Chapter 23
Selamat datang di chapter 23
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo
Thanks
Happy reading everyone
Hope you like it
❤❤❤
______________________________________
Sahabat adalah orang yang tahu kebaikan maupun keburukan kita
namun tetap memilih bersama kita
°°Cecilia Bulan°°
___________________________________________________________________________
Jakarta, 6 November
16. 00 p.m.
"Siapa sih yang jahat banget ngunci lo di toilet angker itu?" rengek Alvie yang masih mengeratkan pelukan pada Bulan yang sudah berhenti menangis dalam mobil rubicon hitam Satria. Wajah gadis itu masih tertunduk. Tampak tidak ingin bicara atau sekedar menaggapi omongan orang-orang di sekitarnya.
"Jangan dibahas," sahut Satria melihat Alvie dan Bulan dari kaca spion tengah sebentar lalu fokus lagi ke jalan. Chris dengan wajah cemberutnya yang duduk di sebelah Satria dari tadi menoleh ke belakang untuk menenangkan sahabatnya juga.
Dalam keadaan hening, tidak ada yang bersuara kecuali deru halus mesin mobil, Satria mengambil ponsel guna menelpon Erlin, minta ijin untuk mengajak Bulan kencan. Tentu saja itu hanya sebuah alasan. Satria tidak mungkin menceritakan kejadian ini pada mamanya Bulan. Takut akan khawatir. Tapi diam-diam dalam hati Satria berjanji akan mengusut perkara ini sampai pelakunya ketemu. Bagaimana pun caranya!
"Semuanya, ke apartemen gue dulu." Satria kembali bersuara. Bukan untuk di tanggapi. Karena kalimat tersebut jelas-jelas bernada perintah.
Sesampainya di apartemen type studio, Satria mempersilahkan mereka masuk dan du-duk di sofa. Sedangkan dirinya sendiri beranjak mengambil minuman dari kulkas dan membaginya. Kemudian masuk kamar mandi, menyalakan keran untuk mengisi bathtub dengan air hangat.
Sementara Satria sibuk mengambil handuk baru, kaos polos warna merah dan celana pendek untuk Bulan, Alvie dan Chris duduk menenangkan gadis itu yang masih murung. Sama sekali tidak ada niatan bicara sedari tadi. Jangankan bicara, melihat mereka pun tidak, hanya memandang ke sembarang arah dengan tatapan menerawang, memutar ulang kejadian tadi.
Seandainya saja para sahabatnya tidak mencari dan Satria tidak datang, apa yang akan terjadi? Apakah dirinya selamat? Atau mati ketakutan?
Bulan memejamkan mata dan mengusap wajahnya menggunakan tangan. Selain memikirkan itu, otaknya juga tidak sengaja mengulang kalimat bu Sofi di ruang BK.
Sebenarnya ia tadi menelpon Satria berniat ingin membagi beban ini, tapi entah kenapa sekarang dirinya malah takut dengan reaksi yang akan di berikan pada laki-laki itu.
Ya, Tuhan, ini kacau sekali. Take a deep breath, take a deep breath. Yang perlu lo lakuin cuma nggak usah melanggar peraturan sekolah lagi, dan semua bakalan baik-baik aja, nggak usah cerita sama Satria. Tiba-tiba hatinya berkata demikian.
"Mandi dulu berendem, biar rileks, handuk ama baju gantinya udah gue taroh di deket bathtub," kata Satria. Suara laki-laki itu sontak membuyarkan lamunan Bulan.
Hanya anggukan saja yang mampu gadis itu berikan sebagai jawaban, lalu beranjak dari sofa dan masuk ke kamar mandi. Ketika langkahnya mencapai ruang kecil namun bersih dan terwat itu, seketika harum bunga lavender tercium oleh hidungnya. Tanpa sadar gadis itu menghirup aroma tersebut dalam-dalam lalu mengembuskan perlahan. Praktis dapat memecah ketegangan otaknya. Apa lagi di tambah berendam dengan air hangat dengan sabun beraroma sama. Otot-otot yang kaku pun berangsur rileks kembali.
Jakarta, 6 November
16.30 p.m.
"Gimana ceritanya toilet dikunci dari luar? Biasanya kunci selalu ditaroh dalem kan?" tanya Satria pada Alvie yang saat ini tengah mengguyur tenggoraknnya dengan minuman botol suguhan Satria.
"Gue juga kagak tahu, biasanya emang toilet cewek kuncinya selalu ditaroh dalem," jawab Alvie setelah menelan minuman itu.
"Itu toilet beneran rusak?"
"Kagak tahu juga Sat." Lagi-lagi Satria tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
"Keknya kagak deh, coba pikirin baik-baik, kalo tuh toilet rusak, gimana bisa si Lemot masuk situ, ye kan?" sahut Chris setelah meletakkan botol minuman di meja.
Satria dan Alvie otomatis mengangguk setuju dengan penjabaran Chris yang masuk akal.
"Btw baru sadar wajah lo bonyok gitu, abis berantem ye lo?" tanya Alvie yang tidak sengaja melihat beberapa lebam di sudut bibir Satria amupun di beberapa tempat. "Gara-gara tu lho kagak masuk sekolah?"
"Eh Sat, lu kagak ganti baju dulu apa? Basah gitu, nggak takut masuk angin?" celeteuk Chris sebelum pertanyaan Alvie dijawab oleh Satria yang sebenarnya tidak ingin menjawab pertanyaan tersebut. Mengingat itu adalah hal sensitif. Dalam hati laki-laki itu bersyukur dengan celetukan Chris. Dan sebenarnya apa yang diucapkan Chris ada benarnya juga. Tapi kenapa wajahnya seperti mupeng melihat Satria basah kuyup?
"Nunggu Bulan, lo liat sendiri kagak ada ruangan lagi di apartemen gue, ya kali gue ganti di sini," ucap Satria logis. Walaupun dirinya sendiri menahan rasa dingin yang melanda sedari tadi.
"Ya nggak apa-apa sih," jawab Chris sambil cengar-cengir yang langsung dihadiahi tonyoran kepala oleh Alvie agar sarafnya yang putus dapat konek kembali.
"Chris, please deh!"
Tidak lama kemudian, Bulan keluar dari kamar mandi dengan kaos merah kebesaran milik Satria dan celana pendek laki-laki itu. Rambutnya di cepol asal lalu bergabung dengan Alvie dan Chris. Kemudian gantian Satria yang masuk kamar mandi.
"Mot, muka lo udah nggak kayak tadi, sekarang lumayan lebih fresh," kata Chris saat Bulan duduk di antara mereka.
"Makasih, kalo kalian nggak ada, nggak tahu deh nasib gue kek gimana," jawab Bulan sambil memandangi sahabatnya satu per satu.
"Udah mestinya sahabat saling tolong menolong," ujar Alvie kemudian memeluk Bulan. Chris pun ikut bergabung.
Well, sembari menunggu cuaca sore ini yang masih gerimis romantis reda dan laundry seragam Bulan, mereka memutuskan untuk bermain kartu bersama dengan tujuan menghibur Bulan. Siapa yang kalah akan dicoret dengan bedak milik Alvie.
Beberapa menit bermain, wajah Bulan penuh dengan coretan bedak karena gadis itu tidak jago bermain poker. Alvie dan Chris juga tidak luput dari coretan. Yang tidak ada coretan sama sekali adalah Satria. Bukan karena jago bermain, ia hanya menggunakan tak tik jenius ala-alanya. Untuk mengabadiakan moment tersebut mereka selfie.
Mereka juga tidak lupa memesan sekotak pizza paperoni ukuran large dan beberapa soda kaleng untuk mengisi perut yang kelaparan. Terlebih Satria, ia belum makan sejak tadi pagi. Laki-laki itu bahkan memesan pizza dengan ukuran yang sama lagi ketika kotak pertama makanan itu sudah habis. Dasar perut karung!
Jam tujuh malam, gerimis romantis sudah benar-benar reda. Alvie dan Chris memutuskan pamit pulang dulu naik ojek online, padahal Satria sudah menawarkan diri untuk mengantar mereka naik mobilny. Tapi mereka menolak dengan alasan takut merepotkan.
Padahal alasan sebenarnya mereka hanya ingin memberi ruang pada Bulan agar bisa berduaan dengan Satria. Barangkali ada yang ingin gadis itu obrolkan dengan laki-laki itu.
"Lo lucu Sat." Bulan memecah keheningan di antara mereka ketika dalam mobil Satria yang melaju dengan kecepatan standart menuju rumah Bulan.
"Lucu gimana?" Satria tidak punya gagasan apa pun tentang kelucuannya. Karena menurut dirinya tidak ada yang lucu sama sekali sekarang.
"Lo nggak masuk sekolah, tapi malah ke sekolah buat nyari gue," jawab Bulan dengan senyum. "Makasih," lanjutnya. Mengatakan hal itu dengan tulus.
Satria tidak tahu harus menjawab apa. Hanya mampu melemparkan senyum yang bahkan ia tujukan ke jalan karena sedang fokus menyetir. Lalu mengambil tangan Bulan dan menciumnya sebelum membawa genggaman itu di dadanya. Persis seperti ketika mereka naik motor.
Jangan tanya reaksi Bulan. Gadis itu hanya mampu menaikkan pipi sambil menahan degup jantungnya yang tidak stay cool hingga tidak terasa mobil Satria sudah berhenti di depan D'Lule.
Dan seperti kemarin, Satria tidak ikut turun karena wajah bonyoknya. Takut di tanyai macam-macam oleh mamanya Bulan, yang pasti tidak akan mampu ia jawab.
"Istirahat, besok gue jemput kek biasanya," kata Satria sambil mengusap puncak kepala Bulan menggunakan tangan kanan sebelum gadis itu turun. Sedangkan tangan kirinya masih menggenggam tangan sang kekasih.
"Iya, hati-hati pulangnya."
"Tumben perhatian, sayang kan lo ama gue?" ejek Satria sekaligus memastikan perasaan Bulan padanya. Ia juga masih enggan melepas genggaman tangannya.
"Idih ge er lo, buruan lepasin tangan gue, mau turun nih," jawab gadis itu sambil berusaha melepas genggaman tangan Satria.
"Halah, kagak inget tadi? Gue dateng aja lo langsung meluk-meluk gue," ejek Satria lagi sambil berusaha menahan senyumnya.
"Ya udah sekali aja nih ya gue meluk lo, Lagian lo juga meluk-meluk gue terus tuh." Bulan masih berusaha melepas tangan Satria, dan laki-laki itu masih belum ingin melepasnya.
"Ya berarti kita sama," jawab Satria menyimpulkan percakapannya. Tapi memang dasar Bulan lemot, mana ia paham?
"Sama? Maksudnya?"
"Sama-sama sayang."
______________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang uda vote dan komen
See you next chapter
With Love
Chacha Nobili
👻👻👻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro