Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7

Selamat datang di chapter 7

Tinggalkan jejak vote dan komen

Tolong tandai jika ada typo

Well, happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________

Kau aneh, menatapku seperti itu, menggunakan nada ramah seperti itu,

dan senyum seperti itu
Yang lebih aneh lagi, jantungku berdetak lebih keras saat kau melakukannya

°°Cecilia Bulan°°
___________________________________________________________________________

Jakarta, 15 September
12. 00 p.m.

Akhirnya bel istirahat berbunyi. Saat membahagian bagi para murid untuk mengistirahatkan otak sejenak setelah melalui pelajaran kimia yang sangat luar biasa rumit dan susah itu selama tiga jam. Hampir seluruh penghuni XI IPA 4 berhamburan keluar termasuk geng ABC. Namun baru saja mereka melangkah setengah meter di depan pintu, salah satu teman sekelasnya memanggil Bulan dari arah koridor.

"Lan, lo di panggil ketua OSIS tuh, suruh ke ruangan OSIS sekarang," kata anak laki -laki salah satu anggota OSIS yang baru saja selesai rapat.

Bulan mengangguk paham mengiyakan, sambil memastikan temannya itu sudah pergi, barulah ia mendengkus kesal. "Ngapain lagi sih? Gue kan nggak telat," gerutunya. Mengutuk dalam hati karena manusia satu itu suka sekali menganggu ketenangan hidupnya. Manusia rajin itu jelas tidak melihat jika sekarang sedang jam istirahat, perutnya lapar dan butuh makan siang. Terlebih setelah menguras otak pada pelajaran kimia. Dan sekarang, manusia itu menyuruhnya ke ruang OSIS? Menyebalkan!

"Udeh kesono aja, dia kangen kali sama lo." Chris menyenggol sahabat lemotnya bernama Cecilia Bulan yang berwajah kesal.

"Ngaco lo!"

Dddddddrrrrrrrrtttttt

Bang Sat is Calling

Bulan menghela napas melihat nama yang tertera di layar ponselnya lalu tanpa pikir panjang menolak panggilan tersebut. Beralih merangkul bahu Alvie dan mengajak geng ABC meneruskan perjalanan ke kantin yang sempat tertunda.

Jakarta, 15 September
12. 00 p.m.

Sementara sebagian anggota Organisasi Siswa yang baru selesai rapat juga sudah mulai berhamburan keluar meningglakan ruangan itu untuk isitarahat. Ada juga beberapa anggotanya yang masih berada di dalam untuk beberes kertas-kertas yang di gunakan untuk rapat tadi, termasuk Satria.

Lain halnya dengan sekretaris OSIS bernama Adinda dan bendahara bernama Rasti yang masih berkutat dengan proposal di meja, tidak jauh dari posisi mereka duduk, Satria yang masih duduk di kursi ketua OSIS pun mengernyitkan alis menatap layar ponsel ketika panggilan ketiganya ditolak oleh Bulan.

Sabar Sat, lo kan uda janji nggak pake emosi lagi! Batin Satria. Berbanding terbalik dengan raut kesalnya kemudian memutuskan untuk mengirim pesan pada gadis itu.

Menenteng map berisi kertas-kertas hasil rapat tadi, Adinda yang semula hendak keluar, akhirnya mengurungkan niat ketika melihat Satria masih dalam ruang OSIS. Ia berbalik badan lagi dan berbisik pada Rasti sambil melirik laki-laki itu. "Ras, lo ke kantin duluan deh."

Dalam sekejap Rasti menangkap maksud Adinda karena tahu, sahabatnya itu akan menggunakan kesempatan langka ini untuk mendekati Satria—laki-laki yang sudah Adinda sukai sejak pertama masuk SMA.

"Semangat lo! Gue ke kantin dulu, laper," kata Rasti juga tidak kalah berbisik. Melihat anggukan Adinda sebagai jawaban, Rasti pun melangkah keluar. Sementara Adinda sendiri kini sudah fokus kembali pada Satria. Mengamati wajah tampan itu lekat-lekat sambil berjalan perlahan mendekati objek yang ia amati yang masih setia duduk di kursi ketua OSIS kebanggaannya sambil menatap layar ponsel.

"Kenapa lo Sat? Kayaknya suntuk bener? Mikirin festival olahraga bulan depan?" tanya Adinda berusaha basa-basi dan menerka-nerka. Jangan lupakan senyum termanisnya yang ia lontarkan pada laki-laki pujaan hatinya itu.

Tapi respon yang di berikan oleh Satria bukan seperti yang ia harapkan, hanya berupa bentuk lirikan kilat sambil mengucapkan, "Nggak." Kemudian fokus pada layar ponsel kembali, seolah-olah layar ponsel itu jauh lebih menarik dari dirinya yang notabennya most wanted girl di SMA Garuda ini.

Susah sekali mendekati seorang Satria yang sempurna. Adinda tahu betul tentang hal itu. Sudah berbagai tak tik ia gunakan untuk mendekati laki-laki itu. Mulai dari mengajak ngobrol yang selalu d tanggapi singkat oleh Satria, sampai menjadi sekrestaris OSIS—posisi yang harusnya membuatnya lebih menempel dan dekat dengan laki-laki itu. Tapi tampaknya Satria tidak pernah menganggap dirinya ada. Justru sikap inilah yang Adinda sukai. Satria jadi semakin menarik karena susah di dapatkan. Berbeda dengan seluruh laki-laki di sekolah ini yang hanya diberi satu kali kerlingan saja sudah bertekuk lutut padanya. Bagi Adinda itu sangat membosankan.

"Terus kenapa Sat?" desak Adinda kemal alias kepo maksimal.

Ddddrrrrrttttt

Getaran ponsel tanda pesan masuk dari Bulan membuat Satria tidak jadi menjawab pertanyaan Andinda. Bukan tidak jadi juga sih. Sebenarnya sudah malas menghadapi sekre-taris OSIS-nya ini yang terang-terangan mendekati dirinya. Di tambah lagi bualan teman-teman jika mereka cocok membuatnya semakin merasa tidak nyaman berada di dekat Adinda.

Meski Satria akui Adinda luar biasa cantik, pintar, badannya juga sexy, idaman bagi semua kaum Adam di seluruh sekolah ini, tapi ia sama sekali tidak tertarik. Pesan dari Bulan jauh lebih menarik dari pada Adinda.

Membaca pesan tersebut, sudut bibir Satria sedikit naik, membuat Adinda lebih penasaran lagi pada apa atau siapa yang mampu membuat laki-laki itu tersenyum, walau hanya sekelumit. Pemandangan langka yang selama ini ia nantikan. Yang selama ini belum mampu ia sandang sebagai pembuat senyum itu juga.

"Dapet WA dari siapa sih Sat? Kayaknya seneng banget?" tanya Adinda penasaran.

Satria itu jelas tidak berniat menjawab pertanyaan teman sekelasnya ini. Malah mencari cara untuk mengusir Adinda tanpa membuat sekretaris itu merasa terusir agar tidak mengganggu dirinya saat berduaan dengan Bulan nanti.

Jakarta, 15 September

12.30 p.m.

"Haish!" desis Bulan hampir melempar sendok baksonya tapi dengan cepat ditahan oleh Alvie.

"Belajar terus! Berlajar terus! Dasar manusia rajin!" pekik Bulan lagi dengan urat wajah yang sudah mulai muncul setelah membalas pesan dari Satria. Tangan kirinya yang memegang ponsel pun ia susupkan lagi ke dalam saku seragam untuk meletakkan benda pipi tersebut. Mengudarakan tawa Alvie dan Chris.

"Nggak peka banget sih lo, Mot Lemot!" ucap Alvie dengan panggilan sayangnya pada Bulan.

"Peka apaan?" Bulan benar-benar tidak paham maksud ucapan Alvie. Ketika melihat sahabatnya itu hendak membuka mulut, Chris dengan cekatan menutup mulut Alvie dengan jari telunjuk lentiknya.

"Biarin aja sampek dia sadar sendiri!" kata Chris, meminta pada Alvie agar tidak usah repot-repot menjelaskan alasan Satria memanggil ke ruang OSIS dan alasan menjadikan gadis itu sebagai kekasih.

Ya, Chris dan Alvie sudah tahu alasannya. Sejak kemarin mereka melihat cara Satria memandang Bulan, juga cara laki-laki itu menyematkan rambut ke telinga sahabat lemotnya, sudah tampak jelas jika Satria menyukai 'atau bahkan' mencintai Bulan. Memang benar laki-laki itu tidak pernah menunjukkan ke orang lain, mungkin karena malu atau ada alasan tersendiri. Yang jelas, Chris dan Alvie sudah tahu.

Memang dasar si Lemot itu mana peka. Hanya menganggap Satria sebagai iblis yang menjelma menjadi manusia dan selalu mengganggu ketenangan hidupnya. Seperti sekarang. Bulan harus cepat melahap bakso yang padahal sangat nikmat ini karena laki-laki itu sudah menunggunya di ruang OSIS atau Lucifer alias Satria akan mengomelinya karena tidak cepat datang.

Itu menurut Bulan sendiri. Nyatanya ketika ia mengetuk pintu ganda ruang OSIS yang terbuka, wajah Satria tampak datar-datar saja saat melihatnya. Tidak ada raut wajah marah seperti yang selalu laki-laki itu tampilkan jika perintahnya tidak segera Bulan laksanakan atau penuhi. Dan ia sedikit terkejut dengan adanya makhluk lain di sebelah Satria. Yaitu Adinda.

"Eh lo telat lagi? Kasian Satria tahu nggak? Ngurusin lo terus?! Dia nggak pernah istirahat siang!" kata Adinda dengan nada tidak suka ketika Bulan baru saja melangkah ma-suk ruang itu—mengira dirinya telat lagi.

Gadis itu langsung tertohok karena saking seringnya telat masuk sekolah, tapi pengecualian untuk hari ini dan kemarin. Thanks to Satria yang sudah berusah payah membangunkan dan menjemputnya pagi-pagi. Di sisi lain ada perasaan mengganjal. Benarkah Satria ti-dak pernah istirahat siang karena selalu mengurusi hukumannya? Batin Bulan merasa tidak enak. Diam-diam dirinya akan berjanji pada diri sendiri untuk tidak berurusan dengan Satria pada jam istirahat. Selain Bulan malas, juga kasihan terhadap Satria.

Sambil mencibir Bulan tetap berjalan mendekati mereka dan berusaha menghiraukan Adinda yang sudah membuka mulutnya lagi. "Gue aja yang gantiin ngurus hukuman buat dia Sat," usulnya sambil menunjuk Bulan seolah-olah hanya seonggok barang, selain itu Adinda juga cari muka agar Satria meliriknya.

"Gue ng—"

"Tolong lo benerin typo yang udah gue tandain di proposal ini." Kalimat Bulan dipotong oleh Satria. "Minta tanda tangan kepala sekolah sekalian. Urusan hukuman, biar gue aja," tukasnya dengan wajah datar sambil menyerahkan proposal festival olahraga pada Adinda. Berharap makhluk satu ini segera pergi.

Sedangkan dalam hati, Bulan tertawa penuh kemenangan. Entah apa yang mem-buatnya menang. Yang jelas ia tidak jadi memiliki keinginan melempar bangku ruangan OSIS pada Adinda yang selalu nyinyir. Bener sih cantik, sexy, pinter tapi mulutnya itu lho ... Minta di karetin. Dobel kalo perlu! Batin Bulan kembali mencemooh.

Sementara Adinda langsung beralih menatap Satria dengan mata berbinar-binar bahagia. "Oh, oke Sat, segera gue koreksi lagi terus minta tanda tangan kepala sekolah," katanya semangat karena akhirnya sang pujaan hati meliriknya. Dengan penuh tekat ia segera keluar ruangan itu.

Bulan yang melihat perbedaan nada bicara Adinda padanya dan Satria langsung mencibir. Namun karena dirinya luar biasa lemot jadi tidak menyadari jika Adinda menyukai Satria.

"Udah abis baksonya?" tanya Satria santai sembari bangkit dari duduk dan berjalan mendekati Bulan.

"Udah," ucap Bulan masih mencibir. Mendadak kesal karena teringat tidak bisa menikmati bakso itu lebih lama. Bulan yang masih melirik ke arah kepergian Adinda pun kaget setegah mati ketika tangan Satria menyentuh pipinya¾dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Ia hanya bisa mematung, sama sekali tidak ada niatan melawan atau sekedar menepis tangan laki-laki yang masih setia bertengger di sana. Masih mengusap-ngusap pipinya yang ia yakini sudah memerah.

"Ada saus di pipi lo," kata Satria yang notabennyaa suka kebersihan. Saus jelas mengganggu pemandangannya. Lagi-lagi tangannya bergerak secara otomatis membersihkan itu tanpa menyadari kegugupan dan peningkatan detak jantung Bulan.

"Ayo belajar, nanti pelajaran terakhir remidi kan?" tanya Satria benar-benar menggunakan nada lain—lembut, tatapan matanya juga tidak setajam biasanya, tidak ada sedikit pun nada emosi atau urat-urat kemarahan yang biasanya menghiasi wajah tampan laki-laki itu. Membuat Bulan semakin merasa ada yang aneh dengan Satria.

"Sat?" panggil gadis itu dengan hati-hati ketika Satria sudah menurunkan tangannya dari pipi Bulan. Sesungguhnya dirinya juga mengumpulkan keberanian untuk menanyakan apa yang selama ini masih mengganjal di hatinya mau pun hati seluruh makhluk alam semesta yang ikut andil dalam urusan ini. Terlebih, melihat Satria yang aneh seperti sekarang ini.

"Hm?" jawab laki-laki itu singkat ketika ia kembali ke meja ketua OSIS untuk meng-ambil buku.

Bulan meneguk ludah dengan susah payah. Dengan satu dorongan niat lebih kuat ia berhasil bertanya, "Ke-kenapa lo jadiin gue pacar?"

______________________________________

Thanks for reading this chapter

makasih juga yang uda vote dsn komen

See you next chapter

With Love
Chacha Nobili
👻👻👻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro