Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ᥫ᭡˖ ࣪𝐕𝐨 𝐬 𝐭 è ¡!•SakuAtsu•


🔥 Warning 🔥
🍃 bahasa acak kadul, typo, OOC 🍃
‼️ Don't Like? Don't Read ‼️
☔️ Support me by Vote + Comment ☔️


















"Sorry."
Sakusa merengkuh erat pinggang Atsumu, dahinya bertumpu pada pundak Atsumu. "Gue **** **** **** lo." Bisiknya.

Bersamaan dengan kalimat Sakusa, sebuah pesawat terbang melewati kepala mereka, suara mesinnya yang berisik membuat Atsumu tidak bisa mendengar ucapan Sakusa.

Atsumu memberontak memaksa Sakusa mengulang perkatannya dengan, "Apa?!"
"Gak ada siaran ulang." Jawab Sakusa enteng lantas mengangkat tubuh Atsumu, membawanya duduk di atas kap mobil.
"OMI?!"
Sakusa menatap Atsumu lamat—lamat.
"Prove it to me."
"A-wait what?! Omi!"





Tanpa persetujuan, Sakusa mencium Atsumu begitu saja. Membiarkan kedua bibir mereka beradu, sesekali mengecup ringan, menikmati bibir lembut Atsumu. Sakusa mendorong tubuhnya hingga berbaring diatas kap mobil. Tikungan itu sangat lengang, tidak ada yang bisa menghentikan mereka.

Awalnya Atsumu hanya diam, tetapi itu tidak bertahan lama karena kini ia mulai membalas ciuman Sakusa, rasa asin sisa darah dibibirnya dihisap habis tak tersisa. Tangannya melingkar sempurna dibahu kokoh Sakusa, kakinya pun begitu dipinggang rampingnya.

"Mmpphh." Mereka terus memagut, mengulum, menyesap, menautkan lidah, hingga salah satu dari mereka kehabisan nafas, dan itu adalah Atsumu.

Sakusa melepaskan Atsumu yang menghirup oksigen banyak—banyak. Benang saliva menjuntai diantara bibir mereka. Ibu jari Sakusa terangkat keatas, mengusap pelan bibir bengkak Atsumu karena ulahnya, dan itu membuatnya bangga. Ia tersenyum, tipis sekali, bahkan Atsumu tidak menyadarinya.

Suasana hangat mendadak runtuh dalam seperkian detik karena Atsumu mengaduh, "Argh! Sa-sakit Mih." Sakusa spontan melepaskan Atsumu, memberinya ruang untuk bergerak. "Apa? Dibagian mana?" Sakusa mundur teratur, Atsumu berusaha bangkit sambil memegangi perut ratanya.

"Tsum!"
Atsumu menatap Sakusa yang berjenggit diposisinya, raut wajahnya amat serius saat menatap kebagian bawah tubuhnya. Atsumu ikut menunduk, menatap bagian bawahnya dan darah dengan deras mengalir dari sana. "A–ARGHHHHHH!" Teriak Atsumu sebelum akhirnya jatuh pingsan.

"Tsum! Tsum?!" Sakusa secepat kilat menangkap tubuh Atsumu sebelum jatuh ke aspal.




Keguguran ya?















.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Iya ngescroll terus😏
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Terus scroll😼
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Pegel gak? Pegel gak?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Pegel lah masa enggak!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

WARNING!!! 18+
[Harap bijak dalam memilih bacaan,
karena dosa readers dipungut
biaya travel ke neraka,
dan author tidak ikut
menanggungnya,
sekian.]





   "ARFGHHHHHHHH!!!" Suara Atsumu melengking sempurna, dahinya penuh keringat sebiji jagung. Ia duduk sepenuhnya, lantas menyibak selimut tebalnya cepat, menatap lamat—lamat pada bagian bawahnya yang tertutupi celana panjang biru kotak—kotak (bukan sarung cap Gajah Duduk bukan nungging apalagi cap Mangga bukan apel). **chapter ini tidak di sponsori apapun oleh pihak terkait. Ini hanya candaan semata.

Bahkan itu saja belum cukup, ia cepat—cepat melompat dari ranjang dan memelorotkan celana panjangnya begitu saja. Hingga hanya menyisakan celana dalam berwarna putih tanpa boxer.

Tidak ada darah, semuanya kering dan baik—baik saja. Dadanya naik turun, jadi tadi itu apa? Mimpi? Kenapa mimpi bisa terasa senyata itu? Atsumu ingat betul kejadian semalam, ia pergi dengan Osamu dan Suna ke jalan Rexeber untuk mengejar Sakusa. Dan berhasil! Sakusa berhasil diringkusnya! Bukan cuma itu, ia juga sempat mengutarakan perasaannya dengan Sakusa bahkan membogem mentah pipinya.

Berarti itu bukan mimpi kan?!
Terus gimana bisa?

"Kenapa lu?" Atsumu menoleh horror, mendapati seseorang yang ikut bangun dari ranjangnya. Omi?! Bentar, kok? Atsumu mengerjap cepat, berharap bahwa siluet tubuh topless Sakusa hanyalah khayalannya semata. Tetapi tidak, mau seberapa cepat ia menutup—buka kelopak matanya, Sakusa tetap berada disana. Memandang entah bingung atau khawatir kearahnya.

Ia bahkan sudah ikut turun dari ranjang dan sedang menghampirinya saat ini! Atsumu menoleh panik, bagaimana bisa Sakusa berada dikamarnya? Ia benar. Ini jelas kamarnya, kamar yang sama waktu masih tidur bareng Osamu dulu, cat temboknya, lampu mejanya, ranjangnya dengan sprei rubah, lemari kaca empat pintu dan...

"Gue tanya lu kenapa? Mau pipis?" Salah satu alis Sakusa naik saat pandangannya jatuh menelusuri celana panjang kotak—kotak Atsumu yang tergeletak dilantai, ia menggeleng patah—patah. "Pipis di celana?" Tebak Sakusa salah pengertian. Atsumu yang tadinya panik mendadak jengkel, "Mata lo!"

"Ya lagian ngapain pas bangun tereak-tereak terus langsung buka celana? Mimpi apa lu? Diperkosa gue?" Atsumu melotot, heran betul dengan jalan pikiran sahabat kecilnya itu. Ralat :calon suami.

Ia bergeser berdiri di tepian ranjang. "Lo sendiri ngapain dikamar gw?!" Tangannya menyilang didepan dada mirip perawan yang takut diperkaos, Sakusa mengangkat bahu acuh. Lantas memungut celana panjang Atsumu, menghampirinya kemudian duduk di tepian ranjang.

Tangannya memberi gestur agar Atsumu mendekat, Atsumu yang tidak curiga menurut saja, ia mendekat. Berdiri di celah dua paha Sakusa yang terbuka, Sakusa sendiri sudah melebarkan celana agar Atsumu dapat memakainya lewat kaki. Kedua tangannya memegang bahu Sakusa sebagai tumpuan sebelum mengangkat satu kaki ke dalam lubang celana.

Atsumu menunduk kala dahi Sakusa mengenai perut ratanya dari balik baju tidur. "Gatau tuh semalem pas gue mau pulang, ada yang narik-narik gue buat tidur disini."

"Siapa?" Atsumu kembali jengkel namun tetap mengangkat satu kaki lainnya.

"Gatau gue lupa, rambutnya pirang, jelek banget, berisik anaknya, kepala batu juga." Sakusa menaikkan celana Atsumu hingga setengah pahanya, lantaran jari—jarinya dengan kurang ajar membelai gemas bokong sintal Atsumu dari balik celana dalam. Atsumu terperanjat, semburat merah menyembul dipipi, segera saja ia melayangkan tangannya namun ditangkap Sakusa cepat.

Sedetik kemudian manik berbeda mereka bertemu, menatap satu sama lain. Jika Sakusa menengadah, maka Atsumu menunduk. "Lepas!" Atsumu mendorong bahu Sakusa keras, bukannya melepaskan Sakusa semakin merapatkan kedua pahanya, menekan kaki—kaki Atsumu lantas mendorongnya pelan hingga tubuhnya hampir terjungkal ke belakang jika saja lengan besarnya tidak jadi tumpuan, kemudian mendudukkan si pirang diatas pahanya.

"Gw bilang lepas! Katanya gw jelek terus berisik, gausah–"

Atsumu berhenti mengoceh saat ujung hidung mancung Sakusa mengenai perut ratanya, mengecupnya pelan lantas menenggelamkan wajahnya disana, membuat Atsumu geli spontan meremas pelan rambut bergelombang Sakusa.

"Mimpi buruk?"

Dua kata yang terucap dari bibir tipis Sakusa begitu melepas perut Atsumu, entah mengapa Sakusa merasa ia harus lebih bersabar kali ini. Ia sudah tahu bahwa Atsumu membawa sebagian dirinya di dalam tubuhnya, dan juga semua itu karena salahnya. Sakusa bahkan sudah mendengar bagaimana menderitanya Atsumu yang memendam perasaan untuknya selama ini.

Sakusa tidak bisa, tidak akan bisa lagi untuk melepaskan seseorang yang menyayanginya. Dulu sekali, Sakusa gagal menjaga mendiang Ibunya. Dan sekarang Sakusa tidak boleh gagal lagi untuk menjaga Atsumu. Walau mungkin terkesan aneh bila orang yang paling sering membuatmu kesal adalah orang yang paling kau cintai nantinya.

Dan tak kalah aneh juga, mereka jarang bertemu apalagi berkomunikasi, tetapi keduanya sama sekali tidak merasa canggung, mereka sangat nyaman satu sama lain walau pertengkaran kecil masih sering terjadi disetiap menitnya, tetapi itu bukan masalah besar. Setiap pasangan punya caranya masing—masing dalam berhubungan bukan?

"Gw mimpi, kalo gw berdarah banyak banget. Dan perut gw sakit." Atsumu mulai menjelaskan, Sakusa diam mendengarkan.

"Rasanya nyata banget bahkan setelah gw bangun, jadi gw langsung ngecek celana gw. Gw takut dia kenapa-napa Mih." Adu Atsumu lirih.

Usia kandungannya yang masih terhitung mingguan, sangat rawan dan ringkih. Itulah mengapa Atsumu sekhawatir itu, apalagi ia hamil diusia muda dan pertama kali baginya mengalami hal tersebut. Sakusa sendiri bingung, apa maksud dimimpi Atsumu itu adalah keguguran?

"He'll gonna be ok." Jawab Sakusa pendek, tangannya menepuk—nepuk paha Atsumu teratur. Rasa nyaman menjalar disekujur tubuh Atsumu, membuatnya merasa lebih baik walau yang didapatkannya hanya sebuah kata—kata dan tepukan ringan. Atsumu menyenderkan kepalanya dibahu Sakusa saat tersadar sesuatu.

"He?"
"Smoga aja dia cowo."
"Kalo cewe gimana?"
"Both is fine."
"Really? Kalo berebut hak waris gimana nanti?! Kayak gw sama Samu." Kedua alis Atsumu menyatu khawatir.
"Ya enggaklah, kalo cowo cewe yang jadi calon penerus ya yang cowo. Yang cewe gak." Jawab Sakusa enteng.

"Kalo cowo dua duanya gimana?!" Tantang Atsumu, nadanya menukik.
"Ya liat siapa yang lebih cocok." Atsumu menggeleng keras, jelas ia menolak. Ia tidak mau salah satu anaknya nanti akan bernasib sama seperti dirinya. Jangan lagi!

"Kalo gitu mending satu aja anaknya." Titahnya tegas, tidak bisa diganggu gugat.

"Sepi bego, gak kesian lu ntar anak gue kek sapi ompong gara gara gada yang ngajak ngobrol."

"Anak lo? Anak gw ya ini!" Bantah Atsumu tidak terima.

"Anak gue lah! Lu cuma cetakan, gue yang bikin adonan. Mau apa lu hah?" Bela Sakusa.

"Ya kalo gak ada gw, gabakal jadi tuh adonan lo! Gak akan berhasil! Jadi ini anak gw! Mau apa lo hah? HAHAHAHAH!" Atsumu membusungkan dada bangga, tubuhnya berguncang karena derai tawa dalam dekapan Sakusa, tanpa tahu hal itu membuat si dominan gemas.

"Mau ewe lu sekarang, mau apa lu hah?!" Desis Sakusa, dengan cepat menyibak baju tidur Atsumu yang kelewat longgar, memasukkan kepalanya. Bibir tipisnya menyambar puting kanan Atsumu, menghisapnya. Sedangkan tangannya meraba—raba sisi puting yang lain, mencubit lalu memilinnya kencang.

Membuat bibir ranum Atsumu terbuka karena keenakan, bahkan kepalanya menengadah keatas. Jari—jarinya meremas bahu sang calon suami, dan sisanya mendorong bahu kokoh itu untuk menghentikan aksinya.

"Akh, Mih! Not there! Ge-gelihhh." Pekik Atsumu berkali—kali.

Atsumu memerah, ia bingung setengah mati. Kenapa si rambut kriwul dihadapannya ini senang sekali memainkan putingnya yang kecil dan hampir rata itu? Bukankah terasa aneh? Semakin Atsumu mendorong maka semakin kuat pula hisapan Sakusa pada putingnya.

"Akh ernghh!" Sakusa melepas puting kanan Atsumu lantas berpindah menjilat puting kirinya. Menggigit—gigit kecil sesekali menghisapnya kuat—kuat.
"Sshh shit." Wajah Atsumu merah sempurna hingga ketelinga, ia tak menyangka ia akan sesensitif ini.

Atsumu pasrah sudah, cairan pre-cum sudah tercetak jelas pada celana dalam putihnya. Sakusa yang menyadari itu segera melepaskan Atsumu, keluar perlahan dari baju tidurnya.

"Eh? Sesuka itu lu gue mainin susu lu?" Ejek Sakusa, tersenyum sarkas. Atsumu tidak membalas, tangannya terangkat lagi ingin menempeleng mulut kurang ajar calon suaminya, namun terlambat. Sakusa selalu berhasil menahan dan menangkap gerakannya, kecuali semalam.

Harusnya gw tampar dia 9 kali semalem! Sesal Atsumu dalam hati.

"Lepasin gw ah! Gatel ih pentil gw jadinya." Atsumu kembali memberontak, tidak ingin Sakusa bertindak lebih jauh dari ini. Sesekali jarinya mengelus putingnya dari luar baju. Terasa gatal dan perih diwaktu bersamaan karena ulah perbuatan calon suaminya beberapa menit yang lalu. Namun Sakusa mengeratkan pelukannya, seraya berdiri mengangkat Atsumu.

Lalu menelungkupkan Atsumu ditepi ranjang, gerakan itu cepat sekali dan sebelum Atsumu sempat menggerakan anggota tubuhnya untuk bangun, Sakusa segera menekuk kedua kakinya dan menekan kepala Atsumu untuk mencium ranjang. Membiarkan calon istrinya menungging sempurna. "Om-omi?!" Suara Atsumu teredam. Sakusa membuka celana dalam putih Atsumu beserta celana panjangnya selutut dalam satu tarikan.

Ini benar—benar gawat, apa yang ingin dilakukan mas kriwul ini sih? Sakusa tidak menjawab, juga tidak protes ia malah memasukkan kedua jari (telunjuk dan tengah) ke dalam mulut Atsumu membiarkannya dibasahi saliva. Lantas mengeluarkannya dan langsung memasuki lubang Atsumu yang lainnya pelan.

Sakusa mengocok hole Atsumu dengan jarinya cepat. Mencari—cari sweetspot Atsumu, dan ketika mendengar pekikan, "Akh!" Dari si empunya, ujung bibirnya tertarik, "Found it." Ia dengan gencar menghujam titik sensitif itu berkali—kali membuat Atsumu menggigit bibirnya rapat. Meredam lenguhan yang akan terdengar ke ruangan sebelah. Hal itu membuat Sakusa menaikkan satu alisnya, dan menambahkan dari dua jari jadi tiga jari.

Tidak berhenti disana, sebelah tangannya yang bebas mulai memainkan milik Atsumu yang tak lebih besar dari miliknya. Mengocoknya cepat seirama dengan kocokan jarinya pada lubang selatannya. Membuat Atsumu mendadak gila, telinganya berdengung, pandangannya menggelap, yang ia rasakan hanyalah kenikmatan menuju awang—awang sebelum akhirnya dunia putih menyambut, hangat.

Splurt!

Atsumu meliukkan tubuhnya sesaat, nafasnya menderu. Dan saat itu juga Sakusa memajukan wajahnya hingga mencapai sisi telinga Atsumu yang sudah memerah karena malu akan perbuatanya barusan. Menjilatinya sensual sebelum berbisik pelan, "Marry me?"

Bola mata madu milik Atsumu membulat sempurna, alisnya tertaut, hidungnya kembang—kempis menahan kesal dan bibirnya terbuka setengah. Lamaran macam apa ini?! Sakusa yang menyaksikan itu buru—buru menekan ketiga jarinya yang masih berada di dalam, menumbuk kencang bagian sweet-spotnya lagi—dan—lagi. Membuat Atsumu memekik spontan, "Akh yashh! Emngh." Tanpa bisa menolak lagi.

Lagipula, menolak pun percuma. Karena Atsumu memang hanya akan menikahi Sakusa didalam hidupnya, begitu pula sebaliknya. Sakusa tersenyum puas, "Say it loudly Mrs. Sakusa." Kemudian, tidak lama. Suara—suara erangan indah mengalun bagai melodi dipagi hari, memenuhi ruangan, udara mulai memanas, membuat mereka sesak dan tersesat dalam pusaran cinta, lebih dalam lagi.

Tanpa mereka ketahui, ada sosok yang mendengar segalanya lantas ingin mengetuk pintu namun mengurungkan niatnya.









"Kenapa Sam?"

Suna, sahabat skaligus mata—matanya itu bertanya ketika Osamu menurunkan tangannya kebawah. Dan langsung balik kanan, meninggalkan pintu cokelat yang bersebelahan dengan pintu kamarnya. Osamu yang terbangun karena keberisikan, Suna pun begitu. Karena kamar mereka bertiga itu saling berdekatan. Jika kamar Osamu percis disebelahnya, maka kamar Suna berseberangan dengan kamar Atsumu.

Jelas sekali kegiatan kedua pasangan dimabuk cinta itu menganggu mereka, sangat. Ini masih pukul setengah empat pagi, jika Osamu tidak salah memperkirakan. Ia langsung keluar tanpa sempat menengok pada jam weaker di atas nakas samping tempat tidurnya karena spontan ingin memperingati saudara kembarnya itu.

Namun gerakannya refleks terhenti, ketika ada sesuatu yang bergejolak menggores bagian hatinya tak terima. Ia sendiri sempat termangu beberapa waktu, tidak sadar dengan apa yang tengah melanda hati dan pikirannya saat ini. Memang apa yang salah jika Atsumu bersama Sakusa sekarang? Bukankah itu semakin bagus? Selain Atsumu yang akan angkat kaki dari Terushima House dan pindah menempati Sakusa House.

Itu juga berarti penganggu serta bebannya selama ini akan berkurang drastis bukan? Tidak akan ada lagi yang merepotkannya dan membuatnya khawatir. Sifat Atsumu yang besar kepala dan sulit tunduk dengan aturan itulah yang akhirnya membuat Osamu juga ikut berubah. Di dalam keluarga ini, hanya persoalan waktu saja kapan mereka akan menduduki tahta (menjadi ketua Klan).

Dan Atsumu sebagai yang tertua, selalu lupa bagaimana harus bersikap dan menetapkan pilihannya. Jadi Osamu, yang lebih sadar akan hal tersebut selalu berusaha untuk melampaui Atsumu. Alih—alih melampaui, Osamu hanya ingin melindungi Atsumu, menutupi kekurangannya, kesalahannya.

Disaat Atsumu membuat satu keburukan, maka Osamu akan menutupinya dengan dua kebaikan. Begitu seterusnya, hingga hukuman untuk Atsumu diringankan oleh Papih—Mamih mereka, karena dibalik rasa kekecewaan mereka kepada si sulung ada rasa bahagia karena si bungsu.

Namun, tanpa diketahui Osamu. Hal itu malah membuat Atsumu semakin iri dengannya, rasa iri itu tetap ada walau ia tidak menunjukannya secara terang—terangan. Ia juga iri kalau fisik dan ketangkasan Osamu jauh lebih baik dari pada dirinya. Bahkan pengendalian emosinya juga semakin baik setiap harinya, berbeda dengan ia yang mudah meledak—ledak. Bahkan jika hanya dipancing dengan hal—hal kecil sekalipun.

"Gapapa Rin." Jawab Osamu pendek, apanya yang gapapa? Jelas sekali jika terjadi sesuatu, dan Suna menyadari hal tersebut dengan cepat. Matanya yang sudah sipit semakin sipit ketika mengamati lekuk tubuh Osamu dari belakang. Mereka melewati lorong—lorong kediaman Terushima House.

Berbelok, kemudian tangan Osamu menarik pintu kayu, membukanya. Menampilkan halaman samping Terushima House yang bersih terbalut semen halus, ada kolam ikan mas dan koi berukuran sedang terletak percis dibawah kaki tangga teras dengan pohon nangka besar disampingnya, berdiri kokoh. Biru langit dimalam menjelang pagi menimpa bangunan rumah bergaya tradisional mereka.

Osamu duduk pada lantai kayu terasnya, kaki—kakinya memanjang disepanjang tangga pendek yang menyatu dengan semen dibawah. Memandangi pintu—pintu serupa dengan teras dan bangunan yang sama percis dengan bangunan miliknya, saling terhubung satu sama lain tanpa pernah menganggu privasi. Karena walaupun tampak menyatu dari luar, bangunan mereka tidak benar—benar menyatu dari dalam.

Pindah sekali dua kali, tidak membuat bangunan rumah mereka berbeda. Mau dimanapun mereka tinggal dirumah dulu saat ia masih kecil maupun rumah baru yang jadi tempat tinggalnya saat ini, Mamih selalu memastikan mereka tetap merasa sedang berada dirumah yang sama. Terushima sendiri tidak keberatan, jika Kita mendesign rumah mereka dari ujung ke ujung.

Kita bilang, ingin selalu membawa kenangan mendiang Neneknya dimanapun ia tinggal. Maka bangunan rumah mereka sangat tradisional, seluruh bangunan dan lantai terbuat dari kayu tebal. Rumah itu juga tidak langsung menyatu dengan bumi, ada kayu—kayu kokoh penyangga rumah membuatnya mirip seperti rumah jejepangan. Percis dengan rumah Kita dulu, saat ia tinggal dengan Neneknya.

"Lu gak siap Atsumu pergi dari rumah ini?" Tebak Suna, masih berdiri diambang pintu tidak ikut duduk. Udara diluar masih amat dingin, ia sampai memeluk dirinya sendiri. "Atau lu gak siap Atsumu diambil orang lain?" Osamu yang tadinya menatap pintu tempat Ayah dan Ibunya istirahat, menoleh ringan.

"Lu tau Rin, gua gak kayak gitu." Suna mendengus, ia memang tahu. Ia hanya mencoba memancing Osamu. Agar ia segera memuntahkan isi hatinya saat ini juga tetapi Suna juga tahu bahwa Osamu yang saat ini ada dihadapannya bukanlah Osamu tiga tahun atau tujuh tahun yang lalu. Ia sudah berbeda, karena tanggung jawab besar akan segera diembannya beberapa tahun lagi.

"Terus?" Suna mendekat, masih berdiri dalam jarak aman. Osamu menoleh dan menyuruhnya untuk duduk disampingnya.

"Gua cuma gak yakin kalo Sakusa bisa jagain Tsumu sama si kecebong ntar."

Suna nyegir kuda. "Kecebong? Ahahaha lu kata mereka berdua keluarga katak." Osamu mengernyit. "Yang lomba renang ke dalem rahim itu sperma kan? Kan bentukannya kayak kecebong Rin." kini Suna lah yang mengernyit, "bukan jir..."

"Trus apaan?"

"Ayo dah, gue kocokin sini punya lu Sam ntar kita liat... atau mau punya gue aja?" sembur Suna dengan smirk yang memukau, bukannya terpesona Osamu malah mendorong bahu Suna menjauh karena wajahnya terlampau dekat dengannya, "Lu gak lupa kan Rin kalo lu cuma boleh kayak gitu ke gua kalo gua suruh doang?"

"Gaasik lu Sam." cibir Suna bersandar dibahu Osamu.

"Yakan gua bukan pacar lu Rin." Dengan entengnya Osamu bilang gitu.

Dari dalam dada rata Suna rasanya ada yang tersentil tapi bukan pentilnya melainkan isi hatinya, "yaudah lah ayo pacaran." Ajaknya tanpa beban.

"Apaansih? Yakali gua pacaran sama lu." balas Osamu kejam. Selalu saja ajakan Suna ditolak mentah-mentah, bukan cuma sekali dua kali, karena ini sudah terhitung 8 kali. Dan alasannya selalu sama.

"Kenapa emang?"
"Kita kan sahabat skaligus partner in crime Rin."

Nahkan...as always like that. Suna hanya memutar bola matanya malas, lantas memincingkan sudut matanya yang tajam saat Osamu mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Dahlah jadi bahas kemana-mana, gua mau buat onigiri dulu. Ntar si kuning keburu bangun. Lu juga masuk aja, tidur lagi juga gapapa ntar gua bangunin skalian siapin sarapan lu. Oke?" Osamu bangkit, mengusak pelan surai Suna dan meninggalkannya yang tengah memandang datar kepelataran. Begitu hening dan dingin.

"Kita liat aja Sam, sampe kapan lu kayak gini."






"Hoam!"

Atsumu mendecakan lidahnya setelah menguap sesekali, gara—gara mimpi buruk yang membangunkannya dipagi buta, ditambah aksi pelamaran paling gak etis oleh makhluk kriwul yang maniak kebersihan itu. Atsumu benar—benar masih mengantuk karenanya! Awan mendung tampak berkumpul diatas kepalanya.

Lagian siapa yang ngajarin sih cara ngelamar kek gitu?! Orang mah yang sweet bawa bunga ama kotak cincin kek! Kalo gak ajak makan ke resto gitu kek, atau ga duduk diatap sambil liat langit berbintang. Punya cowok gak romantis gini amat.

Atsumu mendumel sambil mengacak surainya kesal.

Sementara itu beberapa siswi datang membawa makanan dalam pelukan mereka menghampiri Atsumu. Mereka bukan dari kelas Atsumu, rata—rata anak kelas 1 IPA & IPS.
"Kak Tsumu..."

Atsumu menoleh, "eh kalian...pakabar cantik?" Atsumu mengedipkan sebelah matanya.

"B-baik kak!"
"Di wink in dong, aaaaaaaa cantiknya!!!" Para siswi itu mulai salah tingkah, salah satu dari mereka ada yang sampai nosebleeds, terkapar dilantai. Oke itu lebay, namun beruntung kelas sedang tidak begitu ramai. Dan ini memang jam istirahat.

Atsumu menunjuk dirinya sendiri, "gw cantik?" Mereka semua mengangguk cepat.

Gw ganteng gini dikata cantik? Buta lo semua keknya. Batin Atsumu bodoamat.

"Hufh! Akhirnya bisa ngobrol dan ngasih makanan kita lagi ke kakak! Ini buat kakak ya..." mereka menaruh seluruh makanan mereka ke meja Atsumu, menyusunnya rapih. Ada sandwich, susu kotak, wafer, cup ramen dan snack lainnya.

Atsumu menaikkan sebelah alisnya, "maksudnya? Gw kira kalian emang lupa ingatan jadi gak nyamperin gw." Bohong Atsumu, basa basi. Atsumu tidak mengharapkan mereka untuk datang lagi, bahkan Atsumu memang melupakan keberadaan mereka selama ini. Toh mereka cuma sekumpulan gadis yang memujanya dan Atsumu yang memang tidak merasa dirugikan dalam konteks apapun membiarkannya.

Dan memang benar dirinya sedikit lega dengan mereka tidak mendatanginya lagi...tapi mungkin semua itu hanya bertahan sementara waktu saja. Karena kini mereka kembali mendatangi Atsumu dengan segudang makanan manis.

Kelima gadis itu menggeleng cepat—cepat. "Bukan...belakangan ini agak susah nemuin kakak karena kakak kan sempet gak masuk–masuk yang waktu itu kakak masuk RS. Terus pas udah masuk kakak selalu bareng kak Osamu sama kak Suna atau yang lainnya." Jelas salah satu gadis berkuncir kuda, rambutnya pirang.

Yang lainnya mengangguk, "iya...dan terakhir kali liat kakak sendiri waktu itu kakak lagi lari dikoridor buru–buru masuk toilet yakan?"

"Ah itu." Atsumu menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sambil mengingat kejadian itu, bingung bagaimana harus menjelaskannya jika mereka ingin tahu lebih dari ini.

"Hari ini kakak tumben sendirian, gak bareng kak Samu?" Celetuk gadis rambut pendek cokelat, poninya rata.

Atsumu memandang kotak bekal berwarna hitam dengan sepasang sumpit yang dibalutkan kain motif cantik kesukaan Mamih diatasnya. Kotak bekal yang bersebelahan dengan makanan—makanan manis itu pemberian dari Osamu tadi pagi, sebelum pergi dengan Suna. Entah kemana? Osamu dan Suna tidak pergi kesekolah hari ini.

Enak sekali mereka bisa membolos karena ada misi dadakan, Atsumu juga ingin membolos tetapi ia sedang dibebas tugaskan oleh Papihnya so Atsumu tidak punya alasan buat tidak pergi ke sekolah, sial.

"Samu ada urusan jadi gak masuk hari ini." Jawab Atsumu sambil menyipitkan mata madunya, senyum masih terpatri namun lama—kelamaan luntur saat para gadis itu mulai mencelanya kembali.

"Oh gitu, btw kotak makan itu dari siapa kak?"

"Kak Samu lah, siapa lagi? Dari warna sama cara natanya aja udah keliatan kan." Ujar gadis kepang dua.

"Sodara idaman banget gak sih? Biar kata ada urusan masih sempet nyiapin bekel. Kakak aku boro-boro kayak gitu, kerjaannya nyuruh-nyuruh terus udah kayak babunya aja aku."

"Bener, apalagi ade aku. Dimintain tolong susah banget...gamau ngapa-ngapain. Ke warung pun baru mau kalo dikasih ongkos jajan."

"Ahahaha sama, mana mau geratisan."

"Kakak beruntung banget sih punya sodara kayak kak Samu."

Beruntung?
Beruntung ya?

Atsumu tiba—tiba saja berdiri membuat semua terkejut dan spontan mundur selangkah. "Btw, gw baru inget kalo gw harus ke markas sekarang. Bye, thanks ya makanannya. Jangan lupa tambahin onigiri buat Osamu besok-besok. Dia suka banget soalnya." Sindir Atsumu sebelum membawa pergi seluruh makanan yang memenuhi mejanya.

Ngasih makanannya sih bener ke gw, tapi ngapa Osamu terus yang pada elu bahas bambang?!

Rasanya Atsumu ingin sekali membuang seluruh makanan ini, atau paling tidak menolak dan mengembalikannya lagi kepada mereka. Namun kata Mamih, menolak pemberian itu sangat tidak baik, apalagi sampai membuangnya. Jika pemberian itu tidak berguna dan bermanfaat maka semua akan baik—baik saja tetapi ini makanan, dan gak semua orang diluaran sana bisa makan setiap harinya.

Meski membawa seluruh makanan itu bukan berarti Atsumu sudi memakannya. Apa maksud mereka memuji Osamu didepannya? Berani sekali mereka. Tanpa perlu diingatkan pun, Atsumu sangat paham bagaimana baik dan teladannya seorang Osamu. Maka tak heran orangtuanya lebih memilih Osamu ketimbang dirinya sendiri untuk meneruskan perusahaan dan bisnis mereka. Bahkan menjadi ketua Klan FOXMURDER selanjutnya.

Tidak dimana—mana Osamu memang selalu jadi nomor satu, dan dirinya nomor dua. Sakusa bahkan lebih mendengar dan menghargai ucapan saudara kembarnya itu ketimbang dirinya. Muak sekali rasanya, "beruntung apanya?" Monolognya sambil menuruni anak tangga menuju lantai dasar.

Atsumu mengingat bagaimana Osamu selalu berhasil menutupi jejak kesalahannya selama ini. Membereskan ketidakbenarannya, bahkan ikut meminta maaf atas kesalahan yang tak dilakukannya. Membuat Atsumu merasa jika dirinya begitu buruk, dan tidak berkesempatan untuk bertanggung jawab. Dan hal tersebut membuat Osamu naik satu hingga dua derajat lebih baik dimata kedua orangtuanya ketimbang dirinya. Oh tidak, tidak hanya dimata kedua orangtuanya, dimata semua orang.

"Dasar caper."

Brak!

Atsumu menendang pintu markas lumayan keras, membuat teman—temannya didalamnya terkaget—kaget. Ada beberapa anak kelas 2 dan 3 yang duduk—duduk sambil main kartu, ada juga yang bawa papan catur. Pada asik nongki di jam istirahat, termasuk Nishinoya dan Ryuu.

"Wei santai aje dong bro." Sapa Ryuu, si pelontos itu tengah duduk merokok disudut ruangan. Ada jendela didekatnya sebagai ventilasi udara.

"Sorry bang, mood gw lagi gabagus." Jawab Atsumu cuek, ditaruhlah seluruh snack beserta bekal pemberian Osamu. "Wedeh rejeki nomplok nieh, buat kita kan Tsum?" Tanya Noya yang sudah melompat turun dari kursi dan mulai membuka snack tersebut.

Atsumu mengangguk, "iye bang buat lo padaan aja ye. Ntar kasihin juga ke anak-anak."

"Bekel ini, kok gak lu makan?" Noya membuka kotak makan berisikan asupan 4 sehat 5 sempurna didalamnya. Minus susu sebenernya, cuma para siswi tadi memberikannya susu kotak jadi lengkap sudah jika digabungkan. Tapi siapa peduli lagian Atsumu sedang hamil, bagusnya minum susu ibu hamil kan?

"Gw gak napsu bang." Dan ketika baru ingin duduk, Atsumu merasakan getaran pada Hpnya. Membuatnya mengurungkan niat lalu pamit keluar untuk mengangkat telefon.

"Oi Sam...ngapa?" Alisnya menukik tidak santai.

"Lu gak makan bekel yang udah gua siapin?" Tanya Osamu dari seberang.
Atsumu menggeleng, "suka suka gw lah. Urusin aja tuh misi lo, sok peduli banget sih sama gw." Cibir Atsumu.

"Siapa juga yang peduli sama lu, gua cuma peduli sama calon keponakan gua." Bantah Osamu cepat.

"Yeu bodo, lagian kok tau sih lo? Lo boongin gw kan?! Gak ada misi dadakan dari Papih? Dimana lo sekarang, keluar!" Atsumu memendarkan penglihatannya seraya berputar kesekeliling barangkali menemukan Osamu yang diam—diam tengah bersembunyi. Tetapi tidak ada siapapun, ia sendirian diluar markas.

"Udah deh jangan muter-muter, gua gak bakal muncul karena gua gak lagi disitu. Makan sana, jangan nyiksa calon keponakan gua, gak baik nyiksa anak sendiri." Ujar Osamu.

Atsumu terdiam merasa horror sendiri, tidak lagi berputar—putar. "Ck, terserah ya babi. Gw cuma mau makan takoyaki sekarang. Gak pengen makan nasi!"

"Yaudah telfon lah pangeran kesiangan lu itu, minta dia bawain. Biar berguna dikit jadi calon suami." Sindir Osamu.

"Apaansih? Kok jadi nyuruh-nyuruh Omi. Kan lo yang bilang sendiri waktu itu kalo gw butuh dan mau sesuatu gw tinggal bilang elo!" Atsumu semakin kesal saja rasanya, semua terbukti dari kakinya yang menendang batu kerikil nganggur didekatnya.

Osamu tertawa, mengejek. "Hahaha itu mah kemaren, sekarang kan lu dah ada Sakusa. Yaudah bye, gua sibuk. Bae-bae sama Sakusa."

"Eh eh eh eh eh! Enak aja lo. Sok sibuk banget sih heran. Belom juga resmi jadi ketua Klan, najis. Gw gak bisa minta sama Omi, dia sibuk beneran gak kayak lo yang sok sibuk. Jadi mending lo aja yang beliin, lo kan adek gw yang baik."

"Ya emang, lu kakak gua yang gak berguna. So thanks, gua jadi punya alesan buat jadi adek yang baik. Tapi...gak dulu, gua beneran sibuk dan gak bisa pulang malem ini. So have fun sama Sakusa. Bye."

Tut!

Atsumu ingin mengumpat, namun sadar jika dirinya sedang hamil. Ia mencoba mengatur nafas dan mengontrol emosinya yang tak jarang meledak—ledak. Sebelum kehamilannya ia memang sudah begini, namun setelah hamil rasa itu kian memuncak dan Atsumu sering hilang kendali. Perubahan moodnya juga terbilang buruk, membuatnya makin pusing saja lama—lama.

Gini amat jadi bumil, apa Mamih juga dulu kayak gini?

Ting!

Notifikasi pesan masuk menyita atensi Atsumu, membuatnya membuka pesan tersebut cepat.

Mas Kiting🩲Ijo
P
P
P

SexyTsumu
Omi?!😳

Mas Kiting🩲Ijo
Gue udh didpn gerbang
sklh lu, mau Takoyaki gak?

SexyTsumu
Kok tau?
Ah, so sweet🥺

Mas Kiting🩲Ijo
Buruan sini jel🙄

SexyTsumu
JEL JAL JEL JAL JEL
AWAS LO YA KIYOOMI GREPE GREPE GW NANTI MALEM😤‼️

Mas Kiting🩲Ijo
Gampang, nunggu lu tidur ae ntar

Read




Entah Sakusa tahu dari siapa dan bagaimana? Atsumu terlanjur kelewat bahagia hingga tidak memedulikan hal tersebut lagi. Ia melangkah gontai meninggalkan markas dan menuju gerbang sekolahnya dengan wajah sumringah. Ketika bel pelajaran ke 4 bergema sekali pun tak membuat langkahnya terhenti atau sekedar panik dan ragu—ragu. Ia memang ingin membolos, dan sekarang adalah saatnya.



**


Atsumu berjalan pelan, bola mata madunya menoreh keatas. Pada bangunan tinggi tak terpakai yang ditinggalkan begitu saja. Beberapa plang besar bertuliskan iklan yang sempat berdiri sudah tumbang, menyatu dengan tanah sangking lamanya. Bangunan yang tak lain adalah gedung terbengkalai ini dulunya merupakan calon Mall baru. Namun entah apa yang terjadi, pembangunan Mall tersebut dihentikan dan jadilah bangunan usang ini.

Sebagian lantai dari gedung bangunan ini dimiliki secara sepihak oleh para pengamen jalanan. Mereka yang tidak punya rumah terlalu merasa dingin untuk tinggal dikolong jembatan yang rawan hanyut terbawa arus air. Selain itu dikolong jembatan juga ramai, 24 jam kendaraan berlalu lalang diatasnya. Sedangkan gedung terbengkalai ini, meski terletak didekat jalan besar utama, namun suara kebisingan mereka masih teredam.

"Omi, apa gak salah lo ngajak gw ngedate disini?" Atsumu masih membelalakan mata madunya, setengah merasa takut setengahnya lagi merasa tak nyaman. Karena, Atsumu akan biasa—biasa saja pergi kemanapun juga...tetapi tidak kali ini.

Mungkin karena ia sedang hamil, jadi intuisi dan perasaannya lebih peka dan kuat dari biasanya. Jika ada radar yang mendeteksi sesuatu, tubuh dan pikirannya tidak akan berjalan dengan selaras. Hal ini juga lah yang membuat Atsumu dibebas tugaskan dari semua misi oleh sang Papih.

"Kenapa emang...takut lu?" Cibir Sakusa tanpa menoleh, namun tangannya tidak menolak dipeluk erat oleh Atsumu. Atsumu sejak baru memasuki kawasan kosong melompong disiang hari itu sudah memeluk erat lengan Sakusa.

Gluk!

Atsumu menelan Takoyaki pelan.

Gimana gak takut anjir! Lo pikir aja, diajak ngedate ke tempat sepi begini. Jan jan Omi mau jorokin gw dari lantai atas gara—gara sebenernya gamau nikahin gw?! Duh gimana nih... Pikiran Atsumu kemana—mana. Namun Atsumu enggan mengakuinya, cupu banget masa gini doang takut yakan?

"E-enggak lah! Siapa bilang!"

"Ya terus? Ngapain lu glendontan sama gue? Dah lu cuci emang tangan lu yang penuh kuman itu?" Atsumu spontan menoleh dan melepas kasar pelukan tangannya pada lengan berotot Sakusa. Sumpah nyebelin banget sih nih cowok satu!

Atsumu mencak—mencak sambil jalan lebih dulu, sebelah tangannya masih membawa sepapan Takoyaki yang tinggal setengah, setengahnya lagi sudah pindah keperutnya. Sakusa sendiri menahan senyum dibelakangnya, meski tidak ditahan sebenarnya Atsumu tidak akan menyadarinya karena ia rutin memakai masker apik. Ditangannya ada sekantung kresek berisi makanan dan minuman lainnya, biar Atsumu kenyang.

Mendiang ibunya memang sudah tenang di surga sana, namun Ayahnya selalu menceritakan tentang bagaimana ibunya saat hamil ia dulu. Katanya juga, Ibu hamil akan makan lebih banyak dari porsi normal, karena yang makan dua orang, bukan satu. Jadi tidak heran banyak Ibu hamil yang naik berat badan sampai berkilo—kilo gram. Tanpa sadar pipi Sakusa memerah, membayangkan Atsumu akan bertubuh gembul dengan perut besar nantinya, lucu banget pasti.

"Omi gw capek!" Tiba—tiba saja Atsumu berhenti berjalan dan berbalik membuat pangkal hidungnya menubruk dada bidang Sakusa.

Bruk!

"Ck! Lu tuh kalo mau berenti bilang dulu Jel, jadi kan gue bisa siap–siap ngehindar." Atsumu hampir terjungkal kebelakang dan menjatuhkan Takoyakinya jika saja Sakusa tidak sigap menangkap mereka. (Mereka : Atsumu & Takoyaki).

Atsumu yang niatannya mau bilang makasih mengurungkan niatnya, ia sengaja menginjak kaki Sakusa dengan keras dan mendorongnya menjauh. "Aduh sakit Jel." Sakit memang, tapi Sakusa menahannya. Rasa sakit itu tidak sebanding dengan susahnya orang hamil. Meski Sakusa tidak pernah mengalaminya, ia tau bagaimana sulitnya sang Ibu dulu saat hamil dirinya.

Hap!

Sakusa menggendong Atsumu ala Negri Dongeng dan melanjutkan perjalanan mereka, menaiki tangga menuju lantai atas. "Ih ngapain sih gendong–gendong katanya gw jelek terus penuh kuman! Emang gak berat juga apa gendong gw?!" Tanya Atsumu sambil menatap wajah rupawan Sakusa yang tertutupi masker.

"Itu lu tau kalo badan lu berat kebanyakan dosa pasti, jadi jangan goyang–goyang nambah berat." Atsumu memberenggut, memang susah sekali sepertinya untuk bermanis—manis ria dengan cowok yang satu ini. Entah akan bagaimana nasib Atsumu kedepannya jika mereka sudah menikah kelak, sudah dapat terbayangkan bagaimana hari—harinya nanti. Tidak akan ada romantis—romantisan!!!

Atsumu tersadar dari lamunan begitu Sakusa menurunkannya dari gendongan. "Katanya lu capek tadi jadi gue gendong biar gak berisik, tapi tetep aja tuh mulut berisik. Dah ayo duduk sini, lanjutin makan lu abisin." Sakusa berjongkok dan membersihkan pelataran yang bakal jadi tempat duduk Atsumu, ia juga ternyata membawa koran yang entah sejak kapan ia membawanya. Menggelar koran itu dan mengganjalnya dengan bebatuan terdekat agar tidak terbang ketiup angin.

Atsumu sendiri asik melihat pemandangan dari ketinggiannya berdiri sekarang. Lantai tertinggi dari bangunan tersebut, tapi masih ada lantai lagi diatasnya yang adalah rooftop. Namun Sakusa memutuskan untuk duduk disitu saja mengingat ini masih siang bolong, ia tidak ingin mereka kepanasan nantinya. (Mereka : Atsumu & Calon Anak Mereka).

Atsumu menunduk seraya duduk, sambil menatap lantai dasar dari ketinggian dan menatap jalanan utama dimana seluruh kendaraan berlalu lalang dalam kesibukkan lalu lintas yang setengah padat begitu tampak kecil dari ketinggian tersebut. "Nih lanjutin makan."

Sakusa membuka lebar plastik berisi makanan dan minuman ditengah—tengah dirinya dan Atsumu. Tidak lupa dengan sisa Takoyaki yang masih sempat diselamatkan dari tragedi jatuh ke aspal tadi. Angin sepoy—sepoy menyapa wajah dan tubuh mereka, membuat Atsumu merapatkan jaket kebesaran milik Sakusa yang dipinjamnya sejak naik motor saat kabur dari sekolah.

"Adem dan sepi banget disini, suasananya juga tenang. Lo biasa kesini Mi?" Tanya Atsumu disela—sela makannya. Mereka sudah sama—sama duduk di pinggiran celah bangunan belum jadi itu, kaki mereka dibiarkan menggantung keluar.

Sakusa mengangguk, "Gue kalo pengen cari angin dan butuh sendirian gue pasti kesini."

"Brarti yang kemaren pas lo ngindarin gw, lo kesini juga?" Sakusa mengangguk lagi.

Ekor mata Atsumu menilik wajah Sakusa yang pandangan matanya serasa damai dengan surai bergelombang yang menari kesana kemari tertiup angin.

Pake masker aja ganteng, apalagi kalo dibuka beuh...nak nanti kalo udah lahir jangan ambil sifat ayahmu ya, ambil wajahnya aja gapapa, sifatnya gausah. Tanpa sadar, Atsumu tersenyum sambil mengusap perut ratanya abstrak.

"Napa lu tawa tawa sendirian? Gila? Apa kerasukan jin gedung ini jangan–jangan?" Atsumu mendelik, lantaran Sakusa mengatakan itu dengan mudahnya. Kenapa sih cowok satu ini suka sekali merusak suasana hatinya? Menyebalkan sekali, sungguh!

Cetut!

"Aduh sakit, galak bener sih lu heran gue. Untung gue mau sama lu, coba cowok lain gue yakin pada kabur." Atsumu menyipitkan maniknya, bibirnya mengerucut setengah menggeram. Ternyata cubitan itu belum cukup, jadi Atsumu menjambak rambut keriting Sakusa dengan keras sangking gemasnya.

"Aduh aduh anjir sakit!" Aduh Sakusa memegangi tangan Atsumu yang masih menempel dikepalanya. Naasnya semakin Sakusa ingin melepaskan tarikan tangan Atsumu pada rambutnya maka akan semakin kuat Atsumu menariknya tatkala Sakusa merubah strategi.

Kedua tangannya tak lagi memegangi tangan Atsumu melainkan turun ke pinggang, menggelitiknya dengan gencar. "Ahahaha ampun! Gelii..." ronta Atsumu agar terlepas dari gencatan serangan Sakusa. Spontan Atsumu melepaskan tarikannya pada surai kriwul milik calon suaminya itu.

"Yahahahaha ampun Omii ampun ahahaha." Tawa Atsumu mengembang diudara menyatu dengan langit biru cerah yang awan—awannya bergerak damai sebagai backgroundnya. Satu kata yang terbesit dikepala cerdas Sakusa kali ini. 'Cantik'.

Atsumu berhenti tertawa karena gerakan tangan Sakusa yang ikut berhenti, mereka saling pandang sebentar. "Buka masker lo kek Mi, gw pengen liat muka lo."

"Buka aja."

Atsumu melepas kaitan maskernya, dan membuat seluruh wajah Sakusa yang sangat rupawan dimatanya tereksposed dengan jelas. "Nah udah kan? Sekarang gantian gue pengen liat pentil lu, sini gue bantu buka seragam lu." Mendengar itu Atsumu spontan memundurkan tubuhnya dan melemparkan masker Sakusa pada wajahnya begitu pria bersurai mie goreng itu baru saja menjulurkan kedua tangannya.

"Enak aja lo! Gak! Gak boleh, pantes lo ajak gw ke tempat sepi gini pasti lo ada niat aneh–aneh yakan?!" Atsumu menyilangkan kedua lengannya didepan dada, memasang siaga penuh.

"Mana ada? Yang ngajakin ngedate tadi juga siapa?" Sakusa bela diri.

"Ya gw, cuman kan yang nentuin tempatnya elo!"

"Ya lu gak mikirin waktunya, kita masih dijam sekolah Jel ditambah lu gapake jaket tadi. Tempat manapun bakal mulangin kita ke sekolah kalo kita pergi kesana. Lagian gue gak suka keramaian, berisik dan gerah aja gue liat orang-orang bergerombol disana sini." Bibir Atsumu mengerucut, memang sih semua salahnya.

"Yaudah gw minta maaf."

"Gapapa, gue juga minta maaf gabisa ajak lu ketempat bagus di kencan pertama kita."

Atsumu menggeleng cepat seraya membantah, "gak gak, this is not bad at all. And I kinda enjoy it too as long I'm with you tho." Sakusa yang malu memilih untuk menarik pinggang Atsumu agar mendekat dan mengarahkan kepalanya untuk bersandar dibahunya.

"Glad to know that, kedinginan gak?" Atsumu menggeleng, "kalo kedinginan nanti minta peluk." Atsumu tersenyum riang saat Sakusa hanya berdehem ringan sebagai jawaban. Setengah jam yang lalu pikirannya penuh dengan kekesalannya terhadap saudara kembarnya sendiri, Osamu. Namun sekarang sudah benar—benar tergantikan oleh Sakusa.

Biarlah nanti—nanti saja, Atsumu akan memikirkan kembali apa yang sebenarnya terjadi dengan Osamu. Yang awalnya begitu peduli, overprotective, bawel dan selalu mengaturnya. Mendadak lenyap dari pandangan, bahkan menolak permintaan kecilnya yang selalu dipenuhi Osamu selama beberapa hari belakangan ini. Entah kenapa, Atsumu belum tahu penyebabnya. Tapi ia akan mencari tahunya nanti, segera.









Pria dengan setelan jas silver gelap tengah berdiri didekat jendela besar. Tangannya sibuk memutar alat keker pada teropong yang sedang bertengger manis diatas hidung mancungnya. Kakinya sesekali bergeser jika dirasanya kurang pas, dan itu membuat sepatu mahalnya menginjak kepala seseorang yang sudah terkapar bersimbah darah.

"Jadi nginjek mayat deh gua." Kakinya menendang tubuh mayat itu agar tidak menghalanginya lagi.

Setelah puas melihat bagimana Atsumu tertawa lepas dengan Sakusa dari sisi gedung usang terbengkalai yang letaknya lumayan dekat dengan gedung tempat ia berdiri saat ini, ia berbalik dan menjauhkan teropong mini tersebut dari wajahnya.

"Ayo SR, kita ke tempat selanjutnya." Pria itu melangkah gontai melewati belasan tubuh yang tergeletak tanpa nyawa dilantai. Orang yang dipanggil SR mengangguk seraya memberikan kotak berisikan setelan jas lengkap dengan kemeja, celana berserta dasinya. "Silahkan berganti pakaian dulu, Tuan."

Osamu mengangguk, dan menerima kotak tersebut. Ia langsung berganti baju dalam diam dan tenang meski Suna menatapnya penuh minat. Dan sedetik selehan selesai, pintu diketuk dan dibuka sekilas diikuti langkah kaki yang melangkah masuk ke dalam.

"Permisi..." seseorang menyapa pelan.

"Yo, 0KM." Sapa Osamu dan Suna balik.

Manik Motoya berpendar kesegala penjuru ruangan 14 x 18 itu. Cekatan memprediksi setiap gerakan yang dibuat oleh Osamu dalam menghabisi belasan orang didalam ruangan tersebut hanya dalam waktu beberapa menit saja lewat cipratan darah, dan luka dari tubuh mayat sekilas.

"Sasuga Tuan Terushima Osamu, calon pemimpin Klan FOXMURDER masa depan." Pujinya tulus lantaran berfikir, mungkin Osamu memang lebih baik dibandingkan Atsumu. Maka tak heran jika Tuan Terushima memilih anak bungsunya yang jadi penerus Klan.

Osamu hanya tersenyum sedikit, "pertama-tama tolong maafkan keterlambatan saya Tuan. Karena saya harus menyelesaikan beberapa misi saya terlebih dahulu." Imbuh Motoya membungkuk.

"Tidak masalah 0KM, saya yang seharusnya minta maaf karena sudah menyita waktu kamu sekarang." Balas Osamu sedikit mendongkak sementara Suna memasangkan dasi dikerahnya.

"Tidak, tentu saja tidak Tuan. Sakusa-sama telah mengirim saya langsung dan menugaskan saya untuk membantu Anda. Jadi mulai dari sini, mari saya antar ke sarang ekor selanjutnya."

Osamu tersenyum sempurna, "baiklah...tolong ya 0KM."

"Dengan senang hati." Motoya membungkuk 90 derajat.


             。\ ⠀ ⠀⠀|⠀ ⠀⠀ /    。
OMAKE
╰─̸̣─̣─̸̣─̣─̸̣╮ ⇣⇣⇣⇣⇣╭─̸̣─̣─̸̣─̣─̸̣╯


Brak! Duar!

Dua orang lelaki yang tengah duduk di pos ronda sama—sama terguncang tubuhnya begitu suara nyaring tersebut terdengar dari ujung tikungan sebelum memasuki pedesaan mereka.

Mereka tak lain adalah Mandra dan Abdul, warga kampung sange yang tengah kebagian jadwal ronda malam ini.

"Apaan tuh Ndra?" Tanya Abdul bergidik ngeri. Kepulan asap hitam terlihat mengudara diikuti kobaran api berwarna oranye kemerahan mulai terlihat samar—samar.

"Kodok sawahnya Pak RT kali, biasa bercocok tanam. Lagi musim kawin kan sekarang Dul?" Jawab Mandra asal, maniknya kembali fokus menonton serial horror 'Beranak Dalam Sumur.'

"Yakali Ndra, mana ada kodok berkembang biak ampe seheboh itu! Lagian, saya mah bukan kodok mana tau saya kalo sekarang lagi musim kawin atau bukan." Balas Abdul masih memperhatikan dari jauh.

"Yaiyalah orang kamu mah buaya, jelas beda sama kodok. Yaudah yuk kalo kamu sepenasaran itu kita cek aja kita liat sekarang." Mandra berdiri dan mematikan TV berukuran 14 inch itu.

"Ish kamu mah Ndra, untung tetangga." Balas Abdul yang ikut berdiri dan turun dari pos ronda, memakai sendalnya.

"Kenapa emangnya kalo bukan tetangga? Kamu mau apain saya? Ewe saya?" Tanya Mandra bar—bar.

Abdul mengangguk, "mungkin."

Mandra membelalak dengan gerakan berlebihan, "eh gak dulu, saya kan masih mau jadi Pihak Atas."

"Udahlah nanti kita bahas lagi, kita kesana dulu aja sekarang ya?" Mandra mengangguk akhirnya, meski perdebatan panjang mereka kian terjadi disepanjang jalan menuju ujung dari tikungan tersebut.

Setiba mereka disana, tatapan mereka begitu tidak dapat diartikan. Melihat bagaimana sebagian dinding pembatas tikungan itu hampir roboh tertabrak mobil sedan yang diperkirakan harganya tidak murah.

Wujudnya sudah tidak karu—karuan, untungnya gerimis kecil yang masih terjadi dapat memadamkan api besar tadi. Jadi api besar yang menyala—nyala itu memang sudah tidak ada. Keduanya nampak menahan nafas sebelum melanjutkan langkah kaki mereka seirama.

"KENAPA LO SEGITUNYA NGINDARIN GW?! GAK MAU KETEMU GW KENAPA?!" Langkah mereka terhenti.

"Waduh kayaknya ada perang dunia ke 9 Dul." Ucap Mandra yang mengintip.

"Yaudahlah gausah disamperin nanti kita kena imbasnya." Balas Abdul.

Pak!

"Nahkan kena tabok, ayuk udah balik aja. Ukenya galak betul." Mandra lekas menggandeng Abdul dan berlari terburu—buru dari sana.

"Iya besok aja kita bilang ke Pak RT masalah ini."



***


Adakah yang ngeship Mandra sama Abdul? Kalo iya cocokkan siapa buat jadi pihak atas? Komen ya disamping! ;>



Sakusa Kiyoomi
©️®️ : https://pin.it/2jzA4KQ

Miya Atsumu & Sakusa Kiyoomi
©️®️ : https://pin.it/H1YQIPX

Takoyaki
©️®️ : pinterest

***

TBC!
Cece , 27 Maret 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro