All is Well, Ai
Dalam hidup, Tuhan menciptakan manusia dengan porsinya masing-masing. Apakah hal simpel seperti ini saja Abimanyu tidak tahu?
Apa salah jika Alexa terlahir di tengah keluarga Oentoro dan diperlakukan bak seorang ratu? Dia tidak meminta, tapi Tuhan yang memberi. Lantas, kenapa Abimanyu ingin sekali mengubah porsi yang Alexa miliki? Pertanyaan ini terus bergelayut di benak Alexa.
Seandainya Abimanyu memang tidak mengharapkan Alexa, cukup menolak perjodohan mereka. Toh, Alexa kenal betul karakter Om Grahadi dan ayahnya. Mereka tidak akan pernah memaksa apa yang tidak anaknya inginkan. Pun dengan Alexa yang tidak akan memaksakan diri untuk bisa memiliki Abimanyu. Selama ini, Alexa hanya berusaha seperlunya saja untuk menarik perhatian Abimanyu. Tidak ada yang berlebihan.
Menatap langit kamar yang sedikit kusam, kenangan masa belia itu kembali hadir. Alexa masih ingat benar. Kala itu perayaan satu tahun kepergian mendiang ibunya. Di tepi kolam halaman belakang, Alexa menyendiri menggunakan baju kurung berwarna hitam. Sejak kepergian ibunya hingga hari itu, hanya warna hitam yang ia izinkan melekat di tubuhnya.
Abimanyu datang hari itu, membawa sebuah kado terbungkus karton berenda putih. Saat itu, Alexa tersinggung. Apa menurut Abimanyu sebuah duka patut dirayakan hingga ia merasa harus memberikan sebuah kado untuk Alexa?
"Kakak pikir aku lagi ulang tahun?" Alexa bertanya, setengah berteriak. Satu tahun belakangan, dia bukanlah sosok yang ramah dan bersahabat. Bahkan, sebuah senyum tipis saja begitu langka terlihat di bibir Alexa.
Sosok Abi yang dewasa mampu menanggapi kemarahan Alexa dengan begitu tenang. Ia ikut duduk di samping Alexa dan tidak marah atas penolakan yang Alexa berikan. Bahkan, saat kado yang susah payah ia bungkus sendiri itu dilempar begitu saja oleh Alexa ke arah kolam, Abimanyu hanya tersenyum.
"Memangnya, hanya boleh kasih kado saat kamu ulang tahun?"
"Dan Kakak pikir, memberiku kado saat perayaan kematian itu bukan sebuah penghinaan?"
"Ai ...,"
"Namaku Alexa, bukan Ai."
"Ailee. Itu nama belakang kamu, kan? Nama kesayangan yang ibu kamu kasih."
Alexa terdiam. Dia kehilangan kata-kata. Sungguh, ia tidak ingin berdebat dengan siapa pun saat ini. Alexa hanya ingin sendiri.
"Mamah beberapa hari yang lalu sempat cerita tentang kamu, Ai. Aku cuma mau bilang satu hal," Abi membuang pandangannya ke arah kolam, tepat di mana kadonya mengapung seperti seonggok barang tidak berharga, "setiap orang punya duka dan sepinya sendiri, tapi bukan berarti dunianya hilang. Hidup dan mati itu pasti, Ai.
"Tugasmu hanya melanjutkan hidup seperti yang diimpikan semua orangtua. Dan aku yakin, mendiang Tante Lira tidak pernah bercita-cita melihat anaknya menghabiskan sisa hidup dengan terus berduka setelah kepergiannya. Ini sudah satu tahun, Ai. Semua orang yang sayang sama kamu ingin melihat kamu hidup. Bukan layaknya zombie seperti sekarang."
Alexa tersenyum miris. Tetangga baru yang sok kenal dan ikut campur.
"Semua tidak semudah yang Kak Abi bicarakan. Kak Abi enggak akan mengerti! Karena Tante Marta masih hidup sampai saat ini." Bergetar dan penuh emosi, dada Alexa rasanya ingin meluap saat itu juga. Tahu apa Abimanyu tentang duka di saat dia masih bisa mendekap kedua orangtuanya dengan keadaan yang bahagia?
Hening menjeda sejenak, seolah waktu merenggut keduanya dari keberadaan masing-masing.
"Om Thomas juga berduka, Ai."
Satu kalimat lirih. Namun, Alexa seolah dilempar pada kenyataan yang selama ini ia lupakan. Satu tahun ia membenci ayahnya atas duka yang dirasakan. Thomas, satu-satunya orang yang Alexa lempari tanggung jawab untuk memikul kesalahan atas kepergian ibunya. Tanpa Alexa sadari bahwa Thomas juga kehilangan. Thomas juga begitu mencintai istrinya.
Satu tepukan lembut di pucuk kepala menyadarkan Alexa dari keterdiaman.
"All is well, Ai." Abimanyu menatap teduh pada Alexa. Kedua mata belia itu bertemu pada satu titik yang mengisyaratkan sepi masing-masing. Mata yang menggenang, membuat Alexa kian menunduk dalam. Ada perih yang ingin Alexa ucapkan. Namun, semua kata seolah terhenti di tenggorokan.
Perlahan, Abimanyu mengulurkan tangan pada pipi Alexa yang basah. Sebelum akhirnya mendekatkan tubuhnya dan berbisik, "Aku tau kamu kuat. Kamu pantas bahagia."
Sore itu, semua dimulai. Rasa yang tumbuh untuk sosok yang berbeda. Alexa menatap punggung Abimanyu yang berjalan menjauh, dan hingga saat ini kian tak terjangkau olehnya.
All is well kan, Bi? Meraup bantal ke wajah, Alexa menyembunyikan tangisnya yang kian tak terbendung. Hari ini ia lelah, jiwa dan raga.
***
Redup dan sunyi. Hanya detak jarum jam di meja yang terdengar begitu Alexa membuka mata. Ia tidak tahu sudah tertidur berapa lama. Lelah menangis membuatnya terlelap tanpa sadar.
Alexa menggeliat. Kepalanya masih sedikit pusing. Sembari menguap menahan kantuk yang masih menyergap, Alexa mencoba melihat pukul berapa sekarang.
"Sebelas malam? Ternyata gue tidur lama banget, ya."
"Iya, sampai ubanan gue nungguin lo bangun."
Belum juga ia sempat untuk duduk, suara yang tiba-tiba hadir di gendang telinganya membuat Alexa panik, terkejut, dan terjatuh dari ranjang.
Ugh ..., sakit!
"Astaga dragon! Lily! Lo mau buat gue mati jantungan?" Lagi pula, sejak kapan si matre ini ada di sini?
"Sorry .... " Lily menyalakan lampu utama, lalu membantu Alexa bangun. Walau ternyata sang mantan Queen memilih untuk tetap duduk di lantai, bersandar pada dipan.
Alexa mendengkus sebal, sembari mengelus bagian tubuhnya yang sakit. Hidupnya, dari pagi bahkan sampai tengah malam begini dijauhi keberuntungan. Salah apa coba, dia sama Dewi Fortuna?
"Capek banget ya, kerja?"
Ingin sekali Alexa menonjok wajah polos yang Lily tunjukkan saat bertanya.
"Lo sejak kapan ada di sini?"
"Dua jam lalu. Kepala lo engga benjol, kan?" Lily menelisik wajah Alexa, khawatir. Ragu-ragu, Lily menyentuh dahi Alexa.
Sontak saja Alexa menepis sembari berdecak. Memangnya dirinya ini telur, yang baru jatuh dari ranjang saja langsung pecah?
"Kok lo bisa masuk?"
"Lo enggak ingat ini apartemen gue? Pass card cadangan juga masih di gue. Lagian lo ceroboh banget, password enggak diganti. Mata lo kenapa? Lo habis nangis?"
"Gue capek, Ly. Mau lanjut tidur."
"Mandi dulu, gih! Pasti lo belum mandi, kan? Masih pakai baju kantor gitu. Gue bawa sesuatu, spesial buat lo. Gue jamin, pasti capek lo ilang."
"Apaan?"
"Ada, deh. Mandi dulu sana!"
Berdecak sebal, Alexa akhirnya beranjak menuruti Lily. Bagaimanapun ia bersyukur, di saat seperti ini Lily ada di sisinya. Alexa butuh curhat!
***
"Serius ini dari Abi?" Mata Alexa terbuka lebar saat Lily menyajikan Pan-Seared Duck Liver Foie Gras di depan matanya.
Seperti anak kecil yang mendapat permen, Alexa bertepuk tangan kegirangan. Senyum lebar lima jari ala Pepsoden sedari tadi tak lekang dari bibirnya.
"Iya. Bayangin aja, ya. Gue lagi enak-enak spa sama nyokap, eh, tiba-tiba disuruh ke Amuz cuma buat beliin makanan kesukaan lo. Tumben, abang gue perhatian sama lo. Ngedukun di mana lo?"
"Enak aja ke dukun! Wajar kali perhatian ke calon bini." Ia sudah tidak sabar melahap apa yang ada di piringnya. Namun, baru satu suapan, mata Alexa menyipit, menatap ke arah Lily. "Disogok apa lo sama Abi? Lagi spa terus tiba-tiba mau aja disuruh ke Sudirman?"
"Ada, deh. Want to know aja, ya. Kepo!" Lily mengambil satu potongan dari piring Alexa.
"Lyyyy ...."
"Pelit!"
"Tuh, piring lo masih penuh! Astaga!" Alexa menunjuk piring Lily. Sahabatnya ini benar-benar tidak punya bakat menjadi anak sultan. Rusuh.
"By the way, ya, Lex. Lo kenapa nangis? Sampai bengkak gitu mata lo, tinggal segaris doang. Memangnya dunia kerja horor banget apa? Kayaknya enggak, deh. Tuh, Abi betah di kantor."
Alexa mengembuskan napas kasar. Selera makannya langsung merosot drastis.
"Dunia jelata keras, Ly." Alexa mengaduk-aduk makanannya tak berselera. "Cuma gara-gara gue tampil branded, gue dikira cewek BO, ani-ani, bahkan katanya gue nyogok bos pakai plus-plus. Sinting enggak, tuh?"
Lily bukannya prihatin. Si gadis matre justru menyemburkan tawanya tanpa basa-basi.
"Kok lo ketawa sih, Ly?" Alexa bersungut-sungut.
"Terus-terus?"
"Ya, gitu deh. Pengen banget gue gaplokin dolar satu-satu tuh manusia jelata."
Lily susah payah menahan tawanya.
"Jangan dong. Kan sesuai perjanjian sama Abi, engga ada yang boleh tau siapa lo sebenarnya. Lagian, jaga nama baik bokap lo juga. Lo bisa masuk sana kan karena nepotisme om Thomas."
Alexa mendengkus.
"Dan lo tau? Hari ini gue makan—" Alexa menggantung ucapannya, ia bangkit dari duduk dan sibuk mencari ponselnya. "Kayaknya gue catat deh tadi di hape," Alexa bergumam sendiri. "GULAI TORPEDO!" Tulisan pada note ponsel itu, langsung ia sodorkan ke wajah Lily.
"Apa yang aneh?" tanya Lily mengerutkan kening. Calon kakak iparnya ini, kadang benar-benar bertingkah seperti makhluk dari planet lain.
"Ih ... Lily! Kata Bu Armita, torpedo itu—" Kalimat Alexa tersangkut di tenggorokan. Wajahnya pasi ingin muntah.
"Penis sapi, kan?"
Alexa mengangguk dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Menggeleng-geleng geli, Alexa sunguh-sungguh ingin muntah.
Dan sahabat yang kurang ajar, justru tertawa tanpa sungkan. Sampai-sampai Lily meneteskan air mata karena puas tertawa.
"Enggak apa-apa kali, Lex. Enak tau. Nyokap sering bikin di rumah."
"Serius, lo?" Mata Alexa melotot sempurna.
"Iyap. Abi aja suka."
"Iuuhhhh .... " Alexa menelan ludahnya dengan berat hati.
Sejenak Lily tertegun menatap Alexa.
"Tapi, ya Lex. Gue beneran enggak sangka lo bakal terima tantangan Abi. Sebucin itu lo sama abang gue? Memang sih abang gue ganteng. Lihat aja tuh alisnya, udah kayak tanaman merambat nyokap gue. Hidungnya mirip Pinokio. Apalagi matanya tuh, tajam bikin klepek-klepek.
"Cuma, di dunia ini kan bukan hanya abang gue yang ganteng. Ingat Arka? Teman brengsek gue yang bucin mampus sama lo? Kayaknya dia lebih cakep deh dibanding abang gue. Kok ya lo bisa tahan gitu sama sifat dinginnya yang udah mirip kutub utara?"
Alexa hanya mengedikkan bahu.
"Terus, apa rencana lo menghadapi orang-orang toxic di kantor?"
"Bantu gue nyari solusi kek, Ly, jangan tanya mulu. Gue udah pusing."
Lily menggigit sendoknya. Matanya menerawang.
"Lex ..., sini deh gue biskin!"
Lanjutan cerita ini bisa dibaca di aplikasi Rakata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro