Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bantuan

"Begitulah kira-kira ceritanya." Sonia baru saja menyelesaikan ceritanya pada Jasmin dan Utami. Mereka tengah mengadakan group call setelah Jasmin dan Utami mengetahui soal Sonia yang berulah sebelum pertandingan Fireflies Putra.

"Aduh, sial banget nasibmu Son. Cuma ya nggak ada cara yang lebih biasa aja?" tanya Jasmin.

"Bener. Kamu nggak usah segitunya buat menolong tim. Padahal kamu baru aja gabung," kata Utami prihatin.

Sonia sendiri tidak mempermasalahkan soal ia bisa bertanding atau tidak dulu. Dengan dipastikannya kalau ia tidak bisa turun di pertandingan sementara waktu, satu tim berubah lebih serius dalam latihan. Mereka mau mendengarkan saran-sarannya, dan permainan lebih terarah.

"Ya kalau nggak begini, kita nggak bakal bisa maju. Aku sekalian pingin ngelihat seberapa kuat tekad teman-teman buat mempertahankan tim. Kalaupun aku menyanggupi hukuman dan yang lain keluar, berarti rencanaku gagal. Gitu aja," balas Sonia santai.

"Haah, aku bingung ama jalan pikiranmu Son," sahut Jasmin dengan nada lelah.

"Kalian berdua tenang aja. Asal kalian ada di deketku, aku nggak bakal kesepian." Di balik telepon, kedua teman Sonia tersedak.

"Apaan sih Son? Tiba-tiba ngomong gitu."

"Adu Sonia, Tami bakal selalu di sisi Sonia, jadi jangan malu-malu kalau butuh pelukan."

"Tam, nggak usah sempet-sempetnya nyuri kesempatan dah." Ketiganya tertawa bersama mendengar respon Jasmin dan Utami. Setelah itu mereka mengobrol hal lain sebentar sebelum bersiap tidur. Lalu, ponsel Jasmin dan Utami menerima notifikasi pesan dari Sonia.

"Besok temenin aku pas istirahat ya!"

---

"Makasih kalian berdua udah mau nemenin!" Sonia tengah menggandeng kedua temannya sambil menyusuri lorong sekolah. Keduanya agak malu, tapi sebenarnya senang karena Sonia kapan lagi Sonia sendiri yang inisiatif melakukannya. Biar begitu, keduanya juga penasaran akan tujuan mereka sekarang.

"Mau ke mana sih kita?" tanya Jasmin.

"Ke taman. Mudah-mudahan dia ada di sana."

"Dia?" kali ini giliran Utami yang bertanya. Beberapa detik kemudian, Jasmin sepertinya paham siapa yang dimaksud.

"Kenapa nyari dia Son?"

"Ada yang mau kutanyakan padanya," jawab Sonia singkat. Setibanya di taman, mereka menuju pohon tempat makan siang mereka. Beruntunglah, orang yang dicari sedang asyik bermain dengan kucing.

"Amu kok gemecin banget cih?" ucapnya sambil mengelus-elus hidung kucing itu dengan hidungnya. Sonia dan yang lainnya hanya diam sambil membayangkan satu kata di kepala mereka.

Manisnya!

Kucing itu menyadari kehadiran tiga siswi itu dan mengeong. Olivia jadinya mengalihkan pandangannya ke arah yang sama dengan kucing.

"Kenapa meong, ada si-" dalam sekejap ia membeku. Di sana berdiri dua teman makan siangnya beberapa waktu lalu beserta gadis yang belum pernah ia temui. Pelukannya pada si kucing melemah, sehingga ia langsung menghampiri Sonia.

"Ha-Hai..." Olivia menyapa sambil terbata-bata dengan muka merah.

"Hai juga kak..." Sonia membalas sambil menutup mulutnya yang masih tidak percaya melihat hal baru saja terjadi.

Suasana berubah canggung luar biasa dan yang mengisi kesunyian hanya si kucing yang mengeong senang dipeluk oleh Sonia. Akhirnya, ketiganya duduk berhadapan dengan Olivia. Kedua belah pihak bingung mau memulai pembicaraan. Jasmin menyikut Sonia pelan dan Sonia mulai berbicara.

"Anu, kak Olivia."

"Y-Ya?" jawab Olivia gugup.

"Kak Olivia kenal dengan kak Risma?"

Ekspresinya menegang mendengar nama Risma. Sonia berpikir, sebaiknya ia tidak usah berbelit-belit dengan Olivia. Jika ingin ini berhasil, ia harus jujur dan tegas dari depan.

"Kenal. Kenapa memangnya?" balas Olivia sambil memainkan ujung rambutnya.

"Aku sudah dengar cerita tentang kakak dari kak Risma."

"Hmm, berapa banyak yang kamu tahu?"

Sonia menjelaskan tentang pertemuannya dengan Risma. Tentang pertemanan mereka dengan ketua OSIS Erika, dan tentang bermain sepakbola bersama. Olivia bersedekap sambil manggut-manggut.

Dengan santai ia bertanya, "terus kamu mau apa dariku?"

Sonia memposisikan kedua tangannya sejajar lalu memohon, "Kak Olivia, tolong kembali bergabunglah dengan Fireflies!"

Sonia ingin meringankan beban Risma. Menurut Sonia, Risma ingin mengenang tahun terakhirnya di SMP dengan dua sahabatnya. Rasanya tidak lengkap jika ia tidak didampingi oleh mereka. Namun, Olivia malah diam seribu bahasa.

"Kak Olivia?" Sonia bingung. Ia hanya perlu menerima jawaban 'Ya' atau 'Tidak' dari Olivia, tapi ia tak kunjung memberikan respon.

"Kakak ada kesibukan lain?" Utami ganti yang menanyakan pada Olivia. Olivia mendelik, lalu memperhatikan Utami dari atas ke bawah.

"Hmm." Ekspresi Olivia kala melihat Utami membuat Utami sedikit tidak nyaman.

"Anu kak?" tanya Utami berusaha menghentikannya.

"Ah ya maaf, aku belum kenal kamu. Namamu siapa?" Utami berdeham sebelum memperkenalkan diri.

"Saya Utami dari 7B, anggota ekskul basket. Salam kenal kak Olivia." Olivia lalu dengan cengar-cengir kembali memperhatikan Utami. Ia menoleh pada Sonia sambil mengacungkan jempol. Sonia memiringkan kepala karena tidak mengerti. Lalu Olivia balik bertanya lagi pada Utami.

"Ekskul basket ya? Pantes kamu tinggi. Aku kira kamu main sepakbola juga."

"Nggak kak. Saya nggak pernah main malah," sanggah Utami.

"Haha, sama aku santai aja. Nggak usah formal banget."

"Ehehe, iya. Terus jawaban dari pertanyaanku tadi kak?"

"Oh itu. Sebenarnya nggak ada yang lagi kukerjain. Hanya saja, urutan merekrut kalian terbalik."

"Eh?" Ketiganya terkejut mendengarnya.

"Seandainya kalian mau aku bergabung, kalian seharusnya ajak Erika dulu."

"Erika ketua OSIS kak?" tanya Sonia memastikan. Olivia mengangkat bahu dan menjawab,

"Siapa lagi?"

Sonia memutar otaknya. Ia memang berencana merekrut Erika juga, tapi mengesampingkannya dahulu karena ia adalah orang yang paling menentang Risma tetap berada di tim. Dan juga, ia yang memberikan saran kalau dia saja yang dihukum. Tunggu, kenapa ia menyarankan hal itu kalau memang ingin Risma tidak main bola lagi? Pertanyaan baru muncul lagi di benak Sonia.

"Lagian, kamu nggak perlu aku sekarang. Ada kamu buat jadi penyerang."

"Soal itu kak..." Sonia menerangkan situasi tim saat ini. Akhirnya untuk pertama kalinya, Olivia mendengarkan dengan serius.

"Begitu ya. Kamu ini gila memang." Olivia mengapit Sonia sambil menggosok kepala Sonia dengan tinjunya.

"Maaf." Sonia tidak siap diperlakukan seperti itu hingga akhirnya Olivia melepaskannya lagi sambil tertawa.

"Kalem. Sebenarnya kamu bener kok. Kita harus sedikit ekstrem kalau untuk urusan begini. Ya sudah..." Olivia bangkit dari duduknya, meregangkan tubuh dan memutar lehernya beberapa kali. Ia meletakkan tangan kirinya di pinggang, dan menyodorkan tangan kanannya pada Sonia.

"Aku nggak bakal kembali ke klub sekarang, tapi aku bisa bantu kamu buat ngumpulin yang dibutuhkan. Setidaknya, biar Erika paham."

"Sebenarnya, kak Olivia nggak mau keluar dari ekskul bola 'kan?" sahut Utami. Olivia menggaruk kepalanya dan tertawa.

"Temenmu ini peka juga ya. Aku sebenarnya nggak mau kita misah kayak gini. Rasanya memuakkan dan menyakitkan. Dan lagi, dulu mereka berdua rukun banget. Aku ngambil jalan tengah di mana aku nggak perlu ikut Risma di ekskul, tapi aku juga adil dengan nggak ikut Erika."

Dengan ini, Sonia dan teman-teman jadi tahu mengerti kalau Olivia memposisikan dirinya sebagai jembatan bagi dua kubu. Kemungkinan besar jika ia memilih memihak pada salah satu, maka yang ditinggalkan sendiri akan terlepas untuk selamanya. Bukan pilihan terbaik dan terburuk, tapi yang jelas itu tidak enak. Ketiga adik kelasnya ini paham jika suatu saat, persahabatan akan diuji. Dan tinggal sahabat-sahabat itulah yang memilih untuk menyambung kembali ikatan yang terputus atau membiarkannya hanyut dalam lautan kenangan.

Sonia berdiri juga dan menjabat tangan Olivia. "Terima kasih kak. Pasti berat memang, tapi aku paham perasaan kakak. Kalau begitu, mohon bantuannya ya." Jasmin dan Utami tersenyum melihat mereka keduanya.

"Habis ini gimana? Membujuk Erika nggak mudah lho," kata Olivia ragu.

"Kita butuh pemain, manajer, dan pelatih. 2 terakhir lebih diutamakan sih," ujar Sonia. "Ada yang punya saran?" Ketiga siswi lainnya berpikir keras. Tiba-tiba, mereka mendengar jeritan dari kejauhan.

"Siapa itu?" tanya Sonia kaget. Olivia tanpa menunggu lagi, langsung berlari ke sumber suara.

"Tidak tahu, yang penting kita lihat dulu!" teriaknya sambil berlari. Tiga siswi kelas 7 juga mengikutinya. Berharap hal buruk belum terjadi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro