Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 8

Selamat datang di chapter 8

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo

Well, happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________

Jika kukatakan apa yang kau rasakan sama denganku,

akankah kau percaya ini adalah cinta?

°°Satria Eclipster°°
___________________________________________________________________________

Jakarta, 15 September
12.00 p.m.

Bagi Bulan, pacaran itu saling melibatkan hati, harus di dasari rasa saling suka, tidak cukup hanya dengan logika saja. Sedangkan selama ini gelagat Satria sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda sedang 'menyukai' dirinya. Ia sendiri juga tidak ada perasaan apa pun pada Satria. Jadi tidak masuk akal mereka pacaran walaupun mungkin Satria memiliki alasan yang logis tentang itu.

Memang ia pernah punya pendapat akan dengan senang hati di claim sebagai pacar oleh Satria jika tidak galak alias baik seperti sekarang. Namun ternyata sosok Satria yang berubah baik dalam waktu sehari malah membuat Bulan merasa ada yang tidak benar. Untuk beberapa saat, berusaha menebak-nebak jawaban Satria, tangan gadis itu tanpa sadar mengepal erat dan mulai berkeringat. Memandang sayu ke arah Satria yang masih menatapnya dengan lembut.

"Bisa kita belajar dulu?" tanya laki-laki itu sambil melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangan. Memastikan berapa lama lagi waktu yang dapat mereka gunakan untuk belajar sebelum bel masuk berbunyi. Bukan menghindar atau tidak ingin menjawab. Satria hanya tidak ingin waktu terbuang sia-sia. Karena menjawab pertanyaan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menjelaskannya. Sedangkan jam terakhir nanti Bulan harus remidi. Waktu yang tinggal sebentar sebelum bel ini lebih baik di gunakan untuk belajar. Satria khawatir nilai remedi Bulan anjlok atau parahnya langsung di coret bu Hana seperti kemarin jika tidak siap dengan materi dan melakukan hal konyol dengan menyontek. Jelas merugikan.

Seperti dapat membaca pikiran gadis itu Satria kembali bersuara, menyuarakan apa yang ada dalam hati dan otaknya. "Gue cuma nggak mau lo nggak siap remidi entar." Tatapan Satria bahkan memohon.

Sementara mencoba memahami ucapan laki-laki itu, Bulan hanya mampu mengangguk, mengesampingkan rasa penasarannya. Entah ia bisa belajar dengan fokus atau tidak ketika Satria berubah aneh seperti ini. Seperti bukan Satria.

"Udah ngafal dan mahamin rumusnya kan semalem?" Lagi-lagi nada Satria lembut, membuat Bulan semakin tidak nyaman karena ritme jantungnya terus saja meningkat. Tapi ia harus menahannya, ini demi remidi.

Merasa belum sanggup bersuara, ia menjawab pertanyaan Satria dengan anggukan.

Jadi, waktu kurang dari dua puluh menit itu mereka gunakan untuk mereview materi remidi. Satria benar-benar ringin menanamkan materi dengan baik di otak Bulan. Sedangkan gadis itu sendiri juga berusaha konsentrasi walau pun sulit, tapi ahirnya paham dan siap me-ngikuti remidi saat mereka mendengar bel berbunyi.

Langkah Bulan sudah mencapai pintu ketika Satria menahan tangannya. "Good luck, gue yakin lo pasti bisa."

"Thanks Sat," jawab Bulan gugup dan lebih memilih menghindari tatapan Satria yang lembut. Tatapan yang menurut Bulan aneh.

"Entar gue anter pulang, tunggu di gerbang ya?" pintanya yang hanya di jawab anggukan saja oleh gadis itu. Sekali lagi Bulan menganggap kalimat Satria aneh, terkesan memohon, bukan nada perintah tegas tanpa bisa di bantah seperti biasanya.

Tidak ingin memikirkan hal itu lebih lanjut karena takut terlambat, mereka berpencar ke kelas masing-masing. Satria ke kelas XI IPA 1kumpulan murid pandaidan Bulan ke kelas XI IP4kumpulan murid selow dan santuy.

Jakarta, 15 September

12.30 p.m.

Bu Hana yang cantik nan anggun dengan senyum cemerlang dan aura mistis sedang memasuki ruang kelas XI IPA 4 sambil menenteng map berisi soal remidi. Membuat Bulan yang melihat beliau otomatis merapal do'a pengusir setan dan do'a dapat mengerjakan soal-soal tersebut.

"Selamat siang anak\-anak, langsung saja bagi yang tidak remidi silahkan keluar kelas, kalian boleh belajar di perpustakan selama satu jam pelajaran dan kembali ke sini. Bagi yang remidi tetap tinggal di kelas dan duduknya satu-satu," ucap bu Hana to the point yang langsung di laksanakan para murid dengan nilai di atas rata-rata alias tidak remidi untuk segera berhamburan keluar termasuk Chris dan Alvie. Sedangkan sisanya—murid remidi—memisahkan diri untuk duduk sendiri.

"Good luck, bye Mot!" kata dua sahabatnya dilengkapi kiss bye.

"Ekhm, tidak ada contek-mencotek, atau nilai kalian langsung saya kasih nol di raport." Bu Hana memeperingatkan dengan tatapan mata tertuju pada Bulan. Sedangkan yang di tatap langsung meneguk ludah dan menunduk. Apa lagi di tambah ketika guru killer itu membagikan soal matematikanya sendiri, sontak membuat Bulan merapal do'a dalam hati lagi. Semoga ia bisa mengerjakan soal ini dengan mudah.

Selama remidi bu Hana sangat perhatian pada Bulan. Beliau senantiasa berdiri di samping bangku gadis itu dengan senyum dan tangan bersedekap sambil melirik sana-sini. Awalnya Bulan merasa sangat deg-degan, tangannya bahkan gemetar ketika memegang soal itu. Tapi begitu membacanya, ia langsung tersenyum karena apa yang diajarkan Satria ternyata tidak sia-sia. Bahkan soal-soal yang laki-laki itu ajarkan sangat mirip. Dengan hati senang, Bulan menulis jawaban. Bu Hana yang melihat Bulan mengerjakan soal itu dengan teratur sempat tertegun sesaat. Diam-diam mencuri lihat hasil pekerjaannya sambil manggut-manggut.

Lima puluh menit sudah berlalu, gadis itu mulai meregangkan otot akibat menuduk terlalu lama. Setelahnya, mengumpulkan hasil ujian dengan santai bersamaan dengan teman-teman yang tidak remidi berhamburan kembali ke kelas. Di saat itu juga bu Hana mengakhiri sesi pelajaran matematika, padahal pelajaran itu seharusnya baru selesai satu jam lagi. Teman-teman sekelas berpikir mungkin bu Hana sedang berbaik hati memberikan diskon untuk yang baru saja remidi. Jadi pada jam pelajaran terakhir kelas ini kosong. Agak ricuh dengan kegiatan masing-masing. Ada yang tidur, ada yang ke kantin, ada yang bernyanyi sambil memetik gitar, ada juga yang bergosip seperti geng ABC.

"Eh gimana lo bisa ngerjain kagak?" tanya Alvie yang sudah duduk di bangkunya, ikut prihatin melihat Bulan yang bertopang dagu dengan tatapan kosong.

"Bisa kok," jawab gadis itu tanpa ekspresi. Sebenarnya masih memikirkan kelakuan Satria yang aneh belakangan ini. Terlebih hari ini. Jika dipikir-pikir, manusia satu itu belum melontarkan omelannya sedikit pun padanya. Padahal ia senantiasa melawan perintah Satria.

Bagi Bulan, lebih mudah menghadapi Satria sang titisan Lucifer yang galak melebihi ibu-ibu pms. Ia mungkin masih bias melawan dan memberontak, atau merapalkan sumpah serapah walaupun takut. Dari pada Staria yang penuh kelembutan. Ia benar-benar tidak bisa menghadapinya. Hanya mampu mematung dengan jantung tidak stay cool. Maka dari itu Bulan akan memutuskan akan memaksa Satria menjelaskan alasannya nanti ketika pulang sekolah!

"Kok ekspresi lo gitu?" tanya Chris yang kini sudah duduk di bangkunya sendiri yang berada di belakang mereka. Sudah mulai menunjukkan tanda-tanda penasaran. Dan ini tidak baik. Jadi Bulan harus mengubah ekspresinya menjadi senyum ceria dan menjawab, "Nggak apa-apa capek aja abis ngerjain remidi." Berharap manusia kepo satu ini tidak mengorek-ngorek penyebab ia melamun.

Jakarta, 15 September

13.30 p.m.

Bel pulang sekolah berbunyi. Adinda dengan semangat perjuangan berdiri menenteng map berisi proposal festival olahraga yang sudah ia revisi dan berjalan ke bangku Satria yang tampak tergesa-gesa mengemasi buku karena merasa makhluk lain mendekat ke bangkunya. Satria mempercepat kegiatan tersebut lalu bangkit berdiri tapi tidak secepat Adinda menghadang jalannya.

"Sat, ini prolosalnya udah gue revisi, cepet kan? Koreksi dulu ya sebelum gue mintain tanda tangan ke kepala sekolah," kata Adinda sembari menyodorkan map proposal pada Satria di sertai lemparan senyum paling menawan yang ia punya. Tapi percuma. Laki-laki itu mengambil map tanpa melihat wajahnya seraya berkata, "ok."

Kemudian melanjutkan langkah lebar secepat yang ia bisa agar Adinda tidak dapat mengejarnya. Ketika Satria meraasa tidak diikuti sampai parkiran sekolah, ia baru bernapas lega. Usai memasukkan map dalam tas ransel sekaligus merogoh kontak, Satria menaiki naik motor, menyalakan mesin, tidak lupa memakai helm, dan melajukan CBR hitamnya ke depan gerbang sekolah tempat Bulan berdiri bersama Alvie.

Saat itu Bulan yang asyik bercanda dengan Alvie pun di kagetkan suara Satria yang memintanya naik motor. Setelah melambaikan tangan ke arah Alvie yang masih menunggu Chris, Bulan naik dan Satria melajukan motornya dengan kecepatan standart.

"Gimana remidinya?" tanya Satria sedikit berteriak karena suara kendaraan lain lebih mendominasi. Juga helm full face yang menghalangi suaranya.

"Bisa kok, makasih Sat," jawab Bulan tulus.

"Good. Lutut lo masih bengkak?"

Bulan reflek melihat lututnya, "Udah nggak, cuma masih biru aja."

"Kalo tangan lo?"

Tangan? Bulan reflek mengamati tangannya. "Tangan gue baik-baik aja, yang biru kan cuma lutut doang."

"Oh ya? Coba liat tangan kiri lo," pinta Satria tidak mudah percaya begitu saja, seperti penuh selidik, menunggu Bulan mengulurkan tangan kiri dengan patuh kemudian melambatkan laju motor untuk melihat tangan gadis itu.

Satria menurunkan kaca helm teropongnya agar dapat meraih dan melihat dengan jelas tangan kiri Bulan yang masih terulur. "Iya baik-baik aja, nggak ada yang biru," katanya.

Merasa Satria sudah percaya, Bulan berniat menarik tangannya, tapi sebelum itu terjadi, laki-laki yang masih memegang tangannya sudah lebih dulu menautkan jari-jari tangan kiri dengan jari-jarinya. Membawa genggaman itu ke dada Satria sambil terus menyetir motor dengan kecepatan yang sengaja di lambatkan.

"Sekarang lebih baik," lanjut Satria sambil tersenyum dan melirik wajah Bulan yang bersemu merah dari kaca spion. Tanpa Satria sadari melumpuhkan ingatan gadis itu untuk menanyakan alasan menjadikannya kekasih.

______________________________________

Sa ae lo bembenk, bilang aja kalo pengen gandeng tangan Bulan nggak usah pake modus segala 😒😒😒

Thanks for reading this chapter

Makasih juga yang uda vote dan komen

See you next chapter teman - temin

With Love
Chacha Nobili
👻👻👻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro