Delapan Belas
Rumah dengan gerbang tinggi bercat putih terletak di sebuah perumahan elite yang terletak di pinggiran kota.
Jason mengklakson mobilnya. Tak lama seorang penjaga membuka gerbang tinggi itu. Ia segera memasukkan mobilnya sambil sesekali bersenandung kecil. Anna mengernyit, menatap bangunan rumah lantai dua bergaya modern minimalis. Ia bahkan sampai tak menyadari jika Jason sudah membukakan pintu untuknya dan mengulurkan tangannya untuk segera di sambut.
"Sayang.."
Suara rendah Jason mengembalikan kesadarannya. Anna menoleh kaget. Ia tidak langsung menyambut tangan Jason yang terulur padanya. Mata Anna menatap manik mata coklat keemasan milik Jason.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Tidak. Maaf." ucap Anna lirih.
Jason mengulum senyumnya. Perlahan tangan Anna menyambut uluran tangan Jason. Ia segera keluar dari mobil Jason. Sejenak ia menegang saat tangan Jason melingkar ketat di pinggangnya menuntunnya memasuki rumah besar yang didominasi warna putih.
"Ini rumah kita, Anna."
"Rumah kita?"
Jason menganggukkan kepalanya lalu mengecup puncak kepala Anna, mencuri harum rambut Anna.
"Kau suka?"
"Tapi ini terlalu besar, J."
"Tidak masalah. Kita tidak tinggal sendiri, bukan? Akan ada anak-anak kita nanti."
"J,"
"Apa lagi, hm?"
Anna hanya tersenyum kaku. Kenapa jadi canggung begini? Kemana larinya kehangatan itu? Anna mulai merutuki keadaan yang tak bisa ia kuasai. Sementara Jason terus membawanya masuk dalam rumah besar itu.
"Selamat siang, Tuan Jason." Seorang pelayan datang menyambutnya dengan hormat yang seketika menyita perhatian Anna untuk menatapnya. Masih muda, cantik, puji Anna dalam hati.
"Siang, Emma. Oya ini istri saya, Anna. Ann, ini Emma. Dia yang akan membantu menyediakan semua yang kau perlukan. Mana kakakmu, Em?"
"Sedang ke supermarket, Tuan."
"Baiklah. Aku akan beristirahat di kamarku."
Anna menatap Jason seakan meminta penjelasan begitu sampai di kamar Jason -kamar bersama- yang sangat luas dengan ranjang berukuran king size. Design interiornya yang di dominasi warna hitam putih.
"Apa yang akan kau tanyakan?" tanya Jason membawa Anna duduk di sofa hitam pekat yang cukup besar.
"Emma.."
"Oh, Emma? Emma adalah putri kedua bibi Mar. Kakaknya, Indri. Bibi Mar hanya memiliki dua anak. Mereka yang akan membantu kita mengurus rumah besar ini. Tidak masalah, kan?"
"Oh. Tidak. Tidak masalah, J."
Jason menatap Anna yang menundukkan kepalanya. Tangan lentiknya tanpa sadar memainkan clutch-bag berwarna gold. Anna menegakkan kepalanya, sedikit terkejut saat tangan Jason menggenggam punggung tangannya, menghentikan aktifitas tak jelasnya. Ia mendapati senyum miring pada wajah pria itu.
"Apa aku tak membuatmu nyaman?" tanya Jason lirih.
"Tidak. Aku hanya.. Aku.."
"Aku akan mengantarmu pulang kalau kau tak nyaman di sini. Atau mungkin aku akan membiarkanmu sendiri dulu kalau aku mengganggu kenyamananmu."
Anna terdiam, menatap Jason dengan sejuta perasaan yang tak bisa diungkapkan. Kemudian ia tersenyum tipis.
"Aku tak tau bagaimana kita akan memulai kehidupan baru ini." ucap Anna sambil tersenyum kaku.
Jason tertawa kecil. Tangannya menarik tubuh Anna merapat padanya. Membuat tubuhnya tanpa jarak lagi. Jason mengecup sekilas pelipis Anna.
"Hati yang akan menggerakkannya, sayang. Jangan takut. Kau dulu sangat yakin kalau kita akan bahagia. Lalu kemana keyakinan itu?"
-Lalu kemana keyakinan itu?- pertanyaan itu membuat Anna menengadahkan wajahnya menatap garis-garis tampan yang membingkai wajah indo Jason. Senyum tipisnya merekah. Anna mengulurkan tangannya, menyentuh pipi halus Jason.
"Ajari aku untuk mencintaimu. Semakin mencintaimu dan sampai aku tak menemukan cara untuk dapat menghentikan semuanya." bisik Anna.
"Tentu saja, sayang."
Jason mendekatkan wajahnya, menyentuhkan ujung hidungnya dengan ujung hidung Anna. Ia membiarkan posisi itu berlarut beberapa saat lamanya tanpa ada yang berniat merubah posisi itu.
"J, kau benar-benar tidak memberitahu keluargamu. Maksudku ibumu dan.."
"Tidak. Kumohon jangan membahas mereka untuk hari ini saja. Biarkan kita menikmati hari ini tanpa ada yang membebani kita."
"Maaf,"
Jason menyentuh bibir Anna dengan ibu jarinya, "kau tidak salah, Ann. Untuk apa kau meminta maaf."
Kemudian tangan Jason merambat menelusuri wajah Anna, berakhir merangkum sisi wajah Anna yang lembut. Sementara Anna memejamkan matanya, menikmati sensasi sentuhan lembut Jason yang berirama pelan.
Anna bisa merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Kemudian melumat pelan membuat Anna sedikit tersentak.
"Apa aku menyakitimu?" tanya Jason tanpa menjauhkan wajahnya.
"Tidak, J."
Jason tersenyum kemudian kembali melumat bibir Anna dengan lembut. Kali ini Anna sudah bisa menguasai dirinya. Ia mengalungkan kedua lengannya pada leher Jason tanpa malu-malu. Bukankah Jason suaminya? Kenapa harus malu? Ia bahkan memberanikan dirinya membalas lumatan Jason semampu ia bisa. Ini adalah pertama kalinya ia berciuman. Jason memperlakukannya dengan sangat lembut.
Anna membuka mulutnya saat Jason menggigit lembut bibir bawahnya. Sesaat kemudian lidah Jason bergerilya ke dalam rongga mulut Anna, melilit lidah Anna. Saling menghisap dan semakin panas hingga Anna kehabisan nafasnya.
Sejenak Jason melepaskan ciuman panasnya, mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Entah sejak kapan udara di kamar ini menjadi panas padahal pendingin ruangan masih bekerja dengan sangat baik. Jason melihat wajah Anna yang merah padam, tertunduk sedang mengatur nafasnya.
"Kau menikmatinya?"
"Tentu saja." ucap Anna tertawa lirih.
"Kau belajar dengan cepat, Ann." puji Jason dengan seringaian nakalnya.
Jason kembali mendekatkan wajahnya. Tangannya menyingkap rambut Anna ke belakang telinga, mengecup lembut daun telinga Anna membuat Anna sedikit bergidik.
"J,,"
"Hm." sahut Jason tanpa berniat melepas kulumannya pada daun telinga Anna.
"I love your smell, Anna Jason." bisik Jason parau.
Jason menggeram saat ponselnya berdering nyaring melantunkan lagu All Of Me. Ia melepas Anna, meraih ponselnya. Mama?!!! Jason mengatupkan rahangnya keras. Kemudian melempar ponselnya ke ranjang.
"Siapa?" tanya Anna.
"Mama."
"Angkat saja, J. Mungkin penting."
"No. Apa kau tidak tau ia menganggu aktifitasku yang sedang memonopoli dirimu, huh?"
"J.."
"Tidak, Ann."
"J, mmpphhh..."
Anna tak dapat melanjutkan kalimatnya karena Jason sudah lebih dulu menyumpal mulut Anna dengan mulutnya. Jason kembali memonopoli mulut Anna. Mengobrak-abrik di dalamnya, saling mengecap, bertukar ludah. Tangan Jason menekan tengkuk Anna, semakin memperdalam ciumannya hingga terdengan musik erotis dari decapan dan erangan keduanya yang semakin memanas hanya dengan sebuah ciuman.
"J.." ucap Anna dengan nafas terengah-engah.
"Waktunya makan siang. Kita ke bawah. Mungkin Indri sudah pulang dari supermarket." ujar Jason seraya mengecup lembut kening Anna.
Ia lalu menarik tangan Anna menuruni tangga menuju ke ruang makan. Emma sudah menyiapkan beberapa makanan seperti sup daging, ayam masak sauce inggris, bebek masak thailand dan entah apa lagi. Anna mengernyit menatap cukup banyak makanan di meja makan.
"Jangan banyak memikirkan sesuatu, Ann. Makanlah. Kalau kau mampu habiskan semuanya tak apa."
Anna melotot lebar. Seenaknya saja Jason berbicara. Sementara Jason hanya terkekeh lalu mengucap pelan puncak kepala Anna.
"Aku becanda, Ann."
"Becandamu tidak lucu, Jason Russel."
Jason tertawa saat Anna menyendok kasar cincangan daging bebek ke mulutnya membuat mulutnya sedikit belepotan karena bumbu bebek itu. Jason melirik sekilas lalu menarik senyumnya. Bukan senyum tapi seringaian nakal. Ia lalu menarik wajah Anna tanpa basa-basi melumat bibir itu cukup lama tak peduli dengan Emma dan Indri yang berseliweran melewatinya.
"Mulutmu belepotan bumbu bebek. Membersihkan dengan cara seperti ini akan lebih efektif."
"Efektif buatmu. Modus! Mesum!!"
"Memangnya kenapa kalau mesum dengan istri sendiri. Atau kau ingin aku melakukannya dengan yang lain?" goda Jason.
Anna kembali melempar tatapan tajamnya pada pria itu. Sejak kapan Jason menjijikkan begini?
"Makanlah, Ann. Sebelum Esen kembali."
"Aku sedang makan dan kau menggangguku ,J."
Lagi-lagi Jason hanya mengerlingkan matanya, menggodanya dengan tatapan matanya.
***
Wanita paruh baya itu menggeram saat telfonnya diabaikan untuk yang kesekian kalinya. Ia baru saja keluar dari gedung tempat Hanum melangsungkan sidang perceraian. Semula ia akan mengajak Jason namun anak itu telah menghilang dengan cepat.
"Bagaimana Jason, Ma?" tanya Hanum seraya menghampiri wanita paruh baya itu.
"Tidak diangkat."
Hanum hanya tersenyum tipis, merengkuh bahu mama Jason dengan lembut.
"Mungkin nanti malam kita bisa adakan makan malam sekaligus memberitahu Jason kalau kamu sudah resmi bercerai."
"Ide bagus, Ma. Aku sudah tak sabar ingin membawa Junior ke rumah."
"Junior akan bersamamu dan ayahnya tetaplah Jason. Mereka milikmu, Hanum."
Hanum terkekeh membayangkan hari-hari indah nanti bersama Jason dan Junior. Ia bahkan berencana akan mengganti nama Junior karena ia tak mau anaknya menyandang nama pemberian Anna yang hanya ibu asuhnya.
"Oya, Om Russel kemana, Ma?"
"Ada keperluan bisnis di luar kota katanya. Om kamu itu selalu sibuk dengan pekerjaannya sampai lupa sama mama."
"Tapi Om Russel tetap cinta kan sama mama?"
"Terang saja. Mama kan ibunya anak-anak, Hanum."
"Umm, makan siang yuk, Ma. Hanum lapar nih." ucapnya merajuk.
Wanita paruh baya itu menyambut antusias ajakan Hanum. Ia segera memerintahkan sopir pribadinya untuk menuju ke sebuah restoran langganannya.
***
Jason meraih ponselnya saat melihat Caller ID menampilkan nama Papa di layar ponselnya tanpa melepaskan Anna dari jangkauannya.
"Ya, Pap."
"Kau di mana, J?"
"Rumah Jason, Pap."
"Owh, baiklah. Papa akan segera kesana mengembalikan anakmu."
"Baik, Pap."
Jason kembali menatap layar TV sementara tangannya membelai lembut rambut Anna yang terurai.
Suara celotehan anak kecil menggema di lantai bawah. Anna dan Jason saling bertatapan kemudian beranjak saling mendahului menuruni tangga.
"Mommy!! Daddy!!" Serunya dari gendongan kakeknya.
Anna memutar bola matanya kesal saat Jason berhasil mendahuluinya, mengambil alih tubuh kecil itu. Kemudian menghujaninya dengan ciuman.
"Hmm, I miss you so deep, Sunny." geram Jason di sela ciumannya.
Jason kecil hanya tertawa keras menahan geli karena ciuman ayahnya.
"Esen kangen mommy kah?" tanya Anna sendu.
"Angen, mommy." ucap Jason kecil seraya mencondongkan tubuhnya yang langsung disambut hangat oleh Anna.
Jason kecil mengalungkan lengannya ke leher Anna. Senyumnya merekah lebar saat Anna mencium lembut ujung hidungnya.
"Papa akan berangkat sebentar lagi, J. Jaga Anna dan Esen. Mereka milikmu sekarang dan kau harus menjaganya baik-baik."
"Iya, Papa. Jason akan menjaga milik Jason."
Anna tersenyum saat ayah-anak itu berpelukan, mengingatkannya pada almarhum ayahnya yang sangat mencintainya bahkan sangat mengkhawatirkan keadaannya jika ia akan ditinggal pergi untuk perjalanan dinas.
Aku merindukanmu, ayah. Sangat merindukanmu, batin Anna dalam hati.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro