Dimulai Kembali
Lapangan Rakyat adalah sebuah sarana umum kota yang menyediakan berbagai macam lapangan olahraga yang bebas digunakan oleh seluruh penduduk. Pengecualian biasanya terjadi jika ada yang mengadakan latihan tanding, itupun harus maksimal sehari sebelum pertandingan meminta izinnya. Tempat ini ramai di hari biasa dan tentu saja semakin padat di akhir pekan.
Di antara keramaian Minggu pagi, sebuah mobil sedan hitam berhenti di dekat pintu masuk Lapangan Rakyat. Jendela diturunkan sedikit yang menunjukkan Mel di bangku kemudi sambil melihat ke arah lapangan. Di sampingnya, Sonia tengah mengangkat tasnya dan bersiap keluar dari mobil.
"Sonia." Suara Mel menghentikan jari Sonia untuk menarik turun gagang pintu. Ia menoleh pada ibunya.
"Ya ma?"
"Telpon mama kalau sudah selesai. Misalnya habis itu kamu mau main sama temanmu, kasih tahu juga. Yang penting jangan malem-malem pulangnya." Sonia mengangguk, lalu meraih tangan ibunya.
"Sonia pergi dulu ma." Diciumnya tangan sang ibu sebelum keluar dari mobil. Setelah Sonia pergi, Mel menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan berteriak.
"AAAH! Apa yang sudah kukatakan? Mestinya 'kan aku kasih kata-kata penyemangat, eh malah ngasih tahu yang nggak penting gitu iiih!" Mel terus mengeluh sampai akhirnya ia kelelahan sendiri. Dipandangnya lagi sosok yang sekarang terlihat kecil dari mobil yang sedang dihampiri oleh 2 orang gadis. Mel menyalakan mobilnya dan bersiap jalan. Dan mulutnya membisikan kalimat yang tidak terdengar oleh siapapun.
Menanglah dan pulang dengan senyum, gula kapasku.
---
Sonia tengah berbincang-bincang dengan Utami dan Jasmin, yang kebetulan bertemu saat tiba di sana. Sonia memberitahu soal pertandingan ini pada keduanya kemarin malam. Utami bahkan menelponnya langsung dan mengatakan kalau ia akan datang memberi dukungan. Ia juga memberitahu Sonia untuk tidak begadang dan bangun lebih awal untuk pemanasan di pagi hari, sesuatu yang sebenarnya sudah biasa ia lakukan. Jasmin tidak yakin akan bisa datang atau tidak, tetapi hari itu warung libur dulu karena ibunya menemani ayahnya ke dokter untuk pemeriksaan rutin.
"Senengnya kalian berdua bisa dateng." Hati Sonia terasa lebih ringan melihat mereka. Utami tersenyum lebar dan tidak menunggu lama untuk memeluk Sonia, katanya untuk menyalurkan Utamium.
"Tentu saja Son. Aku sendiri belum pernah liat kamu main bola sebelumnya, jadi kasih aku tontonan yang bagus ya." Sonia hanya tertawa kecil mendengarnya, tidak berani berjanji.
"Ayo ke lapangan bola. Yang lain pasti udah di sana," ajak Utami sambil menggandeng keduanya. Ketiganya berjalan menuju lapangan bersama-sama. Di sana, Utami dan Jasmin pindah ke area pendukung Fireflies, sedangkan Sonia ke bangku pemain. Ia menghela napas ketika melihat area pendukung Dragonflies.
Para pemandu sorak berbaris rapi tim diikuti beberapa siswa putra dan anggota keluarga dari pemain di belakangnya. Mereka meneriakkan yel-yel beberapa kali untuk mempersiapkan diri. Dari tempatnya sendiri, hanya segelintir orang dan tentu saja dua temannya. Mereka mengacungkan jempol dan menyemangati Sonia.
"Sonia, selamat pagi." Ayu baru saja tiba juga di lapangan bersama dengan Gita.
"Pagi kak Ayu, kak Gita," balasnya sambil menghela napas.
"Kenapa kamu Son? Belum mulai kok udah lemes?" tanya Gita bingung.
"Gimana ya kak. Aku kepikiran soal tim kita. Persiapan kita kurang banget menurutku, dan kayaknya bukan ide yang bagus ngelawan tim kuat kayak Dragonflies buat latih tanding sekalipun," kata Sonia mencurahkan isi hatinya. Gita dan Ayu mengangguk.
"Aku juga sependapat. Kadang aku respek sama kapten kita, tapi begitu mulai buat keputusan aneh begini... aku jadi ragu," ucap Gita.
"Y-Ya biar begitu, bukan berarti ini jelek juga. Kita setidaknya bisa tahu tim Dragonflies tahun ini seperti apa. Ini berguna buat persiapan saat kita ketemu mereka di pertandingan resmi." Ayu mencoba bersikap positif.
"Oh? Lihat lihat siapa ini, MVP turnamen nasional SD ternyata." Suara nyaring bercampur gemerincing anting memasuki area pendengaran mereka bertiga. Ketiganya beralih ke arah 2 orang gadis. Gadis beranting tadi menatap mereka sambil menyeringai. Rambut kuning keemasannya menari-nari tiap kali angin bertiup. Di sampingnya berdiri gadis berambut perak dengan 2 sisi rambutnya diikat tipis melingkar. Bedanya, ia memberikan tatapan teduh dan anggun.
"Hmm, siapa?" Sonia memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung menghiasi wajahnya. Gadis berambut kuning tadi terkejut. Wajahnya memerah ketika gadis berambut perak tertawa kecil. Ia batuk sedikit, lalu berbicara seraya menunjuk Sonia.
"Sudah lupa ya denganku? Bagaimana mungkin kau lupa pada orang yang menjadi rivalmu di turnamen hah?"
"Kak Cindy, tidak perlu berbelit-belit." Teguran gadis berambut perak membuat Cindy mendengus. Tiba-tiba Sonia menepuk dahinya.
"Ah! Kamu Pemain tim Rhinos, namamu Nindi 'kan?" tunjuknya pada gadis berambut perak. Gadis berambut perak mengangguk.
"Betul sekali. Lama tidak berjumpa ya, Sonia. Semenjak final turnamen." Nindi dan Sonia berjabat tangan kemudian.
"Iya! Nggak nyangka bisa ketemu kamu di sini." Kata Sonia tulus. Meskipun dulu mereka bukan rekan satu klub, mereka pernah bermain bersama di pertandingan persahabatan antar kota.
"Hei! Jangan abaikan aku. Nindi saja yang kamu ingat," gerutu Cindy sambil menghentakkan kakinya dengan pipi menggembung.
"Maaf, maaf. Tentu saja aku ingat. Kukira kamu bakal tetap di Rhinos, eh malah masuk ke tim tingkat sekolah begini."
"Ceritanya panjang, Sonia. Pokoknya kamu harus tahu," sahut Nindi sambil mengedipkan mata.
"Eh Nindi, ga usah cerita-cerita ke dia," Cindy sibuk menutup mulut Nindi yang membuat Sonia tertawa melihat tingkah mereka.
Merasa tidak ingin mengganggu 'reuni' para mantan rival dan teman ini, Gita dan Ayu berniat meninggalkan mereka sendiri. Namun, Nindi menyadari itu dan memanggil keduanya.
"Tunggu." Nindi menghampiri keduanya sambil mengulurkan tangan.
"Kenalkan, saya Nindi dan ini kakak saya Cindy. Kami dari Dragonflies mengucapkan terima kasih atas ajakan latih tanding ini. Mari sama-sama berikan yang terbaik." Gita dan Ayu seolah tersihir oleh suara lembut Nindi. Keduanya tak dapat membalas kecuali dengan anggukan saja. Nindi lalu memberitahu Cindy untuk kembali ke bangku mereka dan bersiap-siap.
"Hmph! Pokoknya hari ini meskipun cuma latih tanding, aku nggak bakal segan-segan. Sonia! Kita lihat siapa yang akan lebih banyak mencetak gol hari ini. Ohoho!" Cindy mengibaskan rambutnya sambil berbalik dan terus tertawa. Nindi mengangkat tangannya untuk pamit dan mengikuti Cindy.
"Wew, percaya diri sekali ya dia," ujar Gita mengomentari Cindy sepeninggal mereka berdua.
"Dia memang seperti itu orangnya, tapi jangan salah kak. Cindy bukan hanya bermodal wajah manis dan percaya diri yang tinggi saja." Sonia berusaha mengingatkan kedua kakak kelasnya.
"Kalau Nindi?" tanya Ayu, tertarik pada gadis berambut perak tersebut.
"Nindi juga jago kak. Lebih dari Cindy. Sebagai lawan maupun kawannya dulu, bermain dengan dia itu serasa kita harus memenuhi ekspektasi permainannya. Karena, Nindi bisa dibilang pemain serba bisa." Gita dan Ayu membelalak mendengarnya.
"Sejago itu kah dia?" anggukan Sonia menjawab pertanyaan Gita yang tidak percaya.
"Yang pasti kita harus bisa menghentikan mereka berdua dulu. Aku butuh bantuan kalian untuk menghadapi keduanya," pinta Sonia pada kakak kelasnya.
"Siap!" Jawab Gita dengan tegas.
"Oke Sonia," ucap Ayu sembari memberikan jempol pada Sonia.
Sonia beruntung ia bisa menemukan rekan yang dipercaya dalam waktu dekat. Meskipun tujuannya adalah bisa dekat dengan semuanya, mungkin mulai dari mereka berdua tidak begitu buruk.
Sekembalinya ke bangku pemain, Risma dan yang lain juga sudah siap. Bu Kimi, pembina ekskul sepakbola putri juga hadir di sana. Setelah semua berkumpul, beliau menyampaikan beberapa kata sambutan kecil. Sesudahnya, Risma memberikan sedikit kata-kata penyemangat darinya.
"Hari ini adalah kesempatan kita untuk tunjukkan hasil latihan kita selama ini. Jangan gentar hanya karena mereka adalah tim nomor satu, dan jangan lupa ini hanya latih tanding. Tidak usah dipaksakan." Ketegangan pemain sedikit berkurang mendengar kata-katanya. Mereka lalu membentuk lingkaran untuk yel-yel dipimpin olehnya.
"Fireflies!"
"FAIYAH!!"
Pendukung Fireflies bertepuk tangan mendengarnya. Tak mau kalah ramai, Dragonflies juga melakukan hal yang sama.
"Dragonflies!"
"DORA! DORA! DORA! GON!"
Sorakan serta tepuk tangan riuh membuat pemain Fireflies bergetar. Ketenangan yang baru saja didapatkan perlahan diselimuti rasa tegang lagi. Kick-off diambil oleh Fireflies. Sonia memegang bola dan menempatkannya di tengah lapangan. Matanya terpejam. Suara-suara di sekitarnya perlahan berkurang. Ia berkonsentrasi penuh menunggu peluit dibunyikan.
Apapun yang terjadi di pertandingan ini, aku akan berjuang!
Wasit meniupkanpeluitnya. Pertandingan pertama dalam rangka kembalinya Sonia untuk menjadipemain nomor satu dimulai!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro