Dunia Jelata
Bab 05: Dunia Jelata
Alexa rasanya sudah tidak bisa berpikir jernih lagi. Hari pertama kerja, dia sudah membuat keributan dan mengibarkan bendera perang dengan kuntilanak peliharaan bos.
Jangan salahkan dirinya. Selama ini tidak ada manusia antah-berantah yang berani melawan Queen. Siapa si kuntilanak itu memangnya sampai berani marah-marah ke Alexa? Memangnya dia permaisuri si bos?
Ok, baiklah! Alexa mengaku salah karena tertidur di ruang istirahat si bos, tapi kan seharusnya yang marah Arland, bukannya si kuntilanak bernama Aubrey itu. Dia dan Aubrey satu level, sama-sama asisten pribadi Arland. Jadi, tidak seharusnya si kuntilanak merasa superior. Harga diri Alexa merasa terinjak-injak.
"Aaarrggggg!" Alexa mengacak rambutnya, merasa depresi. "Gini amat jadi babu."
"Lo tuh anak baru, bla ... bla ... bla ...." Alexa menirukan gaya nyinyiran Aubrey. Ia mencebik. Bola matanya berputar. Mual mendera ketika kembali mengingat ekspresi menyebalkan Aubrey.
"Tahan, Lex .... Tahan .... Slow, Baby. Sabar ..., demi menjadi Nyonya Abimanyu." Menangkup tangan di dada, Alexa terpejam, menghela napas dalam.
Lama Alexa terdiam sebelum matanya perlahan terbuka kembali. Menatap pantulan dirinya di cermin dalam toilet wanita, Alexa miris. Ia ..., sungguh amburadul.
"Where are you, Queen?" Sorot mata sedih itu terlihat jelas. Alexa merindukan dirinya yang dulu. Lagi, dalam benaknya bertanya, Apakah ini sebanding?
"Fight, Alexa! Fight! Ganbatte!" Sang Queen sedang menyemangati diri sendiri. Mau bagaimana lagi? Dia sudah terlanjur basah, jadi mari menceburkan diri sekalian.
Alexa kembali memoles bibirnya dengan lipstik merah menyala—lebih merah dari sebelumnya, membenahi rambutnya, dan memberi sedikit touch-up pada wajah.
"You are the Queen, Lex! Come on! Tunjukan pada si kuntilanak, kalau dia tak lebih dari seujung buntut cicak!" Berkata pada dirinya sendiri di cermin, Alexa tersenyum pongah.
"Hai, rakyat jelata .... I'm coming!"
***
Belajar pemberkasan, cek!
Koreksi data laporan keuangan dari Armita, cek!
Koordinasi jadwal sementara untuk Arland esok hari, cek!
Alexa menghela napas lega. Akhirnya rentetan angka di laporan keuangan itu bisa dia buang jauh-jauh dari mata. Kepalanya pusing, bahkan dia ingin muntah—benar-benar muntah dalam arti yang sebenarnya.
Bayangkan saja, dia lulusan Fashion Design langsung dari negara pusat tren mode. Prancis. Seharusnya saat ini jika pun dia bekerja, ya di majalah fashion bergengsi. Elle, kek! Bazaar gitu, atau Vogue. Minimal Cosmopolitan.
Duduk manis sebagai fashion stylist, fashion designer, fashion forecaster, atau fashion director. Kalau perlu, Alexa membuat sendiri perusahaan mode terbesar se-Asia. Bukan malah di sini; kencan bersama angka yang ruwet, ribut dengan kuntilanak PMS, dan traveling ke Merkurius demi bubur ayam. Untung saja hari ini dia hanya perlu berduaan dengan Armita, sekretaris bos yang super sabar.
Alexa menggeliat, meregangkan ototnya yang kaku. Sepintas, ia melirik meja kerja Aubrey yang kosong, lalu pada ruangan si bos yang tertutup rapat. Si kuntilanak sedang pergi bersama setan alas.
Bodo amat! Alexa tidak peduli. Ia lebih tertarik menata kembali mejanya yang sudah seperti kapal pecah.
"Mbak Alexa, saya mau makan siang di kantin. Mbak Alexa mau bareng?" tawar Armita.
Kalau boleh jujur, sebenarnya Alexa ogah. Iiuuuuhhhh ....
Setelah insiden tadi pagi—datang dengan baju tidur, Alexa sadar betul dia adalah sasaran empuk gosip saat ini. Namun, apa daya. Mengingat saldo rekening yang semakin menipis, dan cacing di perut yang sudah demo minta diberikan amunisi, mau tak mau Alexa mengangguk.
Well ..., mungkin saja kantin tidak seburuk yang Alexa pikirkan. Toh, dulu semasa kuliah, dia juga pernah merasakan berdesakan makan di kantin.
"Sebentar ya, Bu. Saya rapikan meja dulu."
"Bu Armita sudah lama bekerja di sini?" tanya Alexa.
"Lumayan, sudah hampir 20 tahun. Sebelum Pak Arland menduduki jabatan CEO." Sesekali Armita membantu membereskan kertas yang berserakan di meja Alexa.
"Wow! Sudah lama sekali, Bu." Sebenarnya, Alexa bukanlah orang yang terbiasa membuka pembicaraan dengan orang lain. Dia tidak pandai berbasa-basi. Hanya saja, pembawaan Armita yang tenang dan teduh membuat Alexa nyaman. "Pak Arland orangnya bagaimana kalau di kantor?"
"Hemm ..., baik, sih. Daripada bos yang lain, Pak Arland termasuk baik. Ramah, tidak neko-neko. Tidak suka merepotkan anak buahnya."
Mendengar itu, tangan Alexa berhenti dari aktivitasnya. Oh, ya? tanya Alexa dalam hati. Alisnya sedikit berkerut, merasa dikerjai. Tidak suka merepotkan? Terus, apa yang dia alami tadi pagi? Prank, kah? Dia tertawa miris.
"Idaman karyawati di sini. Cuma, ya harus sabar dengan Mbak Aubrey."
Alexa memutar bola mata. Si kuntilanak.
"Sepertinya dekat banget ya, Bu, Mbak Aubrey dan Pak Arland. Saya lihat mereka berbicara juga tidak formal, tidak seperti atasan dan bawahan." Jiwa keponya meronta.
Armita hanya tersenyum, yang justru membuat Alexa makin penasaran. "Mereka ada hubungan?"
"Wah ... saya kurang tau, tapi Mbak Aubrey katanya dulu sahabat Pak Arland saat kuliah."
Oh, ok!
"Kantin kantor ramai atau sepi, Bu?" Lebih baik dia mengalihkan pembicaraan. Mengetahui sedikit profil musuhnya, berbahaya untuk mentalnya saat ini.
"Biasanya, sih, tidak terlalu ramai. Lebih banyak yang cari makan di luar."
Syukurlah. Alexa mengangguk. Paling tidak, ada satu angin segar untuknya saat ini.
***
Semerbak harum berbagai macam makanan menyeruak masuk ke hidung Alexa, membuat perutnya semakin melilit, lapar. Senyumnya sempat tersungging saat baru masuk dan melihat hamparan meja makan tertata sangat rapi, ruangan cukup luas, AC yang dingin, dan dinding bercat putih bersih yang banyak dihiasi ornamen estetik. Namun, secepat senyum itu mengembang, secepat itu juga senyumnya luntur saat melihat antrean karyawan yang memesan makanan.
"Ini sepi, Bu?" tanya Alexa. Ia menelan ludah, horor.
"Lumayan sepi. Kalau tanggal tua, biasanya lebih ramai, Mbak Alexa."
Ok, baiklah. Welcome dunia jelata, Alexa.
Alexa menahan napasnya, mengekori Armita yang sudah lebih dulu jalan menuju antrean.
"Mbak Alexa mau makan apa? Langsung antre di gerai yang dimau saja, Mbak."
"Mmm .... " Alexa menggigit bibir bawahnya. Jujur saja, selama ini dia kurang familiar dengan makanan lokal. Dan sepanjang penglihatannya, kantin ini dominan menyajikan makanan lokal. "Saya ..., pesan yang sama saja dengan Ibu."
Semoga ini menjadi keputusan tepat.
Alexa berkali-kali melirik jam di tangannya. Sudah 15 menit ia berdiri, dan di depan sana masih ada delapan orang lagi. Waktu istirahatnya hanya satu jam. Harus secepat apa nanti dia makan?
Belum selesai rasa frustrasi mendera otaknya, bisik-bisik sumbang di antrean depan sukses membuat Alexa ingin membakar tunangan tercinta hidup-hidup.
"Udah dengar gosip panas hari ini?" ucap cowok berambut klimis, jaraknya dengan Alexa hanya terjeda tiga antrean.
"Yang tentang anak baru, ye? Personal asistant Bos Arland?" Kali ini, yang berbicara adalah wanita berkulit sawo matang, tingginya Alexa perkirakan hanya sebatas telinganya.
"Yoi."
"Gila, tuh anak! Jadi hot star gibah di divisi HRD pagi ini." Kali ini suara sumbang dari cowok jangkung berpenampilan perlente.
"Aye pagi tadi lihat tuh dia datang sama Pak Arland, pakai baju tidur." Masih wanita berkulit sawo matang tadi yang berbicara sambil tertawa. "Parah, asli, ye!"
"Iya, anak HRD pada ngomongin masalah penampilan doi. Udah kayak model. Atas, bawah branded semua."
"Palsu kali, Bang. Kan banyak barang KW sekarang."
Di mata Alexa, cowok satu ini paling tampan, tapi tak setampan bibirnya yang tukang nyinyir.
"Kayaknya sih emang anak orkay, deh. Gue lihat dia datang pakai RR."
"Mobil Pak Arland kali, Bang."
Alexa mendengkus. Armita yang sudah melihat bagaimana merahnya wajah Alexa, mencoba menenangkan. Wanita itu menggeleng seolah berbicara "jangan", dan menyentuh lengan Alexa dengan lembut. Bagaimanapun partner baru si bos ini baru saja ribut pagi tadi. Jika membuat keributan lagi siang ini, Armita tidak tahu lagi apa yang akan Alexa alami.
"Entah." Si perlente mengangkat bahu tak peduli. "Atau ..., jangan-jangan dia open BO alias simpanan om-om?"
"Wah benar juga, tuh. Bisa jadi."
Alexa menutup matanya rapat-rapat, mengetatkan rahangnya hingga gemeretak. Rasanya, ingin sekali Alexa berteriak saat itu juga.
"Bisa jadi enggak, sih, Pak Arland disogok plus-plus sama tuh anak baru? Dia paling tidak kompeten lho, dibanding kandidat lain. Kok dia yang lolos, ya?"
"Waaah ... akhirnya nenek lampir Aubrey ada saingan."
Alexa kira semua usai sampai di situ. Ternyata, si perempuan sawo matang masih melanjutkan dunia pergibahan.
"Kate Bang Tohir, tadi pagi dia entu ribut sama si Aubrey."
"Kok Bang Tohir bisa tau, Mel?" tanya serentak dua laki-laki dengan jiwa kepo-nya yang tinggi.
"Katenye, sih, Bang Tohir lagi anterin kopinye Bos Arland, terus dari kamar si bos kedengaran si Aubrey lagi marahin anak baru, gara-gara tidur di kamar Bos. Ajegile ... nantang maut si anak baru."
"Terus? Terus? Bos Arland gimana?"
"Kate Bang Tohir, sih, si bos lempeng aje. Malah nyantai baca koran."
Alexa mengepalkan tangan di sisi tubuh. Napasnya sudah naik turun. Dunia macam apa yang sebenarnya ingin Abimanyu kenalkan kepadanya? Kerak neraka, kah?
Abimanyuuuuuuuuuuuuuu ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro