Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3

Selamat datang di chspter 3

Buat diri kalian senyaman mungkin saat membacanya

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen sebagai bentuk dukungan dan penyemangat bagi saya untuk update cerita ini

Tandai jika ada typo (maklum jarinya jempol semua)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like this

❤❤❤

______________________________________________

You are a grey colour, is it wrong if I doubt you?

°°Cecilia Bulan°°
______________________________________________

Jakarta, 14 Sepetember
06.50 a.m.

Bel masuk sekolah masih belum terdengar ketika Bulan mendaratkan pantat dan meletakkan kepalanya di atas bangku dalam kelas yang sepi. Jelas belum bel dan sepi, sekarang masih jam enam lebih sepuluh menit. Masih empat puluh lima menit lagi, pikirnya berencana untuk tidur karena masih sangat mengantuk. Beberapa detik berikutnya gadis bersurai cokelat gelap itu sudah terlelap.

Sekitar setengah jam kemudian, Alvie yang baru datang terkejut saat mendapati seseorang yang sangat di kenalnya tengah telungkup di atas meja. Alisnya mengernyit seiring dengan gerakan meletakkan ransel di sebelah Bulan duduk, ia pun bertanya, “kok tumben lo kagak telat?!”

Mendengar pertanyaan Alvie, tanpa membuka mata sekali pun, Bulan menurunkan lengannya yang di gunakan untuk menutupi wajah. Memperlihatkan garis - garis di sekitar pipi bernama muka bantal sebelum menjawab pertanyaan Alvie dengan suara khas orang bangun tidur. “Tau tuh, tanya aja bang Sat.”

Alvie terkekeh. Apa lagi kali ini kelakuan si bang Sat? Batinnya.

Setelah berhasil mengumpulkan sisa - siswa nyawa hingga lengkap hinggap di tubuhnya, tiba - tiba Bulan duduk tegak dan gusar. “Lo tau kagak? Gue yakin seribu persen kalau si bang Sat itu udah gila!” teriaknya mengagetkan Alvie yang baru saja mengambil kaca mini dalam ransel.

“Hai Girls...”

Itu suara ceria Chris dari arah pintu kelas. Melenggang dengan santai dan kini sudah mendekatkan diri ke bangku Bulan dan Alvie. “Ada gosip apa nih pagi - pagi? Kebetulan gue belom sarapan,” tukas laki - laki ngondek itu seolah bisa kenyang hanya dengan sarapan gosip.

Dengan menggebu - gebu Bulan menceritakan claim Satria saat pulang sekolah kemarin, saat mejemputnya tadi dan gombalan saat perjalanan ke sini dengan tangan bergerak bebas berekspresi disertai wajah kesal. Praktis mengudarakan tawa Alvie dan Chris yang mendengar kicauan pagi sahabat lemot mereka itu.

“Nyokap gue ampe bawain dia bekal makan siang segala tau! Gila kagak tuh?!” akhiri Bulan dalam ceritanya dengan bersedekap tangan. Jangan lupakan wajah cemberut gadis itu. Ia sendiri juga heran. Membahas Satria selalu membuatnya cemberut. Padahal Bulan bukan tipe orang seperti itu. Ia adalah gadis tersantai sepanjang masa. Tapi jika berkaitan dengan Satria, entah kenapa selalu mampu membuat gadis itu kesal. Lihat saja sekarang, memikirkan laki - laki galak itu saja mampu membuatnya mood-nya jelek.

“Lo harusnya seneng dong, gue iri tau ama lo,” ucap Chris setelah kekehannya selesai. Laki - laki ngontek itu juga sudah meletakkan ransel di bangku belakang Bulan dan Alvie.

“Ya udah lo aja sono yang jadi pacarnya!” tukas Bulan asal. Ia semakin heran, kenapa semua orang seakan iri pada posisinya sebagai kekasih Satria? Apa karena wajah tampan Satria?

Oke Bulan akui itu benar. Tapi sekarang coba pikirkan dengan logika. Apa betah pacaran dengan orang tampan yang galaknya minta ampun melebihi ibu - ibu pms? Apa - apa di kritis. Baru mau melakukan sesuatu di komen. Ck! Bikin darah tinggi aja. Mungkin saja jika Satria tidak galak, Bulan akan dengan senang hati di claim Satria sebagai kekasih. Jangankan kekasih, di claim jadi istri saja Bulan mau.

Dan lagi selain galak, Satria belakangan ini juga aneh. Coba bayangkan saja setiap hari Bulan mendapati laki - laki itu mengomel hingga telinganya panas dan berdengung. Lalu tadi pagi Satria menggombali Bulan. Apa laki - laki galak itu sedang kerasukan?!

“Kayak dia mau aja ama gue,” jawab Chris membuyarkan lamunan Bulan. “Tapi gue masih penasaran alasan bang Sat jadiin lo pacar.”

“Nah itu juga yang mau gue tanyain,” timpal Alvie. “Lo kagak pengen tanya gitu, kenapa si bang Sat jadiin lo pacar?” tambahnya. Setelah itu beralih ke cermin mini lagi untuk mengaca. Memastikan kerapian anak rambut yang sempat sedikit berantakan karena naik ojek online tadi.

“Belom tanya aja gue uda di sembur,” pekik Bulan. And that’s true story!

Beberapa saat setelah sarapan gosip, bel sekolah pun berbunyi, membubarkan aktivitas rumpi pagi mereka dan mulailah pelajaran paling mematikan di seluruh dunia bernama matematika. Tidak hanya mata pelajarannya saja yang mematikan. Sang pengajar pun seperti sudah di setel sama mematikannya. Itu terbukti ketika dengan anggun bu Hana—guru matematika killer merangkap sebagai wali kelas—melangkah masuk kelas XI IPA 4.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan penampilan bu Hana hari ini. Seragam guru warna cokelat yang beliau kenakan rapi dan wangi laundry. Rambut hitam yang sedikit memutih akibat umur pun di cepol rapi mirip pramugari. Sepatu pantofel hitam bertumit tidak terlalu tinggi juga di semir hingga mengkilap. Bahkan ketika masuk kelas, bu Hana memamerkan deretan gigi - gigi putih nan terawat.

Tapi entah kenapa para murid seketika merasakan aura kegelapan saat tatapan mata mereka mengarah pada map warna cokelat yang bu Hana tenteng dengan tangan kiri.

Penghuni kelas IPA 4 tahu dan sudah menduga apa yang ada di balik map cokelat tersebut. Tapi mereka tidak ingin dugaan mereka tentang isi map tersebut adalah benar.

Do’a dan harapan mereka seakan tidak terkabul. Saat sudah hinggap di bangku guru dalam kelas dan mengucapkan salam pagi, para murid seakan terperangah dengan gerakan slow motion bu Hana mengeluarkan isi map tersebut.

Ada yang menutup mata rapat - rapat seperti sikap defensive saat menggoreng telur dadar dan takut terciprat minyak panas. Ada yang menutup telinga seakan baru saja mendengar suara bom Atom yang dulu pernah terjadi di Hirosima dan Nagasaki kini jatuh menghujam dirinya. Ada yang ingin menjerit namun suaranya tidak bisa keluar karena membayangkan cakar bu Hana. Ada yang hampir kejang - kejang mirip ikan yang baru di jaring dan di letakkan di tanah. Ada yang seperti kesurupan jin botol. Ada juga yang langsung lemas lunglai tanpa tenaga dan merosot ke bangku seperti baru saja lari maraton empat puluh dua kilo meter.

Termasuk Bulan yang meneguk ludah dengan susah payah karena ia tahu ia belum siap. Gadis itu bahkan menunjukkan ekspresi ingin menangis dan meletakkan kepala di atas meja. Sebab kebetulan sekali semalam Bulan tidak belajar karena harus membantu mamanya merangkai bunga. Alamat, pasti dirinya tidak akan bisa mengerjakan satu pun soal matematika.

Hanya satu kesamaan yang mereka rasakanan. Yaitu sama - sama hampir terbunuh dengan kata ‘ulangan mate-mati-ka dadakan’ tersebut.

Namun itu tidak berlangsung lama. Sepersekian detik, mereka akhirnya dapat bereaksi normal dengan gaduh dan ricuh ketika sang ketua kelas di panggil bu Hana untuk di beri tugas mulia membagikan soal ulangan.

Jakarta, 14 September
07.45 a.m.

Seperti yang sudah ia perkirakan, selama ulangan harian berlangsung, Bulan tidak henti - hentinya menggaruk kepala yang tidak gatal sembari melihat ke arah bu Hana, untuk memastikan beliau tidak sedang memperhatikannya. Setelah situasi aman terkendali, ia menoleh ke belakang—bangku Chris—membaca jawaban dan menulis di kertas jawabannya sendiri serta mengulangi aktivitas itu selama bu Hana tidak melihat. Bulan berusaha melakukannya secepat mungkin agar cepat menyelesaikan soal – soal itu.

Saat itu tatapan bu Hana masih mengarah ke luar jendela menikmati suasana cuaca pagi yang cerah. Namun ketika merasa ada gerak - gerik dari siswa, tatapannya beralih ke sumber gerak – gerik tersebut dan mendapati Bulan yang melakukannya. Bu Hana mengernyit sebentar untuk memperhatikan sejauh mana tindakan Bulan dalam menyontek tanpa gadis itu sadari. Setelah merasa cukup karena tindakan tersebut sudah tidak bisa di toleransi lagi, bu Hana segera berjalan ke arah Bulan dan berdiri tepat di samping bangku gadis itu, yang kini sedang menoleh ke belakang—membaca jawaban Chris—tanpa gadis itu sadari.

“Cecilia Bulan!”

“Astaga!” pekik Bulan kaget sambil mengelus dada karena jantungnya berkejaran.

Detik berikutnya mendapati bu Hana berdiri di sampingnya dengan tatapan ala elang mengintai mangsa sembari bersedekap tangan. Ibarat bu Hana sebagai elang, Bulan sebagai kelinci kecil yang tidak bisa kabur lagi saat akan di mangsa. Menjadikan dirinya otomatis bergindik ngeri sambil meringis. Jantungnya juga bertambah deg - degan. Apa lagi ketika tanpa banyak cingcong bu Hana mengeluarkan senjata mematikan—yang ternyata sudah beliau bawa dari tadi—dengan mencoret lembar jawaban Bulan menggunakan tinta merah dan memekik, “kamu! Remidi!”

Tamatlah riwayat nilai matematika Bulan. Ia langsung lemas diiringi seringai ketakutan semua penghuni kelas yang menyaksikan kejadian itu. Bahkan ada yang berbisik, “berani banget sih nyontek pelajarannya bu Hana.”

Jakarta, 14 September
12.00 p.m.

“Makasih ya Satria, bapak jadi nggak enak ngerepotin kamu tiap hari,” ucap kepala sekolah pada Satria yang telah membantu beliau dalam beberapa hal urusan sekolah, bahkan pada jam pelajaran seperti sekarang. Baik dalam keadaan mendesak mau pun tidak.

“Tidak apa - apa pak, saya senang dapat membantu bapak,” jawab Satria berwibawa dan berkata jujur, tidak sedang cari muka atau sejenisnya. Sikap anak teladan.

“Kamu memang selalu bisa di andalkan,” kata kepala sekolah kemudian melirik sekilas kearah jam dinding yang ada di ruangan itu. “Ya sudah sekarang sudah waktunya istirahat, silahkan istirahat,” tambah kepala sekolah.

Satria hanya menjawab dengan anggukan. Kemudian permisi dengan sopan meninggalkan ruangan milik beliau. Baru saja ia keluar dan melangkah sekitar dua meter, Satria terpaksa berhenti karena mendengar beberapa guru sedang bergosip. Jika bukan tentang kekasihnya, ia juga tidak akan peduli.

Badan Satria tegap, pandangannya juga lurus, namun telinganya seolah di pasang sangat tajam untuk berusaha mencuri dengar apa yang guru - guru gosipkan tentang kekasihnya.

“Cecilia Bulan bu, nggak tahu deh saya mesti gimana lagi, dia nyontek. Ya totomatis langsung saya coret kertas jawabannya dan saya suruh remidi. Masak soal gampang kayak gitu nyontek bu,” kata bu Hana pada guru lain yang ada di ruangan guru.

Mendengar itu semua alis Satria secara otomatis bertabrakan. Lalu memilih melanjutkan langkah menuju kelas sambil memikirkan tentang bagaimana cara agar kekasihnya tidak bodoh lagi.

Ya, ia tahu jawabannya.

Baru saja memikirkan gadis itu, Satria tidak sengaja berpapasan dengannya di koridor bersama dengan dua anggota geng ABC lainnya.

Siapa lagi jika bukan Alvie dan Chris?

Melihat wajah galak Satria saat berpapasan dengan laki - laki itu, Bulan bersingkut namun memberanikan diri memberikan senyum semanis yang ia bisa. Padahal dalam hati gadis itu ogah, tapi karena lebih ogah menghadapi Satria yang seperti sedang dalam mode marah saat ini, ia harus melakukannya.

Dan rekasi Satria? Entah kenapa ia malah semakin ingin mengomeli gadis itu. Bagaimana bisa ekspresi Bulan seceria ini seperti tanpa beban ketika ulangan hariannya di coret dan harus remidi? Tapi Satria berusaha menahan amarah dan bertekat akan memebuat gadis itu tidak bodoh lagi. Untuk itu ia lebih memilih terus berjalan ke kelas tanpa mempedulikan Bulan dan geng ABC yang dari tadi mengamatinya. Dari pada harus berhenti dan mengomeli gadis yang masih mengumbar senyum padanya detik itu juga.

“Sumpah cowok itu yang nge-claim lo jadi pacar?” tanya Chris yang di amini oleh Alvie dengan ekspresi tidak percaya ketika mereka baru saja berpapasan dengan Satria yang mengacuhkan Bulan seperti tidak kenal. Padahal sahabat lemotnya itu sudah memberikan senyuman manis. Ekspresi mereka jelas - jelas shocked.

“Iya bener itu orangnya, emang siapa lagi yang mananya Satria di sekolah ini kalo bukan manusia itu?!” jawab Bulan sama shockednya dengan Alvie dan Chris. Ia sendiri juga tidak habis pikir dengan manusia galak yang sifatnya berubah - ubah itu. Sebentar marah, sebentar menggombal lalu sekarang seperti tidak kenal. Ck! Memangangnya Satria itu reptil jenis bunglon?! Berubah - ubah sesuai tempat yang di pijaki?!

“Gue nggak bisa diginiin!” ucap Chris kesal.

Kok malah manusia satu ini yang protes? Harusnya kan Bulan. Namun gadis itu menyadari akan sifat sahabatnya satu ini yang memang begitulah adanya. Jika rasa penasaran sudah menggerogoti diri Chris. Ini tidak baik. Sungguh!

Bulan baru saja akan berfirasat pada Chris ketika laki - laki ngondek itu lebih dulu memekik, “Girls! Kita harus nyelidikin kasus ini!”

Selaras dengan tangan mengepal yang di acung - acungkan, perkataan Chris berintonasi mantab dan yakin seperti detektive yang harus segera memecahkan kasus pembunuhan. Bembenarkan firasat Bulan.

“Bener Chris! Gue setuju sama lo!” kata Alvie ikut menimpali.

Bulan malah semakin cengo melihat kedua sahabatnya itu. Tapi rasa penasaran juga membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain ikut melakukan hal ini.

Well, sesampainya di kelas, geng ABC langsung bergerombol di bangku mereka. Lebih tepatnya mengamati gerak - gerik Chris yang dengan anggun membuka zipper ransel miliknya untuk menunjukkan benda - benda yang ia bawa tanpa perlu di keluarkan.

“Tenang Girls, gue uda nyiapin ini,” ucap Chris dengan mata berkilat - kilat dan senyuman iblis. “Pulang sekolah, langsung kita buntuti si bang Sat itu!” tambahnya sambil mengusap – ngusap tangan mirip karakter Plankton di sereal Spongebob Squarepants ketika mempunyai rencana untuk mencuri resep rahasia Crabby Patty milik Tuan Crab.

“Siap!” jawab Alvie dan Bulan kompak.

Setelah pelajaran usai, bel pulang sekolah berbunyi. Saatnya bagi geng ABC menjalankan misi mereka untuk membuntuti Satria. Namun sebelum melaksanakan aksi terebut, Chris mengabsen benda - benda yang ia bawa tadi terlebih dahulu.

“Kacamata item?” tanya Chris.

Check!” jawab Alvie dan Bulan secara bersamaan dan kompak sambil menunjuk kacamata hitam yang mereka kenakan masing - masing.

“Jaket?”

Check!”

Bulan menunjuk sweeter abu - abu yang ia kenakan sedangkan Alvie menunjuk jaket denimnya.

“Wig?”

Check!”

Lagi - lagi mereka dengan kompak menunjuk wig keriting warna warni yang mereka kenakan.

“Bagus! Yok cus!” pimpin Chris pada geng ABC untuk segera membuntuti Satria.

______________________________________________

Thanks for reading this chapter

Makasih juga yang udah nyempetin vote dan komen

Bonus photo Cecilia Bulan

Photo Satria Eclipster

See you next chapter teman temin

#keephealty
#stayathome
#socialdistance
#washyourhand
#alwaysprayforUs

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

Repost : 11 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro