Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ibu, Pertumbuhan, dan Kucing

Sayur, garam, merica, menyatu hingga berdesis setiap kali spatula di tangan Mel mengaduk-ngaduk. Menikmati tiap proses yang dilakukannya, ia berdendang sambil menggoyangkan kepalanya ke kiri dan kanan. Tidak ada yang lebih menyenangkan hatinya selain menyiapkan sarapan untuk putri tercinta.

"Ma..."

Hanya saja ia tidak menyiapkan diri ketika anaknya melihat tingkah lakunya di dapur, yang berbeda dengan di luar. Darah naik dengan cepat ke wajah Mel sampai mulutnya tak bisa berkata-kata, sebelum akhirnya ia bisa mengeluarkan sepatah kalimat.

"Sonia, tolong siapkan piringnya," Sonia hendak bertanya lagi, tapi tatapan ibunya menunjukkan kalau beliau tak punya niat membahas soal itu lebih lanjut. Langsung saja keduanya menyelesaikan tugas masing-masing. Tak lama kemudian, keduanya sudah duduk bersama di meja makan dan mulai sarapan.

"Gimana Sonia?" tanya Mel sambil mengaduk nasi di piringnya. Sonia berpikir ibunya menanyakan soal sekolahnya. Mengingat kejadian kemarin, Sonia tak mampu membendung senyum.

"Baik kok," jawab Sonia sebelum memakan sarapannya.

"Be-Begitu ya, bagus." Beliau terlihat biasa saja menerima respon itu, tetapi dalam hati beliau berbunga-bunga dan bahagia. Dalam hati beliau berteriak riang, Ah! Sonia suka masakanku!

Berkah atau tidak, untung ia tidak tahu bahwa Sonia membicarakan hal yang jauh berbeda. Keduanya makan dengan diiringi suara televisi, setiap hari seperti itu. Sehabis makan, Sonia langsung mencuci piringnya dan bersiap untuk berangkat.

"Bu, hari ini aku pulang telat. Mau jalan sama Tami."

"Ya. Jangan malem-malem pokoknya."

"Aku berangkat dulu."

Sonia mencium tangan ibunya, lalu pergi ke sekolah. Setelah Sonia pergi, Mel langsung berputar-putar seperti penari balet sebelum melompat ke sofa dan cekikan sambil memeluk bantal.

"Senangnya Sonia suka masakanku! Akhirnya, aku bisa membuatkan sesuatu yang tidak ditolaknya. Sungguh awal yang baik untuk hariku."

Senyumnya merekah hingga membuatnya seolah lebih muda dan menawan. Sonia dan Mel jarang sekali memiliki momen menyenangkan bersama, jadi Mel berusaha keras melakukan sesuatu yang mampu mendekatkan ia dan putrinya.

"Sonia, coba ibu bisa lebih jujur..." gumamnya sedih sambil melihat ke layar kaca yang tengah menyiarkan berita olahraga harian. Dahinya naik ketika mendengar nama yang sudah lama tidak didengarnya disebutkan oleh pembawa acara.

---

"Tam, ini Jasmin. Jasmin, ini Utami atau biasa kupanggil Tami."

Sonia memutuskan untuk mengenalkan keduanya karena mereka baru mendengar soal masing-masing melalui Sonia. Saat istirahat, Sonia dan Jasmin menghampiri kelas Utami.

Gede! Di macem-macem tempat lagi! Bener nih dia masih SMP?

Wah, kecil ya. Kayak anak SD aja.

Jasmin dan Utami masing-masing berpendapat soal yang lainnya dalam hati sambil berjabat tangan. Jasmin menundukkan kepala, lalu melirik ke arah Sonia. Sonia menatap dengan pasrah sambil menepuk pundak Jasmin. Utami memiringkan kepalanya karena bingung, tapi memilih untuk tak menanyakan.

"Oh ya ngomong-ngomong Tam, mau ikut makan nggak?" tanya Sonia.

"Sori Son, aku mau ke ruang ekskul basket. Tadi ada kakak kelas yang dateng pagi-pagi ngasih tahu kita bisa daftar pas istirahat," ucap Utami.

"Kamu mau main basket juga Jasmin?" Utami mencoba mengajak Jasmin, tapi ia hanya menggeleng.

"Nggak makasih, Tami."

"Eh, padahal siapa tahu kamu bisa tambah tinggi."

Tanpa sadar, Utami mengatakan sesuatu yang cukup sensitif bagi Jasmin. Sonia bahkan sampai mundur sedikit karena aura menyeramkan keluar sedikit demi sedikit.

"Apa?" Jasmin menggeram pada Utami. Utami tampak kaget lalu mengalihkan pandangannya sambil bersiul. Ia sedikit terintimidasi oleh tatapan matanya yang menusuk.

"Bukan apa-apa. Kalau begitu aku pergi dulu, nanti keburu masuk. Sampai nanti Sonia, Jasmin."

Utami berbalik pergi menuju ruang ekskul basket meninggalkan keduanya di lorong. Sonia menepuk pundak Jasmin, tapi Jasmin seolah membeku.

"Min kenapa?" Pelan-pelan kepalanya menghadap Sonia. Aura intimidasinya sudah lenyap, dan keluar aura suram.

"Son, kita masih dalam masa pertumbuhan 'kan? Masih bisa menyusul 'kan?" Sonia ikut memasang ekspresi yang sama dengan Jasmin. Mata mereka melihat figur Utami yang masih belum sepenuhnya lenyap.

"Tenang, nanti kita bakal kelihatan lebih dewasa kok."

Jasmin mengangguk setuju atas ucapan Sonia. Keduanya pergi membeli susu dan roti seperti biasa, lalu pergi ke mencari pohon rindang untuk makan. Mereka berhasil menemukannya, hanya saja ada seseorang yang sedang tidur di situ.

Rambutnya merah panjang hingga menutup wajahnya, seragamnya agak berantakan dan membuat Sonia maupun Jasmin risih melihatnya. Di luarnya ia memakai jaket biru tua. Keduanya berpandangan memikirkan soal tempat makan mereka.

"Udah ditempatin Son. Kita ke kelas aja deh," Jasmin berbisik pada Sonia. Sonia mengangguk.

"Iya, ayo."

"Meong."

Baru saja keduanya hendak pergi, perhatian mereka teralih pada seekor kucing yang terlihat ketakutan di atas pohon.

"Waduh, kucing itu kejebak di atas!"

"Cepetan tolongin Son!"

"Loh kok nyuruh aku?"

Keduanya terus berdebat menyuruh satu sama lain untuk menolong sampai tidak menyadari kalau kucing itu nyaris terpeleset.

"Meong!"

Kucing itu berpegangan erat dengan cakarnya pada dahan, tapi akhirnya ia tak kuat lagi dan meluncur terbawa gravitasi. Sonia dan Jasmin spontan berteriak sambil mengejar. Namun, keduanya berlari bersamaan hingga tersandung satu sama lain.

Tidak!

Keduanya menjerit dalam hati. Saat itu, sebuah bayangan bergerak cepat ke arah kucing itu dan membiarkannya jatuh di pelukannya. Bayangan itu mendarat sempurna di hadapan dua gadis itu. Rupanya orang yang tertidur tadi yang menolong kucing itu.

"Meong."

"Cup cup. Kamu ketakutan ya? Sudah nggak apa-apa kok. Kamu aman sama kakak."

Gadis itu mendekap kucing itu sambil mengelus kepalanya perlahan. Kucing tampak menikmati curahan perhatian dan belaian dari gadis itu.

"Hihi, anak manis."

Sonia dan Jasmin takjub dibuatnya. Seolah badannya siap di saat tertentu, ia bereaksi lebih cepat dari mereka berdua. Wajar karena dia ada di bawah pohon, tetapi kalau apakah ia benar-benar tertidur apa tidak masih sebuah misteri.

"Anu, kalian berdua nggak apa-apa?"

Ia menghampiri keduanya. Rambutnya sekarang sudah tersibak dan mereka bisa melihat wajahnya dengan jelas. Pandangannya mengeluarkan pancaran semangat yang sedikit, ditambah kantung mata tebal di bawah kelopaknya. Rautnya menunjukkan ia benar-benar peduli pada Jasmin dan Sonia, tangan kanannya memangku kucing dan tangan kirinya mengelus tubuh kucing. Kulitnya sedikit gelap terbakar matahari, tubuhnya tinggi, tapi tidak setinggi Utami walaupun sudah terlihat dewasa.

"I-iya nggak apa-apa."

Sonia membalas pertanyaan gadis itu sambil membantu Jasmin berdiri. Sementara gadis itu melihat kantung plastik yang mereka bawa.

"Kalian mau makan ya? Aduh maaf, aku ngantuk banget tadi. Sini, sini makan sama aku."

"Eh nggak apa-apa?"

Tidak menyangka mendapat tawaran makan bersama, Jasmin dan Sonia memutuskan untuk menerimanya. Sebenarnya mereka tidak kenal dia, tapi orang yang ramah pada kucing pasti bukan orang jahat, begitu pikir Sonia.

Gadis itu membuka bekalnya yang ia simpan di saku jaketnya. Isinya berupa nasi bungkus dengan lauk tempe, tahu, dan ikan pindang. Lalu dari saku lainnya ia mengeluarkan air mineral gelas. Ia menempatkan kucing tadi di pangkuannya.

"Yok makan semua."

Sonia dan Jasmin pun ikut memakan bekal mereka. Tanpa sadar, mereka memperhatikan gadis itu. Walaupun dengan lauk yang biasa saja, ia tampak menikmati makanannnya di tiap suapan. Ia sisihkan beberapa nasi dan sisa bagian ikan untuk kucing. Sonia termenung, berpikir bahwa tiap hari ibunya selalu memasakkan makanan untuknya meskipun rasanya sering tidak karuan. Bagaimana dengan gadis ini?

"Fuuh, kenyang."

Gadis itu menyeringai, sambil mencungkil sisa makanan di sela gigi menggunakan kukunya. Jasmin tidak tahan dan menegurnya,

"Eh, jangan begitu kalau sehabis makan. Tidak sopan dan tidak higienis. Gunakan lidah atau tusuk gigi, tapi pastikan mulutmu tidak terlihat. Mengganggu mereka yang masih makan."

"O-Oh... maaf maaf. Aku tidak akan mengulanginya."

Merasa bersalah, ia menundukkan kepala sambil menuruti saran Jasmin. Jasmin merasa ia bertindak spontan pada orang yang belum ia kenal dekat, jadi ia sendiri juga menundukkan kepala.

"Ngomong-ngomong, kita belum kenalan. Aku Sonia, dan ini Jasmin. Kami dari kelas 7F."

Sonia berusaha memecah kecanggungan yang muncul tiba-tiba. Kedua pihak lainnya berterima kasih dalam hati, dan gadis tadi memperkenalkan diri pada keduanya.

"Aku Olivia dari kelas 9G. Kalian adik kelasku dong. Ehehe, salam kenal kalau begitu Sonia, Jasmin."

Jasmin lagi-lagi memasang ekspresi ketakutan seperti saat bersenggolan dengan Risma kemarin. Beruntung Olivia segera membiarkannya.

"Kalem aja. Aku tahu kalian anak-anak yang tahu sopan santun, buktinya kamu bisa negur aku tanpa pandang bulu 'kan?"

"I-Iya."

Jasmin mengangguk pelan.

"Ahahaha, kak Olivia tadi keren sekali ya. Bisa langsung bereaksi cepet begitu kucingnya mau jatuh. Kukira kakak tidur tadi," ucap Sonia.

"Oh nggak, aku nggak tidur sebenernya. Cuma lagi ingin ngadem sambil nunggu temenku. Dia lama nggak dateng-dateng terus tiba-tiba kalian teriak. Badanku tau-tau gerak sendiri. Refleks mungkin ya?" jawab Olivia dengan santai.

"Bagus tuh kak. Pingin rasanya bisa begitu," sahut Sonia.

"Hahaha, rajin olahraga aja Son. Banyak konsumsi makanan dan minuman 4 sehat 5 sempurna, dan liat aja hasilnya nanti. Positif aja oke?"

Sonia tidak menyangka akan mendapat motivasi dari orang yang baru saja ditemuinya, terlebih lagi yang menjadi bukti nyata keberhasilan saran tersebut. Jasmin pun demikian, sekarang ia memandang ke arah susu kotak yang dibawa Sonia.

"Mau?" Jasmin mengangguk dan Sonia memberikan 1 susu kotaknya. Olivia tertawa kecil melihatnya dan ia menghabiskan air minumnya. Ia membereskan sisa sampahnya sambil menggendong kucing tadi.

"Aku duluan ya. Abis ini gurunya rajin, kalau telat bisa diusir aku. Sampe ketemu."

"Meong."

"Ya kak. Sampai nanti pus."

Sepeninggal Olivia, Jasmin menepuk pundak Sonia.

"Son, ayo kita ikutin saran kak Olivia. Nanti siapa tahu kita bisa ngelewatin Utami. Kamu setuju?"

"Oh pasti! Ayo min."

""YEAH!!""

Keduanya berteriak kencang dengan semangat. Dari jauh, Olivia memperhatikan keduanya sesekali. Senyum tipis keluar dari wajahnya. Mendekati gedung sekolah, ia buang sampah tadi dan ia turunkan kucing tadi. Si kucing tampak memelas ingin ikut.

"Maaf ya manis, kakak mau belajar dulu ya. Tunggu di sini, nanti kita main abis kakak selesai ya?"

Ia membelai kucing tadi dengan lembut dan sepertinya pesannya tersampaikan karena kucing itu mengambil posisi nyaman di dekat tembok untuk beristirahat. Olivia jadi tenang dibuatnya.

"Hah... balik ke kelas lagi. Ummmph..."

Ia meregangkanbadannya sejenak lalu masuk ke dalam gedung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro