Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

e x t r a p a r t 2

Happy reading!

Author POV

Satu bulan telah berlalu begitu cepat, kepergian Damian dan Renatha masih meninggalkan duka mendalam bagi mereka yang ditinggalkan, terlebih untuk Keysha. Tubuh gadis itu terlihat lebih kurus, wajahnya yang biasanya cerah juga berubah muram.

Dave kerap mendapati Keysha sering melamun, bahkan gadis itu mengeluarkan air matanya. Dave bisa menebak jika Keysha teringat dengan kebersamaan bersama Damian dan Renatha.

Cowok itu sendiri masih tidak menyangka jika mertuanya meninggalkan dunia secepat ini, kecelakaan taksi satu bulan lalu membuat Damian dan Renatha pergi untuk selamanya. Tapi terlepas dari itu, kematian mereka adalah takdir dari Sang Pencipta.

Saat ini Dave sedang berada di dalam mobil, ia baru saja pulang dari kampus tempatnya berkuliah. Dave memang sudah resmi menjadi mahasiswa baru di salah satu kampus ternama. Rencana ingin kuliah bersama Keysha belumlah terlaksana, gadis itu masih enggan mengikuti kegiatan perkuliahan.

Tak berselang lama mobil milik cowok itu berhenti di pekarangan rumah yang menjadi tempat tinggalnya. Di depan mobilnya terparkir mobil sang papa dan satu mobil yang sangat lah asing. Mungkin saja mobil itu milik teman papa atau mamanya yang sedang berkunjung ke rumah.

Dave mematikan mesin mobilnya, lalu meraih sebuah buket bunga yang ia letakkan di jok sebelahnya. Ia menghirup dalam-dalam bunga itu sebelum keluar dari mobilnya. Sudah dua minggu lebih ia melakukan hal ini, membeli sebuket bunga mawar untuk Keysha. Dave ingin mengembalikan senyum Keysha yang hilang sejak kejadian itu.

Sebelum pergi ke kamar, Dave memilih untuk singgah sebentar di dapur. Tak ada siapapun di sana, tapi masakan telah tersaji rapi di meja makan. Ia membasahi tenggorokannya dengan air dingin yang berasal dari dalam kulkas. Seketika tenggorokannya lega, rasa letihnya perlahan mulai menghilang.

Usai urusannya di dapur selesai, Dave berjalan menuju kamarnya. Ia sangat tak sabar untuk menemui Keysha, baru sepuluh jam tak bertemu ia sudah merasa sangat rindu dengan sosok istrinya itu.

Dave mengernyit heran saat melihat seorang wanita keluar dari kamarnya. Dari postur tubuhnya cewek itu bukanlah Keysha, ia sangat hafal dengan semua tentang Keysha.

"Loh Irene?"

"Eh, lo udah pulang, Dave?" tanya Irene. Gadis itu tak berani menatap mata Dave, sepertinya ia masih malu dengan kelakuannya pada Keysha dulu.

"Lo udah tahu jawabannya. Lo ngapain ada di sini?"

"Tadi Tante Dyra telpon gue, dia nyuruh gue ke sini. Sejak lo berangkat kuliah Keysha nangis terus, bahkan sampai sekarang."

"Nangis? Kok bisa?"

"Gue nggak tahu, Keysha nggak mau cerita apapun sama gue."

"Terus ngapain lo bawa baki?" tanya Dave seraya menunjuk baki yang dibawa oleh Irene.

"Sebenernya ini buat Keysha, tapi dia nggak mau makan."

"Sini, biar gue yang bujuk Keysha."

Dengan sigap Irene memberikan baki yang membawa makanan dan minuman untuk Keysha kepada Dave. Cowok itu menerimanya dengan cekatan.

"Karena lo udah pulang, gue pamit mau pulang."

"Nggak mau makan malam di sini? Mama udah masak."

"Nggak, makasih. Gue ada acara."

"Oh, ya udah. Sana pulang."

"Gue pulang."

Dave melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, dengan gerakan cepat ia membuka pintu kamarnya. Ia bisa melihat sosok Keysha tengah berdiri menatap suasana luar melalui jendela.

"Sayang, aku pulang."

Gadis itu menoleh sekilas, hanya satu detik, setelahnya ia kembali menatap jendela. Dave hanya membuang napas dengan perlahan, ia meletakkan baki di atas nakas lalu menghampiri Keysha yang terlihat murung.

"Kata Irene kamu nangis seharian. Ada apa? Sini cerita sama aku," ucap Dave seraya meraih tangan Keysha dan mengusapnya.

Gadis itu tak merespon, tapi tatapannya menatap dalam ke arah Dave. Tiga detik berikutnya Keysha melesak masuk ke dalam pelukan hangat milik Dave.

"Ada apa?" tanya Dave lembut.

"Hari ini ulang tahunnya mama, Dave."

"Kenapa nggak bilang dari kemarin? Kalau aku tahu kita bisa datang ke makam mama hari ini."

"Maaf."

Dave melepaskan pelukannya saat mendengar isakan Keysha. "Kenapa minta maaf? Kamu nggak salah. Jangan nangis lagi, mata kamu udah gede banget."

"Aku kangen mereka ... hiks."

"Jangan sedih lagi, besok kita ke makam mereka."

"Janji?"

"Aku bakal janji kalau kamu berhenti nangis. Aku nggak suka lihat kamu terus-terusan sedih kayak gini, aku merasa gagal jadi suami kamu."

Gadis itu mengusap air mata yang masih mengalir di pipinya. "Aku udah nggak nangis, Dave."

Dave yang melihat itu tersenyum kecil. Ia kembali memeluk Keysha dengan erat, lalu memberikan kecupan kecil di seluruh permukaan wajah Keysha.

"Dave, udah," rengek Keysha.

Lantas cowok itu melepaskan Keysha dari tubuhnya, lalu terkekeh pelan saat melihat wajah Keysha yang terlihat kesal.

"Sekarang kamu duduk di sini," ucap Dave seraya menuntun Keysha untuk duduk di sofa yang berada di sebelah jendela kamar.

Tanpa membantah Keysha menuruti permintaan Dave. Walaupun sebenarnya ia ingin tahu mengapa Dave memintanya untuk duduk di sana.

"Nih buat kamu," ucap Dave seraya menyodorkan buket mawar yang dibelinya tadi.

Gadis itu mengangkat kedua sudut bibirnya. "Terima kasih, Dave."

"Apa sih yang nggak buat kamu. Sekarang waktunya makan, kata Irene kamu belum makan."

Senyum Keysha perlahan memudar. "Aku nggak lapar, Dave."

"Aku nggak mau tau, kamu harus makan sekarang."

"Tapi aku nggak mau," rengek Keysha.

Dave menatap Keysha dengan tegas. "Ya udah kalau nggak mau. Berarti aku juga nggak bakal makan."

"Kok gitu, Dave?"

"Kamu juga kenapa gitu? Kalau kamu nggak makan kamu bisa sakit. Kamu mau masuk rumah sakit?"

"Nggak mau, minum obat nggak enak, apalagi disuntik," lirihnya.

"Kalau gitu kamu makan sekarang. Nggak boleh membantah ucapan suami."

"Tap—"

"Satu kali membantah satu kali cium."

Seketika Keysha mengatupkan mulutnya. Walaupun ia dan Dave sudah halal, tapi ia masih canggung untuk bersentuhan, apalagi sampai berciuman.

"Sekarang buka mulutnya, biar aku suapin."

Tanpa membantah Keysha membuka mulutnya. Bujukan Dave memang selalu berhasil membuatnya luluh. Atau malah dirinya lah yang sudah luluh oleh Dave.

"Nah kalau kamu nurut kayak gini kan manis. Lagian kamu tinggal buka mulut aja susah banget."

"Rasanya malas buat makan, Dave."

"Kalau kamu nggak suka sama lauknya kamu bilang aja, nanti aku masakin buat kamu, atau beli makanan yang kamu mau."

Keysha menelan makanannya dengan susah payah. "Iya, Dave."

"Lihat aja kalau kamu mogok makan lagi, aku nggak bakal makan dua hari."

"Kok gitu?" protes Keysha.

"Aku ngelakuin itu buat kebaikan kamu. Biar kamu punya tanggung jawab. Kalau kamu nggak makan bukan cuma aku aja yang khawatir, tapi mama sama papa juga."

"Aku janji bakal berubah, Dave."

"Harus, karena kita udah nikah. Aku nggak mau kita bermasalah terus, malu sama mama papa."

"Iya, Dave."

"Kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita sama aku, jangan dipendam sendirian. Begitupun kalau kamu sedih, kamu bisa berbagi sama aku. Masalah kamu masalahku juga, sedihmu sedihku juga."

"Makasih udah mau ngertiin aku, Dave."

"Udah jadi kewajiban aku, Sayang. Sekarang lanjut makan ya."

Keysha mengangguk patuh, dengan antusias ia membuka mulutnya, membiarkan Dave menyuapinya dengan telaten. Dave memang memperlakukannya seperti anak kecil, tapi entah mengapa Keysha menyukainya.

_____________________________________________

Balik lagi nih. Maaf karena lumayan lama buat upnya, rasanya males banget buat ngetik. Semoga kedepannya aku berubah, aminn paling serius. Oh iya jangan hapus cerita ini dari library kalian dulu ya, karena masih ada satu part lagi. Semoga sabar menungguuu!

Purwodadi, 26 Des 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro