Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sonia Berulah

Pemain Fireflies Putra sibuk pemanasan di Lapangan Rakyat. Hari ini mereka akan berlatih tanding dengan salah satu tim lokal sebagai pertandingan uji coba terakhir sebelum musim dimulai. Dan juga, hari Minggu mereka akan bertanding di Super Trophy menghadapi Anggrek Titans. Pak Dani tengah menyapa satu persatu pemain dan memberikan instruksi. Semua menjawab dengan santai, tapi tersirat kata-kata 'Aku siap!' dibalik respon masing-masing.

Popularitas tim Putra yang jauh melebihi tim Putri dapat dilihat dari jumlah pendukungnya. Mayoritas adalah siswi putri, kemudian diikuti teman sekelas. Bahkan ada yang dari luar SMP Melati yang memberi dukungan untuk mereka.

Tapi tidak untuk gadis berambut coklat ini.

Di saat anggota tim putri yang lain sedang mencari tempat duduk bersama Bu Kimi, Sonia dan Risma tengah bicara berdua di lorong pintu masuk. Hari ini, rencana yang dimaksud oleh Sonia akan dikerjakan. Keringat mengucur pelan dari dahi Risma, mengetahui soal apa yang akan dilakukan oleh Sonia.

"Son, ini bisa jadi masalah serius lho. Kemungkinan kecil kita bakal kena marah, kemungkinan besarnya kita bisa dihukum."

"Tapi kapten, kalau nggak dengan cara ini, kita nggak bisa maju." Sonia melonggarkan jaketnya dan menitipkannya pada Risma. Risma melihat wajah Sonia. Yakin dan tak ada keraguan. Setelah itu, ia menghela napas.

"Ya sudah. Untuk urusan berikutnya, aku yang akan tanggung jawab. Sebagai kapten, aku bakal percaya sama kamu. Berjuang ya." Keduanya berjabat tangan dan berpisah. Sonia memperhatikan suasana lapangan. Lalu, ia berlari sekuat tenaga ke tengah lapangan.

"Hei! Siapa itu?" perhatian semua orang tertuju pada Sonia yang berlari ke arah pemain Fireflies. Dengan paksa Sonia merebut bola dari salah satu pemain.

"Kamu... siapa?" Sonia agak kaget mendengar teman satu sekolahnya tidak mengenalnya. Ia mendecakkan lidah, kemudian menatap tajam pemain yang bertanya tadi.

Ia lalu berkata, "akan kujawab pertanyaanmu. Setelah kamu berhasil merebut bola dariku!" Dengan satu loncatan, Sonia menerobos dua pemain yang termangu atas kehadirannya yang tiba-tiba. Semua orang menjadi heboh. Anggota Fireflies Putri dan Bu Kimi berusaha menyembunyikan wajah saking malunya, Risma hanya membisu sambil mempertanyakan keputusannya kali ini, Ayu dan Gita menepuk dahi mereka keras-keras. Keduanya juga diberitahu kemarin, tapi tidak mengetahui detailnya.

"Hei, hentikan dia!" Beberapa pengawas lapangan langsung menyergap Sonia, tapi Sonia dengan mudah menggocek mereka semua. Pemain Fireflies Putra tidak tahu harus merespon apa, jadi mereka membiarkan Sonia berlari seenaknya. Sampai akhirnya Pak Dani memerintahkan mereka untuk menghentikannya.

"Johan, Mulki, jangan biarkan dia lolos!"

"Siap!"

"Ya!"

Kedua dinding pertahanan sektor tengah tim Putra ini menutup semua celah lewat bagi Sonia. Saat ia hendak berlari mengitari Johan, Mulki langsung menjegalnya dari belakang dan Johan menghadangnya dari depan. Sonia bertabrakkan langsung dengan Johan. Tiba-tiba, Sonia berteriak.

"Kya! Apa-apaan kalian pegang-pegang?" Johan dan Mulki refleks menjauh dari Sonia, dan seketika Sonia menyeringai hingga dua lelaki tadi terkejut. Dengan sigap ia berdiri lagi dan mengoper pada salah seorang pemain di sisi kotak pinalti.

"Oi! Berikan umpan lambung padaku!" Lelaki yang menerima bola bingung, karena kejadian yang terlalu absurd. Sonia menjadi jengkel karena Johan dan Mulki sudah pulih.

"Buruan!"

Operan lambung dilepaskan ke tengah kotak pinalti. Sonia melompat untuk menyambut bola, diikuti Johan dan Mulki. Di udara, ia memutar tubuhnya ke posisi salto dan melakukan overhead kick. Kiper tidak bereaksi apa-apa melihat bola terbang ke gawang. Sonia mendarat mulus dengan kedua kakinya menyentuh tanah. Seluruh penonton terdiam melihat aksinya. Ia mengangkat jari telunjuknya tinggi-tinggi dan berteriak lantang.

"Namaku Sonia dari Melati Fireflies! Asal kalian tahu, Fireflies tidak hanya ada satu, melainkan dua! Anak perempuan pun juga bisa main bola! Kalau kalian mau melihat lebih dari sekedar permainan tadi, main bersamaku! Tunjukkan kalau kalian bisa melakukan sesuatu yang tidak kalah keren dari juara nasional ini! Ayo kita sama-sama, menjadi juara nasional seperti mereka!"

Seseorang tiba-tiba bertepuk tangan mendengar pidato singkat Sonia. Orang itu adalah lelaki yang tadi mengoper bola pada Sonia. Satu persatu ikut bertepuk tangan, bahkan ada yang bersiul dan bersorak. Sonia tersenyum, lalu buru-buru berlari keluar lapangan setelah melihat lelaki yang mengoper memberikan isyarat baginya untuk lari. Ia juga membisikkan 'semoga berhasil' yang dibalas oleh Sonia dengan 'terima kasih, menang ya!'.

"Hahaha, gadis yang menarik." Ia menggeleng sambil melihat ke arah Sonia berlari. "Juara nasional, ya? Kutunggu lho Sonia," gumamnya seraya mempersiapkan diri lagi untuk pertandingan.

---

Esoknya, tim Putri semuanya dikumpulkan dan diminta menghadap Bu Kimi dan Pak Dani. Bu Kimi antara malu-malu berdiri di samping Pak Dani dan takut melihat Pak Dani yang sudah akan meledak saat itu juga. Biang keladinya sendiri juga berdiri tepat di depan Pak Dani.

"Kamu sadar apa yang kamu lakukan kemarin?" tanya Pak Dani pelan. Sonia mengangguk.

"Kamu tahu apa yang harus diterima oleh tim gara-gara ulahmu?" Sonia menggeleng kali ini. Pak Dani menghirup napas dalam-dalam, kemudian membukan mulutnya.

"Sekolah akan menghentikan sementara kegiatan ekskul sepakbola putri mulai hari ini juga. Dan berarti juga dilarang bertanding." Semua berkeringat dingin dan meneguk ludah. Pak Dani tidak meluap-luap saat mengatakan hukuman yang diterima. Wajahnya lebih seperti orang tua yang kecewa berat sampai tidak ada energi untuk marah lagi.

"Akan tetapi, ketua OSIS mengajukan satu permohonan. Itu tergantung jawabanmu, Sonia."

"Saya pak?" Sonia berkedip beberapa kali.

"Yang kamu lakukan kemarin, itu semua kemauanmu sendiri apa teman setimmu ikut terlibat?" tanya Pak Dani. Risma bermaksud maju, tapi Sonia mengangkat tangannya sedikit sambil melirik. Risma pun mundur.

"Ya pak. Saya sendiri, teman-teman tidak tahu soal itu."

"Benar begitu, anak-anak?" Yang lain mengangguk jujur. Biarpun begitu, mereka merasa tidak enak.

"Kalau begitu, kalian siap mendengar permintaan ketua OSIS?" Semua mengangguk. Pak Dani juga mengangguk, lalu berkata,

"Tim Putri tetap diizinkan beroperasi seperti biasanya. Tetap berlatih, bertanding, dan ikut serta di kompetisi tahun ini. Dengan syarat, Sonia tidak boleh diturunkan di pertandingan."

"HAH?" Semuanya berteriak bersamaan hingga Pak Dani menutup telinganya rapat-rapat. Ia batuk sedikit, lalu bicara lagi.

"Pihak sekolah menyetujuinya, dan sekarang keputusan tergantung kalian. Memilih satu tim atau satu orang saja yang dihukum."

Semuanya saling berpandangan satu sama lain. Memang dengan tidak aktifnya ekskul sepakbola, bagi mayoritas anggota ekskul sepakbola Putri itu bukan masalah. Mereka juga anggota ekskul lain, dan bisa fokus di ekskul masing-masing. Namun bagaimana dengan Sonia dan Risma? Mereka berdua tidak ikut ekskul lain selain ekskul ini. Sonia yang masih kelas 7 bisa bergabung dengan ekskul lain atau tidak ikut sementara dan masih punya dua tahun lagi, tapi Risma?

Mereka berdua yang paling terlihat bingung. Wajar saja, selain yang merencanakan 'insiden' kemarin, mereka yang paling merasakan dampak keputusan ini. Pada akhirnya Sonia yang maju dan meletakkan tangannya di dada.

"Pak Dani, saya bersedia menerima hukuman itu."

Tidak ada yang menduga Sonia sendiri yang meminta untuk dihukum. Pak Dani agak kaget, tapi buru-buru membetulkan posturnya.

"So... Sonia..." Risma menggumam, tapi Sonia hanya tersenyum padanya dan teman-temannya.

"Kejadian kemarin itu tanggung jawab saya pak. Yang lain tidak ada hubungannya. Dan menurut saya melarang satu ekskul hanya karena kejadian kemarin itu berlebihan. Saya saja sudah cukup."

"Kamu ini masih bocah udah sok keren."

"Terus saya mesti bilang apa pak? Bukannya guru mengajarkan kita untuk mengakui kesalahan kita dan menerima apapun hukuman yang diberikan dengan ikhlas? Karena itu saya siap pak. Yang penting, ekskul ini bisa tetap lanjut." Sonia memohon sambil mengatupkan kedua tangannya bersamaan. Ekspresinya memelas hingga Pak Dani berusaha untuk tidak melakukan kontak mata. Akhirnya, ia memintanya berhenti.

"Baik baik. Kalau itu maumu, maka itu keputusan akhirnya. Sonia saja yang akan dihukum dari kejadian kemarin, sedangkan ekskul sepakbola Putri bisa melanjutkan kegiatannya. Hm, ini sudah cukup lama, jadi kalian bisa segera bersiap untuk latihan kalian sebelum gelap. Bu Kimi, mohon diawasi ya mereka."

"I-Iya pak!" Bu Kimi mengangguk cepat. Lalu ia menginstruksikan semuanya untuk berlatih. Pak Dani mohon diri dan berbalik, sebelum berhenti sejenak dan memanggil Sonia.

"Sonia." Sonia berhenti dan menjawab panggilan.

"Sejujurnya bapak kagum sama keberanianmu. Kamu bisa jadi contoh yang baik dari teman-temanmu. Dari situ, kamu ada nilai plus di mata bapak. Hanya saja, yang kemarin jangan diulangi lagi ya." Pak Dani memuji Sonia dengan tulus. Sonia berterima kasih dan Pak Dani pergi. Risma dan Bu Kimi menghampiri Sonia.

"Sonia! Kamu serius soal ini? Kamu nggak bisa main sama sekali sekarang," ucap Risma cemas.

"Ibu setuju dengan Pak Dani dan Risma, tapi kenapa kamu memilih keputusan seperti itu?" Bu Kimi tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Sonia membalikkan badannya. Tidak ada wajah muram, kesal, kecewa, atau sedih. Yang ada hanya senyuman. Seolah-olah ia baru saja memenangkan sesuatu.

"Kapten dan Bu Kimi, ini memang di luar perhitunganku, tapi tenang saja. Ini baru awal dari rencana kebangkitan tim kita."

"Kebangkitan? Risma apa maksudnya ini?"

"Anu, saya juga tidak tahu bu. Sonia jelaskan dong." Sonia tertawa kecil. Ia mengikatkan kedua tangannya di belakang punggungnya dan melompat-lompat kecil melewati keduanya.

"Kebanyakan siswa dan siswi di sekolah kita tidak begitu tahu kebenaran tim sepakbola Putri. Dengan permainanku kemarin, targetku adalah memancing mereka yang kurang percaya diri soal tim ini karena rumor yang beredar. Kita butuh mereka yang mau berjuang sungguh-sungguh untuk kejayaan tim."

"Termasuk juara nasional?" tanya Risma. Sonia mengepalkan tinju erat-erat.

"Termasuk juara nasional! Asal kita tidak main-main, itu bukan target yang mustahil, kapten." Sonia berapi-api membalas pertanyaan Risma. Risma menggeleng.

"Kamu terlalu ambisius."

"Memang, tapi itulah alasanku main sepakbola. Untuk jadi yang nomor satu," ucap Sonia dengan mantap. Risma tertegun. Selama ini, ia hanya berharap dan berharap tanpa memberikan usaha yang berarti. Sementara Sonia yang baru bergabung, justru bekerja keras untuk mewujudkan harapan itu. Kenapa ia tidak melihat garis besarnya?

"Kamu ini." Risma menepuk kepala Sonia, lalu mengusapnya pelan-pelan.

"Oke, kami akan berjuang untuk memenuhi level permainanmu. Sampai waktu hukumanmu dicabut, persiapkan dirimu ya," tantang Risma dengan wajah serius yang jarang ditunjukkannya di luar lapangan. Sonia merasa lega. Ia bisa menyerahkan tim pada Risma untuk sementara waktu.

"Hehehe, pastikan kalian berlari untuk mengejarku ya!" Keduanya melakukan tos lalu berlatih dengan yang lain. Hari ini adalah awal baru bagi Fireflies Putri. Perjalanan menuju kejuaraan nasional dimulai dari sini!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro