juga rumah miring." Jawab Osamu santai, Ia terus berjalan di belakang kembarannya yang memimpin. Sedangkan Ryuu dan Yuu sibuk berwah—ria di barisan paling belakang.


"Uwah miring–miring semua ya Ryuu!" Manik Yuu berbinar—binar kala melihat barang—barang serta pijakan kakinya yang terasa miring. "Iya, aku merasa ini tempat yang pas untuk kita Yuu!" Di ikuti Ryuu yang juga asik mengamati segalanya dengan berlebihan. Dikatakan pas mungkin karena...


Otak Miring + Rumah Miring = Pas (Cocok) / sama–sama miring.


"Aku jadi merasa bodoh naik wahana ini bersama mereka." Ucap Atsumu, maniknya melirik pada Ryuu dan Yuu yang lebih mirip seperti orang ndeso yang baru saja pindah ke kota, Norseu (Norak Seukali). "Tanpa naik ini pun, kau memang sudah bodoh. Jadi berhenti lah menyalah–nyalahkan orang lain, kata Mami itu gak baik." Timpal Osamu dengan nada penuh penekanan pada kata 'Bodoh', Atsumu yang mendengar itu pun tidak terima, apa—apaan maksud dari kembarannya itu?


"Apa?! Kau ini saudaraku atau bukan sih? Sesama saudara itu harus saling mendukung! Kenapa kau malah menjelekkanku Samu?!" Atsumu mencak—mencak sambil terus berjalan dan berpegangan pada kayu—kayu yang sudah di siapkan untuk menuntun jalannya mereka agar tidak kesulitan berjalan dalam posisi miring.


"Jika aku boleh memilih, aku ingin jadi anak tunggal saja dan tidak punya saudara sepertimu–" Atsumu menghentikan langkahnya dan berbalik menatap nyalang pada Osamu yang tetap berwajah biasa. "–lagipula tugas saudara bukan cuma mendukung, tapi juga mengingatkan–" Sekarang, mereka benar—benar berhenti karena si pemimpin jalan berhenti. "–dan tanpa harus dijelek–jelekkan kau memang sudah jelek Tsumu." Oceh Osamu layaknya tidak punya dosa.


Atsumu menekuk kedua alisnya, maniknya menajam, bibirnya mengkerut. "YAK! OSAMU! DIAM KAU SIALAN." Bentak Atsumu lumayan keras, untungnya mereka hanya berempat di dalam. Jadi tidak ada pengunjung lain yang harus merasa terganggu oleh keributan tersebut.


"Kenapa sih?" Ryuu dan Yuu secepat mungkin menyusul Atsumu dan Osamu. Memandang kedua saudara kembar yang saling melempar tatapan tajam. Bukan hal aneh bila dua saudara bertengkar, bahkan Ryuu dan Yuu sendiri juga pernah mengalaminya. Hanya saja, mereka kemari untuk bersenang—senang bukan? Lantas apa sekarang?


Osamu menaikkan salah satu alisnya, pandangannya mengejek Atsumu yang mengerutkan kedua alisnya tidak terima. Tangannya tidak sengaja melepas pegangan pada kayu saat ingin melangkah maju menarik kerah saudara kembarnya itu, membuat aksinya tidak berhasil dan Atsumu pun terjatuh di lantai yang tingkat kemiringannya tidak rata itu. "Argh!"


"AHAHAHAHAHA." Ryuu dan Yuu tergelak.
"NGAHAHAHAHAHA SUKUR." Osamu juga ikut tergelak, tanpa di sengaja mereka bertiga merasa menonton Atsumu jatuh adalah hal yang paling menggelikan karena mereka tanpa sadar melepas pegangan pada kayu dan memegangi perut mereka. "Agh!" Teriak mereka bersamaan saat tubuh mereka terjatuh ke lantai.


"Bah, kualat." Sembur Atsumu bangga, dan dilempari tatapan jengkel dari ketiganya.


"Perhatian, kepada pengunjung yang sedang menikmati wahana rumah miring, harap segera keluar karena sesi pergantian pengunjung akan segera dimulai, terimakasih." Suara seorang perempuan yang diyakini adalah staff Sarukawa Land itu menggema pada load speaker yang entah disembunyikan dimana.


"Astaga Ahahahaha!" Akhirnya mereka keluar dengan tawa yang menggelegar, walaupun selalu bertengkar setidaknya mereka tidak pernah menyimpan dendam, atau rasa benci yang mendalam untuk satu sama lain. Melainkan mereka semakin menyayangi, walaupun dengan cara yang berbeda.



—>> 𖥸 Tsukiyama ft Kagehina



         Kedua, ada Tsukishima, Yamaguchi, Tobio dan Shoyou. Setelah menaiki banyak wahana permainan seperti ontang—anting, monyet terbang, dan perang bintang mereka berempat secara tidak sengaja menemukan tempat yang menyediakan GFC atau Game For Couple. Seperti namanya, game ini adalah game team mates, yang setiap tim—nya hanya akan berisi dua orang yang notabenenya adalah couple.


"Yams lihat!" Shoyou melengking heboh layaknya seorang bocah laki—laki yang mendapatkan mainan baru kala melihat sebuah plang besar bertuliskan 'If you want it, You must get it!' Disertai banyak keterangan games dan hadiah yang akan di dapatkan.


"Ah, menarik sekali!" Gumam Yamaguchi sambil terus membaca plang tersebut. Tsukishima dan Tobio melirik tidak minat.


"Bang, main ini yuk!" Entah sejak kapan Shoyou sudah menarik—narik ujung hoodie biru tua yang sedang digunakan Tobio. Yamaguchi tidak mau kalah, Ia tau benar bagaimana membujuk seorang remaja kacamata yang sudah bertahun—tahun jadi sahabatnya itu. "Tsuki lihat! Hadiahnya ada boneka Dinosaurus, dan sepasang baju cosplay dinosaurus!–" Yamaguchi melirik Tsukishima yang buru—buru ikut membaca plang tersebut. Yamaguchi terkekeh kecil dalam hati lalu melanjutkan "–Disini tertulis, ini edisi terbatas karena hanya ada 4 pasangan yang berkesempatan mendapat hadiah tersebut, sisa hadiahnya adalah–" Belum sempat Yamaguchi menyelesaikan ucapannya, tangannya sudah ditarik Tsukishima untuk segera masuk dan mendaftar.


"Shoyou, aku duluan!" Yamaguchi melambai ke arah Shoyou yang merenggut. Di liriknya Tobio yang sama sekali tidak berubah dari posisinya, wajahnya pun tetap sama , tanpa minat.

"Bang! Ayo main!" Shoyou kembali menarik ujung hoodie Tobio, kali ini lebih kuat dari sebelumnya. "Ini permainan gak berguna, yang lain aja." Balasnya mutlak. Shoyou melepas hoodie Tobio dengan kesal, kenapa sih Bang Tobio susah sekali diajak senang—senang? Pikirnya. Apa susahnya tinggal bilang iya? Shoyou menghentak—hentakkan kakinya lumayan keras sambil berjalan meninggalkan Tobio. Ia sebal, ini kan hari valentine, Shoyou ingin menghabiskan waktu dengan Tobio tapi Tobio tidak peka sama sekali. Tobio selalu saja berkata "Ini tidak berguna." Atau "Itu terlalu memalukan." Dan "Jangan deh, yang lain saja." Kepadanya. Memang mainan harus berguna? Percuma berguna kalau tidak membuat bahagia atau senang, yang kita cari dalam permainan kan rasa kesenangan bukan kegunaannya! Baka! Dipikir barang apa?! Dumel Shoyou dalam hati.


"Sho Matte! Kau mau kemana?" Shoyou terus saja berjalan tanpa mau mendengarkan Tobio, Tobio sendiri juga tidak mau mendengarkannya, buat apa juga Ia harus mendengarkan Tobio? Begitulah kira—kira isi pikirannya.


"Sho!"
"Sho, Sho!"
Entah bagaimana Shoyou menghentikan langkahnya begitu Ia merasa tidak lagi dapat mendengar suara Tobio, yang ada hanyalah suara dari wahana, dan percakapan ratusan pengunjung yang tersebar ke segala penjuru Sarukawa Land tersebut.


"Bang Tobio." Panggilnya lirih, sambil menengok ke kanan dan ke kiri mencari sosok rambut hitam bermata blueberry yang entah menghilang kemana. Shoyou terus melakukan itu hingga lelah, Ia merasa hilang di sebuah keramaian yang tak berujung.


Shoyou menekuk lututnya yang pendek, dan menenggelamkan wajahnya, memeluk dirinya sendiri sambil meredam tangisannya. Ia sedikit menyesal karena meninggalkan Tobio dan parahnya malah terpisah. Shoyou terisak diantara kerumunan yang tidak memedulikannya.


"SHOYOU!" Tubuhnya berguncang, mendengar teriakan dan merasa lengannya ditarik.
"Bang Tobio!" Pekik Shoyou melompat dan memeluk Tobio begitu melihat Tobio tepat berada di depan matanya.


"Kau kemana saja boke?" Tobio balas memeluk Shoyou erat, "Kenapa ponselmu tidak kau angkat?!" Hardiknya namun masih tetap memeluk. Shoyou menggeleng, lalu mendongkak menatap Tobio yang juga menatapnya. "Jangan tinggalin Shoyou lagi hiks."


Tobio menghapus sisa—sisa bulir air asin yang menggenang di pelupuk cantik Shoyou dengan jempolnya. "Kau yang meninggalkanku tadi boke." Lalu kedua tangannya memegang kedua pipi Shoyou.


"Sudah jangan menangis lagi, kita istirahat saja, aku belikan es krim." Tobio melepaskan tangannya pada wajah Shoyou, dan menggantinya dengan menggenggam salah satu tangan Shoyou, kemudian mengeratkannya. "Happy Valentine Minna!" Teriak Shoyou sambil terkekeh, sedangkan Tobio menunduk karena malu.



—>> 𖥸 Kogashiki, Inoushiba, Kindakuni, Ft Kenjiro & Fukunaga.




       Di sebuah lapangan yang di design khusus dengan beberapa pohon, rumput, tong—tong bekas minyak yang sudah tidak terpakai, serta area—area bekas bangunan yang telah diluluh lantahkan secara halus agar tetap aman untuk para pengunjung. Nampaklah delapan sejoli yang sudah lengkap dengan pakaian ala—ala army (Tentara) layaknya ingin bertempur. Tidak lupa dengan pelindung kepala, pelindung mata, pelindung dada, pelindung siku dan juga pelindung lutut. Serta satu Senapan kecil yang sudah berisi peluru karet bagi setiap Tim.


Ya, mereka memang akan bertempur. Pada hari valentine, memang ada banyak sekali jenis wahana atau games khusus yang di sediakan untuk pasangan. Seperti salah satu wahana ini, "Love War." Atau Perang Cinta.


Singkatnya, game ini akan terdiri dari 4 tim. Yaitu Tim Merah, Tim Kuning, Tim Biru, dan Tim Hijau. Setiap Tim akan berisikan 2 orang pemain/pasangan saja. Masing—masing Tim akan diminta untuk mengumpulkan Boneka Sarukawa Land berbentuk monyet yang sudah tersebar dan di sembunyikan secara apik ke segala penjuru dari area permainan tersebut.


Siapa yang berhasil mengumpulkan boneka monyet paling banyak dengan terkena peluru paling sedikit, maka Ia akan menjadi pemenangnya, pemain lain bebas merebut boneka yang sudah dimiliki oleh Tim lain dengan syarat, harus menembak pada baju lawan sebanyak 5 peluru, karena dengan 5 peluru maka pemain dinyatakan gagal atau mati dimedan perang, dan otomatis seluruh boneka yang berhasil diambilnya akan menjadi milik Tim lawan. Game ini di design untuk saling melindungi dan kerjasama sesama Tim. Kemudian beginilah pembagian Tim—nya.

🎌Kuning • KenjiNaga
🎌Merah • InouShiba
🎌Hijau • KogaShiki
🎌Biru • KindaKuni

Bermenit—menit telah berlalu, manik Goshiki sibuk mencari keberadaan boneka monyet di atas pepohonan yang sedang dilewatinya. Ditangannya sudah ada 4 boneka monyet yang dipeluknya erat—erat. Sedangkan Kanji sibuk melindungi Goshiki dan dirinya sendiri dari belakang. Pakaian mereka masih bersih, belum ada belas peluru sama sekali.


"Bang..." Panggil Goshiki tiba—tiba, jarinya menunjuk pada sebuah ranting pohon.


"Oh itu dia! Kau cepat sekali menemukannya Iki." Puji Kanji tulus.


"Jelas siapa dulu." Goshiki merasa senang mendapat pujian. Lalu Kanji melangkah maju, kaki—kakinya yang panjang berjinjit, tangannya berusaha meraih boneka pada ranting, namun gagal. Kanji pun mencari ranting—ranting pohon yang lumayan untuk sekedar mendorong boneka tersebut agar jatuh ke tanah. Sayangnya, Kanji tidak menemukannya.


"Bang, begini saja. Aku akan naik ke bahumu." Goshiki mengusulkan, karena menurutnya pada posisi begini, itu adalah pilihan yang tepat. Kalau memanjat, akan memakan waktu yang lumayan lama, dan sisi pertahanan mereka akan berkurang. Kanji berfikir sejenak, "Apa gak salah satu dari kita aja yang naik? Terus satunya lagi ngelindungin di bawah." Jawab Kanji akhirnya.


"Tapi–" Kalimat Goshiki terpotong oleh...


Dor Dor Dor Dor!!!!


Bunyi sebuah tembakan dari sisi kanan memekak telinga, dan dua peluru melesat mengenai Kanji tepat di tangan kanannya. Membuat Kanji berjengit kesakitan, walaupun hanya peluru karet namun daya tarikan dan hempasan yang lumayan kencang membuat peluru karet itu sakit jika mengenai kulit atau bagian daging tubuh kita.


"Argh!" Kanji melepas pistol pada tangan kanannya dengan spontan. "Bang Kanji!" Teriak Goshiki panik, jarinya sibuk memeriksa lengan Kanji yang terkena peluru karet.


"Jangan bergerak!" Bentak Kenjiro dari ujung pepohonan. Goshiki menoleh cepat, dilihatnya sang kakak Kenjiro dan Fukunaga yang sedang berlari kearahnya sambil membawa delapan, tidak tepatnya sepuluh boneka monyet di dalam karung besar yang transparant.


"Shit." Ucap Goshiki berapi—api. Tidak terima diserang secara mendadak oleh kakaknya sendiri, tidak sopan tau! Goshiki lantas melepas dan menaruh boneka—bonekanya pada tanah dan mengambil pinstol Kanji yang terjatuh tadi.


"Iki jangan, kamu gak bakal bisa." Kanji berusaha bangun, dan menarik pergelangan tangan Goshiki, namun...
"Aku bisa, kalau lawannya adalah Bang Ken." Goshiki memposisikan jari telunjuknya pada penarik pelatuk. Dan memperhatikan pergerakan Fukunaga yang takut—takut.


"Jangan takut Ga! Aku akan melindungimu." Ucap Kenjiro santai, menurunkan pistolnya kebawah, Ia tau adik kecilnya itu tidak akan berani menarik pelatuk barang untuk satu peluru saja.


"Cih! Jangan bergerak!" Goshiki yang tersulut emosi tidak lagi memperhatikan Fukunaga dan malah mengarahkan senjatanya pada Kenjiro. Kenjiro tersenyum puas, usaha memancing sang adik untuk masuk ke dalam jebakannya tidak sia—sia. Fukunaga pun tidak membuang celah sebesar itu, Ia dengan cepat berlari ke arah Kanji, Kanji sendiri sudah lari tunggang langgang sambil terus memeluk boneka monyet tersebut, melindunginya.


Goshiki melirik, namun tidak mengalihkan pandangannya dari Kenjiro. "Sudahlah, menyerah saja! Dalam permainan saja tidak bisa melindungi, apalagi dalam perang sungguhan?" Sindir Kenjiro sarkas, melirik pada Kanji dan Fukunaga yang masih kejar—kejaran.


"Urusai!" Goshiki mendelik marah pada sang kakak, Kanji bukannya tidak bisa melindungi, tadi posisinya mereka sedang lengah tau!


"Apa? Kamu yang diam saja dari tadi dek, tembaklah aku, selamatkan Kanji seperti dia yang selalu menyelamatkanmu dari berbagai masalah." Goshiki menelan ludahnya susah payah, tenggorokannya terasa begitu kering, entah sejak kapan Ia tak sadar kalau dirinya merasa haus.



Goshiki memegang pistol dengan gemetar, Goshiki benci memegang sesuatu yang tidak bisa dikendalikannya, seperti pistol itu. Sejak kecil Goshiki memang tidak suka bermain pistol, karena tidak sekali dua kali ayahnya pulang dengan luka akibat tertembak saat sedang menjalani misi serius dan memecahkan kasus besar. Hal itu cukup membuatnya Phobia akan benda itu, naasnya Ia malah terjebak dalam permainan itu. Tapi selain benci pada pistol, Goshiki lebih benci pada kekalahan.



Kanji memperhatikan raut wajah Goshiki yang menegang, untuk pertama kalinya Kanji sadar kalau Goshiki benar—benar takut. Selama ini yang Ia tau adalah anak itu tidak takut pada apapun, bahkan pada hewan menjijikan sekalipun.



"Iki jangan takut." Goshiki menoleh dan menatap Kanji yang berlari ke arahnya. "Kita tukeran, sinikan senjatamu." Kanji memberi aba—aba untuk bertukar, Goshiki yang mengerti pun mengangguk. Lalu dalam tiga detik Goshiki melempar pistol, dan Kanji melempar bonekanya.


Hap!
Di waktu yang bersamaan kedua benda tersebut sudah mendarat pada tangan masing—masing dengan sempurna.



Kenjiro berdecih lalu mengarahkan pistolnya pada Goshiki, namun secepat kilat Kanji menembak telapak tangan Kenjiro lebih dulu hingga pistol itu terhempas dari tangannya.


Dor!
"Argh!"
Dor Dor Dor!!!
"ARGHHHH!" Teriak Kenjiro kesakitan. Kanji sama sekali tidak memberinya kesempatan barang dua detik untuk bangun dari posisi terjatuhnya. Goshiki berjenggit sambil bersembunyi di balik tubuh Kanji, tidak ingin melihat kakaknya kesakitan walau hanya dalam sebuah permainan.



"Aku mungkin gagal melindunginya, tapi aku tidak akan menyerah dari kegagalanku hingga berubah menjadi keberhasilan, jadi jangan menguji kesungguhanku ini, calon Abang Ipar." Ucap Kanji dengan penekanan kemudian berlalu sambil menggandeng Goshiki untuk mengejar Fukunaga.
.
.
.
.
.
.
.





Di area yang sama, lokasi yang berbeda. Shibayama dan Inouka bersembunyi di balik tembok bekas reruntuhan bangunan, keduanya sama—sama memegang seutas tali besar yang siap ditarik kapan saja sesuai dengan kebutuhan. Shibayama mengintip dari balik tembok, terlihat Kindaichi dan Kunimi berjalan mengendap—endap ke arahnya. Ditangan Kunimi ada pistol dan Kindaichi menarik boneka monyet di dalam karung.


Shibayama memberi aba—aba pada Inouka lewat kedipan matanya. Kedip sekali artinya Tarik, Kedip dua kali artinya Jangan Tarik.


1
2
3
Shibayama berkedip sekali, lalu menarik tali tersebut. Inouka juga melakukan hal yang sama dan tidak lama terdengar suara...


Gubrak!
Kunimi jatuh lebih dulu ke tanah, lalu Kindaichi menimpanya dari belakang. "Yastagaaah, siapa sih yang naruh tali disini?" Aduh Kunimi, tubuhnya yang lebih kecil berusaha mendorong tubuh Kindaichi yang lebih besar. "Kinda kau berat!"



"Gomen, sini aku bantu." Kindaichi yang sudah berdiri menarik tangan Kunimi. Usai bangun, mereka saling merapihkan baju mereka dan menepuk—nepuk pelan karena kotor oleh tanah. "Kau baik–baik saja kan?" Kunimi mengangguk lalu pandangannya mengarah pada tali yang tidak lagi berada di tempatnya. "Loh tali tadi yang disini kemana?" Kindaichi menggeleng tidak tau, dan secara tidak sengaja maniknya tidak menemukan karung berisi boneka yang tadi dibawanya.



"Perasaan tadi ku tetap membawanya meskipun terjatuh." Beonya, bingung. Kunimi menoleh "Kenapa?"
"Karung bonekanya tidak ada."
Lalu mereka terdiam sesaat, similir angin lembut menyapa kedua wajah mereka.



"Kucing sialan!" Maki Kindaichi, pandangannya lurus searah jarum jam, membuat Kunimi mengikuti sudut pandang tersebut dan menemukan Shibayama dengan Inouka yang berlari sambil membawa karung boneka mereka.



Kunimi berdecak pasrah, sangat malas rasanya untuk mengejar mereka yang semakin menjauh. Kindaichi yang menyadari hal itu langsung berjongkok di hadapan Kunimi, Kunimi mengerutkan alisnya bingung. "Naiklah."



Kunimi pun menaiki punggung Kindaichi, melingkari kakinya pada pinggang dan memeluk lehernya dengan sebelah tangan, karena tangan yang satu lagi memegang pistol. "Setidaknya terimakasih, kucing sialan."



"Makasih untuk?"
"Karena mereka aku jadi bisa menggendongmu, mungkin." Kindaichi memerah, sedangkan Kunimi tetap berwajah biasa saja.
"Apa?" Kunimi pura—pura tidak dengar dan Kindaichi menggeleng.
"Kau pegangan dengan erat Kuni, aku akan berlari secepat yang ku bisa dan tugas kau menembak lalu merampas karung itu oke?"



Kunimi mengangguk pelan. Kindaichi pun memasang ancang—ancangnya, dan berlari.



⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭⌭





Bonus Out Of Extra • Valentine Day !¡



Malam pun tiba, tidak terasa waktu bergulir begitu cepat. Di hari kasih sayang itu semua orang tengah bahagia dan saling membagi rasa cintanya entah itu untuk Pacar, Suami/Istri, Anak, Sahabat, serta Keluarga tercinta.



Semua sudah pulang ke rumah masing—masing, hanya Atsumu dan Osamu saja yang belum. Dalam perjalanan pulang setelah mengantar Ryuu dan Yuu. Terushima sang Ayah menelfon kedua anak kembarnya itu, meminta mereka untuk mampir ke salah satu Bar, untuk mengambil Wine dan Anggur karena persediaan di rumah sudah habis. Sebenarnya bisa saja Terushima menyuruh bawahannya, hanya saja Ia akan lebih merasa senang jika kedua anaknya itu membawakan apa yang diinginkannya.



Osamu memarkirkan mobil pada depan Bar, "Kau ikut?" Atsumu menggeleng, Ia benar—benar malas untuk masuk ke Bar, entah kenapa moodnya sedang tidak baik hari ini. Padahal biasanya Ia akan lupa waktu bila sudah menginjakkan kaki di dalam Bar apalagi kalau sudah ditemani dengan wanita mulus dan seksi. "Yasudah, tunggu sebentar." Osamu keluar dari mobil dan masuk ke Bar.



Sementara Atsumu merasa bosan di dalam mobil, Ia pun ikut keluar dari mobil dan bersandar pada pintu mobil. Menyalakan korek gas dan memantiknya pada sebatang rokok yang sudah bertengger manis pada bibirnya. Menghisap lalu menghembuskannya dengan tenang, sampai secara samar—samar Ia mendengar suara seseorang berteriak.



"Argh!" Atsumu menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Mencari dimana sumber suara itu berasal, jalanan depan Bar memang terbilang sepi, karena Bar itu berlokasi di kolong jembatan layang yang terhimpit dengan gedung—gedung tinggi.



Atsumu melirik pada pintu Bar, Osamu tak kunjung keluar dari sana. Ah, apa dia sedang menyapa para jalang? Entahlah Atsumu lebih penasaran pada suara teriakan di tempat sepi itu. Sebagai anak dari salah satu Bos Mafia (Modern Yakuza) yang masuk 5 Clan terkuat dan di segani, Atsumu memang terlatih dengan hal—hal kejam dan menyeramkan, tapi Ibunya selalu menanamkan hal baik di dalam keluarganya sejak kecil, hal itu lah yang membuat Atsumu maupun Osamu harus bisa mengecam keduanya, Baik dan Buruk. Mereka harus selalu Balance atau seimbang dalam dua hal tersebut.


"Argh!"
Teriakan itu lagi!
Atsumu melirik sekali lagi pada pintu Bar, namun lagi—lagi tidak ada tanda Osamu akan keluar dari sana. Atsumu membuang puntung rokoknya yang tinggal setengah, menginjaknya kemudian berjalan pelan mengikuti suara teriakan tadi.



Atsumu berjalan pelan memasuki sebuah lorong kecil berhimpitan dengan gedung apartment yang sudah usang dan tidak terpakai.
Lama—lama suara itu semakin jelas, Atsumu menghentikan langkahnya tepat di balik tembok, bersembunyi disana sambil menguping. "Argh! Tolong ampuni aku Tuan." Mohon seorang pria dengan muka sembab dan darah di sekitar tubuhnya. Atsumu tidak mengenalnya.


"Ampuni? Jangan bercanda!" Balas seorang pria, entah siapa, yang pasti Ia menggunakan masker, Pria itu berjongkok di hadapan Pria yang tersungkur. Tangannya membawa tongkat baseball, dan mengarahkannya tepat di dagu Pria yang babak belur. Atsumu masih mendengarkan dengan sabar, Ia tidak boleh gegabah karena selain dua orang yang saling berkomunikasi tersebut, ada banyak sekali Pria dengan jas hitam bergaris silver yang mengerubungi tempat tersebut. 'Mafia juga? Apa dia teman Papi? Tapi dari Klan mana?' Atsumu bergumam pelan.


Atsumu mencoba mengingat setiap nama anggota klan mafia yang tersebar luas di setiap kota. Seingatnya tidak ada klan yang anggotanya menggunakan masker, tapi..


"Kutanya sekali lagi, siapa yang menyuruhmu? Mungkin kalau kau mau angkat bicara, aku akan mengampunimu." Ucap pria dengan masker.



"Tidak! Aku tidak akan bicara sampai kapan–"
Bugh! Bugh! Bugh! Bugh!
"Argh!"
Tongkat baseball itu melayang dengan keras di pipi, tubuh, kepala dan juga hidung pria tersebut. Darah mengalir deras dari hidung dan kepalanya. Atsumu mengerutkan dahinya, tidak tega dengan pria yang dipukuli tersebut, tapi Atsumu tetap tidak bergeming, dia harus tau dengan jelas alasan pria bermasker memukulinya baru Ia bisa menyelamatkannya. Jika Ia bertindak gegabah sedikit saja Ia akan masuk ke dalam masalah orang lain, dan Atsumu tidak mau dihukum oleh sang Ayah.
Plang!
Pria dengan masker itu membuang tongkat baseballnya ke tanah. Lalu membuka sarung tangan yang sudah penuh cipratan darah dengan sarung tangan baru, begitu pula dengan jas yang sedang dikenakannya.



Atsumu merasa sudah terlalu lama menonton acara yang seharusnya tidak Ia tonton. Atsumu pun berniat untuk pergi dari sana, namun...
"Jangan bergerak." Atsumu membelalak ditempatnya, merasakan sebuah benda yang diyakininya adalah pistol tepat berada di belakang kepalanya. Atsumu mengumpat dalam hati setelah mengingat Ia tidak membawa benda tajam dalam bentuk apapun yang biasanya Ia bawa. Atsumu bisa saja menghabisi mereka dengan teknik bela dirinya, tapi setelah menyaksikan mereka semua membawa senjata, Ia kehilangan nyali. Lagipula Atsumu belum genap 17 Tahun, Ia belum resmi menjadi penerus, pangkatnya sekarang hanyalah Calon Penerus. Walaupun memepelajari segalanya tentang pekerjaan berbahaya sang Papi, Atsumu tetap belum pernah menjalankan misi dan menuntaskan dengan tangan sendiri.



"Maju!" Ucap pria dari belakang, entah Atsumu tidak mengenalnya. Dengan terpaksa Atsumu melangkah maju hingga yang tadinya bersembunyi menjadi terang—terangan masuk ke wilayah berbahaya tersebut.



"Tuan Muda tolong maafkan saya karena menganggu waktu Tuan, Tapi saya menemukan seorang penguntit yang bersembunyi di balik dinding gedung A."


Pria bermasker itu menoleh, lalu melangkah maju mendekati Atsumu. Atsumu memandangi wajah pria bermasker itu dengan teliti, dalam jarak dekat barulah Atsumu menyadari, bahwa rambut pria itu ikal kehitaman, sama seperti maniknya yang legam, dan ada dua tahi lalat di dahi kirinya. Atsumu menghafal wajah pria itu dengan jelas, berjaga—jaga bila ada sesuatu yang tidak diinginkan.



"Apa dia bersih?" Atsumu mengerutkan keningnya. 'Bersih?' Batinnya tidak enak.
"Akan lebih baik bila Tuan Muda sendiri yang membersihkannya, saya tidak berani lancang Tuan." Jawab si Pria tadi.
'Membersihkan?' Batin Atsumu semakin tidak enak.



"Okay Good Job." Pria bermasker itu mengeluarkan sebuah disinfektan, lantas menyemprotaknya dari atas kepala Atsumu. 'Wtf! Pria ini gila?' Atsumu misuh—misuh sambil terus menghindar. "Uhuk!" Lalu terbatuk karena cairan disinfektan terlalu banyak berterbangan di dekat hidungnya yang sensitif.



"Well well well, enaknya di apakan penguntit satu ini?" Tanyanya dengan suara rendah.






Btw judul lagu yang dinyanyiin Bokuto adalah Sunflower by Postmalone (barangkali ada yang pengen tau.)


Akaashi with flowers!

Sakusa ganteng banget, gaada obat:"

Atsumu!!!!


OOTD pas mau ke sarukawa land!

Happy Valentine gays ini ada KitKat, dari KITKAD SQUAD! Sorry telat banget🗿

***

TBC!
Next Chapter
(xxxxxxxxx)

Hallo Minna! Maaf banget aku baru publish😭💔, demi sandal jepit yang sering ilang di Masjid, nulis part ini sulit banget, dan parahnya aku abis sakit, sakit badan, sakit hati, untungnya gak sakit jiwa karena aku masih bisa nulis sekarang...
dan buat permintaan maaf, part ini 6700 kata, kalian senang? Smoga ya! Smoga suka, oke sekian cuap2nya! Nb, jariku sakit😭✊🏻 ini pertama kalinya ngetik hampir 7000 kata.

Jangan lupa Vote!
Thankyou–!🌈💖🌟 [maaf banget kalau banyak kata yang keduaan atau typo, aku ga sempet revisi ulang karena terlalu gak sabar buat post!]

❚❙❚❘❙❘❚❙❚❘❚❙❚❘❙❘❚❙❚❘❙❘❚❙❚❘❙❘❚❙❚❘❚❙❚❘❙❘❚❙❚❘❙❘❚❙❚❘❙❘❚

Cindy'Ellorawsky 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro